Anda di halaman 1dari 159

KRITIK ATAS TERJEMAHAN HADIS

(Studi Kasus Terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî)

Skipsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh
TATAM
NIM: 104024000848

JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1429 H./2008
KRITIK ATAS TERJEMAHAN HADIS
(Studi Kasus Terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî)

Skipsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh
TATAM
NIM: 104024000848

JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1429 H./2008

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strara 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Juni 2008

Tatam
NIM: 104024000848

iii
KRITIK ATAS TERJEMAHAN HADIS

(Studi Kasus Terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî )

Skipsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh
Tata m
NIM: 104024000848

Pembimbing

Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M. Hum.


NIP: 150370229

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1429 H./2008

iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “KRITIK ATAS TERJEMAHAN HADIS (Studi Kasus


Terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî)” telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
18 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 18 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, M.A. Ahmad Syaekhuddin, M. Ag.


NIP: 150268589 NIP: 150303001

Anggota,

Drs. Abdullah, M.Ag.


NIP: 150262446

v
PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah mencurahkan

rahmat dan pertongan-Nya. Berkat rahmat dan pertolongan-Nyalah, skripsi ini

dapat disesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan

kepada panutan alam, Nabi Muhammad Saw., dan juga kepada para sahabat,

keluarga, dan kita sebagai umatnya yang mudah-mudahan kelak di Hari Kiamat

mendapatkan syafaatnya.

Dalam kesempatan ini, Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah terutama kepada:

Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Dr.

Abdul Chaer, MA., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi,

MA., Ketua Jurusan Tarjamah; Ahmad Syaekhuddin, M.Ag., Sekretaris Jurusan

Tarjamah.

Secara khusus, Penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-

tingginya kepada kepada Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M. Hum, yang telah

banyak meluangkan waktu di tengah kepadatan aktivitasnya untuk membimbing

dan mengarahkan penyusunan skripi ini. Semoga Allah Swt. membalas amal

kebaikannya. Secara umum Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh

dosen di Jurusan Tarjamah yang telah mencurahkan segenap kemampuannya

dalam memberikan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Penulis selalu berdoa

semoga semua ilmu yang telah diserap Penulis dari mereka menjadi ilmu yang

bermanfaat dan menjadi bekal kelak di masa depan. Hanya kepada Allah-lah

vi
Penulis memohon semoga amal baik mereka mendapat pembalasan yang berlipat

ganda.

Tak lupa Penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya

kepada orang yang sangat berjasa, yaitu kedua orang tua tercinta Bapak Ukar dan

Ibu Unasih, yang tak henti-hentinya mencurahkan segenap usaha dan kemampuan

untuk terus memotivasi Penulis dalam menyelesaikan studi ini, diiringi panjatan

doa, memohon kepada Allah agar Penulis senantiasa diberikan kemudahan dan

kelancaran dalam segala urusan. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan

kepada Teh Ciah, Ka Ubud, Ka Eman, yang tak bosan-bosan memberikan

dorongan kepada Penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Terima kasih Penulis sampaikan pula kepada teman-teman seperjuangan di

kampus yang telah menyumbangkan ide-idenya dan turut membantu

menyelesaikan skripsi ini, di antaranya Kang Erwan, Jang Ade, Jang Ali, Alhafiz,

Abdurrahman, Fina, Anna, dan Luki.

Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini bermanfaat bagi siapa

saja, terutama bagi yang tertarik dalam dunia penerjemahan. Saran, kritik, dan

masukan yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini, sangat Penulis

harapkan.

Jakarta, 18 Juni 2008

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


PERNYATAAN............................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN... .…………………………………….. iv
PRAKATA.................. …………………………………………………..... v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN………………………….. xii
SINGKATAN …………………………………………………………….. xvi
GLOSARIUM …………………………………………………………….. xvii
ABSTRAK ………………………………………………………………... xix

BAB I PENDAHULUAN …………………………………….…………1

1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah............................................................ 3

1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................. 4

1.4. Manfaat Penelitian................................................................................ 4

1.5. Landasan Teori......................................................................................6

1.6. Metodologi Penelitian........................................................................... 7

1.6.1. Sumber Data..............................................................................7

1.6.2. Analisis Data............................................................................. 8

1.7. Sistematika Penulisan ......................................................................... 9

BAB II KAJIAN TERDAHULU ............................................................... 10

2.1. Pengantar................................................................................................10

2.2. Kajian Terdahulu tentang Kritik dan Penilaian Terjemahan ................ 10

2.2.1. Rochayah Machali....................................................................... 10

2.2.1.1. Pendahuluan................................................................... 10

2.2.1.2. Segi-segi penilaian...................................................... 11

viii
2.2.1.3. Kriteria Penilaian........................................................ 11

2.2.1.4. Cara Penilaian ............................................................ 13

2.2.2 Tim Penerjemah Gunadarma........................................................ 15

2.2.2.1. Pendahuluan.................................................................... 15

2.2.2.2. Tujuan Penilaian……………..……………………....... 15

2.2.2.3. Teknik Menilai Terjemahan...………………………….16

2.2.2.3.1. Uji Keakuratan……………………………. 17

2.2.2.3.2. Uji Keterbacaan.......................................... 18

2.2.2.3.3. Uji Kewajaran.............................................. 19

2.2.2.3.4. Uji Keterpahaman ....................................... 19

2.2.2.3.5. Terjemahan Balik......................................... 20

2.2.2.3.6. Uji Kekonsistenan ....................................... 20

2.2.3. Ismail Lubis …………………………………………………... 21

2.2.3.1. Pendahuluan ………………………………………… 21

2.2.3.2. Metode Kritik dan Penilaian ........................................ 21

2.2.3.3. Identifikasi Falsifikasi Terjemahan ............................. 22

2.2.3.4. Kalimat Efektif dalam Terjemahan ..............................23

2.2.4 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto ...........................25

2.2.4.1. Pendahuluan ................................................................ 25

2.2.4.2. Teknik Penilaian ....................................................... 25

2.2.4.3. Membandingkan Teks BSu dengan BSa ......................26

2.2.4.4. Menerjemahkan Balik ................................................ 26

2.2.4.5. Melakukan Prosedur Cloze ......................................... 26

2.2.4.6. Menguji Pemahaman Pembaca Bsa .............................27

ix
2.2.4.7. Membandingkan Pemahaman Pembaca BSu dan BSa......... 27

2.2.5 Benny Hoedoro Hoed .............................................................. 28

2.2.6 Moch. Syarif Hidayatullah ....................................................... 31

2.3 Sintesis Pustaka ......................................................................................32

BAB III KERANGKA TEORI ............................................................. 33

3.1. Pengantar ……………………………………………………………...33

3.2. Hakikat Penerjemahan ……………………………………………….. 33

3.3. Proses Penerjemahan ………………………………………………… 35

3.4. Terjemahan Ideal ……………………………………………….….… 41

3.5. Kendala dalam Penerjemahan …………………………………….…. 44

3.6. Asumsi dalam Penerjemahan ………………………………………… 45

3.7. Peran Diksi dalam Penerjemahan ………………………………….… 47

3.8. Kritik dan Penilaian Penerjemahan …………………………………...51

BAB IV IHWAL HADIS ...................................................................... 56

4.1. Pengantar ……………………………………………………………...56

4.2. Definisi Hadis ………………………………………………………... 56

4.3. Fungsi Hadis ……………………………………………….……..….. 58

4.4. Kriteria Hadis Sahih ……………………………………………..……61

4.5. Mengenal Al-Bukhari dan Al-Jâmi' Ash-Shahîh …………………….. 62

4.6. Karya-karya Imam Al-Bukhari ………………………………………. 66

4.7. Imam Al-Bukhari Wafat ………………………………………..……. 68

4.8. Mengenal Nashiruddin Al-Albani …………………………………… 68

4.9. Karya Nashiruddin Al-Albani ………………………………………. 71

4.10. Pemikiran Al-Albani ………………………………………………… 72

x
4.11. Penerjemahan Hadis…………………………………………………..73

BAB V KRITIK DAN PENILAIAN ATAS TERJEMAHAN

MUKHTASHAR SHAHÎH AL-BUKHÂRÎ................................................. 76

5.1. Pengantar ……………………………………………………………...76

5.2. Identifikasi Masalah ............................................................................. 77

5.3. Kritik Eksternal …………………………………………..……......... 79

5.3.1. Halaman Kulit Depan ………………………….…………....... 80

5.3.2. Halaman Kulit Dalam ……………………………………....… 80

5.3.3. Halaman Prancis ………………………………………...……. 80

5.3.4. Halaman Judul Utama ……………………………………........80

5.3.5. Halaman Hak Cipta/Hak Terjemahan ……………………........ 81

5.3.6. Halaman Pengantar Penerbit ………………………………….. 81

5.3.7. Halaman Daftar Isi ……………………………………………. 82

5.3.8. Isi Buku ……………………………………………………..... 82

5.3.9. Halaman Informasi Buku dari Penerbit ………………............. 83

5.3.10. Halaman Kulit Belakang …………………………………….. 83

5.4. Kritik Internal…………………………….……….…………………..84

BAB VI SIMPULAN DAN REKOMENDASI…………………………. 105

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..…………… 107

LAMPIRAN ……………………………………………………………….110

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Model penilaian Benny Hoed 30

2 Proses singkat penerjemahan 36

3 Proses penerjemahan versi Nida dan Taber 37

4 Proses penerjemahan

versi Nida dan Taber yang diperjelas Suryawinata 38

5 Proses penerjemahan versi Larson 39

6 Proses penerjemahan Larson yang diperjelas Said 40

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Segi, aspek, dan kriteria penilaian hasil terjemahan


versi Machali 12

2 Kategori, nilai, dan Indikator


penilaian hasil terjmahan versi Machali 14

3 Perbandingan
metode penerjemahan semantik dan komunikatif 43

4 Pedoman penilaian Moch. Syarif Hidayatullah 53

xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf

latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang

dipergunakan Penerbit Mizan.

A. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

‫ا‬ a ‫ط‬ th

‫ب‬ b ‫ظ‬ zh

‫ت‬ t ‫ع‬ '

‫ث‬ ts ‫غ‬ gh

‫ج‬ j ‫ف‬ f

‫ح‬ h ‫ق‬ q

‫خ‬ kh ‫ك‬ k

‫د‬ d ‫ل‬ l

‫ذ‬ dz ‫م‬ m

‫ر‬ r ‫ن‬ n

‫ز‬ z ‫و‬ w

‫س‬ s ‫ة‬ h

‫ش‬ sy ‫ء‬ '

‫ص‬ sh ‫ي‬ y

‫ض‬ dh

xiv
B. Vokal

Vokal bahasa Arab tidak berbeda dengan vocal bahasa Indonesia terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

1. Vokal tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang dilambangkan berupa tanda atau harakat,

transliterasinya seperti berikut ini.

Tanda Nama Huruf Latin

----َ----- /fathah/ a

----ِ----- /kasrah/ i

----ُ----- /dhammah/ u

Contoh: ‫"ب‬#: /dharaba/

"$%: /nashara/

2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat

dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf.

Tanda dan huruf Nama Huruf Latin

ْ‫ ي‬----َ----- /fathah/ dan /ya/ ai

ْ‫ و‬-----َ ---- /fathah/ dan /waw/ au

Contoh: '() : /laisa/

‫*ق‬+ : /fauqa/

xv
C. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang dilambangkan berupa harakat dan huruf

transliterasinya berupa huruf dan tanda.

Tanda Nama Huruf Latin

‫ ى‬/ ‫ ا‬-َ-- /fathah/ dan /alif/ atau /fathah/ dan â


/ya/
‫ ى‬-ِ-- î
/kasrah/ dan /ya/
‫ و‬-ُ-- û
/dhammah/ dan /ya/
Lambang â, î dan û, dalam pengetikan dapat diperoleh dari symbol yang

ada pada insert.

D. Ta Marbutah

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua, yaitu:

1. Ta marbutah asimilatif

ta marbutah asimilatif mendapat harakat fathah, kasrah, dan dhammah,

transliterasinya adalah asimilasi dengan kata yang lain.

Contoh: ٌ/0123 /muslimatun/

2. Ta marbutah tak asimilatif

Ta marbutah tak asimilatif, transliterasinya adalah /h/.

Jika ada suatu kata yang diakhiri dengan ta marbutah dan diawali dengan

kata sandang al serta bacaan kata itu terpisah, maka ta marbutah itu

ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh : /0120)‫ ا‬: /al-muslimah/

/0‫"ی‬5)‫ق ا‬678‫ ا‬: /al-akhlâq al-karîmah/

atau /al-akhlâqul karîmah/

xvi
E. Syaddah atau Tasydîd

Syaddah atau tasydîd dalam bahasa Arab dilambangkan dengan sebuah tanda,

yaitu tanda tasydîd (---ّ---), sementara dalam bahasa Indonesia tasydîd

transliterasikan dengan konsonan kembar.

Contoh: ;ّ:3 : /matstsala/

<%‫ إ‬: /innaka/

F. Artikel

Dalam nahwu (gramatika bahasa Arab), artikel ‫ ال‬/al/ dipergunakan untuk

menandakan kata ma'rifat (definitive). Akan tetapi, cara penulisan artikel ini

dibedakan menjadi dua bergantung pada huruf yang ada setelahnya, apakah huruf

syamsiah (huruf asimilatif) atau huruf qamariah (huruf tak asimilatif). Cara

penulisan inilah yang dipergunakan oleh Penerbit Mizan.

1. Artikel yang diikuti dengan huruf syamsiah

kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan secara

asimilatif terhadap huruf awal dari nomina yang disandangnya

contoh : ">$)‫ ا‬: /ash-shabr/

‫ ا)@?ر‬: /an-nâr/

2. Artikel yang diikuti oleh huruf qamariah

Artikel ‫ ال‬/al/ yang diikuti oleh huruf qamariah ditransliterasikan dengan

cara dengan tak asimilatif terhadap huruf dari nomina yang disandangnya.

Contoh: A0B)‫ا‬: /al-hamdu/, C(D0)‫ ا‬: /al-matînu/

xvii
G. Hamzah dan Ain

Hamzah dan ain ditransliterasikan dengan tanda apostrof. Akan tetapi, tanda

tersebut berlaku untuk hamzah dan 'ain yang berada di tengah dan di akhir kata.

Sementara itu, hamzah dan 'ain yang berada di awal kata tidak dilambangkan.

dapun yang membedakan tanda apostrof hamzah dan 'ain adalah hamzah

berapostrof ( ' ), sementara ain ( ' ).

xviii
SINGKATAN

BSu : Bahasa sumber

BSa : Bahasa sasaran

TSu : Teks sumber

TSa : Teks sasaran

NSu : Naskah sumber

NSa : Naskah sasaran

GIP : Gema Insani Press

ISBN : International Standard Book Number

xix
GLOSARIUM

Adjektiva Kata sifat, seperti cantik, manis, merah.


Artikel Unsur yang dipakai untuk membatasi atau memodifikasi
nomina, dalam bahasa Arab seperti artikel al.
Bahasa Prokem Bahasa sandi yang digemari dan dipakai oleh kalangan remaja
tertentu, seperti bokap, nyokap, cuek, doi, dll.
complete congruence Keruntutan sempurna.
comprehensibility Keterpahaman.
Continuum Rangkaian kesatuan
Decentering Upaya sengaja memperkenalkan unsur khas dari teks sumber
kepada pembaca bahasa sasaran. Dalam penerjemahan bahasa
Arab, misalnya, dapat kita temukan dalam penerjemahan hadis.
Dalam kajian ilmu hadis, dikenal dengan istilah hadis hasan.
Akan tetapi, istilah itu tidak boleh diterjemahkan menjadi hadis
yang baik karena istilah itu sudah menjadi istilah tersendiri yang
harus diperkenalkan kepada pembaca.
Denotasi Makna kata atau kelompok kata yang didasarkan pada
penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang
didasarkan pada konvensi tertentu; sifatnya objektif
Diksi Pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu
dalam berbicara di depan umum atau karang-mengarang.
Ekuivalen Mempunyai nilai (ukuran, arti, atau efek) yang sama; seharga;
sebanding; sepadan.
Gramatika Subsistem dalam organisasi bahasa di mana satuan-satuan
bermakna bergabung untuk membentuk satuan-satuan yang lebih
besar; tata bahasa.
Idiom Konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna
anggota-anggotanya, seperti kambing hitam, banting tulang, dll.
Kalimat efektif Kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali
gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti
apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat
efektif ini biasanya ditandai dengan kesepadanan struktur,
keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata,
kecermatan penalaran, kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa.
Konotasi Aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas
perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbukan pada
pembicara (penulis) dan pendendengar (pembaca).
Leksikon Komponen bahaa yang memuat semua inforasi tentang makna
atau pemakaian kata dalam bahasa.
Linguistik Ilmu tentang bahasa; enyelidikan bahasa secara ilmiah.
makna leksikal Makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa;
makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari
penggunaannya atau konteksnya.
Makna referensial Makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan
dunia di luar bhasa (objek atau gagasan).
Modulasi Pergeseran makna; moduasi ini biasanya diakibatkan oleh adanya
transposisi yang terjadi pada proses penerjemahan.

xx
Nomima Kata benda.
Objek Nomina atau kelompok nomina yang melengkapi verba-verba
tertentu.
Paralelisme Pemakaian yang berulang-ulang ujaran yang sam dalam bunyi,
tata bahasa, makna, atau gabungan dari kesemuanya; ciri khas
dari bahasa puitis.
pleonasme Pemakaian kata-kata lebih daripada yang diperlukan.
Pragmatik Syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian
bahasa dalam komunikasi.
Predikat Bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh
pembicara tentang subjek.
Preposisi Partikel yang biasanya terletak di depan nomina dan
menghubungkannya dengan kata lain.
Pronomina Kata yang menggantikan nomina atau frasa nominal.
readability Keterbacaan.
Retorika Keterampilan berbahasa secara efektif; sistem dan penyelidikan
mengenai alat stilistis ragam bahasa resmi.
Semantik Bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna
ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara.
Sinonim Bentuk bahasa yang yang maknanya mirip atau sama dengan
bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, keompok kata,
kalimat meski pada umumnya yang dianggap sama hanyalah
kata-kata saja.
Stilistika Ilmu yang menyelediki bahasa yang dipergunakan dalam karya
sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan.
Subjek Bagian klausa berwujud nomina atau frasa nomina yang
menandai apa yang dikatakan pembicara.
Taksa Ambigu.
Tautologi Penggunaan kelimpahan/kata yang berlebihan dalam bahasa
Transliterasi Penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang
lain.
Transpoisisi Pergeseran bentuk; suatu prosedur penerjemahan yang
melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari Bsu ke Bsa.
Validitas Keabsahan.
Verba Kata kerja.
Slang Ragam bahasa yang tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya
musiman, dipakai oleh para remaja atau kelompok sosial tertentu
untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan
kelompok tdak mengerti.

xxi
ABSTRAK

TATAM
Kritik atas Terjemahan Hadis (Studi Kasus Terjemahan Mukhtashar Shahîh
Al-Bukhârî), (di bawah bimbingan Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M. Hum.)
Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penerjemahan buku-buku Islam di Indonesia semakin marak dilakukan. Akan


tetapi, kegiatan penerjemahan tersebut belum seiring dengan kualitas buku
terjemahan yang dihasilkan. Akibatnya, tidak sedikit buku terjemahan yang
kualitasnya dipertanyakan. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut.
Kecerobohan penerjemah, waktu penerjemahan (deadline) yang sangat singkat,
dan apresiasi yang diberikan kepada penerjemah yang masih minim, merupakan
sebagian faktor penyebabnya. Karena itu, upaya perbaikan iklim penerjemahan
yang mengarah pada peningkatan kualitas buku-buku terjemahan harus dilakukan.
Salah satu upaya untuk memperbaiki iklim penerjemahan di Indonesia
adalah adanya pihak yang turut serta dalam mengontrol kualitas buku-buku
terjemahan. Dengan kontrol inilah tinggi rendahnya kualitas buku terjemahan
dapat diketahui. Sementara itu, mengontrol kualitas suatu karya terjemahan itu
dapat dilakukan dengan beragam cara, di antaranya memberikan kritik atau
penilaian. Kritik dalam arti memberikan apresiasi dan penilaian secara objektif,
mengoreksi kekurangan dan kelebihan suatu karya terjemahan. Dari kritik itu
pula hubungan dialektik antara teori dan praktik dalam menerjemahkan serta
kriteria dan standar penilaian dapat diketahui.
Skripsi ini akan mencoba menyajikan cara-cara mengkritik dan menilai
suatu hasil terjemahan yang telah dilakukan para ahli. Sementara itu, objek kajian
atau data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah buku terjemahan
Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî yang diterjemahkan oleh As'ad Yasin dan Elly
Latifa, sedangkan teori yang dipakai adalah teori kritik dan penilaian Moch.
Syarif Hidayatullah. Metode yang dipergunakan adalah metode eksploratif-
inferensial. Metode eksploratif mengandung arti menemukan masalah baru—
dalam hal ini masalah terjemahan hadis dalam Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî.
Kemudian, masalah tersebut diklasifikasikan sesuai kepentingan dan tujuan
penelitian. Sementara itu, metode inferensial bermaksud mengungkapkan suatu
masalah, yang kemudian memberikan kritik dan penilaian secara menyeluruh,
luas, dan mendalam dari sudut pandang ilmu yang relevan. Setelah itu, baru
diberikan kritik dan penilaian secara matematis menurut teori yang dipakai.
Hasil dari penelitian ini adalah cara bagaimana mengkritisi dan menilai
suatu terjemahan, sekaligus mengetahui kualitas buku terjemahan Mukhtashar
Shahîh Al-Bukhârî yang dalam skripsi ini menjadi objek penelitian. Namun,
secara fokus penelitian ini mengkritisi masalah akurasi reproduksi pesan,
kewajaran, dan kejelasan bahasa terjemahan buku tersebut.

xxii
‫ا‬
‫ـــ

‫ا  ا  )درا" وا    ﻡ  اري(‪ )) ،‬إ'اف‬
‫ﻡ  'ی‪ .‬های ا‪ +‬ا  *( *
ا  آ ا‪4‬دب وا‪2‬م ا‪0‬ﻥ*ﻥ‬
‫ ﻡ 'ی‪ .‬های ا‪ +‬آ‬

‫ازده"ت ‪ /(10F‬ا)‪ JD51) /0G"D‬ا‪I‬ﺱ‪ /(36‬ﺏ‪A%L‬و‪ C5) ،?(2%‬ذ)< آ?ن ‪ O1F‬ﺡ‪?2‬ب ‪*G‬دة‬
‫ا)‪ JD5‬ا)‪ /R(D@+. /0G"D0‬ذ)< و‪*G‬د آ‪ C3 "(:‬ا)‪ JD5‬ا)‪ /0G"D0‬ا)‪ S OD‬ی‪T‬ال ‪ ?U@F‬ﺱ‪V‬ال‬
‫‪*G /UG C3‬دﺕ‪ .?U‬وه‪X‬ا ا‪ "38‬ی"‪ YG‬إ)‪ O‬أﺱ>?ب [‪ /1^ : ?U@3 OD‬ا‪ ]?>D%S‬ﺏ?)@‪ />2‬إ)‪O‬‬
‫ا)‪ _G"D0‬و^‪A3 "$‬ة )`‪ /(10‬ا)‪ /0G"D‬و ^‪ /1‬ا)‪AaD‬ی" ا)‪Aa0‬م إ)(‪ C3 .b‬أ‪ ;G‬ذ)<‪ CB% ،‬ا)(*م‬
‫‪ O+‬ﺡ?‪?3 /G‬ﺱ‪ /‬إ)‪ O‬ﺕ‪ *G A(U0‬ا)‪ /0G"D‬إ)‪ O‬ﺕ"^(‪*G /‬دة ا)‪ JD5‬ا)‪./0G"D0‬‬
‫‪ C3‬ا)‪?B0‬و‪S‬ت ا)‪*a% OD‬م ﺏ‪ ?U‬ﺕ‪ ]?R‬ه‪X‬ا ا)‪"c‬ض إی‪?R‬د ا)‪?f‬ﺏ‪ e‬ا)‪X‬ي ی‪"Dd‬ك ‪g+‬‬
‫‪"3‬ا^>‪*G /‬دة ا)‪ JD5‬ا)‪ ./0G"D0‬وﺏ‪XU‬ا ا‪ "38‬ﺱ‪ "UhD‬در‪*G /G‬دة ا)‪ JD5‬ورداءﺕ‪ .?U‬ﺏ(@‪،?0‬‬
‫أن ‪*G‬دة ا)‪ JD5‬ا)‪ /0G"D0‬ﺕ`"ف ‪"k CF‬ق ‪"k CF ?U@3 ،/i1Dj3‬ی‪ l‬ﺕ‪Aa‬ی_ ا)@‪.?U(1F Aa‬‬
‫وا)@‪ Aa‬ی`@‪ O‬ﺕ‪Aa‬ی_ ا)‪AaD‬ی" )‪ /0G"D3 JD5‬وﺕ‪ ،?U0((a‬و‪T3 e>#‬ای?ه? و‪ .?U$m?a%‬ا)@‪Aa‬‬
‫ﺕ`"ف ﺏ‪ b‬راﺏ‪ /n‬ا)‪ ln@0‬ﺏ(‪ C‬ا)@‪"h‬ی‪ /‬وا)‪ g+ /(a(>nD‬ا)‪ /0G"D‬وﺏ(‪"[ C‬ا‪ ?Unm‬و‪?a3‬ی‪?U2‬‬
‫‪?`3‬‬
‫ه‪ ]X‬ا)"ﺱ?)‪ /‬ﺕ‪Aa‬م ‪"k‬ق ا)@‪ Aa‬وا)‪ /R(D@) _((aD‬ا)‪ /0G"D‬ا)‪ gD‬ﺡ‪?0U(1F ;$‬‬
‫ا)‪o0‬هّ‪*1‬ن‪ .‬ﺏ(@‪ ،?0‬أن ‪*#*3‬ع ه‪X‬ا ا)>‪ pB‬ﺕ"‪ "$Dj3 " /0G‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري " ا)‪X‬ى‬
‫ﺕ"‪ b0G‬أﺱ`‪ A‬ی?ﺱ(‪ C‬و أی‪"h@)?+ ،/i(n) g1‬ی‪ /‬ا)‪"h% b(+ /3AjD20‬ی‪ /‬ا)@‪ Aa‬وا)‪A0B0) _((aD‬‬
‫["ی‪ u‬ه‪A‬ای‪ /‬ا‪ .t‬وﺕ‪*5‬ن ا)‪"n‬ی‪ /a‬ا)‪"k /3AjD20‬ی‪ /a‬ا‪S‬ﺱ‪ – g+?d5D‬ا‪S‬ﺱ‪ .gG?D@DD‬وأ‪?3‬‬
‫‪"k‬ی‪ /a‬ا‪S‬ﺱ‪ gU+ g+?d5D‬ا)‪ O1F ud5‬ا)‪ /15d0‬ا)‪AR‬ی‪A‬ة‪ ،‬وا)‪*#*3 g+ /15d0‬ع ا)>‪pB‬‬
‫‪ /15d3‬ﺕ"‪ /0G‬ا)‪AB‬ی‪ g+ p‬آ‪?D‬ب "‪ "$Dj3‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري" وﺕ‪ ?Ui(@$‬ﺏ@?ء ‪g1F‬‬
‫ا)>‪ pB‬وأه‪A‬ا‪ .?U+‬ﺏ(@‪ ?0‬ﺕ‪*5‬ن ا)‪"n‬ی‪ /a‬ا‪S‬ﺱ‪ /(G?D@DD‬ﺕ`>(" ا)‪ /15d0‬ﺙ_ ﺕ‪Aa‬ی_ ا)@‪g1F Aa‬‬
‫ﺕ"‪ "$Dj3 " /0G‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري " وﺕ‪ ?U0((a‬ﺏ@‪"h‬ة ‪ /(01F‬ﺕ@?ﺱ‪ ?U) J‬وا)‪?(a‬م ﺏ?)‪AaD‬ی"‬
‫وا)‪ _((aD‬ﺏ?)@‪ />2‬إ)(‪ ?U‬ﺡ‪?2‬ﺏ(?‪.‬‬
‫و‪ /R(D%‬ه‪ ]X‬ا)"ﺱ?)‪/+"`3 /‬آ(‪ /(i‬ا)@‪ Aa‬وا)‪ /0G"D1) _((aD‬و‪*G /+"`3‬دة ﺕ"‪" /0G‬‬
‫‪ "$Dj3‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري "‪ ،‬وﺕ‪*5‬ن ﺕ"‪ "$Dj3" /0G‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري " ‪*#*3‬ع ه‪X‬ا‬
‫ا)>‪*+ C3 .pB‬ق ذ)< إن ه‪X‬ا ا)>‪ pB‬ﺕ@‪A3 O1F Aa‬ى ‪"3‬ا‪ /F‬ا)‪ _G"D0‬ا)‪ O%?`0‬ا)‪*1n0‬ﺏ‪/‬‬
‫‪ O+‬ا)‪?D5‬ب ا‪8‬ﺹ‪ g1‬و‪A3‬ى ‪?@3‬ﺱ>‪ /‬ا)‪ /c1‬ا)‪ _G"D0‬إ)(‪ ?U‬وو‪*#‬ﺡ?ﺕ‪?U‬‬

‫‪xxiii‬‬
ABSTRACT

TATAM
Critics on Hadits Translation (A Case Study on Mukhtashar Shahîh Al-
Bukhârî Translation) Guided by : Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M. Hum.
Tarjamah Department, Adab and Humanitarian Faculty in the State Islamic
University of Syarif Hidayatullah Jakarta

Efforts to translate some Islamic books have been getting increasing in Indonesia,
but its quality is doubly and still far from satisfaction. There are many factors that
made it happen such as translator error, short deadline and minimum appreciation
from user. However, other efforts need to be done in order to translation
circumstance in Indonesia getting better and sharp.
One of effort to make translation circumstance better in Indonesia can start
with make one institution that has function as part of quality control for every
translation result (piece). The effort can make the quality of book translation more
measurable. There are many ways to control such as by giving critic and
assessment. The critic refers to give objectively appreciation and good remark, or
show correction from positive and negative aspect. These are ways can make
translation dynamical both theory and practice or translation standard and
requirement in giving assessment more balance and able to be known.
This research (skripsi) will focus on delivering some ways to critic and
assessment translation piece (book). This will be taken from an expert piece and
as source of data. The data refers to Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî that is
translated by As'ad Yasin and Elly Latifa, than for critical and assessment will be
used Moch. Syarif Hidayatullah view and explorative-inferential method. The
explorative means trying to find out newly mistake in the translation hadits book
(Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî). The inferential means show the mistake and
than giving deep critical and assessment extensive-intensively. After all the
process will be gain accuracy of message articulation, clearness, and proper
meaning from the translation hadits book critically.

xxiv
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

4. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strara 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Juni 2008

Tatam
NIM: 104024000848

xxv
KRITIK ATAS TERJEMAHAN HADIS

(Studi Kasus Terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî )

Skipsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh
Tata m
NIM: 104024000848

Pembimbing

Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M. Hum.


