TUBERKULOSIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakologi II
Vika Septideyani
(11 01 01 097)
Dosen Pengampu
Sari Meisyayati, M.Si., Apt.
PRODI S1 REGULER B
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
BHAKTI PERTIWI
PALEMBANG
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan
kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan
walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas
tentang “Tuberkulosis” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita
khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit Tuberkulosis.
Penyusun,
Vika Septideyani
ii
DAFTAR ISI
Cover
BAB I PENDAHULUAN
a. Kesimpulan ................................................................................................... 20
b. Saran ............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan
yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2009 menyatakan jumlah
penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 429 ribu orang. Lima negara dengan
jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan,
Nigeria dan Indonesia. Di Indonesia, masih banyak masyarakat beranggapan bahwa
TB merupakan penyakit keturunan yang disebabkan kutukan atau guna-guna.
Sehingga pasien yang terkena kuman TB dikucilkan dalam lingkungan sosial.
Penyakit TB dapat menyerang siapa saja baik itu tua, muda, laki-laki dan
perempuan.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan
mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus
waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
1
e. Bagaimana mendiagnosa penderita yang terkena TBC?
f. Bagaimana pengobatan untuk para penderita TBC?
g. Bagaimana cara penanggulangan/pencegahan dari penyakit TBC?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Faktor resiko pemyakit tuberkulosis paru saling berikatan satu sama lainnya.
Berbagai faktor resiko dapat dikelompokkan menjadi duakelompok besar yaitu:
3
2) Umur
Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis paru, resiko untuk
mendapatkan panyakit tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti kurva normal
terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa
memiliki daya tangkal terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu
dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang tua.
Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita tuberkulosis paru adalah usia
produktif 15 sampai 50 tahun.
Kekuatan untuk melawan infeksi adalah tergantung pertahanan tubuh dan ini
sangat dipengaruhi oleh umur penderita. Pada awal pertahanan tubuh sangat lemah
dan akan meningkat secara perlahan sampai umur 10 tahun, setelah masa pubertas
pertahanan tubuh lebih baik dalam mencegah penyebaran infeksi melalui darah,
tetapi lemah dalam mencegah penyebaran infeksi di paru. Tingkat umur penderita
dapat mempengaruhi kerja obat, karena metabolisme obat dan fungsi organ tubuh
kurang efisien pada bayi dan orangtua, sehingga dapat menimbulkan efek yang lebih
kuat dan panjang pada kedua kelompok umur ini.
3) Status gizi
Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya kejadian
tuberkulosis paru. Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lainnya
seperti ada tidaknya kuman TBC pada paru. Karena kuman TBC merupakan kuman
yang daoat “tidur” bertahun-tahun dan apabila memiliki kesempatan “bangun” dan
menimbulkan penyakit maka timbullah kejadian penyakit tuberkulosis paru. Oleh
sebab itu salah satu upaya untuk menangkalnya adalah status gizi yang baik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko
3,7 kali untuk menderita tuberkulosis paru berat dibandingkan dengan orang yang
status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh
terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologic terhadap penyakit.
4
maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan
terkena infeksi tuberkulosis paru.
WHO (2003) menyebutkan penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang
kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin. Walaupun tidak berhubungan secara
langsung namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi
gizi memburuk, perumahan tidak sehat dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga
menurun kemampuannya.
5) Kebiasaan merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena
tuberkulosis paru sebanyak 2,2 kali.
2) Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang
baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata.
3) Ventilasi
Yang dimaksud dengan ventilasi adalah proses dimana udara bersih dari luar
ruang sengaja dialirkan kedalam ruang dan udara yang buruk dari dalam ruang
dikeluarkan. Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah
tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
5
kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri pathogen atau bakteri penyebab penyakit misalnya
tuberkulosis. Selain itu dapat berfungsi untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri pathogen, karena distu selalu terjadi aliran udara
terus menerus.
