Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

1. Definisi

Epilepsi adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolik yang reversibel.
Epilepsi dapat berupa kondisi primer atau sekunder. Epilepsi primer terjadi secara
spontan, biasanya pada masa kanak-kanak, dan memiliki predisposisi genetik.
Epilepsi sekunder terjadi akibat hipoksemia, cedera kepala, infeksi, stroke, atau
tumor sistem saraf pusat. Epilepsi awitan dewasa biasanya disebabkan oleh salah
satu insiden tersebut.

 Status Epileptikus
Pada keadaan status epileptikus, penderita mengalami serangan sawan
yang berkepanjangan atau mengalami sawan berturut-turut tanpa diselingi oleh
pulihnya kesadaran. Sawan tonik-klonik merupakan sawan yang paling sering
mengalami status. Penyebab status ini karena penderita tidak minum obat
dengan teratur atau adanya kelainan sistemik misalnya hipoglikemi. Bahaya
status ini adalah terjadinya aritmia kordis, kegagalan respirasi, edema paru
rabdomiolisis dengan mioglibinuri, asidosis metabolik, dan hiperpireksia.
Urutan penatalaksanaan penderita dewasa dengan status epileptikus
sabagai berikut:
1. 0-5 menit
Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesia, pemeriksaan fisik dan
neurologik, periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2, PaCO2, beri
oksigen.
2. 6-9 menit
Pasang infus dengan dekstrosa 5% beri 50ml glukosa 40% intravena
3. 10-30 menit
Diazepam 10mg intravena dan dapat diulang ½ -1 jam kemudian bila
masih ada sawan, atau difenihidantoin 20mg/Kg dengan kecepatan tidak
lebih dari 50mg/menit intravena. Selama pemberian difenihidantoin
dilakukan pemantauan EKG dan telanan darah.

Status epileptikus adalah kejang epilepsi yang menetap dan berulang


tanpa kembali ketingkat fungsional atau kesadaran yang biasa. Keadaan ini
dapat berlangsung selama 30 menit atau lebih, dan dapat terjadi pada setiap
jenis kejang, serta mengancam jiwa.

Ada 3 jenis utama dari status epilepsi : status absens yang merupakan
epilepsi umum dan status parsial komplek yang berasal dari bangkitan fokal
dan kategori ketiga hipsaritmia terutama ditemukan pada spasme infantile atau
syndrome West.

Status absent dan status parsial komplek keduanya ditandai dengan


perubahan dari tingkat kesadaran dan tingkah laku, keduanya tidak ditemui
atau ditemui gejala motor yang minimal. Gejala awal dapat terjadi mendadak
atau perlahan-lahan, lamanya gejala bervariasi dari beberapa menit, hari atau
bulan. Tidak berespon, salah satu gejala yang harus difikirkan suatu gambaran
dari status absens.

Absent status biasanya khas ditemukan pulihnya kesadaran, terlebih


dahulu terjadi normalisasi post iktal secara berangsur-angsur. Menurut sejarah
status absens lebih banyak ditemukan dari pada status parsial komplek, tetapi
dengan perbaikan dari teknik EEG membawa perubahan. Aktifitas cepat (rapid
generalization) dari status parsial komplek pada EEG sering dianggap sebagai
status absens.

2 Etiologi/Klasifikasi
Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu:

1) Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui ± 50% dari penderita


epilepsi anak, awitan biasanya pada usia lebih dari 3 tahun. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat-alat diagnostik yang
canggih kelompok ini makin kecil. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian
besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem saaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak

2) Epilepsi Kriptogenik
Dicurigai terdapat factor penyebab namun tidak dapat ditemukan.
3) Epilepsi simtomatik yang penyebabnya sangat bervariasi, bergantung pada
usia awitan.

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu,
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan
ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan
ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis
saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput
otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.

Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi


Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal

Cedera lahir intrakranial

Infeksi akut

Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,


hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)

Malformasi kongenital

Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik

Infeksi akut

Trauma

Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik

Trauma

Gejala putus obat dan alcohol

Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma

Alkoholisme

Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak

Penyakit serebrovaskular

Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )

Alkoholisme

3 Klasifikasi Kejang

 Berdasarkan letak fokus epilepsi atau tipe bangkitan


1. Epilepsi parsial (lokal, fokal)
a) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran
tetap normal
 Dengan gejala motorik
 Fokbal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh
saja
 Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
 Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
 Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
 Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
 Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi
sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai
vertigo).
 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
 Visual : terlihat cahaya
 Auditoris : terdengar sesuatu
 Olfaktoris : terhirup sesuatu
 Gustatoris : terkecap sesuatu
 Disertai vertigo
 Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
 Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
 Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.
 Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
 Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
 Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
 Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.
 Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,
melihat suatu fenomena tertentu, dll.
2. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-
mula baik kemudian baru menurun.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut
muka berubah seringkali seperti ketakutan, menatp sesuatu,
memegang kancing baju, berjalan, dll.
 Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun
sejak permulaan kesadaran.
3. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,
tonik, klonik).
 Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
 Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan
umum.
 Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial
kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi umum
1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.
Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai
pada anak.
 Hanya penurunan kesadaran
 Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai
pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
 Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan,
tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
 Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas,
leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi
melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
 Dengan automatisme
 Dengan komponen autonom.

Lena tak khas (atipical absence)


Dapat disertai:
 Gangguan tonus yang lebih jelas.
 Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
2) Grand Mal
 Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau
lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.Bangkitan
ini dapat dijumpai pada semua umur.
 Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.Dijumpai terutama sekali pada
anak.
 Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku
pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai.Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
 Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu epilepsi.Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku.Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang
kejang kelojot seluruh tubuh.Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri.Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya.Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas.Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan.Setelah kejang berhenti pasien
tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih
rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal,
lelah, nyeri kepala.
 Atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien
terjatuh.Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar.Epilepsi ini
terutama sekali dijumpai pada anak.

4. Manifestasi Klinik
a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
b) Kelainan gambaran EEG (Elektroensefalogram)
c) Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
d) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan
tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya)
e) Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
f) Raut muka pucat dan badannya berkeringat
g) Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
h) Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut
lewat
i) Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
secara tiba-tiba
j) Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
k) Gigi geliginya terkancing
l) Hitam bola matanya berputar- putar
m) Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

5. Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus


merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
saraf dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak
yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia
retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-
impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya
cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan kondisi yang
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.

6. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Diagnostik


a) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b) Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
 mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 menilai fungsi hati dan ginjal
 menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
 Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

7. Penatalaksaan
A. Non Farmakologi
 Amati faktor pemicu
 Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, OR, konsumsi
kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
B. Farmakologi
Menggunakan obat-obat antiepilepsi yaitu :
 Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
Inaktivasi kanal Na, menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik. Contoh: fenitoin, karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, valproat. Agonis resepto
 Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABA ergik :
GABA, meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja
reseptor GABA, contoh: benzodiazepin, barbiturat. Menghambat
GABA transaminase, konsentrasi GABA meningkat, contoh:
Vigabatrin
Menghambat GABA transporter, memperlama aksi GABA, contoh:
Tiagabin. Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal
pasien mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-
vesikularpool contoh, Gabapentin
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan.
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras,
tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah.Untuk mencegah gigi
klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi
jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau
yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti
perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan
mendengar bunyi yang melengking di telinga.Jika Penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun
pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
bahwa jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein
yang lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
8. Pengkajian

A. Anamnesia
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat Penyakit
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual.
Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada
faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil.
Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-
obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien
mengalami gangguan interaksi dengan orang lain/ keluarga karena malu,
merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu
waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
 Riwayat kesehatan
 Riwayat keluarga dengan kejang
 Riwayat kejang demam
 Tumor intrakranial
 Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat Kejang
 Bagaimana frekwensi kejang.
 Gambaran kejang seperti apa
 Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
 Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
 Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
 Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku

2. Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
3. Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
4. Sistem pencernaan
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post
iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
5. Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post
iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
6. Sistem Pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

9. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah:
1. Resiko trauma Berhubungan dengan kerusakan kognitif selama kejang
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot-otot
pernapasan
3. Ansietas berhubungan dengan penyakit epilepsi
4. Keletihan berhubungan dengan keadaan penyakit : kejang
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Resiko trauma Menunjukan perilaku keamanan 1. Kaji karakteristik kejang 1. Untuk mengetahui seberapa besar