NIP: 150370229

xxvi
JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1429 H./2008

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “KRITIK ATAS TERJEMAHAN HADIS (Studi Kasus


Terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî)” telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
18 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 18 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, M.A. Ahmad Syaekhuddin, M. Ag.


NIP: 150268589 NIP: 150303001

Anggota,

xxvii
Drs. Abdullah, M.Ag.
NIP: 150262446

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah mencurahkan

rahmat dan pertongan-Nya. Berkat rahmat dan pertolongan-Nyalah, skripsi ini

dapat disesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan

kepada panutan alam, Nabi Muhammad Saw., dan juga kepada para sahabat,

keluarga, dan kita sebagai umatnya yang mudah-mudahan kelak di Hari Kiamat

mendapatkan syafaatnya.

Dalam kesempatan ini, Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah terutama kepada:

Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Dr.

Abdul Chaer, MA., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi,

MA., Ketua Jurusan Tarjamah; Ahmad Syaekhuddin, M.Ag., Sekretaris Jurusan

Tarjamah.

Secara khusus, Penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-

tingginya kepada kepada Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M. Hum, yang telah

banyak meluangkan waktu di tengah kepadatan aktivitasnya untuk membimbing

dan mengarahkan penyusunan skripi ini. Semoga Allah Swt. membalas amal

kebaikannya. Secara umum Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh

xxviii
dosen di Jurusan Tarjamah yang telah mencurahkan segenap kemampuannya

dalam memberikan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Penulis selalu berdoa

semoga semua ilmu yang telah diserap Penulis dari mereka menjadi ilmu yang

bermanfaat dan menjadi bekal kelak di masa depan. Hanya kepada Allah-lah

Penulis memohon semoga amal baik mereka mendapat pembalasan yang berlipat

ganda.

Tak lupa Penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya

kepada orang yang sangat berjasa, yaitu kedua orang tua tercinta Bapak Ukar dan

Ibu Unasih, yang tak henti-hentinya mencurahkan segenap usaha dan kemampuan

untuk terus memotivasi Penulis dalam menyelesaikan studi ini, diiringi panjatan

doa, memohon kepada Allah agar Penulis senantiasa diberikan kemudahan dan

kelancaran dalam segala urusan. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan

kepada Teh Ciah, Ka Ubud, Ka Eman, yang tak bosan-bosan memberikan

dorongan kepada Penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Terima kasih Penulis sampaikan pula kepada teman-teman seperjuangan di

kampus yang telah menyumbangkan ide-idenya dan turut membantu

menyelesaikan skripsi ini, di antaranya Kang Erwan, Jang Ade, Jang Ali, Alhafiz,

Abdurrahman, Fina, Anna, dan Luki.

Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini bermanfaat bagi siapa

saja, terutama bagi yang tertarik dalam dunia penerjemahan. Saran, kritik, dan

masukan yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini, sangat Penulis

harapkan.

xxix
Jakarta, 18 Juni 2008

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


PERNYATAAN............................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN... .…………………………………….. iv
PRAKATA.................. …………………………………………………..... v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN………………………….. xii
SINGKATAN …………………………………………………………….. xvi
GLOSARIUM …………………………………………………………….. xvii
ABSTRAK ………………………………………………………………... xix

BAB I PENDAHULUAN …………………………………….…………1

1.8. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

1.9. Batasan dan Rumusan Masalah............................................................ 3

1.10. Tujuan Penelitian.................................................................................. 4

1.11. Manfaat Penelitian................................................................................ 4

1.12. Landasan Teori......................................................................................6

1.13. Metodologi Penelitian........................................................................... 7

1.13.1. Sumber Data..............................................................................7

1.13.2. Analisis Data............................................................................. 8

1.14. Sistematika Penulisan ......................................................................... 9

BAB II KAJIAN TERDAHULU ............................................................... 10

2.3. Pengantar................................................................................................10

xxx
2.4. Kajian Terdahulu tentang Kritik dan Penilaian Terjemahan ................ 10

2.2.1. Rochayah Machali....................................................................... 10

2.2.1.1. Pendahuluan................................................................... 10

2.2.1.2. Segi-segi penilaian...................................................... 11

2.2.1.3. Kriteria Penilaian........................................................ 11

2.2.1.4. Cara Penilaian ............................................................ 13

2.2.2 Tim Penerjemah Gunadarma........................................................ 15

2.2.2.1. Pendahuluan.................................................................... 15

2.2.2.2. Tujuan Penilaian……………..……………………....... 15

2.2.2.3. Teknik Menilai Terjemahan...………………………….16

2.2.2.3.1. Uji Keakuratan……………………………. 17

2.2.2.3.2. Uji Keterbacaan.......................................... 18

2.2.2.3.3. Uji Kewajaran.............................................. 19

2.2.2.3.4. Uji Keterpahaman ....................................... 19

2.2.2.3.5. Terjemahan Balik......................................... 20

2.2.2.3.6. Uji Kekonsistenan ....................................... 20

2.2.3. Ismail Lubis …………………………………………………... 21

2.2.3.1. Pendahuluan ………………………………………… 21

2.2.3.2. Metode Kritik dan Penilaian ........................................ 21

2.2.3.3. Identifikasi Falsifikasi Terjemahan ............................. 22

2.2.3.4. Kalimat Efektif dalam Terjemahan ..............................23

2.2.4 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto ...........................25

2.2.4.1. Pendahuluan ................................................................ 25

2.2.4.2. Teknik Penilaian ....................................................... 25

xxxi
2.2.4.3. Membandingkan Teks BSu dengan BSa ......................26

2.2.4.4. Menerjemahkan Balik ................................................ 26

2.2.4.5. Melakukan Prosedur Cloze ......................................... 26

2.2.4.6. Menguji Pemahaman Pembaca Bsa .............................27

2.2.4.7. Membandingkan Pemahaman Pembaca BSu dan BSa......... 27

2.3.5 Benny Hoedoro Hoed .............................................................. 28

2.3.6 Moch. Syarif Hidayatullah ....................................................... 31

2.4 Sintesis Pustaka ......................................................................................32

BAB III KERANGKA TEORI ............................................................. 33

3.9. Pengantar ……………………………………………………………...33

3.10. Hakikat Penerjemahan ………………………………………………..

33

3.11. Proses Penerjemahan …………………………………………………

35

3.12. Terjemahan Ideal ……………………………………………….….…

41

3.13. Kendala dalam Penerjemahan …………………………………….….

44

3.14. Asumsi dalam Penerjemahan …………………………………………

45

3.15. Peran Diksi dalam Penerjemahan ………………………………….…

47

3.16. Kritik dan Penilaian Penerjemahan …………………………………...

51

xxxii
BAB IV IHWAL HADIS ...................................................................... 56

4.1. Pengantar ……………………………………………………………...56

4.2. Definisi Hadis ………………………………………………………... 56

4.3. Fungsi Hadis ……………………………………………….……..….. 58

4.4. Kriteria Hadis Sahih ……………………………………………..……61

4.5. Mengenal Al-Bukhari dan Al-Jâmi' Ash-Shahîh …………………….. 62

4.6. Karya-karya Imam Al-Bukhari ………………………………………. 66

4.7. Imam Al-Bukhari Wafat ………………………………………..……. 68

4.8. Mengenal Nashiruddin Al-Albani …………………………………… 68

4.9. Karya Nashiruddin Al-Albani ………………………………………. 71

4.10. Pemikiran Al-Albani ………………………………………………… 72

4.11. Penerjemahan Hadis…………………………………………………..73

BAB V KRITIK DAN PENILAIAN ATAS TERJEMAHAN

MUKHTASHAR SHAHÎH AL-BUKHÂRÎ................................................. 76

5.1. Pengantar ……………………………………………………………...76

5.2. Identifikasi Masalah ............................................................................. 77

5.3. Kritik Eksternal …………………………………………..……......... 79

5.3.1. Halaman Kulit Depan ………………………….…………....... 80

5.3.2. Halaman Kulit Dalam ……………………………………....… 80

5.3.3. Halaman Prancis ………………………………………...……. 80

5.3.4. Halaman Judul Utama ……………………………………........80

5.3.5. Halaman Hak Cipta/Hak Terjemahan ……………………........ 81

5.3.6. Halaman Pengantar Penerbit ………………………………….. 81

5.3.7. Halaman Daftar Isi ……………………………………………. 82

xxxiii
5.3.8. Isi Buku ……………………………………………………..... 82

5.3.9. Halaman Informasi Buku dari Penerbit ………………............. 83

5.3.10. Halaman Kulit Belakang …………………………………….. 83

5.4. Kritik Internal…………………………….……….…………………..84

BAB VI SIMPULAN DAN REKOMENDASI…………………………. 105

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..…………… 107

LAMPIRAN ……………………………………………………………….110

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Model penilaian Benny Hoed 30

2 Proses singkat penerjemahan 36

3 Proses penerjemahan versi Nida dan Taber 37

4 Proses penerjemahan

versi Nida dan Taber yang diperjelas Suryawinata 38

5 Proses penerjemahan versi Larson 39

6 Proses penerjemahan Larson yang diperjelas Said 40

xxxiv
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Segi, aspek, dan kriteria penilaian hasil terjemahan


versi Machali 12

2 Kategori, nilai, dan Indikator


penilaian hasil terjmahan versi Machali 14

3 Perbandingan
metode penerjemahan semantik dan komunikatif 43

4 Pedoman penilaian Moch. Syarif Hidayatullah 53

xxxv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf

latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang

dipergunakan Penerbit Mizan.

H. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

‫ا‬ a ‫ط‬ th

‫ب‬ b ‫ظ‬ zh

‫ت‬ t ‫ع‬ '

‫ث‬ ts ‫غ‬ gh

‫ج‬ j ‫ف‬ f

‫ح‬ h ‫ق‬ q

‫خ‬ kh ‫ك‬ k

‫د‬ d ‫ل‬ l

‫ذ‬ dz ‫م‬ m

‫ر‬ r ‫ن‬ n

‫ز‬ z ‫و‬ w

‫س‬ s ‫ة‬ h

‫ش‬ sy ‫ء‬ '

‫ص‬ sh ‫ي‬ y

‫ض‬ dh

xxxvi
I. Vokal

Vokal bahasa Arab tidak berbeda dengan vocal bahasa Indonesia terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

3. Vokal tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang dilambangkan berupa tanda atau harakat,

transliterasinya seperti berikut ini.

Tanda Nama Huruf Latin

----َ----- /fathah/ a

----ِ----- /kasrah/ i

----ُ----- /dhammah/ u

Contoh: ‫"ب‬#: /dharaba/

"$%: /nashara/

4. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat

dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf.

Tanda dan huruf Nama Huruf Latin

ْ‫ ي‬----َ----- /fathah/ dan /ya/ ai

ْ‫ و‬-----َ ---- /fathah/ dan /waw/ au

Contoh: '() : /laisa/

‫*ق‬+ : /fauqa/

xxxvii
J. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang dilambangkan berupa harakat dan huruf

transliterasinya berupa huruf dan tanda.

Tanda Nama Huruf Latin

‫ ى‬/ ‫ ا‬-َ-- /fathah/ dan /alif/ atau /fathah/ dan â


/ya/
‫ ى‬-ِ-- î
/kasrah/ dan /ya/
‫ و‬-ُ-- û
/dhammah/ dan /ya/
Lambang â, î dan û, dalam pengetikan dapat diperoleh dari symbol yang

ada pada insert.

K. Ta Marbutah

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua, yaitu:

1. Ta marbutah asimilatif

ta marbutah asimilatif mendapat harakat fathah, kasrah, dan dhammah,

transliterasinya adalah asimilasi dengan kata yang lain.

Contoh: ٌ/0123 /muslimatun/

2. Ta marbutah tak asimilatif

Ta marbutah tak asimilatif, transliterasinya adalah /h/.

Jika ada suatu kata yang diakhiri dengan ta marbutah dan diawali dengan

kata sandang al serta bacaan kata itu terpisah, maka ta marbutah itu

ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh : /0120)‫ ا‬: /al-muslimah/

/0‫"ی‬5)‫ق ا‬678‫ ا‬: /al-akhlâq al-karîmah/

atau /al-akhlâqul karîmah/

xxxviii
L. Syaddah atau Tasydîd

Syaddah atau tasydîd dalam bahasa Arab dilambangkan dengan sebuah tanda,

yaitu tanda tasydîd (---ّ---), sementara dalam bahasa Indonesia tasydîd

transliterasikan dengan konsonan kembar.

Contoh: ;ّ:3 : /matstsala/

<%‫ إ‬: /innaka/

M. Artikel

Dalam nahwu (gramatika bahasa Arab), artikel ‫ ال‬/al/ dipergunakan untuk

menandakan kata ma'rifat (definitive). Akan tetapi, cara penulisan artikel ini

dibedakan menjadi dua bergantung pada huruf yang ada setelahnya, apakah huruf

syamsiah (huruf asimilatif) atau huruf qamariah (huruf tak asimilatif). Cara

penulisan inilah yang dipergunakan oleh Penerbit Mizan.

1. Artikel yang diikuti dengan huruf syamsiah

kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan secara

asimilatif terhadap huruf awal dari nomina yang disandangnya

contoh : ">$)‫ ا‬: /ash-shabr/

‫ ا)@?ر‬: /an-nâr/

2. Artikel yang diikuti oleh huruf qamariah

Artikel ‫ ال‬/al/ yang diikuti oleh huruf qamariah ditransliterasikan dengan

cara dengan tak asimilatif terhadap huruf dari nomina yang disandangnya.

Contoh: A0B)‫ا‬: /al-hamdu/, C(D0)‫ ا‬: /al-matînu/

xxxix
N. Hamzah dan Ain

Hamzah dan ain ditransliterasikan dengan tanda apostrof. Akan tetapi, tanda

tersebut berlaku untuk hamzah dan 'ain yang berada di tengah dan di akhir kata.

Sementara itu, hamzah dan 'ain yang berada di awal kata tidak dilambangkan.

dapun yang membedakan tanda apostrof hamzah dan 'ain adalah hamzah

berapostrof ( ' ), sementara ain ( ' ).

SINGKATAN

BSu : Bahasa sumber

BSa : Bahasa sasaran

TSu : Teks sumber

TSa : Teks sasaran

NSu : Naskah sumber

NSa : Naskah sasaran

GIP : Gema Insani Press

ISBN : International Standard Book Number

xl
GLOSARIUM

Adjektiva Kata sifat, seperti cantik, manis, merah.


Artikel Unsur yang dipakai untuk membatasi atau memodifikasi
nomina, dalam bahasa Arab seperti artikel al.
Bahasa Prokem Bahasa sandi yang digemari dan dipakai oleh kalangan remaja
tertentu, seperti bokap, nyokap, cuek, doi, dll.
complete congruence Keruntutan sempurna.
comprehensibility Keterpahaman.
Continuum Rangkaian kesatuan
Decentering Upaya sengaja memperkenalkan unsur khas dari teks sumber
kepada pembaca bahasa sasaran. Dalam penerjemahan bahasa
Arab, misalnya, dapat kita temukan dalam penerjemahan hadis.
Dalam kajian ilmu hadis, dikenal dengan istilah hadis hasan.
Akan tetapi, istilah itu tidak boleh diterjemahkan menjadi hadis
yang baik karena istilah itu sudah menjadi istilah tersendiri yang
harus diperkenalkan kepada pembaca.
Denotasi Makna kata atau kelompok kata yang didasarkan pada
penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang
didasarkan pada konvensi tertentu; sifatnya objektif
Diksi Pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu
dalam berbicara di depan umum atau karang-mengarang.
Ekuivalen Mempunyai nilai (ukuran, arti, atau efek) yang sama; seharga;
sebanding; sepadan.
Gramatika Subsistem dalam organisasi bahasa di mana satuan-satuan
bermakna bergabung untuk membentuk satuan-satuan yang lebih
besar; tata bahasa.
Idiom Konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna
anggota-anggotanya, seperti kambing hitam, banting tulang, dll.
Kalimat efektif Kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali
gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti
apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat
efektif ini biasanya ditandai dengan kesepadanan struktur,
keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata,
kecermatan penalaran, kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa.
Konotasi Aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas
perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbukan pada
pembicara (penulis) dan pendendengar (pembaca).
Leksikon Komponen bahaa yang memuat semua inforasi tentang makna
atau pemakaian kata dalam bahasa.
Linguistik Ilmu tentang bahasa; enyelidikan bahasa secara ilmiah.
makna leksikal Makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa;
makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari
penggunaannya atau konteksnya.
Makna referensial Makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan
dunia di luar bhasa (objek atau gagasan).
Modulasi Pergeseran makna; moduasi ini biasanya diakibatkan oleh adanya
transposisi yang terjadi pada proses penerjemahan.
Nomima Kata benda.
Objek Nomina atau kelompok nomina yang melengkapi verba-verba
tertentu.

xli
Paralelisme Pemakaian yang berulang-ulang ujaran yang sam dalam bunyi,
tata bahasa, makna, atau gabungan dari kesemuanya; ciri khas
dari bahasa puitis.
pleonasme Pemakaian kata-kata lebih daripada yang diperlukan.
Pragmatik Syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian
bahasa dalam komunikasi.
Predikat Bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh
pembicara tentang subjek.
Preposisi Partikel yang biasanya terletak di depan nomina dan
menghubungkannya dengan kata lain.
Pronomina Kata yang menggantikan nomina atau frasa nominal.
readability Keterbacaan.
Retorika Keterampilan berbahasa secara efektif; sistem dan penyelidikan
mengenai alat stilistis ragam bahasa resmi.
Semantik Bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna
ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara.
Sinonim Bentuk bahasa yang yang maknanya mirip atau sama dengan
bentuk lain; kesamaan itu berlaku bagi kata, keompok kata,
kalimat meski pada umumnya yang dianggap sama hanyalah
kata-kata saja.
Stilistika Ilmu yang menyelediki bahasa yang dipergunakan dalam karya
sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan.
Subjek Bagian klausa berwujud nomina atau frasa nomina yang
menandai apa yang dikatakan pembicara.
Taksa Ambigu.
Tautologi Penggunaan kelimpahan/kata yang berlebihan dalam bahasa
Transliterasi Penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang
lain.
Transpoisisi Pergeseran bentuk; suatu prosedur penerjemahan yang
melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari Bsu ke Bsa.
Validitas Keabsahan.
Verba Kata kerja.
Slang Ragam bahasa yang tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya
musiman, dipakai oleh para remaja atau kelompok sosial tertentu
untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan
kelompok tdak mengerti.

xlii
ABSTRAK

TATAM
Kritik atas Terjemahan Hadis (Studi Kasus Terjemahan Mukhtashar Shahîh
Al-Bukhârî), (di bawah bimbingan Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M. Hum.)
Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penerjemahan buku-buku Islam di Indonesia semakin marak dilakukan. Akan


tetapi, kegiatan penerjemahan tersebut belum seiring dengan kualitas buku
terjemahan yang dihasilkan. Akibatnya, tidak sedikit buku terjemahan yang
kualitasnya dipertanyakan. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut.
Kecerobohan penerjemah, waktu penerjemahan (deadline) yang sangat singkat,
dan apresiasi yang diberikan kepada penerjemah yang masih minim, merupakan
sebagian faktor penyebabnya. Karena itu, upaya perbaikan iklim penerjemahan
yang mengarah pada peningkatan kualitas buku-buku terjemahan harus dilakukan.
Salah satu upaya untuk memperbaiki iklim penerjemahan di Indonesia
adalah adanya pihak yang turut serta dalam mengontrol kualitas buku-buku
terjemahan. Dengan kontrol inilah tinggi rendahnya kualitas buku terjemahan
dapat diketahui. Sementara itu, mengontrol kualitas suatu karya terjemahan itu
dapat dilakukan dengan beragam cara, di antaranya memberikan kritik atau
penilaian. Kritik dalam arti memberikan apresiasi dan penilaian secara objektif,
mengoreksi kekurangan dan kelebihan suatu karya terjemahan. Dari kritik itu
pula hubungan dialektik antara teori dan praktik dalam menerjemahkan serta
kriteria dan standar penilaian dapat diketahui.
Skripsi ini akan mencoba menyajikan cara-cara mengkritik dan menilai
suatu hasil terjemahan yang telah dilakukan para ahli. Sementara itu, objek kajian
atau data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah buku terjemahan
Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî yang diterjemahkan oleh As'ad Yasin dan Elly
Latifa, sedangkan teori yang dipakai adalah teori kritik dan penilaian Moch.
Syarif Hidayatullah. Metode yang dipergunakan adalah metode eksploratif-
inferensial. Metode eksploratif mengandung arti menemukan masalah baru—
dalam hal ini masalah terjemahan hadis dalam Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî.
Kemudian, masalah tersebut diklasifikasikan sesuai kepentingan dan tujuan
penelitian. Sementara itu, metode inferensial bermaksud mengungkapkan suatu
masalah, yang kemudian memberikan kritik dan penilaian secara menyeluruh,
luas, dan mendalam dari sudut pandang ilmu yang relevan. Setelah itu, baru
diberikan kritik dan penilaian secara matematis menurut teori yang dipakai.
Hasil dari penelitian ini adalah cara bagaimana mengkritisi dan menilai
suatu terjemahan, sekaligus mengetahui kualitas buku terjemahan Mukhtashar
Shahîh Al-Bukhârî yang dalam skripsi ini menjadi objek penelitian. Namun,
secara fokus penelitian ini mengkritisi masalah akurasi reproduksi pesan,
kewajaran, dan kejelasan bahasa terjemahan buku tersebut.

xliii
‫ا‬
‫ـــ

‫ا  ا  )درا" وا    ﻡ  اري(‪ )) ،‬إ'اف‬
‫ﻡ  'ی‪ .‬های ا‪ +‬ا  *( *
ا  آ ا‪4‬دب وا‪2‬م ا‪0‬ﻥ*ﻥ‬
‫ ﻡ 'ی‪ .‬های ا‪ +‬آ‬

‫ازده"ت ‪ /(10F‬ا)‪ JD51) /0G"D‬ا‪I‬ﺱ‪ /(36‬ﺏ‪A%L‬و‪ C5) ،?(2%‬ذ)< آ?ن ‪ O1F‬ﺡ‪?2‬ب ‪*G‬دة‬
‫ا)‪ JD5‬ا)‪ /R(D@+. /0G"D0‬ذ)< و‪*G‬د آ‪ C3 "(:‬ا)‪ JD5‬ا)‪ /0G"D0‬ا)‪ S OD‬ی‪T‬ال ‪ ?U@F‬ﺱ‪V‬ال‬
‫‪*G /UG C3‬دﺕ‪ .?U‬وه‪X‬ا ا‪ "38‬ی"‪ YG‬إ)‪ O‬أﺱ>?ب [‪ /1^ : ?U@3 OD‬ا‪ ]?>D%S‬ﺏ?)@‪ />2‬إ)‪O‬‬
‫ا)‪ _G"D0‬و^‪A3 "$‬ة )`‪ /(10‬ا)‪ /0G"D‬و ^‪ /1‬ا)‪AaD‬ی" ا)‪Aa0‬م إ)(‪ C3 .b‬أ‪ ;G‬ذ)<‪ CB% ،‬ا)(*م‬
‫‪ O+‬ﺡ?‪?3 /G‬ﺱ‪ /‬إ)‪ O‬ﺕ‪ *G A(U0‬ا)‪ /0G"D‬إ)‪ O‬ﺕ"^(‪*G /‬دة ا)‪ JD5‬ا)‪./0G"D0‬‬
‫‪ C3‬ا)‪?B0‬و‪S‬ت ا)‪*a% OD‬م ﺏ‪ ?U‬ﺕ‪ ]?R‬ه‪X‬ا ا)‪"c‬ض إی‪?R‬د ا)‪?f‬ﺏ‪ e‬ا)‪X‬ي ی‪"Dd‬ك ‪g+‬‬
‫‪"3‬ا^>‪*G /‬دة ا)‪ JD5‬ا)‪ ./0G"D0‬وﺏ‪XU‬ا ا‪ "38‬ﺱ‪ "UhD‬در‪*G /G‬دة ا)‪ JD5‬ورداءﺕ‪ .?U‬ﺏ(@‪،?0‬‬
‫أن ‪*G‬دة ا)‪ JD5‬ا)‪ /0G"D0‬ﺕ`"ف ‪"k CF‬ق ‪"k CF ?U@3 ،/i1Dj3‬ی‪ l‬ﺕ‪Aa‬ی_ ا)@‪.?U(1F Aa‬‬
‫وا)@‪ Aa‬ی`@‪ O‬ﺕ‪Aa‬ی_ ا)‪AaD‬ی" )‪ /0G"D3 JD5‬وﺕ‪ ،?U0((a‬و‪T3 e>#‬ای?ه? و‪ .?U$m?a%‬ا)@‪Aa‬‬
‫ﺕ`"ف ﺏ‪ b‬راﺏ‪ /n‬ا)‪ ln@0‬ﺏ(‪ C‬ا)@‪"h‬ی‪ /‬وا)‪ g+ /(a(>nD‬ا)‪ /0G"D‬وﺏ(‪"[ C‬ا‪ ?Unm‬و‪?a3‬ی‪?U2‬‬
‫‪?`3‬‬
‫ه‪ ]X‬ا)"ﺱ?)‪ /‬ﺕ‪Aa‬م ‪"k‬ق ا)@‪ Aa‬وا)‪ /R(D@) _((aD‬ا)‪ /0G"D‬ا)‪ gD‬ﺡ‪?0U(1F ;$‬‬
‫ا)‪o0‬هّ‪*1‬ن‪ .‬ﺏ(@‪ ،?0‬أن ‪*#*3‬ع ه‪X‬ا ا)>‪ pB‬ﺕ"‪ "$Dj3 " /0G‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري " ا)‪X‬ى‬
‫ﺕ"‪ b0G‬أﺱ`‪ A‬ی?ﺱ(‪ C‬و أی‪"h@)?+ ،/i(n) g1‬ی‪ /‬ا)‪"h% b(+ /3AjD20‬ی‪ /‬ا)@‪ Aa‬وا)‪A0B0) _((aD‬‬
‫["ی‪ u‬ه‪A‬ای‪ /‬ا‪ .t‬وﺕ‪*5‬ن ا)‪"n‬ی‪ /a‬ا)‪"k /3AjD20‬ی‪ /a‬ا‪S‬ﺱ‪ – g+?d5D‬ا‪S‬ﺱ‪ .gG?D@DD‬وأ‪?3‬‬
‫‪"k‬ی‪ /a‬ا‪S‬ﺱ‪ gU+ g+?d5D‬ا)‪ O1F ud5‬ا)‪ /15d0‬ا)‪AR‬ی‪A‬ة‪ ،‬وا)‪*#*3 g+ /15d0‬ع ا)>‪pB‬‬
‫‪ /15d3‬ﺕ"‪ /0G‬ا)‪AB‬ی‪ g+ p‬آ‪?D‬ب "‪ "$Dj3‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري" وﺕ‪ ?Ui(@$‬ﺏ@?ء ‪g1F‬‬
‫ا)>‪ pB‬وأه‪A‬ا‪ .?U+‬ﺏ(@‪ ?0‬ﺕ‪*5‬ن ا)‪"n‬ی‪ /a‬ا‪S‬ﺱ‪ /(G?D@DD‬ﺕ`>(" ا)‪ /15d0‬ﺙ_ ﺕ‪Aa‬ی_ ا)@‪g1F Aa‬‬
‫ﺕ"‪ "$Dj3 " /0G‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري " وﺕ‪ ?U0((a‬ﺏ@‪"h‬ة ‪ /(01F‬ﺕ@?ﺱ‪ ?U) J‬وا)‪?(a‬م ﺏ?)‪AaD‬ی"‬
‫وا)‪ _((aD‬ﺏ?)@‪ />2‬إ)(‪ ?U‬ﺡ‪?2‬ﺏ(?‪.‬‬
‫و‪ /R(D%‬ه‪ ]X‬ا)"ﺱ?)‪/+"`3 /‬آ(‪ /(i‬ا)@‪ Aa‬وا)‪ /0G"D1) _((aD‬و‪*G /+"`3‬دة ﺕ"‪" /0G‬‬
‫‪ "$Dj3‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري "‪ ،‬وﺕ‪*5‬ن ﺕ"‪ "$Dj3" /0G‬ﺹ‪ r(B‬ا)>‪?j‬ري " ‪*#*3‬ع ه‪X‬ا‬
‫ا)>‪*+ C3 .pB‬ق ذ)< إن ه‪X‬ا ا)>‪ pB‬ﺕ@‪A3 O1F Aa‬ى ‪"3‬ا‪ /F‬ا)‪ _G"D0‬ا)‪ O%?`0‬ا)‪*1n0‬ﺏ‪/‬‬
‫‪ O+‬ا)‪?D5‬ب ا‪8‬ﺹ‪ g1‬و‪A3‬ى ‪?@3‬ﺱ>‪ /‬ا)‪ /c1‬ا)‪ _G"D0‬إ)(‪ ?U‬وو‪*#‬ﺡ?ﺕ‪?U‬‬

‫‪xliv‬‬
ABSTRACT

TATAM
Critics on Hadits Translation (A Case Study on Mukhtashar Shahîh Al-
Bukhârî Translation) Guided by : Moch. Syarif Hidayatullah, Lc., M. Hum.
Tarjamah Department, Adab and Humanitarian Faculty in the State Islamic
University of Syarif Hidayatullah Jakarta

Efforts to translate some Islamic books have been getting increasing in Indonesia,
but its quality is doubly and still far from satisfaction. There are many factors that
made it happen such as translator error, short deadline and minimum appreciation
from user. However, other efforts need to be done in order to translation
circumstance in Indonesia getting better and sharp.
One of effort to make translation circumstance better in Indonesia can start
with make one institution that has function as part of quality control for every
translation result (piece). The effort can make the quality of book translation more
measurable. There are many ways to control such as by giving critic and
assessment. The critic refers to give objectively appreciation and good remark, or
show correction from positive and negative aspect. These are ways can make
translation dynamical both theory and practice or translation standard and
requirement in giving assessment more balance and able to be known.
This research (skripsi) will focus on delivering some ways to critic and
assessment translation piece (book). This will be taken from an expert piece and
as source of data. The data refers to Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî that is
translated by As'ad Yasin and Elly Latifa, than for critical and assessment will be
used Moch. Syarif Hidayatullah view and explorative-inferential method. The
explorative means trying to find out newly mistake in the translation hadits book
(Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî). The inferential means show the mistake and
than giving deep critical and assessment extensive-intensively. After all the
process will be gain accuracy of message articulation, clearness, and proper
meaning from the translation hadits book critically.

xlv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan tidak lahir dari kekosongan. Ia didahului oleh kebudayaan-

kebuadayaan lain yang menjadi unsur pembentuknya. Kebudayaan suatu bangsa

merupakan ikhtisar dari kebudayaan sebelumnya atau seleksi dari berbagai

kebudayaan lain. Dengan demikian kebudayaan dapat dipandang sebagai proses

memberi dan menerima. 1

Proses tersebut terjadi dan berkembang melalui sarana, di antaranya

penerjemahan. Catatan sejarah menunjukkan bahwa peradaban Islam pertama-

tama berkembang melalui penerjemahan karya-karya lama Yunani, Persia, India,

dan Mesir dalam bidang ilmu eksakta dan kedokteran.

Kegiatan penerjemahan, terutama nas keagamaan yang berasal dari bahasa

Arab, sebagai transfer budaya dan ilmu pengetahauan, telah dilakukan oleh

bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandaria (1607-1636) di

Aceh. Hal ini ditandai dengan dijumpainya karya-karya terjemahan ulama

Indonesia terdahulu.2

Kegiatan penerjemahan ini terus berlanjut hingga sekarang. Penerbit-

penerbit buku terjemahan bahasa asing—terutama bahasa Arab—di Indonesia

semakin menjamur. Demikian pula toko-toko buku di Indonesia semakin dibanjiri

buku-buku terjemahan dengan beragam jenisnya, mulai dari terjemahan kitab suci

Al-Quran, hadis, tafsir, hingga buku-buku dakwah, akhlak, dan pemikiran.

Kondisi demikian merupakan sesuatu yang mengembirakan bagi masyarakat

1
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 1.
2
Ibid., h.2.

xlvi
Muslim di Indonesia karena mereka sangat terbantu dalam mengisi, melengkapi,

dan menyempurnakan praktik keislamannya secara utuh dalam segala

dimensinya. 3

Namun, secara umum perlu diakui bahwa proses penerjemahan buku-buku

asing—termasuk buku-buku berbahasa Arab—di Indonesia belum dilakukan

secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari kualitas sebagian buku terjemahan yang

belum memenuhi standar yang diinginkan masyarakat. Selain gaya bahasanya

yang kaku, akurasi buku-buku terjemahan di mata sebagian kalangan masyarakat,

dianggap kurang meyakinkan. Tentunya, rendahnya kualitas sebagian buku

terjemahan di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut di

antaranya waktu (deadline) penerjemahan yang relatif singkat, masih minimnya

apresiasi yang diberikan kepada penerjemah, yang membuatnya tidak maksimal

dalam melakukan penerjemahan, atau belum adanya lembaga atau badan

pengontrol kualitas buku-buku terjemahan.

Oleh karena itu, kualitas buku terjemahan di Indonesia sudah saatnya

ditingkatkan. Salah satu caranya dengan melakukan kritik dan penilaian terhadap

hasil terjemahan itu sendiri, di samping peningkaan apresiasi materi yang

diberikan kepada penerjemah. Upaya penilaian atas hasil terjemahan ini, menurut

Machali, selain untuk mengetahui kualitas buku terjemahan, juga untuk

menciptakan hubungan dialektik antara teori dan praktik sekaligus untuk

mengetahui kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemahnya.4

Karena itulah usaha kritik dan penilaian terhadap hasil terjemahan ini harus

banyak dilakukan.

3
Ibid. h. 2.
4
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 108.

xlvii
Di sini Penulis akan mencoba melakukan kedua hal di atas—menilai dan

mengritisi hasil terjemahan. Sementara itu, karya terjemahan yang akan dijadikan

objek penelitian Penulis adalah terjemahan Mukhtashar S hah îh Al-Bukhâ rî karya

Al-Albani. Penulis mengangkat buku terjemahan ini sebagai objek penelitian

dengan beberapa pertimbangan mendasar.

Pertama, hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran.5

Karenanya, dari masa ke masa, hadis tidak akan pernah henti untuk terus dikaji,

dipelajari, dan dipahami oleh umat Islam, baik kalangan awam maupun kalangan

intelektual. Tidak hanya itu, mereka berusaha menghapal dan menerapkannya

dalam kehidupan keseharian. Kedua, sebagai hukum Islam, hadis memegang

peranan penting dalam menjelaskan ayat-ayat Alquran yang masih global dan

umum. Ketiga , d i antara sederet kutubus-sittah , kitab Sah îh Al-Bukhârî

menduduki peringkat pertama dalam kesahihan dan validitas hadisnya.6

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah

Demikian beberapa masalah yang Penulis temukan dalam hasil terjemahan kitab

Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî terbitan Gema Insani Press (GIP). Namun,

tentunya masih banyak masalah lain yang tidak penulis sebutkan di sini.

Berikutnya, mengingat ketidakmungkinan penulis untuk menyebutkan sekaligus

menyelesaikan masalah yang ada, maka sejumlah permasalahan di atas Penulis

batasi pada masalah akurasi reproduksi pesan, kejelasan, dan kewajaran

penerjemahan hadis-hadis zakat saja, yang kemudian dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut:

5
Muhamad Dede Rudliyana, Perkembangan Pemikiran Ulum A l-Hadist dari Klasik
sampai Modern (Bandung: Pustaka Setia, 2004), h. 9.
6
Didi Junaedi HZ, "Mengenal Lebih Dekat Shahîh Al-Bukhârî," Islamia, Thn I No 6,
Juli –September 2005, h. 104.

xlviii
1. Apakah reproduksi pesan terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî terbitan

GIP telah akurat serta bahasa sasaran yang dipergunakan wajar dan jelas?

2. Apakah terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî ini perlu direvisi setelah

dilakukan kritik dan penilaian objektif seandainya kekeliruan-kekeliruannya

dianggap fatal?

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan ini tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan tersebut antara lain:

1. Mengetahui akurasi reproduksi pesan, kewajaran, dan kejelasan bahasa

terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukârî terbitan GIP.

2. Mengkritik dan menilai hasil terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî

terbitan GIP sebagai pertimbangan bahwa terjemahan buku ini perlu direvisi

atau tidak.

1.4 Manfaat Penelitian

Di samping bertujuan untuk mengetahui akurasi reproduksi pesan hadis

Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî terbitan GIP ini, penelitian ini juga diharapkan

memberikan manfaat dan kontribtsi keilmuan kepada masyarakat Muslim di

Indonesia. Selain itu, setelah dilakukan penelitian ini, siapa pun yang ingin

melakukan penerjemahan menyadari bahwa dalam penerjemahan itu tidak

disyaratkan adanya kesamaan struktur bahasa. Yang harus diutamakan adalah

xlix
kesepadanan strukur dan akurasi pesan. Sebab, kesetiaan penerjemah yang sangat

tinggi seringkali menghasilkan terjemahkan yang tidak wajar, kaku, tidak lazim,

bahkan janggal. Melalui ini pula, Penulis memberikan suatu gambaran bahwa

menerjemahkan itu harus memiliki kemahiran dan keahlian dalam memilih diksi

yang tepat dan sepadan yang dapat mengantarkan pesan sesuai maksud penulis

bahasa sumber.

Di samping itu, Penulis juga merujuk buku-buku sumber yang dianggap

perlu untuk pengayaan penelitian ini, di antaranya:

1. Buku-buku hadis, seperti Shahîh Al-Bukhârî karya Imam Al-Bukhari, Fathul

Bârî karya Ibnu Hajar Al-'Asqalani, Taysîr Mushthalah Hadits karya

Mahmud Ath-Thahan, Tadrîb Ar-Rawi karya Jalaludin As-Suyuti, Hadits

Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya karya M.M. Azami, Wacana Hadis

Kontempnrer karya Fazlur Rahman, Membahas Ilmu-ilmu Hadis karya Subhi

As-Salah, Menguji Keaslian Hadis –hadis Hukum karya M.M. Azami.

2. Buku-buku linguistik, seperti Asas-asas Linguistik Umum karya J.W.M.

Verhaar, Ilmu al-Dilalah karya Ahmad Mukhtar Umar, Linguistik Umum

karya Abdul Chaer, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia karya

Harimurti Kridalaksana, Filsafat Bahasa karya Asep Ahmad Hidayat,

Pengantar Linguistik Umum karya Ferdinand de Saussure, Kajian Wacana

karya Mulyana, Pragmatik Dasar-dasar Pengajaran karya Suyono, Morfologi

karya Ramlan, Semantik karya Aminuddin, Semantik karya Abdul Chaer.

Pesona Bahasa karya Kushartanti, dkk.

3. Buku tata bahasa Indonesia, seperti Tata Bahasa Indonesia karya Hasan Alwi,

dkk., Komposisi karya Gorys Keraf, Diksi dan gaya Bahasa karya Gorys

l
Keraf, Argumentasi dan Narasi karya Gorys Keraf, Komposisi Bahasa

Indonesia karya Laminuddin Finoza, Kalimat efektif karya Ida Bagus

Putrayasa.

4. Buku tata bahasa Arab, seperti Syarh Ibnu Aqil karya Abdullah Ibnu Malik,

Jâm'i Ad-Durus Al-'Arabiyah karya al-Ghalayaini, Mulakhkhash Qawa'id Al-

Lughah Al-'Arabiyyah karya Fuad Ni'mah.

5. Buku—buku teori penerjemahan, seperti Menjadi Penerjemah karya Ibnu

Burdah, Penerjemahan dan Kebudayaan karya Benny Hoed, Bahasa dan

Terjemahan karya Salihen Moentaha, Pedoman bagi Penerjemah karya Moh.

Mansyur dan Kustiawan, Penerjemahan Arab Indonesia karya Syihabuddin,

Diktat Teori dan Penerjemahan karya Moch. Syarif Hidayatullah (editor)

Pedoman bagi Penerjemah karya Rochayah Machali.

6. Kamus, seperti Kamus Kontemporer Arab Indonesia karya Attabik Ali dan

A. Zuhdi Muhdlor, Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir karya Ahmad

Warson Almunawir, Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan DEPDIKNAS,

Mu'jam al-Lughah al-Arabiyah al-Muashirah karya Hans Wehr, Kamus Kata-

kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia karya J.S. Badudu, Kamus

Linguistik karya Harimurti Kridalaksana.

1.5. Landasan Teori

Tanpa dibangun oleh landasan atau kerangka teori yang kuat, penelitian tidak

akan dapat dijalankan. Begitu pula penelitian ini. Karenanya, untuk kritik dan

penilaian hasil terjemahan ini, Penulis akan memakai teori penilaian terjemahan

Moch. Syarif Hidayatullah. Untuk lebih lengkapnya, landasan teori ini penulis

li
jadikan bab tersendiri.

1.6. Metodologi Penelitian

1.6.1. Sumber data

Shahîh Al-Bukhârî merupakan kitab pertama yang hanya menghimpun hadis-hadis

sahih. Karena itu, kitab ini banyak menarik perhatian para ulama hadis untuk

dikaji, dipelajari, diberi syarah, dan dikritisi, bahkan, diringkas seperti yang

dilakukan oleh Muhammad Nashirudin Al-Albani, yang sekarang telah beredar di

seluruh belahan dunia termasuk di Indonesia. Hasil ringkasan Al-Albani yang

popular dengan sebutan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî ini bagi masyarakat

Indonesia, cukup menggembirakan. Bahkan, diringi dengan terjemahannya yang

diterbitkan oleh penerbit Mizan dan GIP. Tujuannya agar semua lapisan

masyarakat Muslim di Indonesia dapat menikmati karya Al-Albani ini, Namun,

setelah kedua hasil terjemahan itu diperbandingkan, ternyata hasil terjemahan

penerbit GIP masih bermasalah, bahasa terjemahannya banyak yang kaku dan

tidak wajar. Ini pula yang menimbulkan kekhawatiran ketidakakurasian hasil

terjemahan ini. Oleh karena itu, hasil terjemahan GIP inilah yang dipilih sebagai

data utama oleh penulis.

Sementara itu, pengumpulan data dilakukan dengan menginventarisasi

terjemahan hadis-hadis zakat Selanjutnya, dicari dan ditentukan masalah-

masalahnya. Kemudian dilakukan analisis tahap awal dengan menerapkan teori

yang dipakai hingga ditemukan data yang tepat sebagai bahan penilaian, uji

akurasi, kejelasan, dan kewajaran yang dimaksud.

lii
1.6.2. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode eksploratif-inferensial. Metode eksploratif

mengandung arti menemukan masalah baru7—dalam hal ini masalah dalam

terjemahan hadis-hadis zakat dalam Mukhtashar Shah îh Al-Bukhâ rî. Kemudian,

masalah tersebut diklasifikasikan sesuai kepentingan dan tujuan penelitian.

Sementara itu, metode inferensial bermaksud mengungkapkan suatu masalah,

yang kemudian memberikan penilaian secara menyeluruh, luas, dan mendalam

dari sudut pandang ilmu yang relevan.8 Tidak hanya itu, penulis sekaligus

memberikan kritik dan penilaian objektif secara matematis yang sifatnya

membangun dan apresiasi yang layak dan wajar.

Dalam pelaksanaannya, penelitian ini akan menggunakan teori sekaligus

metode penilaian yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidyatullah yang

dianggap lebih mudah untuk memperoleh nilai matematis dari suatu penilaian

terhadap terjemahan.

Secara teknis penulisan skripsi ini didasarkan pada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang berlaku di

lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Center of

Quality Develepment and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2007 kecuali dalam transliterasi Arab-Latin, penulis menggunakan pedoman

transliterasi Penerbit Mizan.

7
Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 11
8
Ibid., h. 10

liii
1.7. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I menyajikan 'wadah' besar yang

memayungi topik penelitian ini. Selain itu, pada bab ini, dijelaskan pula latar

belakang atau alasan pemilihan topik penelitian ini, masalah mengemuka yang

dipertanyakan, tujuan, cakupan, manfaat, serta cara kerja atau metodelogi

penelitian.

Bab II menguraikan ihwal penilaian penerjemahan yang telah dilakukan

oleh para ahli, seperti penilaian yang dilakukan oleh Rochayah Machali,

Zuchridin Suryawinata, Sugeng Hariyanto, dan Benny H. Hoed. Setelah itu, baru

kemudian pada Bab III dipaparkan kerangka teori, yang di dalamnya

dikemukakan seputar penerjemahan, mulai definisi, proses asumsi sampai

kendala yang dihadapi penerjemah ketika melakukan penerjemahan. Mengingat

penelitian ini berorientasi pada kritik atau penilaian, maka dipaparkan pula teori

dan metode penilaian yang dipergunakan.

Bab IV menyuguhkan hal yang terkait objek atau data penelitian ini, yaitu

kajian hadis. Selain itu, diuraikan pula biografi singkat Al-Bukhari dan

Muhammad Nashirudin Al-Albani.

Bab V berupa analisis terjemahan yang kemudian dari hasil analisis

tersebut dilakukan kritik dan penilaian secara objektif menurut teori yang

dipergunakan. Pada bab inilah kualitas suatu terjemahan dapat diketahui.

Kemudian, penelitian ini diakhiri dengan simpulan dari semua

pembahasan ini, dengan tidak lupa menyertakan rekomendasi serta lampiran-

liv
lampiran penting yang berhubungan dengan penelitian ini.

lv
BAB II

KAJIAN TERDAHULU

2.5. Pengantar

Dalam bab ini, Penulis akan menyebutkan cara-cara mengkritisi dan menilai hasil

terjemahan yang dikemukakan dan dirumuskan oleh para ahli, baik pada

terjemahan yang berbahasa sumber Inggris maupun Arab. Pembahasan ini dikutip

dari berbagai literatur. Namun, mengingat cukup banyaknya tokoh yang

mengemukakan cara-cara penilaian dan cara-cara mengkritisi terhadap hasil

terjemahan, pembahasan ini Penulis batasi pada tokoh-tokoh tertentu saja, di

antaranya Rochayah Machali, Zuchridin Suryawinata, Sugeng Hariyanto, A.

Widyamartaya, Ismail Lubis, dan Tim Penerjemah Gunadarma.

2.6. Kajian Terdahulu tentang Kritik dan Penilaian Terjemahan

2.2.1. Rochayah Machali

2.2.1.1. Pendahuluan

Rachayah Machali dalam bukunya, Pedoman bagi Penerjemah, menyebutkan

bahwa penilaian hasil terjemahan sangat penting dilakukan. Pentingnya penilaian

ini berdasarkan pada dua alasan utama: (1) untuk menciptakan hubungan dialektik

antara teori dan praktik penerjemahan; (2) untuk kepentingan kriteria dan standar

dalam menilai kompetensi penerjemahan. 9

9
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 108.

lvi
Kemudian, Machali membagi penilaian terjemahan ini menjadi dua jenis:

penilaian umum dan penilaian khusus. Penilaian umum didasarkan pada kedua

metode penerjemahan yang diajukan oleh Newmark (metode semantik dan

komunikatif). Sementara itu, penilaian khusus berkenaan dengan teks-teks jenis

khusus, misalnxa teks hukum yang menggunakan istilah-istilah khusus.

Menurutnya, pada saat melakukan penilaian umum terhadap suatu hasil

terjemahan, paling tidak ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan: (1) segi-segi

penilaian; (2) kriteria penilaian; (3) cara penilaian.10

2.2.1.2. Segi-segi penilaian

Machali berpendapat bahwa dalam penilaian terjemahan, yang dinilai bukan

proses penerjemahannya, melainkan hasil terjemahannya. Penilaian terjemahan

bukan sekadar dari segi benar-salah, bagus-buruk, dan harfiah-bebas. Lebih dari

itu, terdapat segi-segi lain yang harus dipertimbangkan. Segi-segi yang dimaksud

antara lain, segi ketepatan pemadanan. Segi ketepatan pemadanan ini meliputi

aspek linguistik, semantik, dan pragmatik.

2.2.1.3. Kriteria Penilaian

Menurut Machali, penilaian terhadap hasil terjemahan harus mengikuti prinsip

validitas dan reliabilitas. Akan tetapi, karena penilaian karya terjemahan itu

bersifat relatif (berdasarkan kriteria lebih-kurang), maka validitas penilaian

tersebut dapat dipandang dari aspek content validity dan face validity. Alasannya

adalah karena menilai terjemahan berarti melihat aspek isi dan sekaligus juga

10
Ibid., h. 109.

lvii
aspek-aspek yang menyangkut keterbacaan, seperti ejaan. Dengan berdasar pada

dua jenis validity ini, diharapkan aspek reliabilitas akan dapat dicapai. 11

Sementara itu, kriteria lain yang diajukan Machali seprti yang terlihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 1

Segi dan Aspek Kriteria

A. ketepatan reproduksi makna


1. Aspek linguistik
(a) transpoisisi
(b) modulasi benar, jelas, wajar
(c) leksikon (kosakata)
(d) idiom
2. Aspek semantik
(a) makna referensial menyimpang? (lokal/total)
(b) makna interpersonal
gaya bahasa
aspek interpersonal lain, berubah?
misalnya konotatif-denotatif (lokal/total)
3. Aspek pragmatik
(a) pemadanan jenis teks (termasuk menyimpang? (lokal/total)
maksud/ tujuan penulis)
(b) keruntutan makna pada tataran tidak runtut? (lokal/total)
kalimat dengan tataran teks

B. Kewajaran ungkapan (dalam arti tidak wajar dan/atau harfiah?


kaku)
C. Peristilahan benar, baku, jelas

Ejaan benar, baku benar, baku

Catatan:
(a) 'lokal maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya
dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase);
(b) 'total' maksudnya menyangkut 75 % atau lebih bila dibanding dengan
jumlah kalimat seluruh teks;
(c) runtut maksudnya sesuai/cocok dalam hal makna;
(d) wajar artinya alami, tidak kaku;

11
Ibid., h. 115.

lviii
'penyimpangan' tidak berarti 'perubahan'. Penyimpangan selalu menyiratkan

kesalahan, sedangkan perubahan tidak

2.2.1.4. Cara Penilaian

Cara penilaian hasil terjemahan ini dapat dilakukan dengan dua cara: cara umum

dan cara khusus. Cara umum adalah cara yang relatif dapat diterapkan pada segala

jenis terjemahan, sedangkan cara khusus terbatas hanya pada terjemahan tertentu.

Machali melakukan penilaian terjemahan ini berangkat dari asumsi bahwa

(1) tidak ada hasil terjemahan yang sempurna, yang berarti tidak ada kehilangan

informasi, pergeseran makna, transposisi, atau modulasi. Dengan istilah lain, tidak

ada complete congruence atau keruntutan sempurna dalam penerjemahan.

Karenanya, terjemahan yang sangat baik pun hanya dikategorikan sebagai

terjemahan 'hampir sempurna; (2) penerjemahan semantik dan komunikatif

adalah penerjemahan yang mereproduksi pesan yang umum, wajar dan alami; (3)

penialaian terjemahan di sini adalah penilaian umum dan relatif.

Menurut Machali, rambu-rambu di atas hanya sebatas pedoman, bukan

'harga mati'. Kemudian, penilaian itu sendiri dapat dilakukan melalui 3 tahap.

Tahap pertama, penilaian fungsional. Artinya, kesan umum untuk melihat apakah

tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak penilaian dapat dilanjutkan pada

tahap berikutnya. Tahap kedua, penialaian terinci berdasarkan segi-segi dan

kriteria di atas. Tahap ketiga, penilaian terinci pada tahap kedua di atas

digolongkan ke dalam skala kontinuum dan dapat diubah menjadi nilai. Untuk

lix
memudahkan penempatan golongan atau kategori, kriteria rinci pada tahap kedua

diwujudkan dalam indikator umum, seperti pada Tabel 2.12

Bedasarkan tabel 2 tersebut, kategori terjemahan dapat dikonversikan

menjadi rentangan nilai yang didasarkan pada prinsip piramida. Artinya, semakin

baik suatu kategori (arahnya semakin ke atas), maka semakin kecil rentangan

angka atau nilainya.

Tabel 2

Kategori Nilai Indikator

Terjemahan hampir 86-90 (A) Penyampaian wajar, hampir tidak terasa sebagai
sempurna karya terjemahan,, tidak ada kesalahan ejaan, tidak
ada kesalahan/ penyimpangan tata bhasa, tidak ada
kekruan pengguanaan istilah
terjemahan sangat baik 76-85 (B) tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan
harfiah yang kaku, tidak ada kekeliruan pengguanaan
istilah, ada satu-dua kesalahan tata bahasa/ejaan
(untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan)
Terjemahan baik 61-75 (C) Tidak akad distorsi makna, tidak ada terjemahan
harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 15 %
dari keseluruhan teks, sehingga tidak terlalu terasa
seperti terjemahan, kesalahan tata bahasa dan idio
relatif tidak lebih dari 15 % dari keseluruhan teks,
ada satu-dua pengguanan istilah yang tidak
baku/umum, ada satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk
bahasa Rab tidak boleh ada kesalahan ejaan)
Terjemahan cukup 46-60 (D) terasa sebagai karya terjemahan, ada beberapa
terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak
lebih dari dari 25 %, ada beberapa kesalahan idiom
dan/tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25 %
dari keseluruhan teks, ada satu-dua pengguanaan
istilah yang tidak baku/ tidak umum atau kurang
jelas.
Terjemahan buruk 20-45 (E) Sangat terasa sebagai karya terjemahan, terlalu
banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif lebih
dari 25 % dari keseluruhan teks), terdapat distorsi
makna dan kekeliruan pengguanaan istilah yang
lebih dari 25 % keseluruahn teks.

Catatan:
Nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen
Istilah 'wajar' dapat dipahami sebagai wajar dan komunikatif' 13

12
Ibid., h. 118
13
Ibid., 120.

lx
2.2.2 Tim Penerjemah Gunadarma

2.2.2.1. Pendahuluan

Menilai terjemahan adalah salah satu aktivitas penting dalam penerjemahan.

Berkualitas tidaknya suatu terjemahan dapat ditentukan melalui penilaian yang

akurat. Ada tiga alasan menilai terjemahan, yaitu untuk melihat keakuratan,

kejelasan, dan kewajaran suatu terjemahan. Keakuratan berarti sejauhmana pesan

dalam naskah sumber (NSu) disampaikan dengan benar dalam naskah sasaran

(NSa). Kejelasan berarti sejauhmana pesan yang dikomunikasikan dalam naskah

sasaran dapat dipahami dengan mudah pembaca sasaran. Makna yang ditangkap

pembaca NSu sama dengan makna yang ditangkap pembaca NSa. Kewajaran

berarti sejauhmana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga

pembaca naskah sasaran terkesan bahwa naskah yang dibacanya adalah naskah

asli yang ditulis dalam bahasanya sendiri. Sesuai dengan tujuan tersebut, ada

beberapa teknik penilaian yang dapat digunakan, yaitu uji keakuratan, uji

keterbacaan, uji kewajaran, uji keterpahaman, terjemahan balik, dan uji

kekonsistenan.14

2.2.2.2. Tujuan Penilaian

Menurut Larson, paling tidak ada tiga alasan menilai terjemahan. Pertama,

penerjemah hendak meyakini bahwa terjemahannya akurat. Terjemahannya

mengkomunikasikan makna yang sama dengan makna dalam NSu. Makna yang

ditangkap pembaca NSu sama dengan makna yang ditangkap pembaca NSa.

14
library.gunadarma.ac.id/files/disk1/5/jbptgunadarma-gdl-course-2004-mashadisai-225-
penerjem-i.doc –(data ini diakses pada tanggal 30 Desember 2007)

lxi
Tidak terjadi penyimpangan atau distorsi makna. Penerjemah perlu meyakini

bahwa dalam terjemahannya tidak terjadi penambahan, penghilangan, atau

perubahan informasi. Dalam usahanya menangkap dan mengalihkan makna NSu

ke NSa, penerjemah bukan tidak mungkin secara tidak sadar menambah,

mengurangi, atau menghilangkan informasi penting.

Kedua, penerjemah hendak mengetahui bahwa terjemahannya jelas.

Artinya, pembaca sasaran dapat memahami terjemahan itu dengan baik. Bahasa

yang digunakan adalah bahasa yang elegan, sederhana, dan mudah dipahami.

Untuk meyakini bahwa terjemahannya dapat dipahami dengan baik, penerjemah

perlu meminta penutur bahasa sasaran (BSa) untuk membaca naskah

terjemahannya agar dapat memberitahukan isi naskah/informasi yang

disampaikan dalam terjemahan itu.

Ketiga, penerjemah ingin menguji apakah terjemahannya wajar.

Terjemahannya mudah dibaca dan menggunakan tata bahasa dan gaya yang wajar

atau lazim digunakan oleh penutur BSa, alami atau tidak kaku. Penerjemah perlu

mengetahui bahwa terjemahannya terasa wajar sehingga pembaca BSa seolah-

seolah membaca karangan yang ditulis dalam bahasanya sendiri, bukan hasil

terjemahan.

2.2.2.3. Teknik Menilai Terjemahan

Sesuai dengan tujuan menilai terjemahan sebagaimana dikemukakan di atas, ada

beberapa teknik terjemahan yang dapat digunakan, yaitu uji keakuratan, uji

kewajaran, uji keterbacaan, terjemahan balik, uji keterpahaman, dan uji

lxii
kekonsistenan.

2.2.2.3.1. Uji Keakuratan


Menguji keakuratan berarti mengecek apakah makna yang dipindahkan dari NSu sama dengan yang di NSa. Tujuan

penerjemah adalah mengkomunikasikan makna secara akurat. Penerjemah tidak boleh mengabaikan, menambah, at`u

mengurangi makna yang terkandung dalam NSu, hanya karena terpengaruh oleh bentuk formal BSa. Untuk menyatakan

makna secara akurat, penerjemah bukan hanya boleh tetapi justru harus melakukan penyimpangan/perubahan bentuk atau

struktur gramatika. Mempertahankan makna ditegaskan oleh Nida dan Taber sebagai berikut:

“… makna harus diutamakan karena isi pesanlah yang terpenting. … Ini


berarti bahwa penyimpangan tertentu yang agak radikal dari struktur
formal tidak saja dibolehkan, tetapi bahkan mungkin sangat diperlukan”.

Tujuan utama uji ini adalah:

1. Mengecek kesepadanan isi informasi. Pengecekan ini dilakukan untuk

meyakini bahwa semua informasi disampaikan, tidak ada yang

tertinggal, tidak ada yang bertambah, dan tidak ada yang berbeda.

2. Setelah semua informasi diyakini telah ada, penerjemah perlu mencari

masalah dalam terjemahan dengan membandingkan NSu dan NSa. Dia

perlu mencatat hal-hal yang perlu dipertimbangkkan ulang. Dia harus

seobjektif mungkin menilai pekerjaannya secara kritis. Pada saat yang

sama, dia harus berhati-hati, jangan sampai ia mengganti sesuatu yang

seharusnya tidak perlu diganti

Teknik yang terbaik dilakukan dalam hal uji keakuratan adalah mengetik

draf dengan dua spasi dan dengan margin lebar, sehingga ada ruang yang dapat

digunakan untuk menulis perbaikan-perbaikan. Maksud uji ini bukanlah

bagaimana akuratnya kita memindahkan bentuk NSu ke NSa, tetapi untuk

lxiii
mengecek apakah makna dan dinamika NSu benar-benar telah dikomunikasikan

dalam terjemahan.

2.2.2.3.2. Uji Keterbacaan

Keterbacaan, atau dalam bahasa Inggris disebut readability, menyatakan derajat

kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Tulisan yang tinggi

keterbacaannya lebih mudah dipahami daripada yang rendah. Sebaliknya, tulisan

yang lebih rendah keterbacaannya lebih sukar untuk dibaca. Keterbacaan

bergantung pada ketegasan dan kejelasan. Ketegasan berhubungan dengan

keterbacaan bahasa, yang ditentukan oleh pilihan kata, bangun kalimat, susunan

paragraf, dan unsur ketatabahasaan yang lain. Kejelasan berhubungan dengan

keterbacaan tata huruf, yang ditentukan oleh besar huruf, kerapatan baris, lebar

sembir, dan unsur tata rupa yang lain.

Uji keterbacaan dilakukan dengan meminta seseorang membaca sebagian

naskah terjemahan dengan keras. Naskah itu haruslah bagian lengkap, yaitu satu

unit. Begitu dia membaca, penilai memperhatikan di mana letak pembaca merasa

bimbang. Kalau ia berhenti dan membaca ulang kalimat itu, harus dicatat bahwa

ada masalah keterbacaan. Kadang-kadang pembaca tampak berhenti dan bertanya-

tanya mengapa dikatakan seperti itu. Adakalanya juga pembaca menyebutkan kata

yang berbeda dengan yang tertulis.

lxiv
2.2.2.3.3. Uji Kewajaran

Maksud uji kewajaran adalah melihat apakah bentuk dan gaya bahasa

terjemahan dapat diterima dengan wajar oleh pembaca sasaran. Pembaca tidak

merasa “asing” ketika membacanya. Pengujian ini harus dilakukan oleh penilai

yang sudah menghabiskan waktunya untuk membaca seluruh terjemahan dan

membuat komentar dan saran-saran yang diperlukan. Akan lebih baik jika

penilaian dilakukan oleh orang yang memiliki keterampilan menulis yang baik

dalam bahasa sasaran. Beberapa di antaranya mungkin dwi bahasawan dalam BSu

dan BSa. Penilai terfokus pada tingkat kewajaran dan bagaimana meningkatkan

kewajaran dan gaya bahasa terjemahan.

2.2.2.3.4. Uji Keterpahaman

Keterpahaman, atau dalam bahasa Inggris disebut comprehensibility berarti bahwa

terjemahan yang dihasilkan dapat dimengerti dengan benar oleh penutur BSa atau

tidak. Uji keterpahaman ini terkait erat dengan masalah kesalahan referensial yang

mungkin dilakukan oleh penerjemah. Kesalahan referensial adalah kesalahan yang

menyangkut fakta, dunia nyata, dan proposisi, bukan menyangkut kata-kata

Uji jenis ini dilakukan dengan meminta orang menceritakan ulang isi

terjemahan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai

terjemahan itu. Uji keterpahaman menyangkut pengujian terhadap NSa, bukan

pengujian terhadap responden. Para responden perlu diberitahukan bahwa tes itu

bukan untuk mengetes kemampuannya, tetapi untuk mentes keterpahaman

terjemahan. Tes itu bukan tes kemampuan, bukan pula menguji ingatan

responden. Tes itu semata-mata untuk melihat apakah terjemahan itu dapat

lxv
dipahami oleh pembaca sasaran atau tidak.

2.2.2.3.5. Terjemahan Balik

Cara lain menilai berhasil tidaknya suatu terjemahan adalah melalui terjemahan

balik. Tujuan utama terjemahan balik adalah untuk mengetahui apakah makna

yang dikomunikasikan sepadan dengan makna dalam NSu atau tidak, bukan pada

kewajaran terjemahan.

Teknik terjemahan balik adalah meminta orang lain yang menguasai BSu

dan BSa menerjemahkan balik naskah terjemahan ke dalam BSu. Dia

melakukannya tanpa membaca NSu. Penerjemahan balik ini memungkinkan

penerjemah mengetahui apa yang ia komunikasikan. Terjemahan balik berbeda

dengan menerjemahkan. Dalam menerjemahkan, penerjemah menggunakan

bentuk wajar dan jelas; dalam penerjemahan balik, bentuk literal (harfiah)

digunakan untuk menunjukkan struktur naskah terjemahan. Terjemahan balik

tidak menilai kewajaran, tetapi pada kesepadanan makna.

2.2.2.3.6. Uji Kekonsistenan

Uji kekonsistenan sangat diperlukan dalam hal-hal yang bersifat teknis. Duff

menegaskan bahwa tidak ada aturan baku mengenai bagaimana cara yang terbaik

menyatakan ungkapan BSu. Namun, dapat dicatat bahwa ada beberapa kelemahan

yang harus dihindari. Salah satu kelemahan itu adalah ketidakkonsistenan.

NSu biasanya memiliki istilah kunci yang digunakan secara berulang-ulang. Jika

NSu panjang atau proses penyelesaian terjemahan memakan waktu lama, maka

lxvi
ada kemungkinan terjadinya ketidakkonsistenan penggunaan padanan kata untuk

istilah kunci.15

2.2.3. Ismail Lubis

2.2.3.1. Pendahuluan

Ismail Lubis termasuk di antara sederetan nama kritikus terjemahan di Indonesia.

Bahkan, berbeda dengan kritikus lainnya, Ismail menjadikan Terjemahan Al-

Quran Departemen Agama terbitan tahun 1990 sebagai bahan kritikannya. Dia

berupaya untuk mengkritisi terjemahan tersebut melalui disertasinya.

Ismail melihat bahwa terjemahan Al-Quran versi Departemen Agama

terbitan 1990 banyak mengandung kesalahan menurut tata bahasa Indonesia. Hal

ini terjadi karena cara menerjemahkan yang adakalanya hanya sebatas

mendatangkan sinonim dan makna leksikal. Tidak dengan memakai kalimat

efektif atau ungkapan yang lazim dan baku dalam bahasa penerima.

Ismail menegaskan bahwa penerjemah hendaknya dapat menyampaikan

pesan-pesan yang terdapat dalam bahasa sumber secara efektif. Oleh karena itu,

penerjemah harus mampu menyusun kalimat yang efektif dalam bahasa penerima

yang dipakainya.16

2.2.3.2. Metode Kritik dan Penilaian

Kritik terhadap terjemahan Al-Quran ini, menurutnya, perlu dilakukan

15
Ibid.
16
Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Quran (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2001), h. 24.

lxvii
demi menemukan ketepatan makna yang terkandung di dalamnya. Di sisi lain,

keberadaan Al-Quran yang merupakan kitab suci yang berfungsi sebagai

pembimbing dan petunjuk bagi umat Islam, menjadi dasar utama bagi Ismail

untuk mencari terjemahan Al-Quran yang betul-betul akurat dan sesuai dengan

kaidah bahasa Indonesia. Karena itu, metode yang dipergunakan Ismail untuk

mengkritisi terjemahan Al-Quran tersebut adalah metode linguistik yang

mengangkat tataran sintaksis dan kalimat efektif sebagai 'pisau' analisisnya.17

2.2.3.3. Identifikasi Falsifikasi Terjemahan

Ismail menyebutkan sejumlah kesalahan yang terdapat Terjemahan Al-Quran

tersebut, di antaranya:

1. penggunaan kata yang berlebihan;

2. pengguanan frasa yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia;

3. pengguanaan bentuk superlatif yang berlebihan dalam kalimat

terjemahan;

4. ketidaktepatan penggunaan preposisi, seperti preposisi daripada;

5. banyak kalimat yang taksa atau ambigu;

6. dan lain-lain.

Akan tetapi, di antara sejumlah kesalahan yang terdapat dalam terjemahan

Al-Quran tersebut, diselesaikan oleh Ismail dengan cara menjaringnya menjadi

beberapa jaringan: (1) jaringan pleonasme; (2) jaringan gramtika; (3) jaringan

diksi; (4) jaringan idiom. Kemudian, Ismail menguraikan keempat jaringan

tersebut seperti di bawah ini.


17
Ibid., h. 27

lxviii
1. Jaringan pleonasme, (pemakaian kata-kata yang berlebihan dalam

terjemahan), meliputi: saling tuduh menuduh, jika seandainya, kalau

sekiranya, kemauan hawa nafsu, dan sebagainya.

2. Jaringan gramatika, (pemakaian kata yang tidak sesuai dengan gramatika

bahasa Indonesia), yang dibatasi hanya pada penyalahgunaan preposisi

daripada.

3. Jaringan diksi, (pilihan kata yang tepat dalam terjemahan) meliputi:

berjalan di atas perut, mempusakai wanita, menceduk seceduk tangan, dan

sebagainya.

4. Jaringan idiom atau ungkapan idiomatis, (bentuk bahasa berupa gabungan

kata yang maknanya tidak dapat dijabarkan dari unsur pemmbentuknya),

meliputi: pertanggungan jawab tentang, berdasar ilmu pengetahuan,

disebabkan sumpahmu, dan sebagainya.

2.2.3.4. Kalimat Efektif dalam Terjemahan

Di antara ciri terjemahan yang baik adalah terjemahan yang mempergunakan gaya

bahasa dan kalimat efektif. Oleh karena itu, penggunaan kalimat efektif dalam

terjemahan oleh Ismail sangat diutamakan. Tidak heran jika dalam menilai dan

mengritisi terjemahan, Ismail menggunakan standar kalimat efektif. Kaitan

dengan kalimat efektif, Ismail memakai strandar kalimat efektif yang ciri-cirinya

dijabarkan oleh Widyamartaya dalam bukunya Seni Menerjemahkan.18 Ciri-ciri

kalimat efektif yang dimaksud adalah sebagai berikut.

18
Ibid. h. 34.

lxix
1. Mengandung kesatuan gagasan

Sebuah kalimat dianggap memiliki kesatuan gagasan apabila (1) memiliki

subjek atau predikat yang jelas; (2) tidak rancu, mengandung pleonasme atau

tautologi, dan membenarkan apa yang sudah benar; (3) ditandai dengan

pengguanaan tanda yang tepat dan sesuai kaidah yang telah disepakati.

2. Mampu mewujudkan koherensi yang baik dan kompak

Kalimat yang mampu mewujudkan koherensi yang baik biasanya ditandai

dengan (1) penggunaan kata ganti (pronomina) yang tepat; (2) penggunaan

kata depan (preposisi) yang benar.

3. Memperhatikan paralelisme

Yang dimaksud paralelisme adalah penggunaan bentuk gramatikal yang sama

untuk unsur-unsur kalimat yang sama menurut fungsinya. Jika satu gagasan

dinyatakan dengan menggunakan kata kerja berawalan me-, maka kata kerja

yang paralelkan harus berawalan me- pula.

4. Memperhatikan asas kehematan

Menurut Ismail seperti yang dikutip dari Widyamartaya, penerjemah harus

memperhatikan efisiensi kata. Sebab, dalam penerjemahan tidak setiap kata

harus diterjemahkan apabila memiliki maksud dan tujuan yang sama. Dalam

petikan ayat ‫?ت‬B)?$)‫ا‬ ‫*ا‬10F‫@*ا و‬3w C‫ی‬X)‫ا‬, tidak mesti diterjemahkan

"orang-orang yang beriman dan orang-orang yang mengerjakan perbuatan

saleh."

Namun, dalam mengkritik hasil terjemahan, Ismail tidak memberikan

penilaian secara matematis atau persentase. Artinya, dia tidak memberikan

lxx
penilaian seperti yang dilakukan Rochayah Machali. Ismail hanya menunjukkan

kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam terjemahan Al-Quran sekaligus

memberikan alternatif pembenarannya yang didasarkan pada kaidah kalimat

efektif dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2.2.4 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto

2.2.4.1. Pendahuluan

Banyak metode penelitian yang bisa digunakan di dalam meneliti karya

terjemahan, tetapi yang jelas, semua metode ini bersifat deskriptif, bisa dalam

kategori ancangan kualitatif maupun kuantitatif, tergantung tujuan penelitiannya.

Sebuah penelitian yang ingin mencari korelasi antara latar belakang, pengetahan,

jenis kelamin, serta pengalaman penerjemahan dengan kualitas atau jenis

kesalahan penerjemahan dilakukan dengan ancangan kuantitatif serta menerapkan

rumus perhitungan koefisien korelasi.

2.2.4.2. Teknik Penilaian

Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto berpendapat bahwa penilaian

terhadap hasil atau kualitas terjemahan dapat dilakukan dengan banyak cara. Di

antara cara yang banyak dipakai adalah (1) membandingkan teks BSu dengan teks

BSa; (2) menerjemahkan balik; (3) melakukan prosedur cloze; (4) menguji

pemahaman dan pesan oleh pembaca teks BSa; (5) membandingkan pemahaman

dan pesan yang diperoleh oleh pembaca BSu dan pembaca teks BSa.19

19
Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan
Penuntun Praktis Menerjemahkan (Yogyakarta:Kanisius, 2003), h. 176.

lxxi
2.2.4.3. Membandingkan Teks BSu dengan BSa

Setiap kalimat BSu dibandingkan dengan kalimat BSa. Di samping itu, peneliti

dapat menganalisis makna dan pesan dalam BSu yang tidak tersmpaikan dalam

BSa. Tentunya, peneliti harus menguasai betul BSu dan BSa.

2.2.4.4. Menerjemahkan Balik

Yang dimaksud menerjemahkan balik (back translation) adalah menerjemahkan

kembali secara harfiah BSa ke dalam BSu. Apabila teks BSu dan teks hasil

terjemahan balik memiliki pesan yang sama, maka terjemahan tersebut dapat

dikatakan sebagai terjemahan yang baik.

Menurut Suryawinata dan Hariyanto, sebenarnya, merjemahkan balik

hanya bersifat aproksimasi (sesuatu yang mendekati), dan ketepatannya tidak

dapat diukur dengan suatu tolak ukur yang jelas dan baku. Terjemhan adalah

suatu proses yang uni-directional. Artinya, menuju satu arah: dari teks BSu ke

BSa. Karena itu, apabila kemudian BSa pertama diterjemahkan lagi, maka

hasilnya tidak lain adalah BSa kedua, dan hasilnya tidak sama dengan BSu

semula.

2.2.4.5. Melakukan Prosedur Cloze

Prosedur ini dilakukan dengan cara mengambil sepenggal teks BSa. Kemudian,

teks tersebut dihilangkan satu kata setiap hitungan kata tertentu (misalnya kata

dalam hitungan kesepuluh). Setelah itu, tempat-tempat yang kosong itu diisi

lxxii
kembali. Apabila hasilnya baik, maka terjemahan tersebut dianggap baik pula

karena memiliki tingkat keterbacaan yang sangat tinggi.

2.2.4.6. Menguji Pemahaman Pembaca BSa

Untuk menguji pemahaman pembaca BSa dapat dilakukan dengan cara menyuruh

seseorang untuk membaca BSa. Setelah itu, pemahaman pembaca tersebut dapat

diukur dengan cara menanyakan maksud isi teks yang dibacanya. Apabila teks

tersebut dapat dipahami, maka terjemahan tersebut dapat dikatakan baik.

2.2.4.7. Membandingkan Pemahaman Pembaca BSu dan BSa

Cara yang terakhir ini dapat dilakukan dengan cara menyuruh dua orang pembaca.

Satu adalah pembaca BSa dan satu lagi pembaca BSu. Setelah keduanya

membaca teksnya, kemudian pemahaman mereka masing-masing

diperbandingkan. Apakah hasilnya sama atau tidak. Jika sama, maka itu

menunjukkan hasil terjemahan yang berterima.20

Cara-cara tersebut bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Karenanya,

Suryawinata dan Hariyanto menyarankan bahwa seorang peneliti atau kritikus

terjemahan harus memiliki sejumlah persyaratan, di antaranya: (1) menguasai BSu

dan BSa; (2) mengetahui teori penerjemahan; (3) menguasi bidang ilmu yang

diterjemahkan. Berdasarkan pertimbangan ini, peneliti atau kritikus mungkin dari

kalangan (1) agen terjemahan; (2) penerbit karya terjemahan; (3) klien

terjemahan; (4) pemerhati masalah terjemahan.

Berikutnya, Suryawinata dan Hariyanto mengutip pendapat Newmark

bahwa sebuah kritik terjemahan yang komprehensif harus mencakup lima hal: (1)

20
Ibid. h. 177.

lxxiii
analisis singkat teks BSu dengan penekanan pada maksud penulisan serta aspek

fungsional; (2) interpretasi penerjemah terhadap tujuan teks BSu, metode

penerjemahan, dan pembaca teks BSa; (3) perbandingan yang selektif dan

representatif dari bagian teks BSu dan teks BSa; (4) evaluasi terjemahan; (5)

apabila memungkinkan, peran budaya karya terjemahan yang diktitisi tersebut di

dalam budaya atau disiplin ilmu di dalam konteks BSa.

2.4.5 Benny Hoedoro Hoed

Hoed menuturkan bahwa betul-salah dalam penerjemahan bersifat relatif. Karena

itu, menurut Hoed, dapat dibayangkan menilai sebuah terjemahan yang sifatnya

relatif itu. Dalam hal ini, ia mengadopsi pendapat Newmark yang menyebutkan

bahwa cara menilai terjemahan itu ada empat jenis.21 Berikut keempat jenis

penilaian Newmark, sebagaimana yang dikutip oleh Hoed.

1. Translation as a Science.

Dari sisi ini, benar dan salah terjemahan dinilai dari sisi kebahasaan murni.

Artinya, kesalahan dalam suatu terjemahan dilihat dari sisi ini bersifat "mutlak".

mencontohkan Uncle Tom's Cabin diterjemahan menjadi Kabin Paman Tom.

Menurutnya, kesalaham dalam menerjemahan frasa Uncle Tom's Cabin menjadi

Kabin Paman Tom tidak bisa ditolelelir. Sebab, cabin di situ berarti 'gubuk' atau

'pondok'. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia, kabin bermakna 'kamar kapal'

atau 'bagian pesawat terbang tempat para penumpang'. Oleh sebab itu, dilihat dari

sisi Translation as Science terjemahan frasa di atas salah.22

2. Translation as a Craft.
21
Benny Hodoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 2000), h.
91.
22
Ibid.

lxxiv
Dilihat dari sisi ini, terjemahan dipandang sebagai hasil suatu kiat. Artinya, upaya

penerjemahan untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek

kewajaran dalam Bsa. Demikian pendapat Newmark sebagaimana yang dikutip

Hoed. Oleh sebab itu, oleh bahasa menjadi sesuatu yang penting untuk

mewujudkan hasil terjemahan yang betul-betul wajar. Dalam arti, terjemahan

tidak terasa sebagai bahasa Indonesia yang berstruktur asing, kaku, dan

sebagainya. Dan, yang paling membedakan antara Translation as Craft dengan

pandangan Translation as Science adalah dalam penilaian terjemahan ini, tidak

lagi dibicarakan betul dan salah. Di sinilah hasil terjemahan dapat dinilai sebagai

sesuatu yang lebih baik.23

3. Translation as an Art

Dalam pandangan ini, suatu terjemahan lebih erat berhubungan nilai estetis.

Maksudnya, penerjemahan tidak saja merupakan proses pengalihan pesan, tetapi

juga sebagai penciptaan yang biasanya terjadi pada penerjemahan sastra atau

tulisan yang bersifat liris.24 Untuk kasus ini, mengambil salah satu kasus

penerjemahan ungkapan bahasa Inggris To be or not to be yang oleh sebagain

penerjemah di Indonesia diterjemahkan ada atau tidak ada. Padahal, makna

ngkapan tersebut menurut, lebih dari makna yang tertulis. Karena itu, ungkapan

tersebut lebih baik tidak diterjemahkan sebagai bentuk decentering.25

4. Translation as an Taste

23
Ibid., h. 93.
24
Ibid., h. 94.
25
Decentering adalah upaya sengaja memperkenalkan unsur khas dari teks sumber
kepada pembaca bahasa sasaran. Dalam penerjemahan bahasa Arab, kasus ini seperti istilah hadis
hasan. Istilah hadis hasan ini tidak dapat diterjemahkan menjadi hadis yang baik karena istilah itu
telah menjadi istilah tersendiri yang harus diperkenalkan kepada pembaca.

lxxv
Selanjutnya, pandangan terjemahan dari sisi ini bersifat personal. Artinya, pilihan

terjemahan lebih cenderung kepada pertimbangan selera penerjemah. Karena itu,

tidak dapat dipermasalahkan apabila kata however diterjemahkan menjadi namun

atau akan tetapi. Sebab, pertimbangannya lebih kepada selera penerjemah itu

sendiri. Namun dengan catatan kedua terjemahan itu tidak berakibat pada

perbedaan makna atau konotasi yang berbeda.

Model Penilaian

Keempat pandangan terjemahan di atas dapat diposisikan dalam satu continuum

yang berkisar dari 'non-pribadi' ke 'pribadi'. Jadi apabila digambar akan menjadi

gambar di bawah ini.

Gambar 1

Continuum peran pribadi penerjemah

'sangat kecil' sangat besar'

A  Peran pribadi penerjemah dalam memilih padanan  B

'science' 'craft' 'art' 'taste'

[kebahasan murni] [retorika bahasa]

1 2 3 3

Contoh: Contoh: Contoh: Contoh: 915 = 228,75 = 76,25


4 3
80 x 6 = 480 75 x 3 = 225 80 x 2 = 160 50 x 1 = 50

Catatan:

- Nilai = 0 – 100

- Nilai untuk kolom 2 sampai dengan 4 diberikan berdasarkan

pertanggungjawaban penerjemah

lxxvi
- Nilai yang diberikan kepada setiap kelompok berdasarkan persentase.

Jadi, kolom 1 = 80, artinya 80% dari semua kasus translation of science

adalah benar, kolom 3 = 80 artinya 80% dari semua kasus translation as an art

dapat dipertanggungjawabkan.26

2.4.6 Moch. Syarif Hidayatullah

Menurut Hidayatullah, penilaian terhadap suatu terjemahan penting sekali

dilakukan. Sementara itu, tujuan penilaian itu sendiri adalah mengetahui kualitas

hasil terjemahan. Menurutnya, penilaian terjemahan selain dapat dilakukan secara

langsung mengamati dan membacanya secara cermat, juga dapat dilakukan

dengan cara memberi penilaian secara matematis. Meski hasil terjemahan itu

bersifat relatif, tetapi penilaian secara matematis perlu dilakukan misalnya untuk

memberi penilaian kepada hasil terjemahan para mahasiswa. Tentunya, penilaian

seperti ini juga dapat diterapkan kepada hasil terjemahan yang masuk pada suatu

penerbit, dengan tujuan menguji kelayakan terbit. 27

Adapun pedoman penilaian Hidayatullah secara jelas akan dipaparkan

pada Bab III Kerangka Teori mengingat teorinyalah yang akan dipergunakan

sebagai alat analis dalam penelitian ini.

26
Ibid., h. 97.
27
Moch. Syarif Hidayatullah adalah salah seorang penerjemah berpengalaman yang
menjadi staf pengajar di UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan
Tarjamah. Dalam hal ini Penulis termasuk salah satu mahasiwa yang selalu mengikuti
perkuliahannya. Sekarang ini, ia sekaligus menjadi dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini.
Sementara itu, teori penilaian di atas Penulis peroleh dari hasil wawancara dengannya yang
dilakukan pada tanggal 19 Mei 2008 di ruang kuliah kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

lxxvii
2.7. Sintesis Pustaka

Dari pembahasan pustaka di atas, dapat diketahui bahwa setiap tokoh memiliki

cara yang berbeda dalam menilai hasil terjemahan. Namun, tujuan penilaian itu

sendiri tentunya sama, yaitu mengetahui kualitas suatu terjemahan. Mereka

menilai terjemahan ada yang bersifat matematis, ada pula yang tidak. Penilaian

yang dilakukan dengan cara matematis seperti yang dilakukan oleh Rochayah

Machali, Benny Hoedoro Hoed, dan Moch. Syarif Hidayatullah. Sementara itu,

penilaian yang tidak dilakukan secara matematis seperti yang dilakukan oleh

Zuchridin Suryawinata, Sugeng Hariyanto, A. Widyamartaya, Ismail Lubis, Tim

Penerjemah Gunadarma. Akan tetapi, model penilaian masing-masing tokoh di

atas pastinya memiliki tingkat kerumitan dan kemudahan yang berbeda.

lxxviii
BAB III

KERANGKA TEORI

3.17. Pengantar

Meskipun praktik penerjemahan dengan pengertian tertentu telah dilakukan orang sejak

lama, bidang ilmu ini masih dianggap baru. Karena itu, Penulis memandang perlu

menjelaskan ihwal penerjemahan ini. Selain itu, pemahaman tentang masalah ini sangat

penting untuk memberikan arah kepada peminat atau peneliti dunia penerjemahan.

Pembahasan ini juga sekaligus menjadi kerangka teori dalam penelitian ini. Namun,

mengingat dunia penerjemahan cukup luas, Penulis membatasi pembahasan ini pada hal

tertentu saja, antara lain definisi terjemahan, proses penerjemahan, terjemahan ideal,

kendala penerjemahan, dan asumsi dalam penerjemahan.

Kemudian, kerangka teori tentang penilaian penerjemahan ini akan mengacu

kepada teori yang dikemujakan oleh dosen pembimbing skripsi ini, yaitu Moch. Syarif

Hidayatullah, yang sekilas terorinya telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Penulis

memilih teori yang dijemukakan oleh Hidayatullah ini dengan pertimbangan praktis dan

matematis. Oleh karena itu, kualitas suatu hasil terjemahan dengan teori Hidayatullah ini

akan dapat diketahui dengan cepat dan mudah.

3.18. Hakikat Penerjemahan

Banyak sekali definisi tentang terjemahan yang dikemukakan oleh para ahli. Tentunya,

banyaknya definisi tentang terjemah ini mencerminkan bahwa terjemah merupakan

ranah kajian yang tidak dapat dianggap mudah. Mengingat definisi ini sangat banyak,

Penulis hanya akan menyebutkan beberapa definisi saja.

lxxix
Istilah terjemah itu dipungut dari bahasa Arab, tarjamah. Menurut Didawi,

bahasa Arab sendiri memungut kata tersebut dari bahasa Armenia, tarjuman. Kata

turjuman sebentuk dengan tarjaman dan tarjuman yang berarti orang yang

mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa yang lain.28

Sementara itu, secara terminologis, menerjemah didefinisikan sebagai

mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan

memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu.

Definisi tersebut diperoleh dari pernyataan berikut ini.

.]A‫?ﺹ‬a3‫ و‬b(%?`3 Y(0R‫?ء ﺏ‬+*)‫ ا‬Y3 /c) C3 "7‫م أ‬6‫ آ‬O@`3 CF "(>`D)‫ا‬
Definisi di atas pada dasarnya sama dengan definsi yang dikemukakan

oleh Benny Hoed. Namun, secara lebih rinci, tokoh ini membedakan pula

penerjemah dan juru bahasa. Berikut kutipannya.


Kata terjemah berasal dari bahasa Arab tarjamah yang maknanya adalah
ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa lain. Sementara itu,
penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari satu
teks suatu bahasa ke dalam teks bahasa lain. Dalam hal ini teks yang
diterjemahkan disebut teks sumber (TSu) dan bahasanya disebut bahasa
sumber (BSu), sedangkan teks yang disusun oleh penerjemah disebut teks
sasaran TSa dan bahasanya disdbut (BSa). Hasil dari kegiatan
penerjemahan yang berupa TSa disebut terjemahan, sedangkan
penerjemah adalah orang yang melakukan kegiatan penerjemahan.29

Menurut Hoed, penerjemah adalah orang yang melakukan kegiatan

penerjemahan secara tertulis, sedangkan juru bahasa adalah orang yang

melakukan penerjemahan secara lisan. Dalam bahasa Inggris, penerjemah disebut

translator, sementara juru bahasa disebut interpreter.30

28
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 7.
29
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemah dan Kebudayaan (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
2006), h. 23.
30
Ibid.

lxxx
Namun, beberapa definisi di atas pada hakikatnya sesuai dengan apa yang

telah dipaparkan oleh Moeliono. Menurutnya, penerjemahan merupakan kegiatan

mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang sedekat-

dekatnya dan sewajar-wajarnya di dalam bahasa penerima. Idealnya terjemahan

tidak akan dirasakan sebagai karya terjemahan, tetapi untuk memproduksi amanat

itu diperlukan penyesuaian gramatis dan leksikal.31

3.19. Proses Penerjemahan

Menerjemahkan bukanlah menuliskan pikiran-pikiran sendiri, betapa pun baiknya.

Selain itu, menerjemahkan bukan pula menyadur saja dengan pengertian

mengungkapkan kembali amanat dari suatu karya dengan meninggalkan detail-

detailnya tanpa harus mempertahankan gaya bahasanya dan tidak harus ke dalam

bahasa lain.32 Di samping mengetahui apa itu menerjemahkan dan bagaimana

hasil terjemahan yang baik, seorang penerjemah juga harus mengetahui bahwa

kegiatan menerjemahkan itu kompleks, merupakan suatu proses yang terdiri dari

serangkaian kegiatan. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa menerjemahkan

merupakan kegiatan yang harus melewati proses.

Mengutip pendapat Suryawinata, proses penerjemahan adalah suatu model

yang menerangkan proses pikir (internal) yang dilakukan penerjemah pada saat

melakukan penerjemahan. Sekilas penerjemahan merupakan sesuatu yang mudah

31
Syhabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 10.
32
Harimurti Kridalaksana menyebutkan bahwa yang dimaksud penyaduran adalah
pengalihbahasaan secara bebas suatu wacana ke dalam bahasa sasaran dengan jalan menyingkat,
mengubah tokoh-tokohnya, mengganti latar sosial budayanya, dan sebagainya.

lxxxi
dan dilakukan tanpa proses.33 Proses ini sering digambarkan dalam gambar

berikut.

Teks BSu Teks BSa

Gambar 2.

Gambar di atas bertujuan untuk menjelaskan bahwa penerjemah langsung

menuliskan kembali teks BSu dalam teks BSa. Sekilas memang begitu

tampaknya. Contohnya: ‫رس‬A3 ?%‫أ‬ diterjemahkan menjadi 'Saya seorang dosen.'

Tampaknya menerjemahkan kalimat di atas sangat mudah dan tanpa

proses. Penerjemahan pun berlangsung satu arah. Akan tetapi, bagaimana jika kita

diberi kalimat yang lebih panjang dan rumit?

‫"ن‬a)‫ ا‬u$D@3 X@3 ‫"ت‬3 A^ /(‫دﺏ‬8‫ ا‬/fU@)‫ن ا‬o‫"اف ﺏ‬DFS‫ ا‬C3 A‫ ﺏ‬6+ _‫ ﺙ‬C3‫( و‬2)
O)‫و‬8‫ ا‬/(0)?`)‫"ب ا‬B)‫ا‬/‫?ی‬U% O)‫" إ‬0D2‫ وﺕ‬/i1Dj3 ‫"ات‬Di‫ ا{ن ﺏ‬OD‫ ﺡ‬C3?:)‫ا‬
Dalam menerjemahkan kalimat (2) ini, kita tidak bisa secepat

menerjemahkan kalimat (1). Kita harus lebih hati-hati untuk mendapatkan makna

dan padanan kalimat tersebut dengan segala cara.

Dari sinilah muncul pertanyaan apakah kalimat pertama diterjemahkan

tanpa proses. Jawabannya tentu tidak. Pada saat diterjemahkan, kedua kalimat

tersebut mengalami proses. Hanya saja kalimat (1) diterjemahkan dengan proses

begitu cepat, sementara proses penerjemahan kalimat (2) cukup lambat. Kaitan

dengan proses penerjemahan ini, ada beberapa tokoh yang mengajukan

33
Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan
Penuntun Praktis Menerjemahkan (Yogyakarta:Kanisius, 2003), h. 17.

lxxxii
pendapatnya, di antaranya Nida dan Taber. Kedua tokoh ini menggambarkan

proses penerjemahan sebagai berikut.

bentuk teks BSu bentuk teks BSa

analisis restrukturisasi

isi teks BSu transfer isi teks BSa

Gambar 3

Dalam proses ini terdapat tiga tahap: analisis; transfer; restrukturisasi.

Dalam tahap analisis, penerjemah menganalisis teks BSu dalam hal (a) hubungan

gramatikal yang ada dan (b) makna kata dan rangkaian kata-kata untuk memahami

makna dan isi kalimat secara keseluruhan. Hasil tahap ini adalah makna Bsu yang

telah dipahami, ditransfer di dalam pikiran penerjemah dari Bsu ke dalam Bsa.

Setelah itu, dalam tahap restrukturisasi, makna tersebut dituangkan kembali dalam

BSa sesuai dengan kaidah atau aturan yang ada dalam Bsa.

Proses di atas tampak cukup rumit, tetapi sebenarnya cukup mudah

dipahami dan dipraktikkan. Meskipun begitu, Suryawinata berusaha memperjelas

skema itu menjadi sebagai berikut.

lxxxiii
evaluasi dan revisi

teks terjemahan teks terjemahan


dalam Bsa dalam Bsa

proses eksternal
analisis restrukturisasi
proses internal

konsep, makna, transfer konsep, makna,


pesan dari BSu padanan pesan dalam BSa

Gambar 4

Lebih lanjut skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tahap analisis dan pemahaman

Dalam tahap ini, struktur lahir dianalisis menurut hubungan gramatikal, sesuai

makna atau kombinasi kata, makna tekstual dan kontekstual. Inilah yang sering

disebut proses transformasi balik.

Tahap transfer

Dalam tahap ini, materi yang sudah ada dianalisis dan dipahami maknanya diolah

oleh penerjemah dalam pikirannya, kemudian dituangkan ke dalam BSa. Namun,

dalam tahap ini belum dihasilkan rangkaian kata; semuanya hanya terjadi pada

benak penerjemah.

lxxxiv
Tahap restrukturisasi

Dalam tahap ini, penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan, dan

struktur kalimat yang tepat dalam BSa sehingga isi, konsep, makna, dan pesan

yang ada dalam BSu dapat disampaikan sepenuhnya dalam BSa.

Tahap evaluasi

Setelah diperoleh hasil terjemahan dalam BSa, hasil tersebut dievaluasi atau

dicocokkan kembali dengan teks aslinya. Apabila dirasa kurang padan, maka

revisi dapat dilakukan.34 Pada praktiknya, keempat tahap ini terkadang

berlangsung dengan cepat dan terkadang sangat lambat.

Selain Nida dan Taber, Larson juga mengajukan model proses

penerjemahan. Model tersebut secara garis besarnya sama, tetapi terlihat lebih

sederhana dari yang diajukan Nida dan Taber.

BSu BSa

TSu TSa

menemukan makna makna mengungkapkan makna

Gambar 5

Menurut Larson, penerjemahan itu terdiri dari mempelajari dan

menganalisis kata-kata, struktur gramatikal, situasi komunikasi dalam teks BSu,

dan konteks budaya untuk memahami makna yang ingin disampaikan oleh teks

BSu. Ini sama persis dengan tahap analisis menurut Nida dan Taber. Kemudian,

makna yang telah dipahami tadi diungkapkan kembali dengan menggunakan

34
Ibid., h. 19.

lxxxv
kosakata dan struktur gramatikal BSa yang baik dan cocok dengan konteks

budaya BSa. Proses ini sama dengan proses restrukturisasi Nida dan Taber. Yang

berbeda adalah tahap transfer. Larson tidak mengemukakan secara terpisah tahap

ini. Akan tetapi, dari uraian dan skema di atas, tahap ini jelas ada.

Kemungkinannya, Larson menganggap bahwa setiap penerjemahan meniscayakan

adanya tahap transfer.35 Akan tetapi, Said menganggap bahwa skema yang

dikemukakan oleh Larson kurang terperinci. Oleh sebab itu, ia mencoba

memperincinya menjadi sebagai berikut.

BAHASA SUMBER BAHASA SASARAN

TSu TSa

leksikon struktur konteks konteks


(kata) gramatikal situasi budaya

konteks konteks leksikon struktur


situasi budaya (kata) gramatikal

analisis makna mengungkapan


makna kembali

pemahaman transfer
makna makna

MAKNA

Gambar 6

35
Ibid., h. 21.

lxxxvi
Berikutnya, tokoh yang mengajukan proses penerjemahan selain ketiga

tokoh di atas adalah Dr Ronald H. Bathgate. Dalam karangannya yang berjudul A

Survey of Translation Theory Ronald menjelaskan tujuh unsur, langkah, atau

bagian integral dari proses penerjemahan. Oleh karena itu, teori Ronal-lah yang

dianggap paling lengkap dan paling populer di kalangan sarjana yang mengampu

bidang penerjemahan.36 Ketujuh proses penerjemahan yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

1. tuning (penjajagan)

2. analysis (penguaraian)

3. understanding (pemahaman)

4. termonology (peristilahan)

5. restructuring (perakitan)

6. cheking (pengecekan)

7. discussion (pembicaraan)

Di dalam bukunya, Ronald menyodorkan ketujuh langkah penerjemahan itu

sebagai satu model, di samping model-model yang telah dijabarkan oleh para ahli

lainnya. Secara spesifik, Ronald menamai ketujuh langkah penerjemahannya ini

sebagai model operasional.37

3.20. Terjemahan Ideal

Penerjemahan adalah proses mengalihkan makna dari bahasa sumber (BSu) ke

bahasa sasaran (BSa). Tentunya, penerjemah berusaha menghasilkan terjemahan

36
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 15.
37
Ibid., h. 18

lxxxvii
yang optimal dan ideal. Untuk itu, diperlukan pula metode penerjemahan yang

tepat.38 Sementara itu, berkenaan dengan metode penerjemahan, Newmark telah

mengajukan dua kelompok metode yang masing-masing kelompok tersebut

memiliki empat metode: Kelompok metode pertama memberikan penekanan pada

bahasa sumber; sementara kelompok metode kedua memberikan penekanan pada

bahasa sasaran. Delapan metode yang diajukan Newmark tersebut adalah

penerjemahan kata-demi-kata, penerjemahan harfiah, penerjemahan setia,

penerjemahan semantis, pendrjemahan adaptasi, penerjemahan bebas,

penerjemahan idiomatik, penerjemahan komunikatif.39 Namun, menurut

Suryawinata, di antara kedelapan metode tersebut, metode yang dianggap tepat

untuk menghasilkan terjemahan yang baik dan ideal, termasuk untuk

menerjemahkan ungkapan idiomatis, adalah metode penerjemahan semantis dan

kominikatif. Dengan demikian, terjemahan yang baik dan ideal adalah terjemahan

yang memiliki ciri-ciri kedua metode tersebut. Secara teoritis, kedua metode ini

cukup sulit dibedakan, tetapi pada praktiknya, kedua metnde ini seringkali

dipergunakan secara bersamaan. Oleh karena itu, Zuchridin Suryawinata dan

Sugeng Hariyanto mencoba membedakan keduanya sebagai berikut.40

38
Sudarya Permana, "Penerjemahan Ungkapan Idiomatis Berdasarkan Metode Semantis-
Komunikatif," artikel ini diakses pada 15 September 2007 dari http://
www.depdiknas.go.id/jurnal/59/j59_04.pdf
39
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 48
40
Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan
Penuntun Praktis Menerjemahkan (Yogyakarta:Kanisius, 2003), h. 54.

lxxxviii
Tabel 3
Perbandingan Metode Penerjemahan Semantik dan Komunikatif

Metode Penerjemahan Semantis Metode Penerjemahan Komunikatif


• Berpihak pada penulis asli • Berpihak pada pembaca Bsa
• Mengutamakan proses berpikir penulis • Mengutamakan maksud penulis Bsu
Bsu
• Mengutamakan penulis Bsu sebagai • Mementingkan pembaca Bsa agar bisa
individu memehami pikiran dan kandungan budaya
Bsu
• Berorientasi pada struktur semanatis • Berorientasi pada pengaruh teks terhadap
dan sintaktik Bsu. Sedapat mungkin pembaca Bsa. Ciri-ciri formal.
mempertahankan panjang kalimat
• Setia pada penulis asli Bsu lebih • Setia pada pembaca Bsa, lebih luwes
harfiah
• Informatif • Efektif (mengutamakan penciptaan efek
pada pembaca)
• Biasanya lebih kaku, lebih kompleks, • Lebih mudah dibaca, lebih luwes, lebih
lebih terperinci, tetepi lebih pendek mulus, lebih sederhana, lebih jelas, lebih
dari Bsu panjang dari Bsu
• Bersifat pribadi • Bersifat umum
• Terikat pad BSu • Terikat pada Bsa
• Lebih spesiifik daripada teks asli • Menggunakan kata-kata yang lebih umum
daripada kata-kata tek asli
• Kesan yang dibawa lebih mendalam • Kurang mendalam
• Lebih “jelek” daripada teks asli • Mungkin lebih bagus daripada teks asli
karena adanya penekanan bagian teks
tertentu atau usaha memeperjelas bagian
teks tertentu
• Abadi, tidak terikat oleh waktu dan • Terikat konteks, waktu penerjemahan dan
tempat tempat pembaca Bsa
• Luas dan universal • Khusus untuk pembaca tertentu dengan
tujuan tertentu
• Ketepatan adalah keharusan • Tidak harus tepat (kata dan gaya) asalkan
pembaca mendapat pesan yang sama
• Penerjemahan tidak boleh • Penerjemah boleh memperbaiki atau
memeperbaiki atah membetulkan meningkatkan logika kalimat yang jelek
logika atau gaya kalimat Bsu
• Kesalahan di dalam teks Bsu harus • Kesalahan dalam BSu dapat langsung
ditunjukkan pada catatan kaki dibetulkan dalam Bsa
• Targetnya adalah terjemahan yang • Targetnya adalah terjemahan yang
benar memuaskan
• Unit penerjemahannya cenderung kata, • Unit penerjemahan biasanya kalimat atau
sanding kata dan klausa sanding klausa paragraf
• Dapat digunakan untuk semua jenis • Dapat digunakan untuk teks yang bersifat
teks ekspresif umum, tidak ekspresif
• Penerjemahan adalah seni • Penerjemahan adalah keterampilan
• Karya satu orang • Mungkin juga karya sebuah tim

lxxxix
• Sesuai dengan pendapat kaum relativis • Sesuai dengan pendapat universalis bahwa
bahwa penerjemahan sempurna tidak penerjemahan sempurna masih mungkin
mungkin
• Mengutamakan makna • Mengutamakan pesan

Selain pendapat di atas, Abdurrahman Suparno mengemukakan bahwa

khusus untuk terjemahan yang berbahasa sumber Arab, terjemahan yang baik

adalah terjemahan yang memenuhi kritreria sebagai berikut:

a. menggunakan kalimat yang pendek. Tigapuluh sampai empatpuluh lima

perkalimat labih dari mencukupi;

b. menghilangkan kata mubazir;

c. singkat, simpel, dan langsung bisa dipahami;

d. menghindari bahasa yang sulit dipahami. Sekalipun ada, harus disertai dengan

makna atau penjelasan;

e. membebaskan diri dari fi'l mâdhi dan mudhâri' jika tidak diperlukan;

f. tidak mengulang-ulang kata yang sama;

g. mematuhi EYD yang benar;

h. kata bervariatif;

i. tidak terpengaruh oleh struktur asing.41

3.21. Kendala dalam Penerjemahan

Benny Hoed menyebutkan bahwa penerjemahan merupakan kegiatan satu arah.

Ini berarti teks sumber hanya ada bila ada kegiatan penerjemahan dan

penyususnan teks sasaran dikendalai oleh adanya sebuah TSu. Oleh karena itu,

kendala utama dalam penerjemahan adalah perbedaan sistem dan struktur antara

41
Abdurrahman Suparno dan Mohammad Azhar, Mafaza:Pintar Menerjemahkan Bahasa
Arab-Indonesia (Yogyakarta: Absolut, 2005), h. 15.

xc
BSu dan BSa. Dalam konteks ini, Nida menyebutkan bahwa kendala dalam

penerjemhan adalah perbedaan dalam empat hal: (1) bahasa; (2) kebudayaan

sosial; (3) kebudayaan religi; (4) kebudayaan materiil.42 Sementara itu, secara

lebih luas Alfon Taryadi mengemukakan bahwa kendala sekaligus problema

dalam dunia penerjemahan ada lima hal:

1. perbedaan sistem dan struktur antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran;

2. problema dalam pemahaman teks pada konteks tempat teks itu; diproduksikan

(faktor penulis) dan ditafsirkan (faktor pembaca);

3. tidak ada kebudayaan yang sama;

4. bagaimana menilai terjemahan sebagai solusi problem komunikasi;

5. kendala kualitas dan kendala sosial dalam dunai penerjemahan di Indonesia.43

3.22. Asumsi dalam Penerjemahan

Syihabuddin mengemukakan bahwa dalam bidang ilmu dikenal asumsi-asumsi

yang dijadikan pedoman dan arah oleh orang yang melakukan aneka kegiatan

ilmiah pada bidang tersebut. Demikian pula dalam bidang ilmu terjemahan

dikenal asulsi-asumsi yang merupakan cara kerja, pengalaman, keyakinan, dan

pendekatan yang dianut oleh para peneliti, praktisi, dan pengajar dalam

melakukan berbagai kegiatannya. Bahkan, penerjemah yang tidak memiliki latar

belakang pendidikan formal pun, tetapi dibesarkan oleh pengalamannya, dapat

terjun ke dunia penerjemahan.

42
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemah dan Kebudayaan (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
2006), h. 24.
43
Ibid. h. 7.

xci
Sebagai sebuah asumsi, pernyataan-pernyataan berikut ini terbuka untuk

dikritik dan dibantah karena dianggap belum teruji keadaannya sebagai sebuah

prinsip atau teori. Di samping itu, asumsi ini pun dapat diterapkan dalam

menerjemahkan teks tertentu, tetapi tidak mungkin diterapkan dalam teks lain.44

Di antara asumsi itu yang berlaku dalam kegiatan penerjemahan, baik pada

bidang teori, praktik, pengajaran, maupun evaluasi terjemahan, adalah sebagai

berikut.

1. Penerjemahan merupakan kegiatan yang kompleks. Artinya, bidang ini

menuntut keahlian penerjemah yang bersifat multidisipliner. Artinya,

kemampuan dalam bidang teori menerjemah, penguasaan bahasa sumber dan

bahasa sasaran berikut kebuada`nnya secara sempurna, pengetahuan tentang

berbagai bidang ilmu, dan kemampuan berpikir yang kreatif.

2. Budaya suatu bangsa berbeda dengan budaya bangsa lain. Oleh karenanya,

bahasa suatu bahasa pun berbeda dengan bahasa yang lain. Dengan demikian,

ekuivalensi antara keduanya merupakan kegiatan utama yang dilakukan

seorang penerjemah.

3. Penerjemah berkedudukan sebagai komunikator antara pengarang dan

pembaca. Dia sebagai pembaca yang menyelami makna dan maksud teks

sumber, sekaligus sebagai penulis yang menyampaikan pemahamannya

kepada orang lain melalui sarana bahasa supaya orang lain itu memahaminya.

Penerjemah berada pada titik pertemuan antara antara maksud penulis dan

44
Syhabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 16.

xcii
pemhaman pembaca. Dengan begitu, penerjemah berpedoman pada

pemakaian bahasa yang komunikatif.

4. Terjemahan yang baik adalah terjemahan yang benar, jelas, dan wajar.

Benar berarti makna yang terdapat dalam bahasa sumber sama dengan makna

dalam bahasa sasaran. Jelas berarti terjemahan itu mudah dipahami,

sedangkan wajar berarti terjemahan itu tidak terasa sebagai terjemahan dan

bahasanya mengalir secara ilmiah.

5. Terjemahan bersifat otonom. Artinya, terjemahan hendaknya dapat

menggantikan teks sumber atau teks terjemahan itu memberikan pengaruh

yang sama kepada pembaca seperti pengaruh yang ditimbulkan dalam teks

sumber.45

6. Penerjemah dituntut untuk menguasai pokok bahasan, pengetahuan tentang

bahasa sumber, pengetahuan tentang bahasa sasaran. Di samping itu, di pun

dituntut untuk bersikap jujur atau tidak khianat dan berpegang pada landasan

hukum.

7. Pengajaran menerjemah dituntut untuk mengikuti landasan teoritis

penerjemhan dan kritik terjemahan.

3.23. Peran Diksi dalam Penerjemahan

Seperti yang telah dikemukakan bahwa teori yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah teori dan metode penilaian Moch. Syarif Hidayatullah. Namun, di

antara poin penilaian yang dipergunakannya adalah diksi. Oleh karena itu,

Penulis tentu mengurai sekilas tentang diksi yang tentunya sangat erat dalam

45
Ibid. h. 17.

xciii
proses penerjemahan. Dalam pembahasan diksi ini, Penulis akan mengutip

pendapat yang dikemukan Putrayasa.

Menurut Putrayasa, diksi atau pilihan kata sangat erat kaitannya dengan

penyususnan kalimat efektif.46 Di sisi lain, terjemahan yang baik itu di antaranya

disajikan dalam kalimat yang efektif. Dengan demikian, untuk menghashlkan

terjemahan yang baik, penerjemah harus menguasai betul masalah disksi ini.

Lebih jauh Putrayasa menjelaskan bahwa di samping pemilihan kata-kata yang

mementhi isoformisme, juga harus diperhatikan hal-hal berikut.

A. Pemakaian Kata Bersinonim dan Berhomofon

Pada praktiknya, kata yang bersininim ada yang saling menggantikan dan

ada yang tidak. Karena itu, penerjemah harus jeli dalam menempatkan

kata dalam suatu kalimat. Contohnya, kata dasar, pokok, asas dan prinsip

memiliki makna sinonimi. Akan tetapi, penempatannya tidak dapat

dipertukarkan begitu saja. Contoh dalam kalimat seperti:

- Jagung merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.

- Dasar negara Indonesia adalah Pancasila.

Kata pokok dan dasar dalam kedua kalimat di atas tidak dapat

dipertukarkan.

B. Pemakaian Kata Bermakna Denotasi dan Konotasi

Menurut Putrayasa, sebuah kata yang hanya mengacu kepada makna

konseptual atau makna dasar berfungsi denotative. Kata lain kecuali

denotasi juga merupakan gambaran tambahan yang mengacu kepada nilai

dan rasa berfungsi konotatif. Oleh karena itu, sebuah kata akan dinilai

46
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif, (Bandung: Rafika Aditama, 2007), h. 7.

xciv
tinggi, baik, sopan, lucu, biasa, rendah, kotor, porno atau sakral

bergantung kepada masyarakat pemakainya. Contoh kata wafat, gugur,

meninggal, mati , tewas, binasa, mampus memiliki konotasi yang berbeda.

C. Pemaikaian Kata Umum dan Kata Khusus

Putrayasa menjelaskan, perbedaan ruang lingkup acuan makna suatu kata

terhadap kata lain menyebabkan lahirnya istilah umum dan khusus.

Semakin luas ruang lingkup acuan makna sebuah kata, semakin umum

pula sifatnya. Seballiknya, semajin sempit ruang lingkup acuan maknanya,

makin khusus pula sifatnya. Intinya, kata umum itu memberikan gambaran

yang kurang jelas, sedangkan kata khusus memberikan yang jelas. Karena

itu, seorang penerjemah harus menguasai betul makna sebuah kata, apakah

bersifat umum atau khusus. Berikut ini beberapa contoh kata yang

memiliki makna umum khusus. Kata bunga merupakan kata umum,

sementara kata khusus dari kata tersebut di antaranya, melati, mawar,

anggrek, dan kamboja.

D. Pemakaian Kata-kata atau Istilah Asing

Penggunaan kata atau istilah asing dalam suatu kalimat dapat memberikan

nuansa tersendiri. Contohnya kata konspirasi memiliki nuansa politik

daripada kata tipu daya. Namun, penggunaan kata-kata asing ini ada juga

yang menolak di antaranta atas pertimbangan tinggi rendahnya

kemampuan serta kemahiran dalam bahasa sendiri. Akan tetapi, dalam

proses penerjemahan penggunaan kata asing inh terkadang diperlukan

xcv
untuk kepentingan decentering, artinya upaya sengaja untuk

memperkenalkan kekhasan yang ada dalam bahasa sumber kepada

pembaca bahasa sasaran. Contohnya istilah yang tidak dapat

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah hadis hasan menjadi

hadis baik, karena telah menjadi istilah tersendiri dalam disiplin ilmu

hadis

E. Pemakaian kata Abstrak dan Konkret

Kata abtrask adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep,

sementara kata konkret adalah kata yang mempunyai referen berupa objek

yang dapat diamati.47 Dalam pengguanaan kata abstrak dan konkret ini,

Putrayasa mencontohkan deengan kalimat berikut ini.

- keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat butuk.

- Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru, cacingan, dan

kekurangan gizi.

Dari contoh di atas, kita dapat melihat bahwa kalimat pertama

menggunakan kata-kata yang abstrak, kemudian pada kalimat kedua

dijelaskan ddngan memberikan contoh-contoh penyakit yang diderita

anak-anak di desa tersebut.

F. Pemakaian Kata Populer dan Kajian

Penggunaan kata popular akan mudah dipahami oleh masyarakat daripada

kata-kata kajian. Penggunaan kata bertentangan, misalnya, akan lebih

mudah dipahami masyarakat secara umum daripada kata kontradiksi.

Karena itu, seorang penerjemah harus menyesuaikan istilah yang

47
Ibid., hlm. 15.

xcvi
dipergunakannya, berdasarkan segmen pembaca hasil terjemahannya.

Untuk kalangan intelektual, penerjemah diperbolehkan menggunakan

istilah kajian. Akan tetapi, jika hasil terjemahan untuk dikonsumsi

masyarakat umum, termasuk masyarakat awam, maka penggunaan istilah

popular lebih diutamakan.

G. Pemakaian Jargon, Kata Percakapan, dan Slang

Dalam tulisan-tulisan formal, penggunaan kata-kata yang tidak baku

termasuk jargon, bahasa percakapan, dan slang harus dihindari kcuali jika

mengahruskan kata-kata itu muncul. Contohnya, kata asoy, capek deh,

selangit, mana tahan dan sebagainya, kerap menjadi istilah sehari-hari di

masyarakat. Akan tetapi, kata-kata tersebut jangan pergunakan dalam

ragam bahasa resmi atau tulis.

H. Bahasa Prokem

Bahasa prokem adalah bahasa sandi yang digemari dan dipakai di

kalangan remaja tertentu.48 Beberapa kata di bawah ini merupakan bahasa

prokem tersebut.
bokap 'bapak'
nyokap 'ibu'
cuek 'tidak acuh'
doi 'dia'

Demikianlah Putrasyasa menjelaskan diksi atau pilihan kata dalam

penyusunan kalimat efektif dalan suatu karangan. Tentunya, diksi ini juga

memiliki peran yang besar dalam proses penerjemahan.

3.24. Kritik dan Penilaian Penerjemahan

48
Ibid., h.17

xcvii
Hoed mengemukakan bahwa betul salah dalam penerjemahan bersifat relatif.

Lebih luas lagi, pendapat senada juga dikemukakan Machali dalam bukunya

Pedoman bagi Penerjemah. Menurutnya, penilaian penerjemahan berangkat dari

asumsi berikut. Pertama, tidak ada penerjemahan yang sempurna, yang berarti

dalam teks Bsa itu sedikit pun tidak ada kehilangan informasi, pergeseran makna,

transposisi ataupun modulasi. Dengan kata lain, tidak ada complete congruence

atau keruntutan sempurna dalaam penerjemahaan. Oleh karena itu, hasil

terjemahan yang paling baik pun harus diartikan ‘hampir sempurna’ bukan

‘sempurna’. Kedua, penerjemahan semantik dan komunikatif adalah reproduksi

pesan yang umum, wajar dan alami dalam BSa; (3) penilaian penerjemahan kerap

dilakukan adalah penilaian umum dan relatif. Dengan demikian, rambu-rambu

yang telah dikemukakannya pun, menurut Machali, hanyalah pedoman bukan

'harga mati'. Artinya, bukan standar mutlak yang tidak dapat diubah.

Oleh karena itu, menurut Hoed, dapat dibayangkan betapa sulitnya menilai

hasil terjemahn yang bersifat relatif. Namun, Hidayatullah memberikan solusi

untuk menyikapi masalah penilaian hasil terjemahan yang sifatnya relatif itu. Ia

berusaha menyederhanakan model penilaian yang dilakukan oleh para tokoh lain.

Di samping itu, penilaian terjemahan dapat dilakukan secara matematis dan

praktis. Artinya dapat diterapkan dengan mudah. Teori penilaian Hidayatullah

inilah yang akan dipergunakan penulis dalam mengalisis hasil terjemahan

Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî ini. Sementara itu, model penilaian Hidayatullah

dapat diuraikan pada pebahasan berikut ini.

Seperti yang telah dipaparkan bahwa penilaian terhadap suatu terjemahan,

menurut Hidayatullah, penting sekali dilakukan. Penilaian ini bertujuan menguji

xcviii
kualitas hasil terjemahan. Ia menambahkan bahwa penilaian terjemahan selain

dapat dilakukan secara langsung mengamati dan membacanya secara cermat, juga

dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian secara matematis. Meski hasil

terjemahan itu bersifat relatif, tetapi penilaian secara matematis perlu dilakukan

misalnya untuk memberi penilaian kepada hasil terjemahan para mahasiswa.

Tentunya, penilaian seperti ini dapat diterapkan kepada terjemahan yang masuk

pada suatu penerbit, dengan tujuan menguji kelayakan terbit.

Pedoman penilaian yang dikemukakan Hidayatullah secara ringkas dapat

disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4

Aspek Kesalahan Ketentuan

kata, frasa, klausa, atau kalimat penting yang tidak dikurangi 10

diterjemahkan

terjemahan yang pesannya salah dikurangi 5

kesalahan diksi, kolokasi, konstruksi/komposisi, tata bahasa dikurangi 1

(struktur), atau ejaan

Catatan:

1. Penilaian pada hasil terjemahan yang telah berbentuk buku dapat dilakukan

dengan cara mengambil beberapa halaman.

2. Setiap lembar halaman terjemahan diberi skor awal 100.

3. Setelah itu, hitunglah skor kesalahan sesuai dengan kategori dalam tabel.

4. Jumlahkan semua skor kesalahan dalam setiap halaman yang dinilai.

5. Skor awal setiap halaman dikurangi skor kesalahan.

xcix
6. Skor setiap halaman dijumlahkan, lalu dibagi dengan jumlah halaman.

7. Hasilnya skor rata-rata yang merupakan nilai keseluruhan dari terjemahan

yang dinilai.

Akan tetapi, bentuk penilaian di atas baru hanya penilaian yang sifatnya

internal. Artinya, penilaian yang dilakukan terhadap terjemahannya saja.

Sementara itu, Penulis dalam penelitian ini tidak hanya melakukan penilaian

terhadap hasil terjemahan yang sifatnya internal saja, tetapi juga sekaligus

penyajian hasil terjemahan itu sendiri yang sifatnya eksternal. Dalam hal ini

adalah bentuk buku terjemahannya. Sebab, sebagus apa pun isi sebuah buku,

tetapi tidak disajikan dengan baik, maka tetap buku tersebut tidak akan menarik.

Karena itu, Penulis selain akan menilai aspek internal buku terjemahan

Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî ini juga sekaligus aspek eksternalnya.

Adapun yang menjadi standar kritik eksternal adalah Buku Pintar

Penerbitan Buku yang diterbitkan oleh penerbit Grasindo. Akan tetapi, penulis

membatasi penilaian eksternal ini pada aspek sistematika dan artistiknya saja.

Dalam masalah sistematika, dalam buku tersebut dipaparkan bahwa sebuah buku

biasanya terdiri dari praise, isi, dan pascaisi.

Praisi

1. Halaman Kulit Depan

2. Halaman Prancis

3. Halaman Hak Cipta

4. Halaman Judul Utama

5. Halaman Hak Cipta

6. Halaman Persembahan

c
7. Halaman Moto

8. Daftar Isi

9. Daftar Tabel

10. Daftar Singkatan/Akronim

11. Daftar Lambang

12. Daftar Gambar/Foto/Ilustrasi/Grafik

13. Prakata/Kata Sambutan/Sekapur Sirih

14. Kata Pengantar

Isi

15. Pendahuluan

16. Bab-bab

17. Catatan Kaki/Catatan

18. Daftar Kata Asing

19. Daftar Istilah

Pascaisi

20. Daftar Pustaka

21. Lampiran

22. Indeks

23. Biografi Singkat

24. Halaman Kulit Belakang

Demikian gambaran singkat sistematika buku secara umum yang dijadikan

standar penerbitan buku di penerbit Grasindo.49 Poin-poin itulah yang akan

49
Tim Grasidno, Buku Pintar Penerbitan Buku (Jakarta: Grasindo, 2006), h. 78.

ci
dikritisi Penulis dalam menilai buku terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî

ini.

cii
BAB IV

IHWAL HADIS

4.1. Pengantar

Seperti yang telah dikemukkan bahwa objek penelitian ini adalah terjemahan

Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî, sebuah kitab hadis yang diringkas oleh

Nashiruddin Al-Albani dari kitab aslinya Shahîh Al-Bukhârî. Oleh karena itu,

pada bab ini, Penulis akan mengupas sekilas tentang wawasan hadis terutama

yang erat kaitan dengan buku terjemahan ini. Namun, perlu kembali ditekankan

bahwa yang menjadi pusat penelitian Penulis bukan pada kritik hadisnya,

melainkan pada hasil terjemahannya. Di sini, Penulis hanya ingin mengaitkan

suatu bidang keilmuan dengan bidang keilmuan lain, yang dalam hal ini adalah

bidang penerjemahan dan bidang keilmuan hadis. Dengan demikian, tentu dalam

pembahasan ini tidak selengkap dalam penelitian yang fokusnya pada kritik hadis

itu sendiri. Penulis sekadar menyajikan sebagian pengantar ilmu hadis, seperti

definisi hadis, fungsi hadis, kriteria hadis sahih, ditambah pembahasan pengenalan

terhadap Al-Bukhari dan Nashiruddin Al-Albani.

4.2. Definisi Hadis

Kedudukan hadis dalam penetapan hukum Islam dan pengaruhnya dalam

kehidupan kaum muslimin mulai dari masa Nabi Saw., para sahabat, tabiin, tabiit

tabiin sampai sekarang merupakan kebenaran yang diterima oleh umat Islam yang

tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Oleh karena itu, sebelum Penulis

ciii
menerangkan lebih jauh apa hakikat dari hadis itu sendiri, Penulis akan

menguraikan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh bebdrapa tokoh dan

ahli hadis.

Kata hadis berasal dari bahasa Arab; al-hadîs; jamaknya al-ahâdis, al-

hidsân, dan al-hudsân.50 Secara etimologis, kata hadis memilikh banyak arti, di

antaranya: (1) al-jadîd (yang baru), (2) al-khabar (berita). Sementara itu, secara

terminologis, hadis diberi pengertian yang berbeda-beda oleh para ulama.

Menurut Ibn al-Subkiy (w. 771/ 1370), hadis atau as-sunnah adalah segala sabda

dan perbuatan Nabi Muhammad Saw. Dalam hal ini, Ibnu As-Subki tidak

memasukkan taqrîr Nabi sebagai bagian dari rumusan definisi hadis. Alasannya,

taqrîr telah tercakup dalam af'âl. Oleh karena itu, apabila kata taqrîr dinyatakan

secara eksplisit maka rumusan definisi akan menjadi ghair mâni'.51

Hadis menurut istilah syariat ialah segala sesuatu yang bersumber dari

Nabi Saw. dalam bentuk ucapan, perbuatan, dan penetapan.52 Adapun menurut

bahasa hadis adalah sesuatu yang baru.53 Sementara itu, menurut istilah ulama

ushul fikih, hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw. selain dari

Al-Quran, baik perbuatan, perkataan, taqrîr yang baik untuk menjadi dalil bagi

hukum syar'i.54
) secara harfiah berarti perkataan atau p‫ی‬A||B)‫ا‬Hadis (bahasa Arab:

percakapan. Dalam terminologi Islam perkataan yang dimaksud adalah perkataan

Nabi Muhammad Saw.. Namun, seringkali kata ini mengalami perluasan makna

50
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 26.
51
tidak terhindar dari sesuatu yang tidak didefinisikan
52
Yazid bin Abdul Qadir, Kedudukan As-Sunah dalam Syariat Islam (Bogor: Pustaka At-
Taqwa, 2005), h. 10.
53
Ibid.,
54
Ibid.,

civ
sehingga disinonimkan dengan sunah sehingga bisa berarti segala perkataan

(sabda), perbuatan, ketetapan, maupun persetujuan dari Nabi Muhammad Saw.

yang dijadikan ketetapan hukum dalam agama. Selain itu, hadis sebagai sumber

hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber

hukum dibawah Al-Qur'an.55

Tidak ketinggalan ahli fikih juga mendefinisikan bahwa hadis adalah

segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Saw. yang hukumnya tidak fardhu dan

tidak wajib, yakni sunnah.

Hadis atau Sunah yang dibawakan oleh ahli hadis antara lain:56

Hadis qauli (hadis dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi Saw.

yang ada hubungannya dengan tasyrî'.

Hadis fi'li (hadis yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi Saw.

yang diberitakan oleh para sahabat, seperti tentang wudu, salat, haji dan lain-lain.

Hadis taqrîri ialah segala perbuatan sahabat yang diketahui oleh Nabi Saw. dan

beliau membiarkan dan tidak mengingkarinya (sebagai tanda setuju).

4.3. Fungsi Hadis

Sebelumnya, Penulis sudah menguraikan pengertian hadis dan Sunah menurut

para ahli hadis. Sementara itu, menurut ulama hadis, pengertian hadis dan Sunah

itu sama, yaitu yang terdiri dari empat hal: perkataan, perbuatan, ketetapan dan

sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. Berikutnya, menurut ulama hukum Islam, antara

sunnah dan hadis Nabi Saw. itu berbeda. Sunah hanya meliputi tiga aspek, yaitu

perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Saw., sedangkan sifat-sifat Nabi itu
55
http://kebunhikmah.com/article-detail.php?artid=201
56
Yazid bin Abdul Qadir, Kedudukan as-Sunah dalam Syariat Islam (Bogor: Pustaka At-
Taqwa, 2005), h. 11-12.

cv
masuknya ke dalam hadis. Dalam hal ini, Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa

hadis dan Sunah berbeda. Setiap sunah adalah hadis dan tidak semua hadis adalah

sunah. Terminologi yang digunakan Imam Asy-Syafi’i ini kemudian digunakan

oleh orang-orang sekarang, yakni semua hadis sahih adalah sunnah.

Mengenai kedudukan dan fungsi Sunah, ada tiga fungsi sunah atau hadis

dalam ajaran Islam. Pertama, sebagai penjelas terhadap Al-Quran. Contoh, kalau

ada orang yang hanya mempelajari Al-Quran dan tidak mau mempelajari sunah

maka dari mana ia mengetahui bahwa salat zuhur itu empat rakaat. Ternyata tidak

ada keterangan dalam Al-Quran mengenai salat zuhur empat rakaat, tawaf tujuh

kali dan seterusnya. Kedua, hadis adalah sebagai pendukung terhadap ketetapan

dalam Alquran. Contoh, Al-Quran secara tegas mengharamkan riba. Lalu,

datanglah hadis-hadis yang mengharamkan riba.

Ketiga, hadis sebagai sumber hukum Islam. Hadis adalah sumber hukum

kedua setelah Al-Quran. Banyak hadis menjelaskan sesuatu yang tidak disebut

dalam Al-Quran. Salah satunya adalah tentang dihalalkannya memakan daging

binatang yang disebut dhabb. Dulu, banyak yang menerjemahkan dhabb dengan

biawak, padahal ternyata jauh berbeda dengan biawak karena di Indonesia jarang

ada. Penetapan halalnya binatang dhabb ini adalah berdasarkan hadis Nabi Saw.

Selain itu, masih banyak lagi fungsi hadis yang lain di antaranya sebagai

berikut.

Memperkuat dan menegaskan hukum yang ada dalam Al-Quran.

Contoh, perintah salat, puasa, haji, dan zakat. Lalu, ditegaskan kembali oleh hadis

berikut :

cvi
"Islam itu didirikan atas lima pondasi. Pertama, bersaksi bahwa tidak

ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan salat,

menunaikan zakat, mengerjakan haji, dan puasa pada bulan Ramadhan." (HR Al-

Bukhari dan Muslim)

Memberikan penjelasan terhadap Al-Quran. Contoh, kasus li'an dalam

surah ke 24 ayat 6-9. "Orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal

mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri maka kesaksian

orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah. Sesungguhnya dia

tdrmasuk orang-orang yang benar."

Selain itu, beberapa ahli hadis ada yang menyebutkan mengenai lima

fungsi hadis yang utama, yaitu:

1. Penguat dan penyokong hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Quran

seperti dalam perkara pengsyariatan salat, puasa, dan haji.

2. Pengurai dan penafsir ayat-ayat Alquran yang umum, seperti memperjelas

cara pelaksanaan salat, kaidah jual beli, menunaikan zakat dan haji.

Perkara-perkara tersebut hanya disebutkan secara umum dalam Al-Quran.

3. Menjadi keterangan tasyrî’ yaitu menentukan suatu hukum yang tidak ada

dalam Al-Quran, seperti dalam hal memakan hewan yang ditangkap oleh

pemburu.

4. Menasakh hukum yang terdapat dalam Al-Quran. Sementara itu, sebagian

ahl ar-ra’y berpandangan bahwa hadis yang dapat menasakh hukum

cvii
Alquran itu mestilah sekurang-kurangnya bertaraf mutawatir, masyhûr

ataupun mustafîdh.

5. Menerangkan ayat yang telah dinasakh dan ayat mana yang telah

dimansukh.

Jadi, Penulis menyimpulkan bahwa kedudukan dan fungsi hadis adalah

sebagai sumber hukum kedua setelah Alquran. Fungsinya adalah sebagai penjelas

dan penguat hukum yang ditetapkan dalam Al-Quran. Selain itu, juga sebagai

sumber hukum yang berdiri sendiri yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran.

4.4. Kriteria Hadis Sahih

Sebagai hukum kedua setelah Al-Quran posisi hadis sangat vital dalam

menentukan suatu hukum. Oleh karena itu, hadis harus berkedudukan sahih, yang

artinya sehat tanpa cacat. Di sini Penulis akan menguraikan beberapa definisi

hadis sahih.

Hadis sahih adalah hadis yang memenuhi empat syarat. Pertama,

diriwayatkan dengan sanad yang bersambung, mulai dari perawi sampai kepada

Rasulullah Saw.. Sanad itu sendiri artinya silsilah keguruan. Contoh, Imam Al-

Bukhari menulis kitab Al-Jâmi’ Ash-Sahîh yang kemudian dikenal dengan S hah îh

Al-Bukhârî. Al-Bukhari itu sendiri merupakan nama suatu tempat yang sekarang

dikenal dengan Uzbekistan.

Selain itu, Imam Al-Bukhari berguru kepada para rawi yang sanad-nya

sampai kepada Rasulullah Saw. Oleh karena itu, antara Al-Bukhari dengan

gurunya, guru Al-Bukhari dengan gurunya, dan seterusnya harus bersambung, dan

cviii
bertemu. Kalau ada keterputusan maka hadisnya menjadi lemah. Contohnya, hadis

yang terputus sanadnya adalah hadis mengenai kedatangan Nabi ketika hijrah lalu

disambut dengan thala’al badru ‘alaina. Hadis ini tidak bisa digunakan sebagai

sumber hukum karena lemah.

Contoh lain, kita sering mendengar hadis bahwa mencintai dunia itu

pangkal segala kejahatan. Memang dari segi substansi benar, tetapi dari segi

silsilah sanad hadis ini mengalami keterputusan. Hadis ini diriwayatkan oleh

Hasan Al-Bashri, seorang tabi’in langsung kepada Nabi Saw.

Kedua, jumlah orang-orang yang membenttk silsilah keguruan atau sanad

yang kemudian disebut rawi, masing-masing harus adil dan dhabit. Adil syaratnya

lima. (1) muslim (2) berakal (3) baligh (4) tidak suka bermaksiat (5) menjaga

martabat atau muru'ah. Yang terakhir ini artinya adalah menjaga diri dari hal-hal

yang dapat merusak martabat meskipun tidak berdosa secara syara’. Hal itu

berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang lain. Kalau ada periwayat hadis

yang melakukan hal-hal yang merusak martabat mereka maka hadisnya tidak bisa

dikatakan sahih.

Menurut Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami, kalau berita-berita yang

kita terima dari koran-koran dan televisi itu diuji dengan laboratorium ilmu hadis

maka tidak ada berita yang sahih, berita sejarah pun tidak ada yang sahih.

4.5 . Mengenal Al-Bukhari dan Al-Jâmi' Ash-Sha hîh

Imam Al-Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya

adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin

cix
Bardizbeh Al-Ju'fiy Al-Bukhari. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Bukhari.

Pemilik Al-Jâmi’ Ash-Sahîh ini lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13

Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang

masih beragama Zoroaster. Akan tetapi, Mughirah telah memeluk Islam di bawah

asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Al-Bukhari penuh

dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, dia juga tidak dapat melihat

karena buta. Namun ibunya senantiasa berusaha dan berdoa untuk

kesembuhannya. Dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun

matanya sembuh total.

Imam Bukhari adalah ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli hadis

sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu

Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan, dalam kitab-kitab fikih dan

hadis, hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi. Sebagian ulama menyebut Al-

Bukhari dengan julukan Amir Al-Mukminin fi Al-Hadîs (Pemimpin Kaum

Mukmin dalam Ilmu Hadis). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia

merujuk kepadanya.

Selian itu, tempat lahirnya kini termasuk wilayah Rusia, yang pada saat

itu memang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Islam sesudah

Madinah, Damaskus, dan Baghdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-

filosof besar seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan, ulama-ulama besar seperti

Zamakhsari, Al-Durdjani, Al-Bairuni, dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia

Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet

(Rusia), tetapi menurut Alexandre Benningsen dan Chantal Lemercier Quelquejay

cx
dalam bukunya Islam in the Sivyet Union (New York, 1967), pemeluk Islam

masih berjumlah 30 Milliun. Jadi, daerah itu merupakan daerah yang pemeluk

Islam-nya nomor lima terbesar di dunia setelah Indonesia, Pakistan, India dan

Cina.

Imam Al-Bukhari dengan bermodalkan akhlak mulia, hidup zuhud, wara',

ikhlas, dan tawakkal, serta kecerdasan intelektual dan keseriusannya, akhirnya

berhasil menjadi pakar hadis peringkat teratas di zamannya dan menjadi panutan

ahli-ahli hadis yang lahir sesudahnya. Oleh karena itu, belasan karya ilmiah yang

ditulisnya lalu diwariskan, salah satunya adalah Al-Jâmi' Ash -Shah îh yang kita

kenal dengan Sha hîh Al-Bukh ârî. Kitab Al-Jâmi' Ash -Shah îh oleh pengarangnya

sendiri disebut:

b@@‫_ وﺱ‬1‫ وﺱ‬b(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬t‫*ر رﺱ*ل ا‬3‫ أ‬C3 "$Dj0)‫ ا‬A@20)‫ ا‬r(B$)‫ ا‬Y3?R)‫ا‬
b3?‫وأی‬
Penamaan tersebut maksudnya adalah kitab yang memuat hadis-hadis

sahih yang mencakup berbagai bidang dan masalah. Selain itu, rangkaian

sanadnya benar-benar bersambung sampai kepada Rasulullah Saw.

Al-Bukhari membagi kitabnya menjadi beberapa bab yang disebutnya

yang dibagi lagi menjadi beberapa pasal yang ‫|*ء‬#*)‫|?ب ا‬D‫'آ‬kitab', seperti

. Selain ‫|*ء‬#*)‫ ﺏ|?ب اﺱ|>?غ ا‬, dan ‫*ء‬#*)‫; ا‬f+ ‫ﺏ?ب‬disebutnya 'bab', seperti
itu, kitab tersebut terdiri dari 97 bab (kitab) dan 3450 pasal (bab).57

Shahîh Al-Bukh ârî merupakan kitab utama yang berupaya hanya

menghimpin hadis-h`dis sahih. Selain itu, isinya memuat 9.082 buah hadis

57
Majalah Al-Insan N0. 2 Vol. 1 2005. h. 25.

cxi
termasuk yang mukarrar (hadis yang terulang penyebutannya). Jumah ini

merupakan hasil penyaringan Imam Al-Bukhari kurang lebih dari 600.000 hadis

yang diselesaikannya dalam waktu 16 tahun.58

Imam Al-Bukhari dalam menyusun kitabnya berdasarkan sistematika kitab

fikih. Al-Bukhari selain dikenal sebagai seorang ulama hadis, juga dikenal sebagai

seorang ulama fikih, bahkan ada beberapa pakar yang menggolongkannya sebagai

mujtahid mutlak. Hal ini karena dalam banyak hal, pendapatnya sering berbeda

dengan pendapat jumhur ulama serta tidak terikat dengan mazhab mana pun pada

zamannya. Oleh karena itu, hal inilah yang menyebabkan Al-Bukhari sering

mencantumkan ayat-ayat Al-Quran serta pendapat para sahabat dan tabi'in.

Sementara itu, dalam kitabnya tersebut seringkali Al-Bukhari

mencantumkan satu hadis yang sama pada beberapa bab. Hal ini karena hadis

tersebut dinilai mengandung beberapa aspek makna. Contohnya, Ia menempatkan

hadis berikut ini dalam beberapa bab dengan judul yang berlainan. Hadis tersebut

_|) C|3‫|"ج و‬i1) C|‫" وأﺹ‬$>1) }~‫ أ‬b%L+ ‫وج‬TD(1+ ‫_ ا)>?ءة‬5@3 ‫?ع‬nD‫ اﺱ‬C3adalah
.‫?ء‬G‫ و‬b) b%L+ ‫*م‬$)?‫ ﺏ‬b(1`+ YnD2‫ی‬
‫|?ح‬5@)‫|?ب ا‬D‫آ‬dan ‫*م‬$)‫?ب ا‬D‫آ‬Hadis di atas terdapat dalam dua bab, yakni
serta terdapat dalam tiga pasal yang masing-masing judulnya sebagai berikut:

/‫وﺏ‬T`)‫ ا‬b2i% O1F ‫?ف‬7 C0) ‫*م‬$)‫ﺏ?ب ا‬


‫_ ا)>?ءة‬5@3 ‫?ع‬nD‫ اﺱ‬C3 _1‫ وﺱ‬b(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬O>@)‫ﺏ?ب ^*ل ا‬
_$(1+ ‫ ا)>?ءة‬YnD2‫ )_ ی‬C3 ‫ﺏ?ب‬

58
Ibid.

cxii
Selain itu, upaya Al-Bukhari dalam menghimpun hadis tidak hanya

didasarkan pada rasa tanggung jawab kepentingan umat, tetapi atas dasar

tanggung jawab terhadap Allah Swt.

Namun, perlu kita ketahui bahwa tidak semua hadis sahih lengkap dalam

kitabnya. Jadi, masih banyak hadis sahih lainnya yang tidak dimasukkan oleh Al-

r|‫|? ﺹ‬3 S‫ إ‬Y3?|R)‫|?ب ا‬D‫ آ‬O|+ |17‫|? أد‬3Bukahri. Dalam hal ini ia menyatakan

.‫*ل‬n)‫ ا‬/+?j3 ‫?ح‬B$)‫ ا‬C3 ‫وﺕ"آ‬


Perlu diketahui juga bahwa kitab Al-Jâmi' Ash-Sha hîh telah selesai disusun

sebelum penyusunya meninggal. Hal ini didasarkan pada data yang menyebutkan

bahwa Al-Bukhari pernah mengajukan karyanya kepada guru-gurunya, yaitu

Yahya bin Ma'in (w 233 H), Ali bin Al-Madani (w 235 H), dan Ahmad bin

Hanbal (w 241 H). Selain itu , 'Ajjaj Al-Khatib menyatakan bahwa Al-Jâmi' Ash-

Sha hîh telah dipelajari oleh 90 .000 orang ahli di zamannya.

4.6. Karya-karya Imam Al-Bukhari

Karyanya yang pertama berjudul "Qadhâyâ Ash-Shahâbah wa At-Tabi’in"

(Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’in). selain itu, kitab ini

ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Lalu, ketika usia 22 tahun, Imam Al-

Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan

kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah ia menulis kitab At-Târikh (sejarah).

Selain itu, dia pernah berkata, "Saya menulis buku At-Târikh di atas makam Nabi

Muhammad Saw. di waktu malam bulan purnama."

cxiii
Karya Imam Al-Bukhari lainnya antara lain kitab Al-Jâmi’ Ash--Sahîh ,

Al-Adab Al-Mufrad, At-Tharikh Ash-Shaghir, At Tarikh Al-Awsat, At-Tarikh A-

Kabir, At-Tafsir Al-Kabir, Al-Musnad Al-Kabir, Kitab Al-'Ilal, Raf'ul Yadain fi

Ash-Shalah, Birrul Walidain, Kitab Adh-Dhu'afa, Di antara semua karyanya, yang

paling monumental adalah kitab Al-Jâmi’ Ash-Sahîh yang lebih dikenal dengan

nama Shahîh Al-Bukhârî.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, Imam Al-Bukhari berkata, "Aku

bermimpi melihat Rasulullah Saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya sambil

memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Lalu, aku menanyakan

mimpi itu kepada sebagian ahli ta'bir. Mereka menjelaskan bahwa aku akan

menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadis-hadis Rasulullah Saw.

Mimpi inilah antara lain yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jâmi’ Ash-

-Sahîh

Dalam menghimpun hadis-hadis sahih dalam jitabnya tersebut, Imam Al-

Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang

menyebabkan kesahihan hadis-hadisnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia

berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para

perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadis-hadis yang

diriwayatkannya.

Selain itu, Imam Al-Bukhari senantiasa membandingkan hadis-hadis yang

diriwayatkan satu orang dengan lainnya, menyaring, dan memilih mana yang

menurutnya paling sahih, sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring

cxiv
bagi hadis-hadis tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya, "Aku menyusun

kitab Al-Jâmi’ ini yang dipilih dari 600.000 hadis selama 16 tahun."

Banyak ahli hadis yang berguru kepadanya, dh antaranya adalah Syaikh

Abu Zahrah, Abu Hatim At-Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim

bin Al-Hajjaj (pengarang kitab Sahîh Muslim). Dalam kaitan ini, Hmam Muslim

menceritakan, "Ketika Muhammad bin Ismail (Imam Al-Bukhari) datang ke

Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan

penduduk Naisabur yang memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan

kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau

tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya Az-Zihli (guru

Imam Al-Bukhari) berkata, "Siapa yang menyambut kedatangan Muhammad bin

Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya."

4.7. Imam Al-Bukhari Wafat

Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Al-Bukhari.

Isinya, meminta Al-Bukhari agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi

memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand,59 ia

singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun, di sana

ia jatuh sakit selama beberapa hari. Dan, akhirnxa meninggal pada tanggal 31

Agustus 870 M (256 H) malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari.

Lalu, ia dimakamkan selepas salat zuhur pada hari raya Idul Fitri.

59
Khartand adalah sebuah desa kecil yang terletak dua farsakh (sekitar 10 km) sebelum
Samarkand

cxv
Sebelum meninggal, ia berpesan jika meninggal nanti, jenazahnya

dikafani dengan tiga helai kain tanpa baju dalam dan tidak memakai serban. Pesan

itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat.

4.8. Mengenal Nashiruddin Al-Albani

Nama lengkapnya adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh Al-

Albani. Lahir pada tahun 1333 H di kota Ashqodar, ibukota Albania masa lampau.

Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak mampu, namun sangat kaya ilmu.

Ayahnya bernama Al-Haj Nuh, lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariah di

ibukota negara Dinasti Utsmaniyah (kini Istambul).60

Ketika Raja Ahmad Zagho naik tahta di Albania dan mengubah sistem

pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syaikh Nuh amat mengkhawatirkan

dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam

dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Dari

sana, ia sekeluarga bertolak ke Damaskus. Setiba di sana, Syaikh Al-Albani kecil

mulai mempelajari bahasa Arab. Lalu, ia masuk sekolah yang dikelola oleh

Jami'ah Al-Is`af Al-Khairiyyah. Sememtara itu, ia terus belajar di sekolah tersebut

hingga kelas terakhir dan lulus di tingkat Ibtida`iyah.

60
Informasi ini diperoleh dari http://www.republika.co.id/ yang diakses pada tanggal 3 April
2008

cxvi
Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya langsung kepada para syaikh. Ia

selalu mempelajari Al-Quran dari ayahnya sampai selesai, di samping juga

mempelajari sebagian ilmu fikih mazhab Hanafi. Al-Albani juga mempelajari

keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul. Keterampilan ini

kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya. Pada umur 20 tahun, Al-

Albani mulai berkonsentrasi pada ilmu hadis. Ia berkonsentrasi terhadap kajian

hadis ini bermula dari ketertarikannya terhadap pembahasan-pembahasan yang

ada dalam majalah Al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syaikh

Muhammad Rasyid Ridha.

Sementara itu, kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab

berjudul Al-Mughni `an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar,

karya Al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadis-hadis yang terdapat pada Ihya`

Ulumuddin-nya Al-Ghazali. Awalnya, kegiatan Al-Albani dalam bidang hadis ini

ditentang oleh ayahnya. Akan tetapi, ia mengomentarinya dengan berkata,

"Sebenarnya ilmu hadis adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).” Namun

Syeikh Al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadis. Perkembangan

berikutnya, ia tidak punya uang untuk membeli buku-buku. Oleh karena itu, ia

memanfaatkan Perpustakaan Adh-Dhahiriyyah di Damaskus dengan membaca

buku sebanyak-banyaknya. Selain itu, ia meminjam buku-buku dari beberapa

perpustakaan.61

Begitulah, hadis menjadi kesibukan rutinnya sampai-sampai ia menutup

kios reparasi jamnya. Al-Albani lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan

61
Ibid.

cxvii
Adh-Dhahiriyah, sehingga setiap harinya mencapai 12 jam dengan tidak pernah

istirahat untuk menelaah kitab-kitab hadis, kecuali jika waktu salat tiba. Untuk

makan pun ia cukup dengan membawanya ke perpustakaan. Oleh karena itu,

kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus untuknya.

Bahkan ia diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan

demikian, Al-Albani semakin leluasa mempelajari banyak sumber.

Selain itu, ia penah dua kali masuk terali. Kali pertama selama satu bulan

dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya berdakwah

kepada Sunah dan memerangi bid'ah sehingga orang-orang yang dengki

kepadanya menebarkan fitnah. Sementara itu, pengalaman mdngajarnya dilakukan

ketika menjadi pengajar di Jami`ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah)

selama tiga tahun. Mulai tahun 1381-1383 H, ia mengajar tentang ilmu-ilmu

hadis. Setelah itu, ia pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen

Pendidikan meminta kepada Syaikh Al-Albani untuk menjadi ketua Jurusan

Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pascasarjana di sebuah Perguruan Tinggi di

Kerajaan Yordania.

Akan tetapi, situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan dirinya untuk

memenuhi permintaan tersebut. Pada tahun 1395 - 1398 H, ia kembali ke Madinah

untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam`iyah Islamiyah. Di negeri itu

pula, Al-Albani mendapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Saudi Arabia

berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulka'dah 1419 H.

4.9. Karya Nashiruddin Al-Albani

cxviii
Hadis merupakan salah satu rujukan sumber hukum Islam di samping kitab suci

Al-Quran. Di dalam hadis Nabi Muhammad Saw. itulah terkandung jawaban dan

solusi masalah yang dihadapi oleh umat di berbagai bidang kehidupan. Oleh

karena itu, berbicara ilmu hadis, umat Islam tidak akan melupakan jasa Al-Albani.

Ia merupakan salah satu tokoh pembaharu Islam abad ini.

Oleh karena itu, karya-karyanya sangat banyak. Ada yang sudah dicetak,

ada yang masih berupa manuskrip dan ada pula yang mafqûd (hilang). Jumlahnya

sekitar 218 judul. Karya yang terkenal antara lain:

Dabuz-Zifaf fi As-Sunnah Al-Muthahharah

Al-Ajwibah An-Nafi`ah `ala as`ilah Masjid Al-Jami`ah

Silisilah Al-Ahadits Ash-Shahihah

Silisilah Al-Ahadits Adh-Dha'ifah wal Maudhu`ah

At-Tawasul wa Anwa`uhu

Ahkam Al-Jana`iz wa Bida`uha.

Di samping itu, Al-Albani juga memiliki buku kumpulan ceramah,

bantahan terhadap berbagai pemikiran sesat, dan buku berisi jawaban-jawaban

tentang pelbagai masalah.

4.10. Pemikiran Al-Albani

Pemikiran Al-Albani merupakan pemikiran yang oleh sebagian orang ditentang,

bahkan ada orang yang mengatakan bahwa pemikirannya telah merusak hadis-

hadis karya Al-Bukhari dan Muslim. Sementara itu, Penulis akan menguraikan

beberapa pemikiran Al-Albani dari berbagai sumber, hal ini dimaksudkan agar

cxix
pembelajaran hadis-hadis tidak dicampuri oleh hal-hal yang akan merusak

kesahihannya. Pemikirannya sebagai berikut:

Memutuskan hubungan antara generasi terdahulu dengan generasi yang

akan datang dalam asal ustl Sunah. Generasi yang akan datang akan banyak yang

berpegang pada hadis-hadis sahih yang di-takhrîj, serta menolak hadis-hadis lain

yang ada dalam kitab-kitab sahih. Selain itu, dia mengatakan, "Tidak perlu lagi

merujuk kepada Shahîh Al-Bukhârî, Shahîh Muslim, Sunan At-Tirmizi, Abi Daud,

Nasa'i, Ibnu Majah dan lainnya." 62

Ikutlah aku dalam hal ini adalah Al-A'immah As-Sâbiqûn yang mengarang

kitab-kitab Ash-Shahih, seperti Imam Al-Bukhari, Muslim, Ibnu Khuzaimah,

Ibnu Hibban dan lain-lain. Begitu juga yang menulis Adh-Dha'ifah dan Al-

Maudhu'ah, seperti Ibnu Al-Jauzi, Ibnu Thahir Al-Muqaddisi, Asy-Syaukani, Al-

Fatni, dan lain-lain.63

Mengharamkan wanita memakai perhiasan emas yang melingkar (Al-

Dzahab Al-Muhallaq).64

Melakukan salat tarawih lebih dari sebelas rakaat itu sama saja dengan

salat zuhur lima rakkat.

Namun, ironisnya setiap pernyataan yang dikemukakan oleh Al-Albani,

seperti di atas, tidak diuraikan dengan alasan yang jelas, sehingga sebagian orang

menganggap Al-Albani sesat. Hal ini karena dia telah melecehkan hadis-hadis,

baik dalam Shah îh Al-Bukh ârî atau S ha hîh Muslim.

13 http://groups.yahoo.com/group/syiar-islam/message/10176
63
Ibid.
64
Ali Mustafa Yaqub, Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006),
h. 125.

cxx
Demikianlah sekilas pembahasan hadis. Namun, meski pembahasan ini

jauh dari sempurna, Penulis senantiasa berharap mudah-mudahan pembahasan

hadis ini bermanfaat dan menjadi inspirasi untuk mengkajinya lebih jauh.

4.11. Penerjemahan Hadis

Hadis merupakan teks yang terinspirasi oleh wahyu dan disabdakan oleh

Rasulullah. Karena itu, teks hadis tidak dapat disamakan dengan teks-teks lain

pada umumnya. Demikian pula penerjemahannya. Penerjemahan hadis memiliki

tingkat kerumitan tersendiri. Hal ini disebabkan oleh kosakata hadis yang sarat

dengan kandungan makna dan banyak ungkapan metaforis atau kiasan, sehingga

lebih sulit dipahami.

Oleh sebab itu, seorang penerjemah yang akan menerjemahkan hadis

disyaratkan memiliki wawasan yang memadai tentang ilmu hadis. Di samping itu,

pada saat menerjemhkan hadis, penerjemah tidak cukup hanya sekadar membuka

kamus, tetapi juga harus merujuk kitab-kitab syarah (penjelasan hadis). Ini

bertujuan untuk memastikan kandungan makna dan maksud hadis yang lebih

tepat. Dengan cara seperti itu kesalahan-kesalahan dalam menerjemahkan hadis

dapat dihindari.

Di samping itu, dalam hadis dikenal dengan istilah sanad dan matan.

Sanad adalah rangkaian para periwayat, sementara matan adalah redaksi hadis itu

sendiri. Dalam penerjemahan matan ini, seorang penerjemah juga harus memiliki

keterampilan yang baik. Sebab, seringkali terjemahan sanad ini membuat

pembaca bingung memahami maksud rangkaian sanad yang sebenarnya.

cxxi
Kesulitan lain yang dihadapi seorang penerjemah ketika menerjemahkan

, ?|@) "|‫ذآ‬, `?|@) ‫^|?ل‬, ?|%">7‫أ‬, ?@‫ﺙ‬A|‫ﺡ‬hadis adalah mencari padanan yang tepat untuk istilah

dan sebagainya. Semua redaksi di atas dipergunakan dalam menghubungkan `0‫ﺱ‬

seorang periwayat dengan periwayat lain. Selain itu, redaksi-redaksi di atas

memiliki cara-cara periwayatan yang berbeda, misalnya dengan cara as-simâ' min

lafzhi syaikh, al-qirâ'ah ala asy-syaikh, al-ijâzah, al-munâwalah, dan

sebagainya.65 Namun, apabila istilah redaksi penyambung riwayat tersebut telah

diterjemahkan, kita sulit untuk mengidentifikasi apakah hadis tersebut

diriwayatkan dengan cara as-simâ'i, al-qirâ'ah, atau dengan cara lainnya. Oleh

karena itu, terjemahan hadis tidak dapat dipakai untuk meneliti cara periwayatan

sebuah hadis. Akan tetapi, seperti yang telah disepakati bahwa setiap hadis itu

sampai dari seorang perawi ke perawi lainnya melalui jalur periwayatan.

Karenanya, Penulis memberikan alternatif bahwa redaksi penyambung riwayat di

atas cukup diterjemahkan dengan meriwayatkan. Sebab, sekalipun diterjemahkan

secara leksikal, tetap hasil terjemahannya itu tidak dapat dijadikan bahan untuk

mengetahui kualitas dan cara periwayatan hadis.

Kemudian, meskipun hadis merupakan teks yang banyak memuat

kandungan hukum, tetapi hasil terjemahannya harus komunikatif. Artinya,

terjemahan tidak terasa kaku, tidak wajar, atau janggal.

Selanjutnya, aspek lain yang harus diperhatikan dalam penerjemahan hadis

adalah aspek pragmatik, yaitu syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya

pemakaian bahasa dalam komunikasi. Dengan aspek pragmatik ini komunikasi

65
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h.
26.

cxxii
atau dialog antarkomunikan yang ada dalam kandungan suatu hadis akan hidup

dan terasa wajar.

cxxiii
BAB V

KRITIK DAN PENILAIAN ATAS TERJEMAHAN

MUKHTASHAR SHAHÎH AL-BUKHÂRÎ

5.1. Pengantar

Sebuah buku dapat dikatakan baik dan bermutu apabila memenuhi semua segi.

Selain dari segi isi atau materi, penyajian dan grafis juga menjadi hal yang

penting. Aspek isi dan penyajian sebuah buku bagaikan dua sisi mata uang: kedua

sisinya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Isi

yang bagus tanpa didukung oleh penyajian yang baik akan menghasilkan buku

yang tidak baik. Sebaliknya, penyajian yang bagus tanpa didukung isi yang baik

akan menghasilkan buku yang tidak baik pula.66

Aspek isi atau materi menyangkut materi yang disajikan dalam buku,

termasuk sistematika buku dan metode penulisan. Aspek penyajian meliputi

bahasa yang dipakai dalam buku: ejaan dan tata bahasa. Aspek grafika meliputi

penampilan atau fisik sebuah buku: jenis kertas, jenis huruf, bidang cetak, dan

islustrasi. Oleh karena itu, ketiga unsur tersebut saling mendukung dan saling

menopang untuk menghasilkan buku yang benar-benar baik. 67

Berikut ini Penulis akan melihat sekaligus mengkritik sebuah buku

terjemahan berdasarkan ketiga segi di atas secara objektif. Dalam hal ini buku

yang diteliti Penulis adalah buku terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî.

Namun, untuk lebih memudahkan Penulis, kritik ini akan dibagi menjadi dua

bagian, yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal akan difokuskan

66
Tim Grasindo, Buku Pintar Penerbitan Buku (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 7.
67
Ibid.

cxxiv
pada masalah penyajian dan grafis, sedangkan kritik internal akan difokuskan

pada hasil terjemahan itu sendiri. Dalam hal ini, Penulis mangategerikan segi isi

atau materi sebagai aspek insternal buku, sementara segi penyajian dan grafis

penulis kategorikan sebagai aspek eksternal.

5.2. Identifikasi Masalah

Sejauh pengamatan penulis, sampai saat ini kitab Mukhtasar Shahîh Al-Bukhârî

telah terjemahkan oleh dua penerbit: Mizan dan Gema Insani Press (GIP). Namun,

di antara hasil terjemahan kedua penerbit tersebut, ternyata hasil terjemahan GIP

masih bermasalah. Masalah-masalah yang telah teridentifikasi Penulis dari

terjemahan tersebut antara lain:

1. Ketidaktegasan makna dalam setiap kata yang dipilih penerjemah.

Masalah ini tidak sedikit berakibat pada perbedaan pemahaman yang

diterima pembaca. Contohnya, '(07 ;‫ آ‬O+ ‫آ" ا)@?س‬X‫ ی‬t‫ ا‬A>F ‫آ?ن‬
diterjemahkan menjadi Abdullah pada setiap hari Kamis memberikan

peringatan (yakni mengajar ilmu-ilmu keagamaan). (hal. 52, hadis no.13).

Penggunaan frasa memberikan peringatan terkesan bahwa Abdullah

menindak orang yang bersalah sehingga harus diberi peringatan. Padahal,

maksudnya adalah mengajarkan ilmu-ilmu agama.

2. Struktur bahasa sasaran masih belum terbebaskan dari struktur bahasa

sumber. Karenanya, bahasa terjemahan seakan bahasa Indonesia yang

berstuktur Arab. Hal ini seperti pada contoh Demi Zat yang diriku berada

dalam genggaman-Nya (kekuasaan-Nya). Frasa ini merupakan terjemahan

dari ‫ى‬A(‫ﺏ‬ O2i% ‫ى‬X)‫ وا‬. (hal. 448 hadis no. 698)
3. Penerjemahan istilah-istilah serapan yang kurang tepat. Bahkan tidak

cxxv
sedikit mengakibatkan konsep yang berbeda. Contohnya, terjemahan ‫?ب‬D‫آ‬
}(B)‫ا‬ menjadi Kitab Haid. Dalam bahasa Indonesia, kata serapan kitab

berarti 'buku', sementara kata kitab itu sendiri dalam teks hadis di atas

bermakna 'bab'. (hal. 121)

4. Penggunaan kata yang berlebihan. Contohnya, zakat yang diwajibkan

merupakan terjemahan dari /#‫"و‬i0)‫آ?ة ا‬T)‫ا‬ (hal 448, hadis no. 698).

Biasanya, apabila ada kata wajib, berdampingan dengan kata sunah.

Sementara itu, di Indonesia, istilah zakat hanya dipergunakan untuk zakat

wajib. Artinya, tidak dikenal istilah zakat sunah.

5. Penggunaan frasa yang kaku dan tidak wajar dalam bahasa Indonesia.

Contohnya, g‫"اﺏ‬F‫?ل أ‬a+ (hal. 451, hadis no 701). Kata g‫"اﺏ‬F‫أ‬


diterjemahkan seorang desa.

6. Penggunaan kata kamu sebagai pronomina persona ketiga jamak. Padahal,

lebih tepatnya yang digunakan adalah kalian. Contohnya AR‫_ ی‬51‫أو آ‬


‫؟‬C(‫ ﺙ*ﺏ‬diterjemahkan Apakah kamu masing-masing mempunyai dua helai
kain? (hal 156, hadis no. 206).

7. Seringkali muncul kalimat yang tidak logis. Contohnya, Demi Allah,

seandainya mereka menghalangi saya dari anak kambing yang dulu

mereka tunaikan kepada Rasulullah. Kalimat ini merupakan terjemahkan

dari cuplikan hadis t‫ رﺱ*ل ا‬O)‫? إ‬U%‫دو‬V‫*ا ی‬%?‫@?^? آ‬F O%*`@3 *) t‫وا‬
?U`@3 O1F _UD1‫?ﺕ‬a) (hal. 449, hadis no 699).
8. Penerjemahan nama diri yang bermasalah. Contohnya, C0‫ ا)"ﺡ‬A>F ?‫ی? أﺏ‬
diterjemahkan 'Wahai ayah Abdurrahman' (hal. 116, hadis 156). Padahal,

biasanya, kata *‫ أﺏ‬dalam bahasa Arab lenjadi bagian dari nama seseorang.

cxxvi
9. Penerjemahan subjudul yang terkadang sulit dipahami. Contohnya,

terjemahan subjudul Meminta Pertolongan Tangannya Sendiri dalam

Salat jika yang Dikerjakan itu Urusan Salat (hal. 389).

10. Sistematika buku yang tampak berbeda dengan buku pada umumnya.

Contohnya, penempatan praisi, isi dan pascaisi buku.

5.3. Kritik Eksternal

Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian Penulis, buku terjemahan

Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî ini memiliki bagian-bagian sebagai berikut.

1. Halaman Kulit Depan/Cover

2. Halaman Kulit Dalam

3. Halaman Prancis

4. Halaman Judul Utama

5. Halaman Hak Cipta/Hak Terjemahan

6. Halaman Pengantar Penerbit

7. Halaman Daftar Isi

8. Isi Buku

9. Halaman Informasi Buku dari Penerbit

10. Halaman Kulit Belakang

Untuk lebih jelasnya, sepuluh bagian buku di atas akan Penulis uraikan

satu persatu berikut ini.

5.3.1. Halaman Kulit Depan

• Nama penulis ditulis dengan font geometr 231 HU BT dan dicetak warna

pink

cxxvii
• Judul Arab ditulis dengan khat naskh dan tsulust dan dicetak warna kuning

• Judul terjemahan ditulis dengan font France capital dan dicetak warna

putih dengan beckround berwarna hitam

• Gambar cover: hiasan dan arsitektur masjid

• Di pojok kiri atas terdapat logo penerbit

• Tebal Jilid 3 mm

• Ukuran buku x cm

5.3.2. Halaman Kulit Dalam

Halaman kulit dalam pada buku ini dibuat dari kertas HVS tebal yang merangkap

pada lembaran cover atau jilid. Selain itu, halaman ini merupakan lembaran

khusus yang bergambar logo penerbit.

5.3.3. Halaman Prancis

Halaman ini berisi tulisan basmalah dicetak dengan khat berwarna ungu, judul

buku bahasa Arab dengan khat raihani, dan judul terjemahan dicetak dengan font

france.

5.3.4. Halaman Judul Utama

Halaman ini berisi judul asli buku dalam bahasa Arab, judul terjemahan, nama

penyusun, nama penerbit, tahun terbit, dan logo penerbit.

5.3.5. Halaman Hak Cipta/Hak Terjemahan

Berdasarkan standar penerbitan buku, halaman ini memuat tiga bagian pokok: (1)

deskripsi buku; (2) hak cipta/hak terjemahan dan larangan untuk memperbanyak;

(3) nama penerbit. Selain itu, dalam lembaran ini pula dicantuman nomor produk,

ISBN (979-561-851-2), dan katalog. Oleh karenanya, sebuah buku dapat

dikatakan dapat memenuhi standar penerbitan apabila telah memenuhi kriteria

cxxviii
atau memuat hal-hal di atas. Dalam hal ini, penulis akan melihat lembar hak cipta

buku terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî. Hasilnya, buku tersebut hanya

menyebutkan dua bagian di atas, yaitu bagian deskripsi buku dan nama penerbit.

Satu bagian lagi, yaitu bagian hak cipta/hak terjemahan dan larangan

memperbanyak, tidak disebutkan. Namun, sebagai penggantinya dicantumkan

keterangan ISBN yang menunjukkan buku tersebut telah terdaftar di Perpustakaan

Nasional. Pada bagian deskripsi buku dan penerbit disebutkan, judul asli buku

terjemahan, penulis, penerbit buku asli, alih bahasa, penyunting, perwajahan isi,

penata letak, ilustrasi, penerbit, alamat lengkap penerbit, cetakan, dan tahun terbit.

Akan tetapi, di sini tampak bahwa identitas buku asli kurang lengkap. Biasanya

selain nama penerbit buku asli, kota penerbit dan tahun terbit juga disebutkan.

5.3.6. Halaman Pengantar Penerbit

Lembaran ini berisi pengantar dari penerbit.

5.3.7. Halaman Daftar Isi

Lembaran ini diberi judul Isi Buku. Halaman ini memuat nama-nama kitab (yang

dmaksud kitab di sini adalah bab), nomor bab (yang dimaksud bab di sini adalah

subbab), dan nomor halaman tempat kitab dan bab tersebut berada. Ketiganya

dituliskan pada tiga kolom yang berurutan. Sementara itu, font yang digunakan

adalah baramond dengan ukuran 12 dan dicetak pada kertas HVS 70 gram yang

ber-beckround warna gray 40% (abu-abu).

cxxix
5.3.8. Isi Buku

Tubuh utama buku terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî ini terdiri dari dua

bagian: pendahuluan dan kitab-kitab (bab-bab) isi utama. Sementara itu, setting

penyajian buku ini dapat diuraikan sebagai berikut.

Setting naskah

• Halaman dibagi menjadi dua kolom;

• Naskah dicetak pada halaman penuh (bolak-balik);

• Teks bahasa sumber (yang dalam hal ini adalah hadis) dicantumkan;

• Teks bahasa sumber ditulis dengan baramond dengan ukuran 18 dan spasi

1;

• Teks bahasa sasaran ditulis dengan font baramond, dengan ukuran 12 dan

spasi 1;

• Nama judul hadis dicetak bold (tebal);

• Setiap judul hadis dan matan (redaksi) hadis diberikan nomor urut;

• Terjemahan judul dan keterangan surah Al-Quran dicetak bold (tebal);

• Terjemahan ayat, istilah asing, sebagian kutipan langsung dicetak italic

(miring);

• Jarak judul kitab dengan tepi halaman atas 4 cm;

• Halaman-halaman bagian persiapan dan bagian tubuh utama diberi angka

arab, kontinyu dari pertama hingga terakhir;

• Nomor halaman dituliskan di tengah, 1,5 cm di atas tepi kertas;

• Jenis kertas yang dipakai HVS berukuran 15,8 cm x 23,8 cm dan berat 70

g/m2 (HVS 70 GSM);

cxxx
• Margin yang halaman isi: top 1,5 cm; bottom 1,8 cm; left 1,7 cm; right 1,4

cm.

5.3.9. Halaman Informasi Buku dari Penerbit

Halaman ini berisi informasi buku rujukan terbitan penerbit GIP. Halaman ini

merupakan halaman kedua dari belakang. Sementara itu, yang halaman yang

paling akhir dari buku terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî ini adalah

halaman kosong.

5.3.10. Halaman Kulit Belakang

Halaman kulit belakang buku ini berisi:

- Judul yang ditulis dengan khat naskh dan tsulust

- Judul terjemahan yang ditulis dengan font france;

- Nama penulis ditulis dengan font geomtr 231 HU BT berukuran 12 yang

dicetak warna pink;

- Sinopsis sebanyak dua paragraf.

Paragraf pertama memaparkan sekilas ihwal hadis seperti kedudukan dan

fungsi hadis terhadap Al-Quran serta pesan Rasulullah untuk berpegang

teguh kepada keduanya. Paragraph kedua meneyebutkan hadis-hadis yang

dimuat dalam buku Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî tersebut yang telah

diringkas oleh Nashiruddin Al-Albani dengan cara menghapus sanadnya,

kecuali nama sahabat yang langsung meriwayatkan hadis dari Nabi Saw.

Hadis yang diulang-ulang kemudian diseleksi dan diambil salah satunya.

cxxxi
Di samping itu, Penulis memberikan penjelasan yang terkait dengan status

hadis.

Dari hasil analisis di atas dapat dikatakan bahwa dari sisi eksternalnya,

buku terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî ini cukup baik. Akan tetapi,

kekurangannya terletak pada masalah kelengkapan lembaran hak cipta. Dalam

lembaran hak cipta buku tersebut tidak disebutkan bahwa hak cipta atau hak

penerjemahan buku Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî adalah milik penerbit GIP.

Selain itu, perbedaannya dengan buku lain terletak pada penomoran halaman.

Biasanya, halaman persiapan diberi angka romawi i, ii, iii, dan seterusnya,

sementara dalam buku ini halaman persiapan dimasukkan ke dalam halaman

tubuh buku dan yang menggunakan angka arab (1,2,3, ...).

5.3 Kritik Internal

Pada pembahasan ini, Penulis akan mengkritisi buku terjemahan Mukhtashar

Shahîh Al-Bukhârî secara internal. Artinya, kritik terhadap isi buku tersebut.

Namun, kritik internal yang dimaksud bukan kritik terhadap substansi

pembahasannya, melainkan hanya kritik terjemahannya. Di samping memberikan

kritik, Penulis juga akan memberikan penilaian secara objektif dan matematis

dengan menggunakan model penilaian Moch. Syarif Hidayatullah. Jadi, hasil dari

kritik ini selain mengetehui kekurangan dan kelebihan buku terjemahan ini, baik

secara eksternal maupun secara internal, juga mengetahui hasil penilaiannya

secara matematis.

Akan tetapi, mengingat ketidakmungkinan Penulis untuk mengkritisi buku

ini secara keseluruhan, maka kritik ini hanya dilakukan pada bab tertentu saja,

cxxxii
yaitu Bab Zakat. Sementara itu, yang menjadi salah satu dasar pertimbangan

Penulis mengambil bab ini di antaranya, dalam Bab Zakat ini sering dijumpai

kata ‫زآ?ة‬،‫ق‬A$||‫ ﺕ‬،‫||?ق‬i%‫إ‬ yang kesemuanya dapat mewakili istilah zakat itu

sendiri. Oleh karena itu, ketika seorang penerjemah tidak berhati-hati dalam

memahami konteks kalimat bahasa sumber, maka dia bisa keliru dalam memilih

kata. Mungkin saja kata ‫ق‬A$|‫ﺕ‬ yang seharusnya diterjemahkan berzakat, jutru

diterjemahkan bersedekah, atau berbuat baik. Atas dasar itu, bab yang satu ini

menjadi bab yang menarik bagi Penulis untuk diteliti.

Adapun prosedur penilaiannya, seperti yang telah dijelaskan pada Bab III

Kerangka Teori, yaitu Penulis mengambil lima lembar pertama Bab Zakat ini.

Data yang lima lembar itu mula-mula akan dikritisi secara detail yang dilakukan

perkalimat, kemudian setelah itu diberi penilaian secara matematis.

Caranya, setiap lembar akan diberi skor nilai 100, setelah itu tahap

berikutnya adalah mengurangi skor 100 tersebut dengan skor nilai kesalahan yang

terdapat dalam masing-masing halaman. Kategori pengurangan skornya, jika

terdapat kalimat atau kata yang tidak diterjemahkan dikurangi 10, jika

terjemahannya salah pesan dikurangi 5, sedangkan jika terdapat ketidaktepatan

diksi atau kesalahan kecil hanya dikurangi 1. Nilai setiap halaman akan

dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah halaman. Hasilnya adalah nilai rata-

rata dari keseluruhan terjemahan buku Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî tersebut.

Halaman Kesatu

(1) ‫آة( و ل‬:‫ا ا‬2=‫ا اة و‬2  ‫  )وأ‬+‫ل ا‬2 ‫آَة و‬9:‫ب ا‬2ُ ُ‫ﺏَب و‬
?‫آ ﺡی@ ا‬BC D +‫? ا‬E‫ن ر‬G" 2‫? أﺏ‬H‫ ﺡ‬+‫? ا‬E‫ س ر‬J‫اﺏ‬
‫ف‬G‫آة وا وا‬:‫ﻡﻥ ﺏة وا‬K‫ و"
ی‬D +‫ ا‬

cxxxiii
Bab 1: Diwajibknnya Zakat Dan Firman Allah, "Dirikanlah shalat dan tunaikanah
zakat." (al-Baqarah: 110)
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Aku diberi tahu oleh Abu Sufyan r.a., lalu ia menyebutkan
hadits Nabi. Ia mengatakan, 'Nabi menyuruh kita supaya mendirikan shalat, menunaikan
zakat, silaturahmi (menghubungi keluarga), dan afaf' menahan diri dari perbuatan
buruk.'"

Terjemahan hadis di atas tampak harfiah dan tidak komunikatif. Tidak hanya itu

ungkapan yang tidak biasa muncul dalam bahasa Indonesia, membuat terjemahan

tersebut semakin kaku. Hal itu dapat dilihat mulai dari kalimat pertama sampai

kalimat terakhir.

Kata bab dalam teks sumber diterjemahkan kembali menjadi bab.

Sebenarnya dalam Indonesia itu sendiri kata tersebut berasal dari bahasa Arab.

Namun, kata itu telah mengalami pergeseran makna. Dalam bahasa Arab, kata

bab dipergunakan untuk menyebut suatu hal atau masalah. Sementara itu, dalam

bahasa Indonesia biasanya dipergunakan untuk suatu bagian buku. Meski kata bab

ini juga dalam KBBI ada yang bermakna 'masalah' atau 'hal', tetapi makna yang

paling sering dipakai adalah makna yang merujuk pada makna pertama, yaitu

merujuk pada bagian isi buku. Hal ini tak berbeda dengan kata kitab dalam bahasa

Arab yang terkadang kembali diterjemahkan kitab. Padahal, dalam bahasa

Indonesia kitab berarti 'buku'.

Selanjutnya, judul hadis tersebut diterjemahkan Diwajibkannya Zakat

Dan Firman Allah, "Dirikanlah shalat dan tunaikanah zakat.". Menurut tradisi

tulis menulis dalam bahasa Arab, judul suatu tulisan selalu dibuat dari jumlah

ismiyah bukan dari jumlah fi'liyah. Demikuan pula dalam bahasa Indonesia. Judul

biasanya diawali dengan kata nomina, jarang dengan verba. Berikutnya, kalimat

cxxxiv
... ‫ة‬6$|)‫|*ا ا‬0(^‫ وأ‬O)?|`‫ ﺕ‬b|)*^‫ و‬apabila merujuk kepada pendapat Az-Zain bin

Munir yang dikutip oleh Ibnu Hajar, merupakan mubtada' yang khabar-nya

dilesapkan, yaitu ?|U‫*ﺏ‬G*) ;|()‫ه|* د‬. Karenanya, terjemahan judul di atas akan

lebih mudah dipahami jika mengikuti pendapat Az-Zain di atas, Kewajiban

berzakat atas dasar firman Allah …Munculnya terjemahan atas dasar firman

Allah …merupakan pesan dari khabar mubtada' yang dilesapkan ;||()‫ه||* د‬

?U‫*ﺏ‬G*). 68

Sementara itu, terjemahan redaksi hadisnya, pada kalimat pertama, Ibnu

Abbas r.a. berkata, "Aku diberi tahu oleh Abu Sufyan r.a., lalu ia menyebutkan

hadits Nabi., dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda karena komposisi

yang tidak biasa dalam bahasa Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada verba yang

disusun berurutan yang seakan kejadian verba tersebut berurutan pula. Petikan

langsung "Aku diberi tahu oleh Abu Sufyan, kemudian gabungan dengan klausa ia

menyebutkan hadits Nabi dengan konjungsi lalu merupakan struktur yang tidak

ada dalam bahasa Indonesia. Sebab, memaralelkan petikan langsung dengan

petikan tidak langsung dalam satu kalimat tidak biasa. Setelah itu, disusul dengan

klausa Ia mengatakan, 'Nabi…. Acuan pronomina persona ketiga ia tidak jelas

atau ambigu, apakah ke Ibnu Abbas atau ke Abu Sufyan.

Apabila dicermati, kalimat tersebut menunjukkan dua kejadian yang

berurutan. Partama, Ibnu Abbas menyebutkan bahwa dirinya diberi tahu sebuah

hadis oleh Abu Sufyan, kemudian yang kedua Abu Sufyan menyebutkan hadis.

68
Informasi ini diperoleh dari http://www.al-islam.com, yang diakses pad tanggal 13
April 2008

cxxxv
Kemudian apabila mengacu kepada disiplin ilmu hadis, proses menerima

dan memberikan hadis (tahammul wa adaulhadist) disebut periwayatan. Karena

itu, tidak lain jika terdapat istilah ‫ ^|?ل‬،"|>7‫ أ‬،Y0|‫ ﺱ‬،‫ّث‬A|‫ﺡ‬ merupakan proses

penerimaan hadis itu sendiri dari seorang guru oleh seorang murid.69 Dengan

demikian, kata-kata tersebut meski memiliki makna leksikal masing-masing,

untuk disiplin ilmu hadis ini, akan lebih jelas jika diterjemahkan meriwayatkan.

Dalam kalimat berikutnya, terjemahan mendirikan shalat dan silaturahmi

(menghubungkan keluarga), dan afaf…tampak sudah mewakili pesan. Akan

tetapi, dari segi diksi, frasa mendirikan shalat dan menunaikan zakat belum

kolokatif dan masih berupa terjemahan literal. Frasa mendirikan shalat merupakan

terjemahan dari ‫ة‬6$)‫ا‬ /3?^‫إ‬ Padahal, kata iqamah menurut Muhammad bin Jarir

bermakna ada' (menunaikan).70 Dengan demikian, kolokasi yang tepat dari kata

salat adalah melaksanakan, menjalankan atau menunaikan. Sementara itu, kata

zakat akan lebih kolokatif jika dipasangkan dengan kata mengeluarkan.

Berikutnya, terjemahan silaturahmi di sini dapat dianggap menyimpang. Sebab,

kata tersebut diterjemahkan menghubungi keluarga. Padahal, maksudnya

sebagaimana pendapat An-Nawawi adalah berbuat baik kepada saudara atau

kerabat.71 Terjemahan di atas sudah jelas berbeda dengan maksud silaturahmi itu

sendiri.

Dengan demikian, terjemahan di atas dapat dinilai secara matematis

sebagai berikut:

69
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h.
59.
70
Muhammad bin Jarir, Jami Al-Bayan fi Ta'wil Al-Quran (T.tp.: Muassasah Ar-Risalah,
2000), jilid II, h. 505.
71
Ibid.

cxxxvi
Kolom Penilaian

Jenir kesalahan Kasus kesalahan Skor nilai

Kalimat tidak diterjemahkan 0

Kalimat terjemahan salah - silaturahmi diterjemahkan -5


pesan menghubungi keluarga  berbuat
baik kepada kerabat

Ketidaktepatan diksi, ejaan, - Diwajibkannya Zakat  Kewajiban -2


dan tata bahasa. Berzakat
- Dan  dan -1
- berkata  meriwayatkan -1
- diberi tahu  meriwayatkan -1
- mendirikan shalat  melaksanakan -2
- menunaikan zakat  mengeluarkan -2
- komposisi kalimat langsung dan -1
kalimat tak langsung (struktur)
-15
Jumlah Skor

(2) _1‫ و ﺱ‬b(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬g>@)‫ ا‬O‫"اﺏ(? أﺕ‬F‫ أن أ‬b@F t‫ ا‬g#‫ ه"ی"ة ر‬g‫ أﺏ‬CF
b|‫"ك ﺏ‬d|‫ ﺕ‬S‫ و‬t‫ ا‬A>`‫ ^?ل ) ﺕ‬. /@R)‫ ا‬17‫ د‬bD10F ‫; إذا‬0F O1F g@)‫?ل د‬a+
. ( ‫?ن‬f3‫*م ر‬$‫ وﺕ‬/#‫"و‬i0)‫آ?ة ا‬T)‫دي ا‬V‫ وﺕ‬/‫*ﺏ‬D50)‫ة ا‬6$)‫(_ ا‬a‫[(? وﺕ‬
b|(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬g>@)‫ ^?ل ا‬g)‫? و‬01+ . ‫ا‬X‫ ه‬O1F A‫ أزی‬S ]A(‫ ﺏ‬g2i% ‫ي‬X)‫^?ل وا‬
‫ا‬X‫ ه‬O)‫" إ‬h@(1+ /@R)‫ أه; ا‬C3 ;G‫ ر‬O)‫" إ‬h@‫ ﺱ"] أن ی‬C3 ) _1‫و ﺱ‬
ِAbu Hurairah r.a. mengatakannya bahwa seorang dusun datang kepada Nabi saw.
lalu berkata, tunjukkan kepadaku amal yang apabila aku amalkan, maka saya
masuk surga." Beliau menjawab, kamu menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu pun, mendirikan shalat fardhu, menunaikan zakat yang diwajibkan, dan
berpuasa pada btlan Ramadhan." Ia berkata, "Demi Zat yang diriku berada dalam
genggaman-Nya (kekuasaan-Nya), saya tidak menambah atas ini." Ketika orang itu
berpaling, Nabi sav. bersabda, barang siap yang ingin melihat seseorang dari penghuni
surga, maka lihatlah orang ini.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa proses menerima dan memberikan

hadis itu disebut periwayatan. Oleh karena itu, apabila ada kata ‫ث‬A|‫ﺡ‬ ،‫ ^|?ل‬،Y0|‫ﺱ‬

dalam maksudnya adalah mendengar riwayat hadis. Dalam terjemahan di atas

terdapat Abu r.a. mengatakan. Sebaiknya, kata mengatakan akan lebih sesuai

dengan disiplin ilmu hadis diterjemahkan meriwayatkan. Kemudian, ada

terjemahan seorang dusun. Dalam basasa Indonesia, frasa tersebut tidak

cxxxvii
dipergunakan. Sebab, kata dusun yang artinya 'kampung' bukan sebagai sebutan

atau profesi manusia. Biasanya kata seorang dipergunakan berdampingan dengan

kata yang merujuk orang, seperti pelajar, guru, rektor, petani, dan sebagainya.

Berikutnya, kutipan langsung "Tunjukkan kepadaku amal yang apabila aku

amalkan, maka saya masuk surga." Sebenarnya, kalimat tersebut statusnya belum

jelas apakah kalimat tanya atau kalimat imperatife. Jika kalimat imperatif karena

diawali dengan kata tunjukkan, seharusnya di akhiri dengan tanda seru (!). apabila

kalimat tanya, maka munculkan pula kata tanya misalnya dengan kata apa dan

diberi tanda tanya (?). Sementara itu, tanda baca yang dipergunakan dalam

kalimat tersebut adalah tanda titik (.). Kata amalkan dapat diberi varian, misalnya,

dengan kata kerjakan. Terjemahan berikutnya, "Beliau menjawab…. Kalimat ini

lebih memperjelas kalimat sebelumnya merupakan kalimat pertanyaan. Karena

itu, Rasulullah menjawabnya.

Di lihat dari sisi pragmatik, kata tunjukkan yang ditujukan kepada

Rasulullah itu memiliki konotasi perintah dan terkesan tidak sopan. Sebaiknya,

kata tersebut diganti dengan kata lain yang memiliki konotasi yang halus dan

tidak memerintah kepada Rasulullah.

Berikutnya ditemukan frasa zakat yang diwajibkan. Dalam bahasa

Indonesia, istilah zakat itu dipergunakan untuk konsep zakat yang wajib. Karena

itu, tidak dikenal zakat sunat. Dengan demikian, frasa zakat yang diwajibkan

dianggap tidak biasa dalam bahasa Indonesia.

Ungkapan ]A|(‫ ﺏ‬g2|i% ‫ي‬X|)‫وا‬ di atas diterjemahkan menjadi "Demi Zat

yang diriku berada dalam genggaman-Nya (kekuasaan-Nya) saya tidak

menambah atas ini Penerjemah menafsirkan genggaman di sana sebagai

cxxxviii
kekuasaan. Apabila diperhatikan, terjemahan "Demi Zat …tersebut masih belum

terbebaskan dari strutktur bahasa sumbernya. Akan lebih terasa wajar apabila

ungkapan itu diterjemahkan "Demi Zat yang menggenggam/menguasai jiwaku….

Sebenarnya, ungkapan tersebut merupakan pernyatan sumpah yang dipergunakan

untuk memperkuat pernyataan berikutnya. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia

sumpah dengan menggunakan ungkapan "Demi Zat yang menguasai jiwaku…,

tidak biasa. Ungkapan sumpah yang yang kerap dipakai adalah "Demi Allah!"

Berikutnya, kalimat saya tidak menambah atas ini, dianggap belum jelas. Pertama

verba menambah tidak memiliki objek. Artinya si penutur menambah apa.

Sekalipun terdapat frasa atas ini, tetapi ketentuan dalam struktur kalimat bahasa

Indonesia antara verba transitif dengan objek tidak boleh diselingi kata tugas,

yang dalam hal ini kata atas. Berikutnya rujukan kata ini oleh penerjemah tidak

dijelaskan. Seharusnya, penerjemah memberikan kata penjelas untuk lebih

memudahkan pembaca dalam merujuk kata ini.

