Anda di halaman 1dari 60

Laporan Keluarga Binaan

DIABETES MELLITUS TIPE 2

Oleh :
Anelia Tiara Suci 1110313098
Dio Rancha Pratama 1110312092
Muhammad Ryfki SA 1110313005
Nindo Mayang Sumba 1110312032

Preseptor :
dr. Nita Afriani, M.Biomed
dr. Inna Rokendry Azwar
dr. Lindawati
dr. Silvia

KEPANITERAAN KLINIK FOME 3


PUSKESMAS ALAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa,
penulis dapat menyelesaikan laporan keluarga binaan yang berada di lingkungan
Puskesmas Alai. Kegiatan Keluarga Binaan ini merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik FOME 3 di Puskesmas Alai.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. Nita Afriani, M.Biomed selaku
preseptor dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, dan dr. Inna Rokendry
Azwar, dr. Lindawati, dr. Silvia selaku preseptor dari Puskesmas Alai serta semua
pihak yang telah memberikan arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Keluarga
Binaan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan laporan Keluarga Binaan ini, untuk itu kritik dan saran dari pembaca kami
harapkan. Semoga laporan keluarga binan ini dapat bermanfaat bagi semua.

Padang, Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... i


Daftar Isi................................................................................................................... ii
Daftar Gambar .......................................................................................................... iii
Daftar Tabel ............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ............................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ...................................................................................................... 3
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko ................................................................................. 3
2.4 Patofisiologi ....................................................................................................... 6
2.5 Diagnosis ............................................................................................................ 7
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................. 8
2.7 Komplikasi ......................................................................................................... 22
BAB III. LAPORAN KASUS.................................................................................. 24
BAB IV. PENUTUP ................................................................................................ 40
Lampiran .................................................................................................................. 44

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 The ominous octet pada DM tipe 2....................................................... 7


Gambar 2.2 Algoritma tatalaksana DM tipe 2 ......................................................... 22

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi DM ........................................................................... 3


Tabel 2.2. Elemen edukasi perawatan kaki .............................................................. 11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa
peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia
merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga
mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya
peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan
global.1
WHO memperkirakan secara global sebanyak 422 juta orang dewasa usia >
18 tahun menderita diabetes pada tahun 2014. Jumlah penderita diabetes terbanyak
diperkirakan di Asia Tenggara dan Regio Pasifik Barat yaitu hampir setengah dari
seluruh kasus di dunia. Jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2014
meningkat 4 kali lipat dari tahun 1980 yang saat itu berjumlah 108 juta orang.
Prevalensi diabetes meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% pada tahun
2014.2
Berdasarkan RISKESDAS tahun 2013, proporsi DM pada penduduk di
Indonesia umur ≥15 tahun berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan cut
off points merujuk pada ADA 2011 dan gejala khas DM sebesar 6,9 persen dengan
proporsi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi (7,7%), tetapi hampir sama
antara proporsi di perkotaan (6,8%) dan perdesaan (7,0%). Namun, proporsi DM
yang didagnosis oleh tenaga kesehatan di Indonesia hanya 2,4% dimana di
perkotaan lebih tinggi (3,3%) dibandingkan perdesaan (1,5%). Ini menunjukkan
bahwa sebagian besar penduduk yang diperiksa gula darah tidak terdiagnosis
mengidap DM oleh tenaga kesehatan.3

1
DM merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup.
Pengelolaan penyakit ini memerlukan peran dan kerjasama tenaga kesehatan. Pasien
dan keluarga juga mempunyai peran yang penting, sehingga perlu mendapatkan
edukasi mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan
DM. Pemahaman yang baik akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan
keluarga dalam upaya penatalaksanaan DM guna mencapai hasil yang lebih baik.
Selain itu, peran dokter umum sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan primer
menjadi sangat penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan
tuntas oleh dokter umum di pelayanan kesehatan primer.1
.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui masalah kesehatan pada keluarga binaan secara keseluruhan.
2. Melakukan intervensi terhadap masalah kesehatan yang ada pada
keluarga binaan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok pnyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.1

2.2 Epidemiologi
Diabetes melitus merupakan ancaman global dan serius dari kelompok
penyakit tidak menular. Suatu penelitian melaporkan bahwa prevalensi DM pada
penduduk dunia dengan rentang usia 20 – 79 tahun mencapai 6,4% atau 285 juta
orang pada tahun 2010. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 7,7% atau
439 juta orang pada tahun 2030. Prevalensi DM di dunia antara tahun 2010 dan 2030
akan meningkat sebesar 69% pada kelompok usia dewasa di negara berkembang dan
sekitar 20% di negara maju. Sementara itu, International Diabetes Federation (IDF)
menyatakan bahwa terdapat 366 juta (8,3%) orang penderita DM di seluruh dunia
pada tahun 2011. Angka ini diperkirakan akan bertambah menjadi 552 juta (9,9%)
pada tahun 2030 jika tidak dilakukan usaha untuk menekan pesatnya laju
peningkatannya.2,3

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Berdasarkan etiologi, DM dapat diklasifikasi seperti pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Klasifikasi etiologi DM1


Tipe I Destruksi sel beta, umumnya menjurus
ke defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan
resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin

3
Tipe 3 - Defek genetik fungsi sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Karena obat atau zat kimia
- Infeksi
- Sebab imunologi yang jarang
- Sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM
Diabetes melitus gestasional -

Faktor risiko DM terdiri dari faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko
yang tidak dapat diubah.
2.3.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah
a) Usia
Risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 meningkat seiring dengan peningkatan
usia, terutama sejak usia 45 tahun ke atas. Hal ini mungkin disebabkan karena
berkurangnya aktivitas fisik dan bertambahnya berat badan seiring dengan
pertambahan usia. Oleh sebab itu, ADA menganjurkan dilakukannya pemeriksaan
skrining DM terhadap orang yang berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3 tahun
sekali.2-4
b) Jenis kelamin
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda mengenai
jenis kelamin yang paling berisiko menderita DM. Centers for Disease Control and
Prevention menyatakan bahwa perempuan lebih rentan terkena diabetes
dibandingkan laki-laki. Hal ini dibuktikan dari data yang menyebutkan bahwa lebih
dari 50% penderita diabetes melitus di Amerika Serikat adalah perempuan. Namun,
penelitian lainnya menyatakan bahwa kasus DM lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.5,6
c) Ras
Kelompok ras kulit hitam, Hispanik, Indian, dan Kepulauan Asia Pasifik
merupakan ras yang paling rentan menderita diabetes. Prevalensi diabetes di
kelompok ras tersebut sekitar 2 – 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit
putih.5

4
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes
melitus tipe 2 Menurut WHO, beberapa penelitian menemukan bahwa individu
dengan keluarga derajat pertama yang menderita DM tipe 2 memiliki risiko 3 kali
lebih besar untuk juga menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan individu yang
tidak memiliki riwayat keluarga. Selain itu, kembar monozigot juga lebih berisiko
menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan kembar dizigot. Menurut ADA, selain
karena faktor genetik, hal ini juga dapat terjadi akibat kecenderungan anak untuk
meniru kebiasaan diet yang buruk dan kurangnya latihan fisik yang dilakukan oleh
orang tua atau keluarga mereka.5,7

2.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Diubah


a) Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai indeks massa tubuh yang lebih dari 25 kg/m 2
berdasarkan standar Asia Pasifik. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya DM tipe 2. Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan massa jaringan
adiposa yang dikaitkan dengan resistensi insulin yang akan menyebabkan
terganggunya proses penyimpanan dan sintesis. Obesitas juga dikaitkan dengan
faktor diet yang tidak baik dan dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan trigliserida > 250
mg/dl) yang juga merupakan faktor risiko DM tipe 2.4,8,9
b) Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu faktor risiko DM tipe 2.
Menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (susenas) 2004, kecenderungan
faktor resiko DM tipe 2 terutama di sebabkan oleh aktivitas fisik yang kurang
sebanyak 82,9%.4,9
Selain faktor-faktor di atas, faktor lainnya yang terkait dengan peningkatan
risiko terkena diabetes adalah penderita sindroma ovarium polikistik atau keadaan
lainnya yang terkait dengan resistensi insulin, sindroma metabolik, riwayat TGT atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT), serta riwayat penyakit kardiovaskuler,
seperti stroke dan penyakit jantung koroner.4

5
2.4 Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui
bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang
diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan
lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha
pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak
(resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan
toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini
memberikan konsep tentang:1
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat
pada gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
penyandang gangguan toleransi glukosa.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan
sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2
tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet
(gambar 2.1)

6
Gambar 2.1 The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 2.10

2.5 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis berbagai keluhan dapat ditemukan pada
paasien DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
seperti:1
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Kriteria diagnosis dapat didasarkan pada:1
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam.(B). Atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B). Atau

7
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
Atau
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). (B)

2.6 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi : 1
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan
pasien secara komprehensif.
2.6.1 Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang
meliputi:1
1. Riwayat Penyakit
- Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
- Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan
berat badan.
- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri.
- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
- Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).

8
- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.
- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata,
jantung dan pembuluh darah, kaki, dan saluran pencernaan,
- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
- Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
2. Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tinggi dan berat badan.
- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
- Pemeriksaan funduskopi.
- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
- Pemeriksaan jantung.
- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanya deformitas).
- Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin).
3. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
4. Evaluasi Laboratorium
- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO.
- Pemeriksaan kadar HbA1c
5. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru
terdiagnosis DM Tipe 2 melalui pemeriksaan:
- Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein
(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.

9
- Tes fungsi hati
- Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
- Tes urin rutin : Albumin urin kuantitatif
- Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
- Elektrokardiogram.
- Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: tuberkulosis, penyakit jantung
kongestif).
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif. Penapisan komplikasi dilakukan di
Pelayanan Kesehatan Primer. Bila fasilitas belum tersedia, penderita
dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau Tersier.

2.6.2 Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus


Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi
nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan
obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral
dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi
dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya: ketoasidosis, stres berat, berat
badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke
Pelayanan Kesehatan Sekunder atau Tersier.1
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan
cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan
mandiri tersebut dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus.1
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik (B). Materi edukasi terdiri dari materi edukasi
tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.
a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Primer yang meliputi:
- Materi tentang perjalanan penyakit DM.
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.

10
- Penyulit DM dan risikonya.
- Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
- Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).
- Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
- Pentingnya perawatan kaki.
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan (B).
b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
- Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
- Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
- Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.
- Pemeliharaan/perawatan kaki. Elemen perawatan kaki dapat dilihat pada
tabel 2.2

Tabel 2.2. Elemen edukasi perawatan kaki1


Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease (PAD). Meliputi:
- Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan di air.
- Periksa kaki setiap hari, dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas,
kemerahan, atau luka.
- Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
- Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab pada kulit kaki yang kering.

11
- Potong kuku secara teratur.
- Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi.
- Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-
ujung jari kaki.
- Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur.
- Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
- Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi.
- Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan
kaki.

Perilaku hidup sehat bagi penyandang DM adalah memenuhi anjuran:1


- Mengikuti pola makan sehat.
- Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
- Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman
dan teratur.
- Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan.
- Melakukan perawatan kaki secara berkala.
- Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat.
- Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga
untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.
- Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Prinsip yang
perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:
- Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan.
- Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang
sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
- Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan
simulasi.

12
- Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan
pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program
pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan
laboratorium.
- Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima.

2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)


TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM tipe 2 secara
komprehensif (A). Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai
dengan kebutuhan setiap penyandang DM (A).
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu
diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan
jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.1
a. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:1
1. Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
- Pembatasan karbohidrat total <130 gr/hari tidak dianjurkan.
- Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes
dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI).
- Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan
selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.

13
2. Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
- Komposisi yang dianjurkan:
 lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
 lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
 selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
fullcream.
- Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
3. Protein
- Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.
- Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan
65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM
yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg
BB perhari.
4. Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat
yaitu <2300 mg perhari
- Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual.
- Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti ntrium benzoat dan natrium nitrit
5. Serat
- pasien DM dianjurkan mengkonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah,
dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.

14
- Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
6. Pemanis Alternatif
- Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake/ADI).
- Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan
pemanis tak berkalori.
- Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa.
- Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol
dan xylitol.
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM karena
dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari
makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.
- Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame.
b. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut: 1
- Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
o Berat badan ideal =
90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
o Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) =
(TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal: BB ideal ± 10 %
Kurus: kurang dari BBI - 10 %
Gemuk: lebih dari BBI + 10 %

15
o Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/TB(m2 )
Klasifikasi IMT*
- BB Kurang <18,5
- BB Normal 18,5 – 22,9
- BB Lebih ≥ 23,0
 Dengan risiko 23,0 – 24,9
 Obes i 25,0 – 29,9
 Obes II ≥30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25 kal/kgBB
sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB. 1
2. Umur
- Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap
dekade antara 40 dan 59 tahun.
- Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
- Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. 1
- Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan
istirahat.
- Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga.
- Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai industri
ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang.
- Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet,
militer dalam keadaan latihan.
- Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang becak,
tukang gali.

16
4. Stres Metabolik
Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis,
operasi, trauma). 1
5. Berat Badan
- Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20-30%
tergantung kepada tingkat kegemukan.
- Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
- Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.

C. Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe w
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar
30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2
hari berturut-turut.1
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan
jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan
jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan
intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)(A) seperti: jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. 1
Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220
dengan usia pasien. Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis,
hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan
resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu.1

17
D. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.1
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan: 1
A. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko
tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia.

B. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin


Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada

18
beberapa keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati
berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC
III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan
seperti halnya gejala dispepsia.
Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara
lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat
edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan
perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan
ini adalah Pioglitazone.

C. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan: 1


Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR≤30ml/min/1,73m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan
gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek
samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan
ini adalah Acarbose.

19
Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) 1
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose
dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2) 1
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis
baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat approvable
letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015.

2. Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
o Penurunan berat badan yang cepat
o Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
o Krisis Hiperglikemia
o Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
o Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
o Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan

20
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
o Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
a. Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
b. Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
c. Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
d. Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
e. Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
Pemilihan terapi pada pasien DM dapat berdasarkan algoritma dibawah ini
(gambar 2.2)

Gambar 2.2 Algoritma tatalaksana DM tipe 2.1

21
2.7 Komplikasi
2.7.1 Komplikasi Akut
1. Krisis Hiperglikemia
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl),
disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas
plasma meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap.1
Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl), tanpa
tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380
mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.1
Catatan:
Kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit guna
mendapatkan penatalaksanaan yang memadai.1
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl.
Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau
tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom, seperti adanya whipple’s triad:1
- Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
- Kadar glukosa darah yang rendah
- Gejala berkurang dengan pengobatan.
2.7.2 Komplikasi Kronik
1. Makroangiopati1
- Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada
penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah
nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat (claudicatio

22
intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik
pada kaki merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada penderita.
- Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik
2. Mikroangiopati1
- Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
atau memperlambat progresi retinopati(A). Terapi aspirin tidak
mencegah timbulnya retinopati
- Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
atau memperlambat progres inefropati (A).
Untuk penderita penyakit ginjal diabetik, menurunkan asupan protein
sampai di bawah 0.8gram/kgBB/hari tidak direkomendasikan karena
tidak memperbaiki risiko kardiovaskuler dan menurunkan GFR. ginjal
(A).
- Neuropati
Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan faktor
penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang
meningkatkan risiko amputasi.
Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari

23
BAB III
KELUARGA BINAAN

Nama Kepala Keluarga : Suwardi


Alamat :Jl. Parak Kopi RW 014 RT 004 Alai Parak Kopi, Padang
Utara, Kota Padang

A. Data Demografi Keluarga


Tabel 1. Anggota keluarga yang tinggal serumah
No Nama Kedudukan Gender Umur Pendidikan Pekerjaan
dalam
keluarga
1 Rosni Nenek Perempuan 73 SD IRT
2 Masrial Bapak Laki-laki 50 Th SMP Buruh
3 Erawati Ibu Perempuan 48 Th SMP IRT
4 Randi Anak Laki-laki 20 Th SMA Pekerja
bengkel
5 Indah Anak Perempuan 16 Th SMP Pelajar

B. Genogram

24
Keterangan:

Laki-laki Meninggal

Perempuan Sakit DM

C. Eco-map

Fungsi
dalam
keluarga

Resiko
Pembinaan
internal
kesehatan
keluarga

Keluarga

Masalah
Sarana
kesehatan
kesehatan
keluarga

Lingkungan
keluarga

25
D. SCREEM
Social: interaksi dengan tetangga baik, keluarga ikut kegiatan sosial yang
diadakan masyarakat setempat bila tidak berhalangan hadir
Culture: keluarga mengikuti semua budaya, tatakrama yang ada tanpa adanya
paksaan dari siapapun dan keluarga menyadari penuh mengenai etika dan sopan
santun
Religious: Keluarga ini beragama Islam dan selalu menjalankan ibadah wajib
sesuai waktunya.
Economic: Berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah. Penghasilan
keluarga berasal dari gaji suami yakni ± Rp 2.000.000/bulan
Educational: Kepala keluarga dan pasien adalah tamatan SMP.
Medical: Anggota keluarga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai.

E. Family Lifeline
Year Life Event

1992 Pasien menikah


1993 Anak pertama lahir
1997 Anak kedua lahir
2001 Anak ketiga lahir

F. Fungsi-fungsi dalam keluarga


Tabel 2. Fungsi-fungsi dalam keluarga
Fungsi Keluarga Penilaian Kesimpulan pembina
untuk fungsi keluarga
yang bersangkutan
Biologis a. menilai fungsi Keluarga masih belum
: Adalah sikap dan biologis keluarga mengetahui masalah
perilaku keluarga berjalan dengan baik / biologisnya dengan baik,

26
selama ini dalam tidak belum memahami
menghadapi risiko b. mengidentifikasi bagaimana mengatasi atau
masalah biologis, kelemahan / disfungsi mencegah masalah
pencegahan, cara biologis dalam tersebut sehingga keluarga
mengatasinya dan keluarga juga tidak tahu bagaimana
beradaptasi dengan c. menjelaskan dampak dampak yang ditimbulkan
masalah biologis disfungsi biologis kedepannya dari masalah
(masalah fisik terhadap keluarga. yang mereka hadapi saat
jasmaniah) ini.
Namun setelah diberikan
penjelasan, keluarga mau
merubah pola piker dan
perilaku mengenai
penyakitnya.
Psikologis a. mengidentifikasi Keluarga mampu
: Adalah sikap dan sikap dan perilaku membangun hubungan
perilaku keluarga keluarga dalam antar anggota keluarga,
selama ini dalam membangun hubungan memelihara kepuasan
membangun hubungan psikologis internal anggota keluarga, dan bisa
psikologis internal antar anggota keluarga. menyelesaikan masalah
antar anggota keluarga. b. mengidentifikasi dengan baik apabila
Termasuk dalam hal cara keluarga dalam hal terjadi perbedaan
memelihara kepuasan memelihara kepuasan pendapat diantaranya.
psikologis seluruh psikologis seluruh
anggota keluarga dan anggota keluarga
manajemen keluarga c. identifikasi dan
dalam mengahadapi menilai manajemen
masalah psikologis keluarga dalam

27
menghadapi masalah
psikologis.
Sosial a. menilai sikap dan Keluarga bisa berbaur
: Adalah sikap dan perilaku keluarga dengan baik di tengah
perilaku keluarga selama ini dalam masyarakat. Pendidikan
selama ini dalam mempersiapkan formal orang tua hanya
mempersiapkan anggota keluarga untuk mencapai SMP serta tidak
anggota keluarga untuk terjun ke tangah mempunyai/mengikuti
terjun ke tengah masyarakat. pendidikan informal.
masyarakat. Termasuk b. membuat daftar Akan tetapi, anak pertama
didalamnya pendidikan pendidikan formal dan sudah menyelesaikan
formal dan informal informal (termasuk pendidikan hingga D3,
untuk dapat mandiri kegiatan organisasi) anak kedua
yang didapat anggota menyelesaikan pendidikan
keluarga untuk dapat hingga SMA, dan anak
mandiri ditengah ketiga sekarang sedang
masyarakat. menduduki bangku SMA.
Ekonomi dan a. menilai sikap dan Keluarga mampu
pemenuhan perilaku keluarga memenuhi kebutuhan
kebutuhan selama ini dalam usaha harian dan berusaha untuk
: Adalah sikap dan pemenuhan kebutuhan melingkapi kebutuhan
perilaku keluarga primer, sekunder dan primer, sekunder dan
selama ini dalam usaha tertier. tersier
pemenuhan kebutuhan b. menilai gaya hidup Keluarga mengkonsumsi
primer, sekunder dan dan prioritas makanan seimbang namun
tertier penggunaan uang kurang olahraga.

28
G. Data Risiko Internal Keluarga
Tabel 3. Perilaku kesehatan keluarga
Perilaku Sikap dan perilaku Kesimpulan pembina
keluarga yang untuk perilaku
menggambarkan keluarga
perilaku tersebut
Kebersihan pribadi Pasien merupakan Secara umum,
dan lingkungan seorang IRT, tampilan kebersihan pribadi
Apakah tampilan individual rapi dan pasien dan keluarga
individual dan lingkungan juga bersih. sudah cukup baik. Akan
lingkungan bersih dan Keseharian setelah tetapi, pasien disarankan
terawat, bagaimana suami berangkat kerja untuk memakai alas kaki
kebiasaan perawatan dan anak berangkat selama di rumah agar
kebersihannya sekolah, pasien mulai kaki yang sedang luka
membersihkan rumah, tersebut tidak
menyuci, dan memasak. terkontaminasi oleh
Aktivitas seperti ini debu atau kotoran lain
dilakukan pasien setiap mengingat ada kandang
harinya. ayam di dalam rumah
Rumah pasien berlantai pasien. Kandang ayam
semen dan terdapat tersebut seharusnya
kandang ayam di dalam diletakkan di luar rumah
rumah pasien. Sehari- pasien.
hari di rumah, pasien
tidak menggunakan alas
kaki sementara saat ini
kaki pasien sedang luka.

29
Pencegahan spesifik - Pasien belum pernah - Menganjurkan
Termasuk perilaku memeriksakan pasien untuk
imunisasi anggota komplikasi diabetes memeriksakan kaki
keluarga, ANC, gerakan mellitus. minimal satu kali
pencegahan penyakit - Pasien belum setahun.
lain yang telah memahami mengenai - Mengedukasi pasien
dianjurkan (baik kegawatdaruratan mengenai
penyakit menular dan komplikasi dari kegawatdaruratan
maupun tidak menular) diabetes mellitus. pada diabetes
- Pasien tidak mellitus
memiliki alat periksa (hipoglikemia,
gula darah mandiri. KAD, dan KHONK)
- Mengedukasi pasien
mengenai
komplikasi jangka
panjang dari
diabetes mellitus.
- Menganjurkan
pasien untuk dapat
melakukan cek gula
darah mandiri.
Gizi Keluarga Setiap hari pasien Pasien dan keluarganya
Pengaturan makanan memasak dengan menu mengkonsumsi makanan
keluarga, mulai cara yang berbeda, dimulai seimbang walaupun
pengadaan, kuantitas dari makanan pokok dan kurang konsumsi buah-
dan kualitas makanan sayuran. Pasien buahan.
serta perilaku terhadap mengaku
diet yang dianjurkan mengkonsumsi buah-

30
bagi penyakit tertentu buahan tidak rutin,
pada anggota keluarga kapan inginnya saja.
Namun pada pribadi
pasien sendiri masih
susah untuk mengontrol
porsi makanan dan
sering makan cemilan.
Kebiasaan makan
malam sudah dikurangi.
Latihan Pasien memiliki Menganjurkan olahraga
jasmani/aktifitas fisik kebiasaan berjalan kaki teratur setiap hari
Kegiatan keseharian setiap pagi sekitar ± 15 minimal ± 30 menit, dan
untuk menggambarkan menit, mengelilingi menganjurkan pasien
apakah sedentary life kompleks sekeleiling untuk mengikuti
cukup atau teratur rumah. kegiatan senam yang
dalam latihan jasmani. rutin dilakukan di
Physical exercise tidak puskesmas atau di
selalu harus berupa posyandu lansia.
olahraga seperti sepak
bola, badminton, dsb
Penggunaan Pasien tidak rutin - Menganjurkan pasien
pelayanan kesehatan berobat dan memeriksa untuk kontrol teratur
Perilaku keluarga gula darah ke tiap 15 hari ke
apakah datang ke puskesmas. Pasien tidak puskesmas untuk
posyandu, puskesmas, memanfaatkan fasilitas mendapatkan obat.
dsb untuk preventif atau pelayanan kesehatan - Menganjurkan pasien
hanya kuratif, atau sesuai kebutuhan. untuk memeriksakan
kuratif ke pengobatan gula darah setiap

31
komplimenter dan bulannya dengan
alternatif (sebutkan berpuasa selama 8
jenisnya dan berapa jam sebelum
keseringannya) pemeriksaan.
- Menganjurkan pasien
untuk bersedia
dirujuk untuk
penanganan kaki
diabetes yang tidak
kunjung sembuh
sebagai komplikasi
pada pasien ke
fasilitas kesehatan
lebih lanjut.
Kebiasaan / perilaku Pasien tidak ada Pasien tidak ada
lainnya yang buruk merokok, minum kebiasaan merokok,
untuk kesehatan alkohol atau bergadang. mengkonsumsi alkohol
Misalnya merokok, Anggota keluarga atau bergadang.
minum alkohol, pasien juga tidak ada
bergadang, dsb. merokok, minum
Sebutkan keseringannya alkohol, atau pun
dan banyaknya setiap bergadang.
kali dan jenis yang
dikonsumsi

32
H. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Keluarga
Tabel 4. Faktor pelayanan kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan pembina
untuk faktor
pelayanan kesehatan
Pusat pelayanan Puskesmas Keluarga jarang
kesehatan yang menggunakan fasilitas
digunakan oleh kesehatan sesuai dengan
keluarga kebutuhannya.
Cara mencapai pusat Menggunakan motor Keluarga bisa mencapai
pelayanan kesehatan tempat pelayanan
tersebut kesehatan tanpa ada
kendala kendaraan
Tarif pelayanan  Sangat mahal Pasien menggunakan
kesehatan tersebut  Mahal BPJS. Sebaiknya karena
dirasakan  Terjangkau pasien telah memiliki

 Murah BPJS, pasien dapat

 Gratis memanfaatkan fasilitas


BPJS yang ada untuk
berobat.
Kualitas pelayanan  Sangat baik Baik
kesehatan tersebut  Baik
dirasakan  Biasa
 Tidak memuaskan
 Buruk

33
Tabel 5. Lingkungan tempat tinggal
Kepemilikan rumah : milik sendiri
Daerah perumahan : padat bersih
Karakteristik rumah dan lingkungan Kesimpulan pembina untuk
lingkungan tempat tinggal
Luas rumah : 8x5 m2 Cukup
Jumlah orang dalam satu rumah :5 orang Tidak terlalu ramai
Luas halaman rumah : 3 m2 Halaman rumah cukup rapi
dan tertata.
Tidak bertingkat
Lantai rumah : semen
Dinding rumah : tembok
Penerangan didalam rumah Baik
Jendela: jumlah cukup
Listrik : ada
Ventilasi Cukup
Kelembapan rumah : lembab
Bantuan ventilasi di dalam rumah : ada
Bila ada yaitu : kipas angin
Kebersihan dalam rumah Bersih
Tata letak barang dalam rumah Baik
Kamar mandi : ada Cukup bersih
Jamban : tidak terpisah kamar mandi
Didalam rumah
Permanen
Saluran pembuangan dengan sumber air
bersih : dekat

34
I. Pengkajian Masalah Kesehatan
A. Masalah internal
i. Pasien memiliki penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 yang sudah dialami
selama 16 tahun tapi masih tidak terkontrol dan tidak rutin berobat.
ii. Pasien memiliki luka nekrotik dan bernanah di telapak kaki kiri yang
sudah dialami selama 1 bulan namun tidak diobati.
iii. Pasien memberikan dedaunan dan minyak ke luka tersebut sebagai
upaya pengobatan luka sebelum luka di bawa ke puskesmas 1 bulan
kemudian.
iv. Olahraga rutin belum cukup.
v. Pola makan pasien belum sesuai diet diabetes.
B. Masalah eksternal
i. Pasien tidak memiliki dukungan yang cukup dari anggota keluarga lain
untuk berobat rutin.

J. Faktor-faktor yang berperan dalam penyelesaian masalah kesehatan


1. Faktor pendukung
- Pasien memiliki kartu BPJS.
- Jarak antara rumah dan fasilitas layanan kesehatan cukup dekat.
- Diet dan indeks massa tubuh pasien baik.
2. Faktor penghambat
- Pengetahuan pasien mengenai penyakit, tatalaksana, pencegahan,
dan komplikasi mengenai penyakit diabetes mellitus masih kurang.
- Pengetahuan pasien mengenai tatalaksana dan perawatan luka
masih kurang.
- Pasien tidak kooperatif dalam penyelesaian masalah kesehatannya.
- Pasien sulit untuk datang ke puskesmas untuk berobat rutin dan
periksa gula darah rutin.
- Pasien sulit untuk makan obat teratur.

35
- Dukungan keluarga pasien untuk memotivasi pasien mengenai
pengobatan diabetes melitus belum maksimal.

K. Rencana pembinaan kesehatan


Melalui pendekatan komprehensif dan holistik
 Preventif :
o Screening diabetes mellitus tipe dua pada anggota keluarga yang
lain.
o Menganjurkan untuk tetap menjaga indeks massa tubuh dan berat
badan dalam kategori ideal.
o Menganjurkan diet sehat sesuai diet diabetes mellitus.
o Edukasi mengenai perawatan kaki pada pasien diabetes mellitus.
o Menganjurkan olahraga aerobik intensitas ringan-sedang (jalan
kaki, lari pagi, bersepeda, senam) sedikitnya 30-60 menit selama 5
hari per minggu.
 Promotif :
o Edukasi mengenai penyakit diabetes mellitus, penyebab,
perjalanan penyakit, pengobatan, efek samping dari pengobatan,
serta komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati
 Kuratif :
o Awal
 Metformin 3 x 500 mg
 Vitamin B12 3 x 1 tab
o Lanjutan (GDS : 260 mg/dL)
 Metformin 3 x 500 mg
 Glimepirid 1 x 2 mg
 Vitamin B12 3 x 1 tab

36
 Rehabilitatif
o Kontrol ulang ke Puskesmas setelah 7 hari
o Perawatan luka dan kendali infeksi
o Screening komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati
(tekanan darah, ankle brachial index, funduskopi)
o Pemeriksaan HbA1c untuk menilai risiko pasien.