Berhubungan yang dibuktikan dengan : 2. Identifikasi lingkungan jika ada tingkat kejang yang dialami klien

dengan kerusakan menghindari perilaku beresiko benda tajam yang dapat melukai 2. Menghindari benda-benda yang dapat

kognitif selama tinggi dan menghindari cidera klien melukai klien saat terjadi kejang

kejang fisik 3. Beri materi pendidikan kesehatan 3. Mencegah terjadi trauma berat saat

yang berhubungan dengan strategi kejang

pencegahan trauma 4. Dapat mengurangi kejang klien

4. Kolaborasi dengan tim dokter sehingga resiko trauma berkurang

untuk pemberian obat anti kejang

2. Ketidakefektifan Menunjukan pola pernapasan 1. Pantau kecepatan, irama, 1. Mengetahui respiration rate klien

pola nafas efektif yang dibuktikan dengan : kedalaman dan upaya pernapasan 2. Memfasilitasi pembukaan jalan nafas

berhubungan kepatenan jalan nafas, tidak ada 2. Atur posisi klien untuk 3. Memberikan pendidikan kesehatan

dengan kelelahan penyimpangan tanda vital dari mengoptimalkan pernapasan untuk klien bisa lebih tenang
otot-otot rentang normal (kecepatan dan (semifowler) 4. Dapat menurunkan hipoksia serebral

pernapasan irama pernapasan dalam batas 3. Ajarkan kepada klien tentang

normal) teknik relaksasi untuk

memperbaiki pola nafas

4. Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian O2
3. Ansietas Ansietas berkurang dibuktikan 1. Kaji tingkat kecemasan klien 1. Mengetahui kecemasan klien tentang

berhubungan dengan : tingkat ansietas hanya 2. Dampingi pasien, bicara dengan penyakitnya (epilepsi)

dengan penyakit ringan sampai sedang dan selalu tenang dan berikan ketenangan 2. Meredakan kecemasan pada klien

epilepsi menunjukan pengendalian diri serta rasa nyaman 3. Meminimalkan kekhawatiran,

3. Bantu pasien mengungkapkan ketakutan, prasangka, atau perasaan

secara verbal pikiran dan perasaan tidak tenang berhubungan dengan

untuk mengurangi ansietas kejang yang berulang

4. Berikan informasi tentang 4. Memberi pengetahuan kepada klien dan

penyakit keluarga tentang penyakit dan

penanganannya.
4.Keletihan Pasien akan beradaptasi dengan 1. Pantau bukti adanya keletihan 1. Mengatur penggunaan energi utnuk

berhubungan dengan keletihan yang dibuktikan fisik yang berlebihan pada klien mengobati atau mencegah keletihan.

keadaan penyakit : dengan : melaporkan bahwa 2. Ajarkan klien dan keluarga untuk 2. Agar dapat memeberikan tindakan

kejang energi terpulihkan setelah mengenali tanda dan gejala pencegahan yang tepat

istirahat keletihan setelah kejang 3. Memprioritaskan kegiatan yang harus

3. Bantu klien dan kelurga membuat dilakukan agar tidak membuang-

daftar aktivitas/kegiatan yang buang energi

prioritas 4. Membantu dalam menyediakan

4. Kolaborasi dengan ahli gizi asupan diet makanan dan minuman

utnuk meningkatkan asupan yang seimbang

makanan tinggi energi


DAFTAR PUSTAKA

Harsono. (2005). Neurologi. Edisi II. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Chang, E. (2006). Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, E. (2009) . Buku Saku Patofisiologi. Edisi III. Jakarta: EGC
Wilkinson, J. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi IX. Jakarta: EGC
Wilsson, L. (2009). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi VI.
Jakarta: EGC

www.digilib.ump.ac.id, jurnal epilepsi oleh Siska Anggi

diunduh tanggal 22 oktober 2014

www.neuro.fk.unand.ac.id, oleh Melti Frida dan Basjirudin A

diunduh tanggal 22 oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai