Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH FARMAKOLOGI

TUBERKULOSIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakologi II

Vika Septideyani
(11 01 01 097)

Dosen Pengampu
Sari Meisyayati, M.Si., Apt.

PRODI S1 REGULER B
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
BHAKTI PERTIWI
PALEMBANG
2013

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan
kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan
walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas
tentang “Tuberkulosis” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita
khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit Tuberkulosis.

Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan


minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap semua dapat
mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu
individu kita.

Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih


sangat minim, sehingga saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih
kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Palembang, 27 Oktober 2013

Penyusun,

Vika Septideyani

ii
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar .................................................................................................. ii

Daftar Isi ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ............................................................................................. 1


b. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
c. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


a. Definisi ......................................................................................................... 3
b. Etiologi ......................................................................................................... 6
c. Tanda atau Gejala TBC ................................................................................. 6
d. Cara Penularan .............................................................................................. 8
e. Cara Diagnosis TBC ..................................................................................... 9
f. Pengobatan ................................................................................................... 11
g. Pencegahan ................................................................................................... 19

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ................................................................................................... 20
b. Saran ............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan
yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2009 menyatakan jumlah
penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 429 ribu orang. Lima negara dengan
jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan,
Nigeria dan Indonesia. Di Indonesia, masih banyak masyarakat beranggapan bahwa
TB merupakan penyakit keturunan yang disebabkan kutukan atau guna-guna.
Sehingga pasien yang terkena kuman TB dikucilkan dalam lingkungan sosial.
Penyakit TB dapat menyerang siapa saja baik itu tua, muda, laki-laki dan
perempuan.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap
empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan
mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus
waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Apa itu penyakit TBC?
b. Bagaimana etilogi penyakit TBC itu?
c. Bagaimana tanda atau gejala bagi penderita yang terkena TBC?
d. Bagaimana cara penularannya?

1
e. Bagaimana mendiagnosa penderita yang terkena TBC?
f. Bagaimana pengobatan untuk para penderita TBC?
g. Bagaimana cara penanggulangan/pencegahan dari penyakit TBC?

1.3. Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui apa itu penyakit TBC.
b. Untuk mengetahui etiologi penyakit TBC.
c. Untuk mengetahui tanda atau gejala-gejala TBC.
d. Untuk mengetahui cara penularan TBC.
e. Untuk mengetahui cara diagnosa TBC pada penderita.
f. Untuk mengetahui cara pengobatan kepada penderita TBC.
g. Untuk mengetahui cara penanggulangan/pencegahan dari TBC.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang


disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang masih keluarga besar
mycobacterium merupakan bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara
yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi,
dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan
parsial tinggi seperti kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. Diantara lebih
dari 30 buah, hanya tiga yang dikenal bermasalah dengan kesehatan masyarakat,
yaitu Mycobacterium bovis, Mycobacterium laprae dan Mycobacterium
tuberculosis.

Faktor resiko pemyakit tuberkulosis paru saling berikatan satu sama lainnya.
Berbagai faktor resiko dapat dikelompokkan menjadi duakelompok besar yaitu:

a. Faktor resiko karakteristik penduduk


Kejadian penyakit tuberkulosis paru merupakan hasil interaksi antara komponen
lingkungan yakni udara yang mengandung basil tuberkulosis, dengan masyarakat
serta dipengaruhi berbagai faktor variabel yang mempengaruhinya. Variabel pada
masyarakat secara umum dikenal sebagai variabel kependudukan. Banyak variabel
kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau kejadian penyakit
tuberkulosis paru, yaitu:
1) Jenis Kelamin
Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten, mayoritas penderita
tuberkulosis paru adalah wanita, hal ini masih perlu penyelidikan dan penelitian
lebih lanjut, baik pada tingkat behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan
tubuh, maupun tingkat molekuler. Untuk sementara, diduga jenis kelamin wanita
merupakan factor resiko yang masih memerlukan evidence pada masing-masing
wilayah sebagai dasar pengendalian atau dasar manajemen.