37
L. Mapping kegiatan
Tabel 6. Jadwal kegiatan (disertai bukti foto/video pada saat home visit)
Turun Hari/Tanggal Kegiatan Intervensi
I Senin / - Perkenalan dengan Intervensi:
18-09-2017 keluarga - Menjelaskan kemungkinan
- Anamnesis dan mencari penyakit
faktor resiko - Menganjurkan untuk rutin
- Melihat lesi yang kontrol berobat ke
dikeluhkan puskesmas untuk mengatur
gula darah dan merawat
luka
- Mengedukasi mengenai
komplikasi DM
- Mengedukasi mengenai
perawatan luka
- Menganjurkan penggunaan
alas kaki
II Senin / - Follow-up kondisi luka - Edukasi mengenai
25-09-2017 perawatan luka
- Memastikan pasien minum
obat secara rutin
- Menganjurkan pasien untuk
memeriksaskan kadar
HbA1c
- Menganjurkan keluarga
untuk mau diperiksa gula
darah sebagai bagian dari
screening
III Selasa / - Follow-up kondisi luka - Meminta pasien untuk
3-10-2017 datang kontrol ke
puskesmas (pasien sudah
terlambat datang untuk
berobat rutin 1 hari)
- Memeriksa diet pasien dan
mengedukasi diet diabetes
mellitus
- Menganjurkan dosis
olahraga sesuai dengan
kebutuhan pasien
penyandang DM
- Mengambil sampel darah

38
untuk pemeriksaan HbA1c
IV Kamis / - Follow-up kondisi luka - Edukasi kepada seluruh
5-10-2017 anggota keluarga mengenai
penyakit diabetes mellitus,
pengobatan, dan komplikasi
- Menganjurkan ada
pengawas minum obat di
rumah (suami dan anak)
- Memberitahu hasil kadar
HbA1c (hasil: 12,4 gr%)
dan interpretasinya
- Screening diabetes mellitus
kepada anggota keluarga
Hasil:
Nenek : 92 gr/dL
Suami : 118 gr/dL
Anak : 86 gr/dL
- Menganjurkan pasien untuk
bersedia dirujuk ke fasilitas
kesehatan lebih lanjut untuk
tatalaksana luka yang tidak
kunjung sembuh  pasien
menolak dirujuk
V Senin / - Pertemuan home visite - Mengedukasi pasien tentang
9-10-2017 terakhir prognosis penyakit pasien.
- Memantau - Mengedukasi pasien untuk
perkembangan rutin mengontrol gula darah
pengobatan ke puskesmas tiap 15 hari
- Berpamitan atau tiap obat hampir habis
(sisa 1 dosis)
- Mengingatkan keluarga
pasien untuk senantiasa
memberikan motivasi pada
pasien untuk rutin berobat
- Meminta pasien untuk
menerapkan diet DM dan
rutin berolahraga

39
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Daftar masalah:
1. Gula darah pasien yang masih belum terkontrol dan kini telah
menyebabkan komplikasi mikrovaskular berupa kaki diabetes.
2. Pasien tidak memiliki motivasi untuk berobat rutin ke puskesmas.
3. Pasien belum memahami mengenai perjalanan penyakit, pengobatan,
dan komplikasi mengenai diabetes mellitus.
4. Dukungan dari keluarga kepada pasien untuk rutin berobat masih
kurang.
5. Diet dan indeks massa tubuh sudah baik, meskipun belum sesuai
dengan diet diabetes.
6. Olahraga pasien sebagai penyandang diabetes mellitus tipe dua masih
belum cukup.
7. Pasien belum memahami mengenai perawatan luka yang benar dan
memberikan luka berbagai pengobatan tradisional (minyak tanah, daun
inai, dll.)
8. Pasien belum memahami mengenai perawatan kaki diabetes mellitus
dan tidak menggunakan alas kaki.
9. Pasien belum pernah memeriksakan HbA1c sebagai tolak ukur
keberhasilan terapi diabetes mellitus.
10. Pasien dan keluarga belum pernah dilakukan deteksi dini mengenai
penyakit diabetes mellitus tipe dua.
11. Pasien enggan dirujuk ke fasiltias kesehatan lebih tinggi untuk
mentatalaksana kaki diabetes.

40
Intervensi:
1. Mengedukasi pasien mengenai perjalanan penyakit pasien, pengobatan
pasien, pentingnya kepatuhan dalam pengobatan, komplikasi jangka
pendek dan jangka panjang, serta kegawatdaruratan pada diabetes
mellitus.
2. Mengedukasi anggota keluarga mengenai pentingnya dukungan
kepada pasien dan meminta ketersediaan anggota keluarga sebagai
pengawas minum obat.
3. Menganjurkan diet diabetes mellitus sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Menganjurkan olahraga sesuai dengan kebutuhan penyandang DM
kepada pasien.
5. Memberikan edukasi dan pelayanan perawatan luka.
6. Mengedukasi mengenai perawatan kaki diabetes mellitus,
menganjurkan penggunaan alas kaki, dan meminta keluarga pasien
untuk memindahkan kandang ayam yang berada di dalam rumah
karena dapat menjadi sumber kotoran dan mengkontaminasi luka
pasien.
7. Memeriksakan HbA1c pasien dan memberikan edukasi berdasarkan
interpretasi hasil HbA1c.
8. Melakukan screening diabetes mellitus kepada anggota keluarga
pasien.
9. Melakukan edukasi mengenai rujukan dan terapi yang akan didapatkan
jika pasien bersedia dirujuk untuk mentatalaksana kaki diabetes.

4.2 Saran
1. Melakukan homevisite pada pasien DM yang tidak rutin berobat,
terutama yang telah mengalami komplikasi.
2. Menggencarkan promosi mengenai penyakit DM pada berbagai
kegiatan, terutama pada posyandu lansia.

41
3. Mengadakan protap tersendiri mengenai pemeriksaan deteksi dini pada
anggota keluarga pasien yang terkena diabetes mellitus.
4. Mengadakan protap khusus mengenai pemeriksaan terhadap
komplikasi dari diabetes mellitus dan kontrol HbA1c.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


di Indonesia Tahun 2015. PB PERKENI, Jakarta: 2015, p6-60.
2. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global Estimates of the Prevalence of
Diabetes. Diabetes Research and Clinical Practice. Edisi 87. Elsevier Ireland
Ltd, New York: 2010.
3. Whiting DR, Guariguata L, Weil C, Shaw J.. IDF Diabetes Atlas: Global
Estimates of the Prevalence of Diabetes for 2011 and 2030. Diabetes
Research and Clinical Practice. Edisi 94. Elsevier Ireland Ltd, New York:
2011, p311 – 321
4. Suyono S. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi II. Cetakan ke-8. Balai
Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 2011, p6–22.
5. Centers for Disease Control and Prevention. Diabetes Melitus,2017.
6. Grant JF, Hick N, Taylor AW, Chittleborough CR, Phillips PJ, dan the North
West Adelaide Health Study Team Gender-Specific Epidemiology of
Diabetes: a Representative Cross-Sectional Study. International Journal for
Equity in Health 2009. 2011; 8:6.
7. American Association of Clinical Endocrinologists and American College of
Endocrinology – Clinical Practice Guidelines for Developing a Diabetes
Mellitus Comperehensive Care Plan – 2015. Endocrinbe Practice, 2015;21
(1):1-87
8. International Diabetes Federation (IDF). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition,
International Diabetes Federation (IDF). 2013.
9. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Konsensus Pengendalian dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta.
2011.
10. Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New
Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009; 58:
773-795

43
Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar 1. Pertemuan Pertama

Gambar 2. Gambaran Lesi di Kaki

44
Gambar 3. Kondisi rumah (pintu dan jendela depan)

45
Gambar 4. Kondisi rumah (ruang tamu)

46
Gambar 5. Kondisi rumah (kamar mandi)

Gambar 6. Kondisi rumah (toilet)

47
Gambar 7. Kondisi rumah (bak mandi)

48
Gambar 8. Kondisi rumah (dapur)

Gambr 9. Kondisi rumah (dapur)

49
Gambar 10. Kondisi rumah (halaman belakang rumah)

Gambar 11. Kondisi rumah (kandang ayam)

50
Gambar 12. Homevisite

Gambar 13. Edukasi kepala anggota keluarga

51
Gambar 14. Follow-up luka

52
Gambar 15. Screening gula darah pada anggota keluarga (ibu pasien)

Gambar 16. Screening gula darah pada anggota keluarga (anak pasien)

53
Gambar 17. Edukasi penggunaan alas kaki

Gambar 18. Kandang ayam (diletakkan di samping rumah)

54
Lampiran 2. Diet DM
Diet pasien DM
Kebutuhan kalori:
 Berat badan ideal = (TB – 100) x 90% = (165 – 100) x 90%= 58,5 kg
 Status gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100% = (56 kg : 58,5 kg) x
100% = 95,7% (termasuk berat badan normal)
 Jumlah kebutuhan kalori per hari:
- Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 25 kkal = 58,5 x 25 kkal
= 1500 kkal
- Umur di atas 40 tahun dikurangi 5%
- Kebutuhan untuk ativitas ditambah 20%
- Koreksi berat badan tidak ada
 Jadi, total kebutuhan kalori per hari untuk pasien adalah 1725 kkal
Distribusi makanan:
 Karbohidrat 65% = 60% x 1725 kal = 1125 kkal
 Protein 15% = 15% x 1725 kal = 260 kkal
 Lemak 20% = 20% x 1725 kal = 345 kkal
Contoh pola diet untuk pasien dengan diet 1725 kkal:
JADWAL BAHAN MAKANAN JUMLAH
Pagi Nasi ¾ gelas
Telur ½ butir
Sayuran ½ gelas
10.00 Buah 2 potong sedang pepaya
Siang Nasi ¾ gelas
Ikan/daging ½ potong sedang
Sayuran ½ gelas
16.00 Buah 2 potong sedang pepaya
Malam Nasi ¾ gelas
Ayam/daging 1 potong sedang
Sayuran 1 gelas bayam
Buah 1 buah pisang ambon

55

Anda mungkin juga menyukai