2.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah aerob obligat yang pertumbuhannya dibantu
oleh tekanan CO2 5-10% tetapi dihambat oleh pH dibawah 6,5 dan asam lemak
rantai panjang. Basil tuberkel tumbuh hanya pada suhu 35-370C, yang sesuai
dengan kemampuannya menginfeksi organ terutama paru. Mikroorganisme ini
tidak membentuk spora, basilus tidak bergerak, berukuran sekitar 0.4 x 0,4 µm,
yang dinding selnya terdapat banyak lipid. Basil tuberkel tumbuh sangat lambat,
waktu gandanya adalah 12-20 jam, bila dibandingkan dengan kebanyakan
bakteri pathogen lainnya yang kurang dari 1 jam.
6
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC
yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus.
c. Sesak napas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
e. Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC.
Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai
seorang "suspek tuberkulosis" atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak
penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
7
2.4. Cara penularan
Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah
dengan penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko
tinggi untuk tertular. Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA
positif terutama pada waktu batuk atau bersin, dimana pasien menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi
dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara keberadaan
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan
seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
Secara epidemiologis, seorang penderita TBC paru BTA positif dapat
menularkan 10-15 orang setiap tahunnya. Seseorang akan tertular kuman TBC
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya disebabkan oleh daya tahan tubuh
yang rendah karena gizi yang buruk dan AIDS / HIV. Kuman TBC hanyalah
necessary cause, yaitu bersama dengan faktor nutrisi yang buruk, keadaan
lingkungan yang tidak sehat, umur dan faktor genetik untuk menyebabkan
terjadinya TBC. Seseorang yang telah tertular tidak akan langsung menimbulkan
gejala-gejala klinis yang khas. Gejala-gejala klinis baru timbul bila daya tahan
tubuh penderita semakin melemah atau mengalami gangguan.
Perjalanan penyakit:
Riwayat terjadinya TB paru ada dua yaitu infeksi primer dan pasca primer.
- Infeksi primer
Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di
8
alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan
membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi
dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.
9
- P (pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK (Unit Pelayanan Kesehatan).
- S (sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak secara mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
10
2.6. Pengobatan
Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yg bersifat
bakterisid, dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan. Tujuan pemberian OAT, antara
lain:
Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat
mungkin melalui kegiatan bakterisid.
Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan
dengan kegiatan sterilisasi.
Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan
daya tahan imunologis.
- Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Pada tahap intensif awal, pasien mendapatkan obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Pasien menular biasanya menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu, bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat.
Obat bersifat bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang
membelah dengan cepat.
Pada tahap lanjutan, pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh bakteri (sterilisasi) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
11
Daftar OAT
Jenis OAT Sifat Dosis (mg/kg) Dosis (mg/kg)
Harian 3 x Seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid (4 – 6) (8 – 12)
Rifampicin (R) Bakterisid (8 – 12) (8 – 12)
Pyrazinamid (Z) Bakterisid (20 – 30) (30 – 40)
Streptomycin (S) Bakterisid (12 – 18) -
Ethambutol (E) Bakteriostatik (15 – 20) (20 – 35)
12
Mekanisme Kerja
1. INH (Isoniazaid)
Kerja obat ini adalah dengan menghambat enzimesensial yang
penting untuk sintesis asam mikolat dan dinding selmikobakteri. INH
dapat menghambat hampir semua basil tuberkel, dan bersifat bakterisida
terutama untuk basil tuberkel yang tumbuh aktif. INH dapat bekerja baik
intra maupun ekstraseluler. Aktivitas INH menghambat aksi enoyl–protein
pembawa asil dalam bentuk (InhA).InhA merupakan komponen enzim
penting dari sintesis asam lemak kompleks II (FAS-II). FAS-II yang
terlibat dalam sintesis rantai panjang asam mycolic. Asam mycolic
merupakan komponen struktural penting dari dinding sel mikobakteri
dan melekat ke lapisan arabinogalactan.
13
2. Rifampicin
Obat ini menghambat sintesis DNA bakteri dengan mengikat β
subunit dari DNA dependent–RNA polimerase sehingga menghambat
peningkatan enzim tersebut ke DNA dan menghambat transkripsi
messenger RNA (mRNA). Transkrip RNA adalah persyaratan penting
untuk sintesis protein. In vitrodan in vivo, obat inibersifat bakterisid
terhadap mikobakterium tuberkulosis, M. Bovis dan M. Kansasii baik
intra maupun ekstraseluler. Konsentrasi bakterisid berkisar 3-12 μg/ml/
obat ini dapat meningkatkan aktivitas streptomisin dan INH, tetapi
tidak untuk etambutol.
3. Pirazinamid
PZN adalah pro-drug dan diubah menjadi bentuk aktif (asam
pyrazinoic) oleh enzim peroksidase nicotinamidase dikenal sebagai
pyrazinamidase (PncA). Asam Pyrazinoic menghambat aksisintetase
asam lemak I (FAS I). FAS I adalah terlibat dalam sintesisasam mycolic
rantai pendek merupakan komponen struktural penting dari dinding sel
mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan.Obat ini bersifat
14
bakterisidal, terutama dalam keadaan asam danmempunyai aktivitas
sterilisasi intraseluler.
4. Streptomisin
Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein pada ribosom
mikrobakterium dan bersifat bakterisid, terutama terhadap basil tuberkel
ekstraseluler
15
5. Ethambutol
Obat ini menghambat sintesis metabolisme sel sehingga
menyebabkan kematian sel. EMB menghambat aksi arabinosyl (EmbB).
EmbB adalah enzim membran terkait yang terlibat dalam sintesis
arabinogalaktan. Arabinogalactan merupakan komponen struktural
penting dari dinding sel mikobakteri. Hampir sama strain M.
tuberculosis, M. bovis dan kebanyakan M. kansasii rentan terhadap obat
ini. Obat ini bersifat bakteriostatik dan bekerja baik intra maupun
ekstraseluler.
16
rasa terbakar di kaki. 100 mg per hari.
17
b. Kanamisin.
Efek toksik umum ditemukan pada pasien yg memgkonsumsi sampai 1
gram/hari. Efek toksik cukup berat berupa paralisis neuromuskular,
depresi napas, agranulositosis, tuli, anafilaksis dan nefrotoksisitas.
c. Kapreomisin
Tiritus, ketulian, proteinemia, silinduria dan retensi nitrogen. Dapat
leukositosis, leukopenia, urtikaria dan rwkasi kulit makulopapular dan
demam obat. Obat ini dpt menyebabkan nyeri ditempat suntikan.
2. Golongan tionamid
Efek samping:
- Tersering adalah ganggguan saluran cerna: anoreksia,mual, muntah, dan
diare.
- Serta gangguan fungsi hati yg revesibel bila obat dihentikan.
3. Fluorokuinolon
Efek samping:
- Tersering adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala, dan pusing,
- Gangguan SSP berat: halusinasi, delirium dan kejang.
- Artralgia dan pembengkakan sendi (KI: anak, dewasa muda dan wanita
hamil).
- Menghambat metabolisme teofilin.
4. Sikloserin
Efek samping:
- Gangguan SSP: kantuk, sakit kepala, tremor, disatria, vertigo, bingung,
gelisah, iritabilitas, psikosis dengan kecenderungan bunuh diri,
gangguan penglihatan.
18
- Hipotiroidisme, hipokalemia, kelainan kulit, dan gangguan fungsi hati.
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50% dari penderita Tuberkulosis paru
akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular.
19
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainya.
TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius dengan gejala batuk darah, sesak
napas, nyeri dada, malaise, anoreksia, dahak bercampur darah, sakit kepala, nyeri
otot dan berkeringat di malam hari.
Obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan TBC adalah kombinasi dari:
rifampicin, isonaizid, pyrazinamid, ethambutol dan streptomycin.
b. Saran
Semoga seluruh masyarakat dapat lebih memahami dan mengetahui tentang
penyakit TBC serta dapat meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta
kita dalam penanggulangan TBC.
Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan bacaan
yang bermanfaat bagi pembaca.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukmana N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 2001.
2. Evans, F.W. & M. Crockford. Atlas Bantu Pulonologi.
3. Stark, E. John & John M. Shneerson. Manual Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Binarupa
Aksara.
4. Rozali. Meningitis, Tuberkulosa dan Perawatannya. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Palembang: Akademi Perawatan Jurusan Umum. 1979.
5. Syarif, Amir & Ari Estuningtyas, dkk. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2007.
21