3
2) Umur
Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis paru, resiko untuk
mendapatkan panyakit tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti kurva normal
terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa
memiliki daya tangkal terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu
dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang tua.
Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita tuberkulosis paru adalah usia
produktif 15 sampai 50 tahun.
Kekuatan untuk melawan infeksi adalah tergantung pertahanan tubuh dan ini
sangat dipengaruhi oleh umur penderita. Pada awal pertahanan tubuh sangat lemah
dan akan meningkat secara perlahan sampai umur 10 tahun, setelah masa pubertas
pertahanan tubuh lebih baik dalam mencegah penyebaran infeksi melalui darah,
tetapi lemah dalam mencegah penyebaran infeksi di paru. Tingkat umur penderita
dapat mempengaruhi kerja obat, karena metabolisme obat dan fungsi organ tubuh
kurang efisien pada bayi dan orangtua, sehingga dapat menimbulkan efek yang lebih
kuat dan panjang pada kedua kelompok umur ini.

3) Status gizi
Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya kejadian
tuberkulosis paru. Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lainnya
seperti ada tidaknya kuman TBC pada paru. Karena kuman TBC merupakan kuman
yang daoat “tidur” bertahun-tahun dan apabila memiliki kesempatan “bangun” dan
menimbulkan penyakit maka timbullah kejadian penyakit tuberkulosis paru. Oleh
sebab itu salah satu upaya untuk menangkalnya adalah status gizi yang baik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko
3,7 kali untuk menderita tuberkulosis paru berat dibandingkan dengan orang yang
status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh
terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologic terhadap penyakit.

4) Kondisi sosial ekonomi


Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi
makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk

4
maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan
terkena infeksi tuberkulosis paru.
WHO (2003) menyebutkan penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang
kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin. Walaupun tidak berhubungan secara
langsung namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi
gizi memburuk, perumahan tidak sehat dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga
menurun kemampuannya.

5) Kebiasaan merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena
tuberkulosis paru sebanyak 2,2 kali.

b. Faktor resiko lingkungan penduduk


1) Kepadatan hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni didalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

2) Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang
baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata.

3) Ventilasi
Yang dimaksud dengan ventilasi adalah proses dimana udara bersih dari luar
ruang sengaja dialirkan kedalam ruang dan udara yang buruk dari dalam ruang
dikeluarkan. Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah
tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan

5
kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri pathogen atau bakteri penyebab penyakit misalnya
tuberkulosis. Selain itu dapat berfungsi untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri pathogen, karena distu selalu terjadi aliran udara
terus menerus.

2.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah aerob obligat yang pertumbuhannya dibantu
oleh tekanan CO2 5-10% tetapi dihambat oleh pH dibawah 6,5 dan asam lemak
rantai panjang. Basil tuberkel tumbuh hanya pada suhu 35-370C, yang sesuai
dengan kemampuannya menginfeksi organ terutama paru. Mikroorganisme ini
tidak membentuk spora, basilus tidak bergerak, berukuran sekitar 0.4 x 0,4 µm,
yang dinding selnya terdapat banyak lipid. Basil tuberkel tumbuh sangat lambat,
waktu gandanya adalah 12-20 jam, bila dibandingkan dengan kebanyakan
bakteri pathogen lainnya yang kurang dari 1 jam.

Mycobacterium tuberculosis ini berbentuk batang, berukuran panjang 1-4


mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih
tahan asam dan bisa hidup bertahun-tahun. Secara khas kuman membentuk
granula dalam paru menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan. Kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam ditempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur
lama selama bertahun-tahun.

2.3. Tanda atau Gejala TBC


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Selain itu penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan
kesehatan, seperti:
a. Demam

6
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC
yang masuk.
b. Batuk

Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus.

c. Sesak napas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.

d. Nyeri dada

Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan


pleuritis).

e. Malaise

Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC.
Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai
seorang "suspek tuberkulosis" atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak
penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosa, menilai


keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk menegakkan diagnosa dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan.

7
2.4. Cara penularan
Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah
dengan penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko
tinggi untuk tertular. Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA
positif terutama pada waktu batuk atau bersin, dimana pasien menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi
dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara keberadaan
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan
seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
Secara epidemiologis, seorang penderita TBC paru BTA positif dapat
menularkan 10-15 orang setiap tahunnya. Seseorang akan tertular kuman TBC
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya disebabkan oleh daya tahan tubuh
yang rendah karena gizi yang buruk dan AIDS / HIV. Kuman TBC hanyalah
necessary cause, yaitu bersama dengan faktor nutrisi yang buruk, keadaan
lingkungan yang tidak sehat, umur dan faktor genetik untuk menyebabkan
terjadinya TBC. Seseorang yang telah tertular tidak akan langsung menimbulkan
gejala-gejala klinis yang khas. Gejala-gejala klinis baru timbul bila daya tahan
tubuh penderita semakin melemah atau mengalami gangguan.

Perjalanan penyakit:
Riwayat terjadinya TB paru ada dua yaitu infeksi primer dan pasca primer.

- Infeksi primer
Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di

8
alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan
membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi
dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan.

- Tuberkulosis pasca primer


Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

2.5. Cara diagnosis TBC


2.5.1. Diagnosis TBC pada orang dewasa
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS), yaitu sebagai berikut:
- S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

9
- P (pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK (Unit Pelayanan Kesehatan).
- S (sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak secara mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

2.5.2. Diagnosa TB pada anak


1. Uji tuberculin (Mantoux)
Bila uji tuberculin positif, menunjukan adanya infeksi TB dan
kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberculin dapat
negatif pada anak TB berat dengan alergi (malnutrisi, penyakit sangat
berat, dll). Jika uji tuberculin meragukan dilakukan uji silang.
2. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikkan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari)
berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai
telah terinfksi kuman TB.
3. Foto roentgen dada
Gambaran roentgen TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto
biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis atau
underdiagnosis.
4. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara miksroskopis langsung pada anak biasanya
dilakukan dengan bilasan lambung karena dahak biasanya sulit didapat
pada anak. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP,
dll, masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

10
2.6. Pengobatan
 Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yg bersifat
bakterisid, dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan. Tujuan pemberian OAT, antara
lain:
 Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat
mungkin melalui kegiatan bakterisid.
 Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan
dengan kegiatan sterilisasi.
 Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan
daya tahan imunologis.
- Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Pada tahap intensif awal, pasien mendapatkan obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Pasien menular biasanya menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu, bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat.
Obat bersifat bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang
membelah dengan cepat.
Pada tahap lanjutan, pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh bakteri (sterilisasi) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.

11
 Daftar OAT
Jenis OAT Sifat Dosis (mg/kg) Dosis (mg/kg)
Harian 3 x Seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid (4 – 6) (8 – 12)
Rifampicin (R) Bakterisid (8 – 12) (8 – 12)
Pyrazinamid (Z) Bakterisid (20 – 30) (30 – 40)
Streptomycin (S) Bakterisid (12 – 18) -
Ethambutol (E) Bakteriostatik (15 – 20) (20 – 35)

Pengobatan TB paru dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan efek


samping baik yang bersifat ringan maupun yang berat. Dibawah ini akan
menjelaskan efek samping OAT dari yang ringan maupun berat dengan
pendekatan gejala.

12
 Mekanisme Kerja
1. INH (Isoniazaid)
Kerja obat ini adalah dengan menghambat enzimesensial yang
penting untuk sintesis asam mikolat dan dinding selmikobakteri. INH
dapat menghambat hampir semua basil tuberkel, dan bersifat bakterisida
terutama untuk basil tuberkel yang tumbuh aktif. INH dapat bekerja baik
intra maupun ekstraseluler. Aktivitas INH menghambat aksi enoyl–protein
pembawa asil dalam bentuk (InhA).InhA merupakan komponen enzim
penting dari sintesis asam lemak kompleks II (FAS-II). FAS-II yang
terlibat dalam sintesis rantai panjang asam mycolic. Asam mycolic
merupakan komponen struktural penting dari dinding sel mikobakteri
dan melekat ke lapisan arabinogalactan.

13
2. Rifampicin
Obat ini menghambat sintesis DNA bakteri dengan mengikat β
subunit dari DNA dependent–RNA polimerase sehingga menghambat
peningkatan enzim tersebut ke DNA dan menghambat transkripsi
messenger RNA (mRNA). Transkrip RNA adalah persyaratan penting
untuk sintesis protein. In vitrodan in vivo, obat inibersifat bakterisid
terhadap mikobakterium tuberkulosis, M. Bovis dan M. Kansasii baik
intra maupun ekstraseluler. Konsentrasi bakterisid berkisar 3-12 μg/ml/
obat ini dapat meningkatkan aktivitas streptomisin dan INH, tetapi
tidak untuk etambutol.

3. Pirazinamid
PZN adalah pro-drug dan diubah menjadi bentuk aktif (asam
pyrazinoic) oleh enzim peroksidase nicotinamidase dikenal sebagai
pyrazinamidase (PncA). Asam Pyrazinoic menghambat aksisintetase
asam lemak I (FAS I). FAS I adalah terlibat dalam sintesisasam mycolic
rantai pendek merupakan komponen struktural penting dari dinding sel
mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan.Obat ini bersifat

14
bakterisidal, terutama dalam keadaan asam danmempunyai aktivitas
sterilisasi intraseluler.

4. Streptomisin
Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis protein pada ribosom
mikrobakterium dan bersifat bakterisid, terutama terhadap basil tuberkel
ekstraseluler

15
5. Ethambutol
Obat ini menghambat sintesis metabolisme sel sehingga
menyebabkan kematian sel. EMB menghambat aksi arabinosyl (EmbB).
EmbB adalah enzim membran terkait yang terlibat dalam sintesis
arabinogalaktan. Arabinogalactan merupakan komponen struktural
penting dari dinding sel mikobakteri. Hampir sama strain M.
tuberculosis, M. bovis dan kebanyakan M. kansasii rentan terhadap obat
ini. Obat ini bersifat bakteriostatik dan bekerja baik intra maupun
ekstraseluler.

 Efek samping ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan


- Tidak ada nafsu makan. Rifampicin - Semua OAT diminum malam
- Warna kemerahan pada sebelum tidur.
air seni (urine). - Tidak perlu diberi apa-apa,
tetapi penjelasan pada pasien.
Nyeri sendi. Pyrazinamid Beri Aspirin
Kesemutan sampai dengan INH Beri Vitamin B6 (Piridoksin)

16
rasa terbakar di kaki. 100 mg per hari.

 Efek samping berat OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan


Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT (akan dibahas pada petunjuk
penatalaksanaan dibawah ini)
- Tuli Streptomisin - Streptomisin dihentikan
- Gangguan keseimbangan - Streptomisin dihentikan, ganti
dengan Etambutol
- Ikterus tanpa gangguan Hampir semua OAT - Hentikan semua OAT
penyebab lain sampai ikterus menghilang.
- Bingung dan muntah- - Hentikan semua OAT,
muntah (permulaan ikterus segera lakukan tes fungsi
karena obat) hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan rejatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”


dilakukan dengan menyingkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Sementara
dapat diberikan anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan
ketat. Gatal – gatal tersebut pada sebagian pasien akan hilang, namun pada
sebagian pasien malahan terjadi kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini
terjadi maka OAT yang diberikan harus dihentikan, dan ditunggu sampai
kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat,
pasien perlu dirujuk. Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi
hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis.

 Obat TB pilihan kedua


1. Aminoglikosida lain
a. Amikasin
Toksisitas terhadap pendengaran dan fungsi ginjal. Hanya digunakan
bila kuman penyebab resisten terhadap streptomisin dan kanamisin.

17
b. Kanamisin.
Efek toksik umum ditemukan pada pasien yg memgkonsumsi sampai 1
gram/hari. Efek toksik cukup berat berupa paralisis neuromuskular,
depresi napas, agranulositosis, tuli, anafilaksis dan nefrotoksisitas.
c. Kapreomisin
Tiritus, ketulian, proteinemia, silinduria dan retensi nitrogen. Dapat
leukositosis, leukopenia, urtikaria dan rwkasi kulit makulopapular dan
demam obat. Obat ini dpt menyebabkan nyeri ditempat suntikan.

2. Golongan tionamid
Efek samping:
- Tersering adalah ganggguan saluran cerna: anoreksia,mual, muntah, dan
diare.
- Serta gangguan fungsi hati yg revesibel bila obat dihentikan.

3. Fluorokuinolon
Efek samping:
- Tersering adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala, dan pusing,
- Gangguan SSP berat: halusinasi, delirium dan kejang.
- Artralgia dan pembengkakan sendi (KI: anak, dewasa muda dan wanita
hamil).
- Menghambat metabolisme teofilin.

4. Sikloserin
Efek samping:
- Gangguan SSP: kantuk, sakit kepala, tremor, disatria, vertigo, bingung,
gelisah, iritabilitas, psikosis dengan kecenderungan bunuh diri,
gangguan penglihatan.

5. Asam Paraamino Salisilat (PAS)


Efek samping:
- Yang sangat mengganggu, terutama terhadap saluran cerna.

18
- Hipotiroidisme, hipokalemia, kelainan kulit, dan gangguan fungsi hati.

2.7. Penanggulangan dan pencegahan TBC


Mencegah lebih baik daripada mengobati, kata-kata itu selalu menjadi acuan
dalam penanggulangan penyakit TBC di masyarakat. Adapun upaya pencegahan
yang ahrus dilakukan adalah:
a. Penderita tidak menularkan kepada orang lain;
1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau
tissu.
2. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu pertama
pengobatan.
3. Tidak meludak di sembarang tempat, tetapi di dalam wadah yang diberi
lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun didalam tanah.
4. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari.
5. Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat udara bersih dan
cahaya matahari yang cukup sehingga kuman tuberculosis paru dapat mati.

b. Masyarakat tidak tertular dari penderita tuberculosis paru;


1. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan makanan yang
bergizi.
2. Tidur dan istirahat yang cukup.
3. Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.
4. Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke ruang tidur
dan ruangan lainnya.
5. Imunisasi BCG pada bayi.
6. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.
7. Menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PBHS).

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50% dari penderita Tuberkulosis paru
akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular.

19
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
 TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainya.
 TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius dengan gejala batuk darah, sesak
napas, nyeri dada, malaise, anoreksia, dahak bercampur darah, sakit kepala, nyeri
otot dan berkeringat di malam hari.
 Obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan TBC adalah kombinasi dari:
rifampicin, isonaizid, pyrazinamid, ethambutol dan streptomycin.

b. Saran
 Semoga seluruh masyarakat dapat lebih memahami dan mengetahui tentang
penyakit TBC serta dapat meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta
kita dalam penanggulangan TBC.
 Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan bacaan
yang bermanfaat bagi pembaca.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukmana N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 2001.
2. Evans, F.W. & M. Crockford. Atlas Bantu Pulonologi.
3. Stark, E. John & John M. Shneerson. Manual Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Binarupa
Aksara.
4. Rozali. Meningitis, Tuberkulosa dan Perawatannya. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Palembang: Akademi Perawatan Jurusan Umum. 1979.
5. Syarif, Amir & Ari Estuningtyas, dkk. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2007.

21

Anda mungkin juga menyukai