1. Definisi
Epilepsi adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolik yang reversibel.
Epilepsi dapat berupa kondisi primer atau sekunder. Epilepsi primer terjadi secara
spontan, biasanya pada masa kanak-kanak, dan memiliki predisposisi genetik.
Epilepsi sekunder terjadi akibat hipoksemia, cedera kepala, infeksi, stroke, atau
tumor sistem saraf pusat. Epilepsi awitan dewasa biasanya disebabkan oleh salah
satu insiden tersebut.
Status Epileptikus
Pada keadaan status epileptikus, penderita mengalami serangan sawan
yang berkepanjangan atau mengalami sawan berturut-turut tanpa diselingi oleh
pulihnya kesadaran. Sawan tonik-klonik merupakan sawan yang paling sering
mengalami status. Penyebab status ini karena penderita tidak minum obat
dengan teratur atau adanya kelainan sistemik misalnya hipoglikemi. Bahaya
status ini adalah terjadinya aritmia kordis, kegagalan respirasi, edema paru
rabdomiolisis dengan mioglibinuri, asidosis metabolik, dan hiperpireksia.
Urutan penatalaksanaan penderita dewasa dengan status epileptikus
sabagai berikut:
1. 0-5 menit
Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesia, pemeriksaan fisik dan
neurologik, periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2, PaCO2, beri
oksigen.
2. 6-9 menit
Pasang infus dengan dekstrosa 5% beri 50ml glukosa 40% intravena
3. 10-30 menit
Diazepam 10mg intravena dan dapat diulang ½ -1 jam kemudian bila
masih ada sawan, atau difenihidantoin 20mg/Kg dengan kecepatan tidak
lebih dari 50mg/menit intravena. Selama pemberian difenihidantoin
dilakukan pemantauan EKG dan telanan darah.
Ada 3 jenis utama dari status epilepsi : status absens yang merupakan
epilepsi umum dan status parsial komplek yang berasal dari bangkitan fokal
dan kategori ketiga hipsaritmia terutama ditemukan pada spasme infantile atau
syndrome West.
2 Etiologi/Klasifikasi
Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu:
2) Epilepsi Kriptogenik
Dicurigai terdapat factor penyebab namun tidak dapat ditemukan.
3) Epilepsi simtomatik yang penyebabnya sangat bervariasi, bergantung pada
usia awitan.
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu,
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan
ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni
pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya
gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi
(malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya
kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan
(serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan
ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi. Bahkan bayi yang tidak segera menangis
saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput
otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Infeksi akut
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Alkoholisme
3 Klasifikasi Kejang
4. Manifestasi Klinik
a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
b) Kelainan gambaran EEG (Elektroensefalogram)
c) Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
d) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan
tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya)
e) Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
f) Raut muka pucat dan badannya berkeringat
g) Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
h) Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut
lewat
i) Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
secara tiba-tiba
j) Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
k) Gigi geliginya terkancing
l) Hitam bola matanya berputar- putar
m) Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
5. Patofisiologi
7. Penatalaksaan
A. Non Farmakologi
Amati faktor pemicu
Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, OR, konsumsi
kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
B. Farmakologi
Menggunakan obat-obat antiepilepsi yaitu :
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
Inaktivasi kanal Na, menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik. Contoh: fenitoin, karbamazepin,
lamotrigin, okskarbazepin, valproat. Agonis resepto
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABA ergik :
GABA, meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja
reseptor GABA, contoh: benzodiazepin, barbiturat. Menghambat
GABA transaminase, konsentrasi GABA meningkat, contoh:
Vigabatrin
Menghambat GABA transporter, memperlama aksi GABA, contoh:
Tiagabin. Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal
pasien mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-
vesikularpool contoh, Gabapentin
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan.
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras,
tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah.Untuk mencegah gigi
klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi
jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau
yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti
perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan
mendengar bunyi yang melengking di telinga.Jika Penderita mulai
merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun
pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
bahwa jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein
yang lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
8. Pengkajian
A. Anamnesia
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat Penyakit
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual.
Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada
faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil.
Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-
obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien
mengalami gangguan interaksi dengan orang lain/ keluarga karena malu,
merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu
waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
Riwayat kesehatan
Riwayat keluarga dengan kejang
Riwayat kejang demam
Tumor intrakranial
Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat Kejang
Bagaimana frekwensi kejang.
Gambaran kejang seperti apa
Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
2. Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
3. Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas,
perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
4. Sistem pencernaan
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post
iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
5. Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post
iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
6. Sistem Pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak
9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah:
1. Resiko trauma Berhubungan dengan kerusakan kognitif selama kejang
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot-otot
pernapasan
3. Ansietas berhubungan dengan penyakit epilepsi
4. Keletihan berhubungan dengan keadaan penyakit : kejang
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Resiko trauma Menunjukan perilaku keamanan 1. Kaji karakteristik kejang 1. Untuk mengetahui seberapa besar
Berhubungan yang dibuktikan dengan : 2. Identifikasi lingkungan jika ada tingkat kejang yang dialami klien
dengan kerusakan menghindari perilaku beresiko benda tajam yang dapat melukai 2. Menghindari benda-benda yang dapat
kognitif selama tinggi dan menghindari cidera klien melukai klien saat terjadi kejang
kejang fisik 3. Beri materi pendidikan kesehatan 3. Mencegah terjadi trauma berat saat
2. Ketidakefektifan Menunjukan pola pernapasan 1. Pantau kecepatan, irama, 1. Mengetahui respiration rate klien
pola nafas efektif yang dibuktikan dengan : kedalaman dan upaya pernapasan 2. Memfasilitasi pembukaan jalan nafas
berhubungan kepatenan jalan nafas, tidak ada 2. Atur posisi klien untuk 3. Memberikan pendidikan kesehatan
dengan kelelahan penyimpangan tanda vital dari mengoptimalkan pernapasan untuk klien bisa lebih tenang
otot-otot rentang normal (kecepatan dan (semifowler) 4. Dapat menurunkan hipoksia serebral
pemberian O2
3. Ansietas Ansietas berkurang dibuktikan 1. Kaji tingkat kecemasan klien 1. Mengetahui kecemasan klien tentang
berhubungan dengan : tingkat ansietas hanya 2. Dampingi pasien, bicara dengan penyakitnya (epilepsi)
dengan penyakit ringan sampai sedang dan selalu tenang dan berikan ketenangan 2. Meredakan kecemasan pada klien
penanganannya.
4.Keletihan Pasien akan beradaptasi dengan 1. Pantau bukti adanya keletihan 1. Mengatur penggunaan energi utnuk
berhubungan dengan keletihan yang dibuktikan fisik yang berlebihan pada klien mengobati atau mencegah keletihan.
keadaan penyakit : dengan : melaporkan bahwa 2. Ajarkan klien dan keluarga untuk 2. Agar dapat memeberikan tindakan
kejang energi terpulihkan setelah mengenali tanda dan gejala pencegahan yang tepat
Harsono. (2005). Neurologi. Edisi II. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Chang, E. (2006). Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, E. (2009) . Buku Saku Patofisiologi. Edisi III. Jakarta: EGC
Wilkinson, J. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi IX. Jakarta: EGC
Wilsson, L. (2009). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi VI.
Jakarta: EGC