Terjemahan berikutnya Ketika orang berpaling, Nabi saw. bersabda,

"Barangsiapa yang ingin melihat seseorang dari penghuni surga surga, maka

lihatlah orang ini." Di sini ditemukan penggunakan diksi dan frasa yang tidak

efetif yang tidak tepat. Kata berpaling seharusnya ganti dengan kata yang lebih

jelas, dan frasa seseorang dari penghuni surga dibuat mdnjadi frasa yang lebih

efektif dan wajar dalam bahasa Indonesia. Kata berpaling diganti dengan kata

pergi, dan frasa seseorang dari penghuni surga diefektifkan menjadi seorang

penghuni surga.

cxxxix
Kolom Penilaian

Jenir kesalahan Kasus kesalahan Skor nilai

Kalimat tidak diterjemahkan 0

Kalimat terjemahan salah 0


pesan
Ketidaktepatan diksi, ejaan, - mengatakan  meriwayatkan -1
dan tata bahasa. - seorang dusun  seorang penduduk desa -2
- berkata  bertanya -1
- tanpa tanda baca  (!) -1
- mendirikan shalat  melaksanakan -2
salat
- menunaikan zakat  mengeluarkan -2
zakat
- Demi Zat yang diriku berada dalam -9
genggaman-Nya
- menambah atas ini  berita/informasi -2
ini
- berpaling  pergi -1
- barangsiapa  siapa saja/orang yang -1
- seseorang dari penghuni surga  4
seorang penghuni surga

Jumlah Skor -26

Dengan demikian skor nilai lembaran pertama adalah 100 – (-15 – 27) = 61

Halaman Kedua

(3) ‫ و‬b(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬t‫ رﺱ*ل ا‬g+*‫? ﺕ‬0) :‫ ^?ل‬b@F t‫ ا‬g#‫ ه"ی"ة ر‬g‫ أﺏ‬CF
"|0F ‫|?ل‬a+ ‫ ا)`|"ب‬C|3 "|i‫ آ‬C|3 "|i‫ وآ‬b|@F t‫ ا‬g|#‫" ر‬5‫_ وآ?ن أﺏ* ﺏ‬1‫ﺱ‬
‫ و‬b|(1F t‫ ا‬O1|‫ ﺹ‬t‫ ^|?ل رﺱ|*ل ا‬A|^‫?ﺕ|; ا)@|?س ؟ و‬a‫ ﺕ‬u(‫ آ‬b@F t‫ ا‬g#‫ر‬
_$|F A|a+ ?|U)?^ C0+ t‫ ا‬S‫ إ‬b)‫ إ‬S ‫*)*ا‬a‫ ی‬OD‫"ت أن أ^?ﺕ; ا)@?س ﺡ‬3‫_ ) أ‬1‫ﺱ‬
‫|"ق‬+ C|3 C1‫^|?ﺕ‬8 t‫|?ل وا‬a+ . ( t‫ ا‬O1F b‫?ﺏ‬2‫ وﺡ‬baB‫ ﺏ‬S‫ إ‬b2i%‫ و‬b)?3 g@3
‫*ا‬%?||‫@?^||? آ‬F g%*||`@3 *|) t‫||?ل وا‬0)‫ ا‬l||‫آ||?ة ﺡ‬T)‫ن ا‬L|+ ‫آ||?ة‬T)‫ة وا‬6$||)‫ ا‬C(|‫ﺏ‬
‫ ^||?ل‬. ?|U`@3 O||1F _UD1‫|?ﺕ‬a) _1||‫ و ﺱ‬b|(1F t‫ ا‬O1||‫ ﺹ‬t‫ رﺱ|*ل ا‬O||)‫|? إ‬U%‫دو‬V‫ی‬
g#‫" ر‬5‫ ﺏ‬g‫ر أﺏ‬A‫ ﺹ‬t‫ ["ح ا‬A^ ‫ أن‬S‫? ه* إ‬3 t‫*ا‬+ b@F t‫ ا‬g#‫" ر‬0F
lB)‫ ا‬b%‫ أ‬+"`+ b@F t‫ا‬
Abu Hurairah berkata, ketika Rasulullah wafat, dan yang menjadi Khalifah sepeninggal
beliau adalah Abu Bakar, maka kafirlah orang-orang yang kafir dari kalangan bangsa
Arab. Umar berkata kepada Abu Bakar, 'Bagaimana engkau akan memerangi orang-
orang, sedangk`n Rasulullah telah bersabda, 'Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia sehingga mereka mengucapkan, 'Tiada tuhan melainkan Allah.' Barangsiapa
yang telah mengtcapkannya, maka ia telah memelihara daripadaku harta dan jiwanya

cxl
kecuali dengan haknya, dan hisabnya atas Allah ta'ala? Abu Bakar berkata, 'Demi Allah,
saya akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dengan zakat, karena zakat
itu hak harta. Demi Allah, seandainya mereka menghalangi saya dari anak kambing
(dalam satu riwayat seikat tali) yang dulu mereka tunaikan kepada Rarulullah, niscaya
saya perangi karena pencegahannya itu.' Umar berkata, 'Demi Allah, hal itu tidak lain
karena (aku melihat bahwa 2/125) Allah telah membuka hati Abu Bakar untuk
(memeranginya), maka saya tahu bahwa hal itu betul.'"

r‫@?^@?" وه* أﺹ‬F" :p(1)‫ ا‬CF t‫ ا‬A>F‫(" و‬5‫ ﺏ‬C‫^?ل اﺏ‬


Ibnu Bukair dan Abdullah berkata dari al-Laits, "Lafal 'anaq 'anak kambing' itulah yang
paling tepat."

Seperti yang telah disebutkan bahwa ketika ada seorang perawi hadis

menyebutkan kata ‫^|?ل‬ , sebaiknya diterjemahkan meriwayatkan. Alasannya, di

antaranya untuk menjaga kekhasan hasil terjemahan hadis. Demikian pula klausa

Abu Hurairah berkata, "Ketika…, sebaiknya kata berkata diubah menjadi

meriwayatkan. Kemudian pada kalimat berikutnya terdapat kalimat kafirlah

orang-orang yang kafir dari kalangan Arab. Kalimat itu merupakan terjemahan

dari ‫ا)`|"ب‬ C|3 "|i‫ آ‬C|3 "|i‫آ‬. Terjemahan kalimat tersebut sulit dipahami. Pesan

yang tertangkap dalam kalimat itu, orang kafir menjadi kafir. Sementara itu, kata

kafirah menunjukkan bahwa orang yang kafir itu sebelumnya tidak kafir. Akan

tetapi, dalam kalimat di atas yang kafir adalah orang kafir.

Dalam kalimat berikutnya, Umar berkata kepada Abu Bakar,

bagaimana.... Pada praktiknya, Umar itu menanyakan sesuatu kepada Abu Bakar.

Karenanya, kata berkata sebaiknya diganti dengan kata yang lebih tepat dan

mewakili konsep perbuatan yang dilakukan Umar. Selanjutnya, potongan kalimat

memerangi orang,orang masih dianggap belum jelas, apakah orang Islam atau

orang kafir.

cxli
Pada terjemahan berikutnya ditemukan kalimat Barangsiapa yang telah

mengucapkannya, maja ia telah memelihara daripadaku harta dan jiwanya

kecuali dengan haknya, dan hisabnya atas Allah ta'ala? Dalam kalimat tersebut

terdapat kompososi yang tidak wajar, seperti memelihara daripadaku keculi

dengan haknya dan hisabnya atas Allah.

Kalimat berikutnya, seandainya menghalangi saya dari anak kambing

yang dulu mereka tunaikan kepada Rasulullah. Konstruksi menghalangi saya

dari anak kambing sulit dipahami dan tidak biasa muncul dalam bahasa

Indonesia.

Di akhir terjemahan hadis di atas catatan oleh penyusun, yang kemudian

diterjemahkan Ibnu Bukair dan Abdullah berkata dari al-Laits. Konstruksi

berkata dari Al-Laits dalam bahasa Indonesia tidak kita jumpai.

(5) ‫آ?ة‬T)‫?ء ا‬D‫ إی‬O1F /`(>)‫ﺏ?ب ا‬


C‫ی‬A)‫ ا‬g+ _5%‫*ا‬7L+ ‫آ?ة‬T)‫ﺕ*ا ا‬w‫ة و‬6$)‫*ا ا‬3?^‫ن ﺕ?ﺏ*ا وأ‬L+
Bab 2: Ba'iat Untuk Menunaikan Zakat Firman Allah, "Jika mereka bertaubat,
mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu
seagama." (at-Taubah: 11)

Kolom Penilaian

Jenis kesalahan Kasus kesalahan Skor nilai

Kalimat tidak 0
diterjemahkan
Kalimat terjemahan salah - ... maka ia memelihara daripadaku harta dan -5
pesan jiwanya kecuali dengan haknya
seandainya mereka menghalangi saya dari anak -5
kambing
- Menunaikan Zakat Firman Allah… -5

cxlii
- kafirlah orang-orang kafir -5

Ketidaktepatan diksi, - Berkata  meriwayatkan -1


ejaan, dan tata bahasa. - Khalifah  khalifah -1
- berkata  bertanya -1
- tanda tanya di akhir kalimat berita -1
- Abdullah berkata dari Al-Laits  Abdullah -2
meriwayatkan dari Al-Laits
Jumlah Skor -26

Dengan demikian skor nilai halaman kedua adalah 100 - 26 = 74

Halaman Ketiga

(6) L‫ و‬MG‫ وا‬N‫ه‬B‫ون ا‬:O‫ ی‬J‫ی‬B‫ ) وا‬O)?`‫ ﺕ‬b)*^‫آ?ة و‬T)‫ ا‬Y%?3 _‫ﺏ?ب إﺙ‬
‫ر‬P‫? ﻥ‬PC
SP P ‫م ی‬2P‫ ی‬.
P‫اب أ‬BP‫ه
ﺏ‬QPC +‫ ا‬RP" ?C S‫ﻥ‬2G‫ی‬

O*PPG‫ﻥ‬U
:PP‫ آ‬PP‫ا ﻡ‬BPP‫ره
ه‬2PPSV‫
و‬S‫ﺏ‬2PP ‫
و‬S‫ه‬PP PPS‫ى ﺏ‬2PPOC
PPS
( ‫ون‬:O
‫ا ﻡ آ‬2 ‫و‬BC
) _1|‫ و ﺱ‬b|(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬g>@)‫ ^?ل ا‬: ‫*ل‬a‫ ی‬b@F t‫ ا‬g#‫ ه"ی"ة ر‬g‫ أﺏ‬CF
]Vn‫? ﺕ‬Ua‫? ﺡ‬U(+ e`‫ إذا ه* )_ ی‬%?‫? آ‬3 "(7 O1F ?U>‫ ﺹ?ﺡ‬O1F ;‫ﺏ‬I‫ ا‬g‫ﺕ‬o‫ﺕ‬
?Ua‫? ﺡ‬U(+ e`‫ إذا )_ ﺕ‬%?‫? آ‬3 "(7 O1F ?U>‫ ﺹ?ﺡ‬O1F _@c)‫ ا‬g‫ﺕ‬o‫? وﺕ‬U+?i7o‫ﺏ‬
. ( ‫|?ء‬0)‫ ا‬O|1F J1B‫? أن ﺕ‬Ua‫ ﺡ‬C3‫? و^?ل و‬U%‫"و‬a‫ ﺏ‬bBn@‫? وﺕ‬U+6#o‫] ﺏ‬Vn‫ﺕ‬
?‫*ل ی‬a(+ ‫? ی`?ر‬U) bD>^‫ ر‬O1F ?U10B‫?ة ی‬d‫ ﺏ‬/3?(a)‫آ_ ی*م ا‬A‫ أﺡ‬g‫ﺕ‬o‫ ی‬S‫^?ل ) و‬
b|) bD>^‫ ر‬O1F b10B‫ ﺏ>`(" ی‬g‫ﺕ‬o‫ ی‬S‫ و‬c1‫ ﺏ‬A^ ?([ <) <13‫ أ‬S ‫^*ل‬o+ A0B3
c1‫ ﺏ‬A^ ?([ t‫ ا‬C3 <) <13‫ أ‬S ‫^*ل‬o+ A0B3 ?‫*ل ی‬a(+ ‫ر~?ء‬

Bab 3: Dosa Orang Yang Menolak Untuk Membayar Zakat Firman Allah, "Orang-
orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,
maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam. Lalu, dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, 'Inilah
harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kamu simpan itu.'"
Abu Hurairah berkata, "Nabi bersabda, 'Unta itu akan datang kepada pemiliknya
dengan keadaan sebaik-baiknya. Tetapi, ternyata pemiliknya tidak memberikan haknya.
Maka, unta itu menginjaknya dengan telapak kakinya. Kambing itu akan datang kepada
pemiliknya dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Tetapi, ternyata pemiliknya tidak
memberikan haknya. Maka, kambing itu menginjaknya dengan telapaj kakinya dan

cxliii
menanduk dengan tanduknya. Di antara hkanya ialah diperas susunya di tempat air untuk
diminum orang-orang miskin.
Salah seorang di antaramu akan mdmbawa kambing di atas tengkuknya (pada
hari kiamat) dan kambing itu bersuara. Orang itu berkata, 'Hai Muhammad mad.' Lalu,
aku menjawab, 'Aku tidak kuasa menolongmu dari (azab) Allah barang sedikit pun, aku
telah menyapaikan. Tidaklah seseorang datang membawa unta itu bersuara. Orang itu
berkata, 'Hai Muhammad.' Aku menjawab, 'Aku tidak kuasa menolongmu dari (azab)
Allah sedikit pun, dan aku telah menyampaikannya.'"

Judul hadis di atas diterjemahkan Dosa Orang Yang Menolak Untuk Membayar

Zakat Firman Allah. Apabila diperhatikan, frasa membayar zakat firman Allah

merupakan frasa yang janggal dan tidak wajar.

Kolom Penilaian

Jenis kesalahan Kasus kesalahan Skor nilai

Kalimat tidak diterjemahkan 0

Kalimat terjemahan salah - Dosa Orang Yang Menolak -5


pesan Untuk Membayar Zakat
Firman Allah…

Ketidaktepatan diksi, ejaan, - Abu Hurairah berkata  -1


dan tata bahasa. meriwayatkan
- Tetapi  Akan tetapi, -1
- Maka  Maka dari itu, -1
- Menanduk dengan tanduk  -3
menanduk
- Tetapi  Akan tetapi, -1
- Maka  Maka dari itu, -1
- Orang itu berkata  memanggil -2
- Barang sedikit pun  sedikit pun -2
- Aku telah menyampaikan -1
…(struktur)
- Hai Muhammad  Muhammad -2
- Tidaklah seseorang datang -1
…unta itu bersuara. (kalimat
tidak sempurna)
- aku telah menyampaikan -1

Jumlah Skor - 22

Dengan demikian skor nilai halaman ketiga adalah 100 – 22 = 78

cxliv
Halaman Keempat

(7) _1‫ و ﺱ‬b(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬t‫ ^?ل رﺱ*ل ا‬: ‫ ^?ل‬b@F t‫ ا‬g#‫ ه"ی"ة ر‬g‫ أﺏ‬CF
b) ‫? أ^"ع‬F?R[ /3?(a)‫ ی*م ا‬b) ;:3 b‫دي زآ?ﺕ‬V‫_ ی‬1+ S?3 t‫ﺕ?] ا‬w C3 )
<)?3 ?%‫*ل أ‬a‫ ﺙ_ ی‬b(^A[ g@`‫ ی‬b(3TU1‫ ﺏ‬X7o‫ ﺙ_ ی‬/3?(a)‫ ی*م ا‬b^*n‫?ن ی‬D>(‫زﺏ‬
‫*ن‬5‫ ی‬:/‫ روای‬g+‫ ( )و‬/‫ ا{ی‬. { ‫ن‬2‫ ی‬J‫ی‬B‫ ا‬J*‫ ی‬L } 6‫ك ﺙ_ ﺕ‬T@‫? آ‬%‫أ‬
?%‫ أ‬:‫*ل‬a‫ وی‬b>1n(+ ،b>‫ ﺹ?ﺡ‬C3 "i‫? أ^"ع ی‬F?R[ /3?(a)‫آ_ ی*م ا‬A‫ أﺡ‬T@‫آ‬
‫ و^?ل رﺱ*ل‬.]?+ ?U0a1(+ ]A‫ ی‬e2>‫ ی‬OD‫ ﺡ‬b>1n‫ال ی‬T‫ ی‬C) t‫ وا‬:‫ ^?ل‬.‫ك‬T@‫آ‬
‫ ی*م‬b(1F e12‫? ﺕ‬Ua‫ ﺡ‬e`‫? رب ا)@`_ )_ ی‬3 ‫ إذا‬:_1‫ وﺱ‬b(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬t‫ا‬
.?U+?i7o‫ ﺏ‬bUG‫ و‬e>j‫ ﺕ‬،/3?(a)‫ا‬

Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa yang diberi harta oleh
Allah, namun tidak mengaluarkan zakatnya, maka harta itu akan dijadikan seperti ular
jantan botak (karena banyak racunnya dan sudah lama usianya). Ular itu mempunyai dua
taring yang mengalungi lehernya pada hari kiamat. Kemudin ular itu menyengatnya
dengan kedua taringnya. Ia mencengkeram dengan kedua rahangnya dengan berkata,
'Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu.' Kemudian beliau membacakan ayat, 180.
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada
mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu
akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Harta yang mereka bakhilkan itu kelak akan dikalungkan di leher merek di hari
kiamat. Kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Allah
mengetahi apa yang kamu kerjakan.' (Dalam satu jalan periwayatan dengan redaksi yang
berbunyi, 'Harta simpanan seseorang dari kamu itu besok pada hari kiamat akan menjadi
ular jantan yang botak, dan pemiliknya lari menjauhinya, tetapi ular itu mengejarnya
sambil berkata, "Aku adalah harta simpananmu.' Rasulullah bersabda, 'Demi Allah, ular
itu terus mengejarnya. Sehingga, ia membentangkan tangannya, lalu ular itu
mengunyahnya dengan mulutnya.' Sabda beliau selanjutnya, 'Apabila pemilik binatang
ternak itu tidak memberikan haknya (zakatnya), niscaya ternak itu akan dikuasakan
atasnya pada hari kiamat. Lalu, akan menginjak-injak wajahnya dengan telapak kakinya.'"

Dalam terjemahan di atas ada kalimat Dalam satu jalan periwayatan dengan

redaksi yang berbunyi. Secara semantik, kalimat tersebut tidak bermasalah.

cxlv
Namun dilihat dari disiplin ilmu hadis, kata satu jalan periwayatan akan lebih

jelas apabila diganti dengan Dalam riwayat lain....

(8) :O‫ ﺏ‬XC D‫ﺏب ﻡ أدى زآ‬


  ‫ أواق‬X ‫  دون ﺥ‬C X )
" ‫ و‬D +‫ل ا?  ا‬2

?|0U@F t‫ ا‬g|#‫|" ر‬0F C|‫ ﺏ‬t‫ ا‬A|>F Y|3 ?|@G"7 : ‫_ ^|?ل‬1|‫ أﺱ‬C‫ ﺏ‬A)?7 CF
S‫ و‬/f||i)‫ وا‬J‫ه‬X||)‫ون ا‬T||@5‫ ی‬C‫ی‬X||)‫ } وا‬t‫ ^||*ل ا‬g||%">7‫ أ‬g||‫"اﺏ‬F‫||?ل أ‬a+
_|1+ ?|‫ه‬T@‫ آ‬C|3 ?|0U@F t‫ ا‬g|#‫|" ر‬0F C|‫ ^|?ل اﺏ‬. { t‫ ﺱ>(; ا‬g+ ?U%*ai@‫ی‬
?|U1`G |)T%‫|? أ‬01+ ‫آ?ة‬T)‫ل ا‬T@‫ا ^>; أن ﺕ‬X‫? آ?ن ه‬0%‫ إ‬b) ;‫*ی‬+ ?U‫دي زآ?ﺕ‬V‫ی‬
‫*ال‬3„) ‫"ا‬Uk t‫ا‬

Dari Khalid bin Aslam, ia berkata, kami pernah keluar bersama Abdullah bin Umar r.a.,
lalu ada seorang desa berkata, 'Beritahukanlah kepadaku tentang fiman Allah,
walladziina yaknizuu

Dalam terjemahan di atas ditemukan frasa seorang desa. Frasa tersebut dianggap

tidak wajar dalam bahasa Indonesia. Sebab, kata seorang biasanya dipakai untuk

menjadi pewatas kata yang merujuk pada orang, seperti seorang dekan dan

seorang mahasiswi. Karena itu, frasa tersebut dianggap aneh dan tidak biasa

dipakai dalam bahasa Indonesia.

Kolom Penilaian

Jenis kesalahan Kasus kesalahan Skor nilai

Kalimat tidak diterjemahkan 0

Kalimat terjemahan salah 0


pesan
Ketidaktepatan diksi, dan - Abu Hurairah r.a. berkata  -1
kesalahan kecil. meriwayatkan
- Barangsiapa  siapa saja -1
- Tetapi,  Akan tetapi -1
- Sehingga,… ..., sehingga ... -1
- Mengunyahnya dengan -3
mulutnya mengunyahnya
- Lima uqiyah (diksi) -2

cxlvi
- Dari Khalid bin Aslam, ia -3
berkata,..  Khalid bin Aslam
meriwayatkan
- dikuasakan atasnya -2
- Sehingga,  …sehingga … -1
- Seorang desa berkata  seorang -3
penduduk desa
- Beritahukanlah kepadaku  -2
jelaskanlah kepadaku
Jumlah Skor - 20

Dengan demikian skor nilai halam keempat adalah 100 – 20 = 80

Halaman kelima

nadz-dzahaba wal-fidhdhata walaa yunfiquunahaa fii sabiilillah 'Dan orang-orang yang

menyimpan emas dan perak tidak menafkahkannya di jalan Allah'.' Ibnu Umar berkata,

'Barangsiapa yang menimpannya dan thdak mengeluarkan zakatnya, maka celakalah

dirinya. Ketentuan ini adalh sebelum kewajiban zakat itu diturunkan, maka zakat itu

dijadikan oleh Allah sebgai penbuci bagi seluruh harta yang dimiliki oleh seseorang.

?0(+ '() ) _1‫ و ﺱ‬b(1F t‫ ا‬O1‫ ﺹ‬g>@)‫ ^?ل ا‬: ‫*ل‬a‫ ی‬b@F t‫ ا‬g#‫ ر‬A(`‫ ﺱ‬g‫ أﺏ‬CF
?0(+ '()‫ و‬/^A‫' ذود ﺹ‬07 ‫? دون‬0(+ '()‫ و‬/^A‫' أواق ﺹ‬07 (9) ‫دون‬
( /^A‫ ﺹ‬l‫' أوﺱ‬07 ‫دون‬
Abu Sa'id r.a. berkata, "Rasulullah bersabda, 'Tidak ada zakat apa yang di bawah
lima uqiyah (20 mitsqal emas/200 dirham perak), tidak ada zakat pada apa (unta) yang di
bawah lima ekor, dan tidak ada zakat pada apa (hasil tanaman) yang di bawah lima
wasaq.'"

?|3 b) 1a+ b@F t‫ ا‬g#‫ ذر ر‬g‫ﺏ‬o‫? ﺏ‬%‫ذا أ‬L+ ‫ة‬X‫"رت ﺏ?)"ﺏ‬3 : ‫ ^?ل‬J‫ وه‬C‫ ﺏ‬A‫ زی‬CF
(10) <)T%‫أ‬
‫ون‬T|@5‫ ی‬C‫ی‬X|)‫ } ا‬g|+ /|‫`?وی‬3‫|? و‬%‫| أ‬i1D7?+ ‫م‬od|)?‫ا ؟ ^|?ل آ@| ﺏ‬X‫)< ه‬T@3
;|‫ أه‬g|+ |)T% /|‫`?وی‬3 ‫ ^|?ل‬. { t‫ ﺱ|>(; ا‬g+ ?U%*ai@‫ ی‬S‫ و‬/fi)‫ وا‬J‫ه‬X)‫ا‬
‫|?ن‬0:F O|)‫ إ‬J|D‫ ذاك وآ‬g|+ b|@(‫ وﺏ‬g@(‫?ن ﺏ‬5+ _U(+‫(@? و‬+ )T% 1a+ ‫?ب‬D5)‫ا‬
"||:5+ ?UD3A|a+ /||@‫ی‬A0)‫م ا‬A|^‫|?ن أن أ‬0:F g||)‫ إ‬J|D5+ g%*5d||‫ ی‬b|@F t‫ ا‬g|#‫ر‬
‫ إن‬g|) ‫|?ل‬a+ ‫?ن‬0:`) ‫آ"ت ذاك‬X+ <)‫ ^>; ذ‬g%‫_ )_ ی"و‬U%o‫ آ‬OD‫ ا)@?س ﺡ‬g1F
g|1F ‫|"وا‬3‫ل و)|* أ‬T|@0)‫ا ا‬X|‫ ه‬g@)T%‫ي أ‬X)‫اك ا‬X+ . ?>‫@ ^"ی‬5+ (B@‫[ ﺕ‬
`k‫` وأ‬02) ?(d>‫ﺡ‬

cxlvii
Zaid bin Wahab berkata, "Saya berjalan-jalan melalui suatu desa yang bernama
Rabdzah. Tiba-tiba saya bertemu dengan Abu Dzar. Lalu, saya bertannya kepadanya,
apakah yang menxebabkan berdiam di rumah kediamanmu sekarang ini? Ia (Abu Dzar)
menjawab 'Dahulu saya berada di Syam. Pada suatu saat saya berselisih dengan
Mu'awiyah dalam persoalan ayat yang berbunyi alladziina yaknuzuudz-dzahaba wal-
fidhdhata walaa yunfiquunahaa fii sabiilillah' orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah. Mu'awiyah berkata, ayat tersebut
diturunkan untuk Ahli Kitab. Tetapi, saya sendiri berpendapat bahwa ayat itu turun untuk
golongan kita muslimin dan juga untuk Ahli Kitab.
Akhirnya, terjadilah sesuatu yang tidak menggembirakan antara saya dan
Mu'awiyah karena penafsiran yang berbeda tadi. Kemudian Mu'awiyah menulis surat
untuk mengadukan pendapatku.

Penggunaan kata barangsiapa untuk mengawali kalimat kondisional,


memang masih dipergunakan, tetapi jarang dan tidak popular. Kata itu termasuk
kata lama dan penggunaannya terbatas hanya untuk teks-teks resmi. Seiring
perkembangannya, kata tersebut sudah mulai jarang dipakai dan diganti dengan
siapa saja. Karena itu, seorang penerjemah harus mencari diksi yang paling tepat
dan istilah yang lebih dikenal khalayak pembaca. Penggunaan struktur yang kaku,
istilah yang tidak wajar, atau gaya penyajian yang monoton, dapat mengakibatkan
pembaca jenuh dan bosan membaca teks. Dengan demikian, penerjemah harus
berusaha keras untuk menyajikan teks terjemahan dengan penyajian yang lebih
komunikatif.
Kemudian pada tataran kalimat dapat diperhatikan konstruksi barangsiapa

yang menyimpannya dan tidak mengeluarkan zakatnya. Dalam konstruksi tersebut

terdapat dua pronomina -nya, yang pertama merujuk kepada harta, sementara

yang kedua pun merujuk kepada harta. Penggunaan kedua pronomina tersebut

tidak tepat. Sebab, pronomina –nya yang kedua lerujuk pada pronominal –nya

yang pertama. Sementara itu, dalam kaidah bahasa Indonesia, suatu pronomina

merujuk pada pronomina yang lain, tidak dibenarkan. Karena itu, pronominal

cxlviii
pertama harus dimunculkan nomina acuannya, untuk kemudian dapat dirujuk oleh

pronomina yang kedua.

Dalam hadis berikutnya, terdapat kalimat saya berjalan-jalan melalui

suatu desa yang bernama Rabdzah. Kata berjalan-jalan melalui merupakan

terjemahan dari kata ‫" ﺏــ‬3. Sementara itu, arti kata tersebut bukan jalan-jalan

,melainkan melewati. Karena itu, jelas berbeda antara makna berjalan-jalan dan

melewati. Selanjutnya, kalimat jawaban dari Abu Dzar, Dahulu saya berada di

Syam. Untuk rafam lisan penggunaan kata dahulu dianggap kaku meski kata

dahulu merupakan bentuk baku. Karena itu, kata tersebut cukup dengan memakai

bentuk dulu.

Selanjutnya, penggunaan kata berselisih dalam kalimat saya berseisih

dengan Mu'awiyah memiliki konotasi bahwa antara si penutur dan Mu'awiyah

terjadi perselisihan atau pertikaian. Kenyataannya, si penutur dan Mu'awiyah

hanya berbeda pendapat dalam menafsirkan sebuah ayat. Karena itu, penggunaan

kata yang tidak tepat dapat menghasilkan konotasi yang berbeda pula.

Kalimat berikutnya, Mu'awiyah berkata, 'Ayat tersebut diturunkan untuk

Ahli Kitab.' Tetapi, saya sendiri berpendapat bahwa ayat itu turun untuk

golongan kaum muslimin dan juga untuk Ahli Kitab. Struktur yang dipergunakan

dalam kedua kalimat di atas tidak relevan dengan isi kedua kalimat itu sendiri.

Kedua kalimat tersebut berbentuk pertentangan yang ditandai dengan konjungsi

tetapi, tetapi dari sisi pesan, sebagian isi kalimat kedua sama dengan isi kalimat

pertama.

cxlix
Dalam paragraf berikutnya, terdapat kalimat Akhirnya terjadilah sesuatu

yang tidak menggembirakan. Kalimat ini merupakan terjemahan dari g@(‫?ن ﺏ‬5+
<)‫ ذ‬g+ /‫`?وی‬3 C(‫وﺏ‬.
Di sini terlihat sesuatu yang tidak menggembirakan merupakan terjemahan

dari <)‫ ذ‬g+. Sementara itu, dalam teks aslinya, kata <)‫ذ‬ merujuk pada

perbedaan pendapat yang berjung pada perselisihan. Meskipun secara semantic

perselisihan termasuk sesuatu yang tidak menggembirakan, tetapi frasa tersebut

terlalu umum untuk mewakili konsep perbedaan pendapat yang hampir berujung

pada perselisihan.

Kolom Penilaian

Jenis kesalahan Kasus kesalahan Skor nilai

Kalimat tidak diterjemahkan

Kalimat terjemahan salah - berjalan-jalan melalui sebuah desa -5


pesan - Terjadilah sesuatu yang tidak
menggembirakan… -5
- Berselisih dengan  berbeda -5
pendapat dengan
Ketidaktepatan diksi, dan - Barangsiapa  siapa saja -1
kesalahan kecil. - Yang menyimpannya  menyimpan -1
harta
- Abu Sa'id berkata, "Rasulullah -3
bersabda, '…  Abu Sa'ad
meriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda, "…
- Pada apa yang di bawah  emas atau -3
perak
- Lima uqiyah -2
- pada apa (unta) yang di bawah  unta -3
yang kurang dari ...
- Pada apa (hasil tanaman)  hasil -2
pertanian
- Berdiam di rumah kediamanmu -3
sekarang
- Ia (Abu Dzar)  Abu Dar -2

Jumlah Skor - 35

cl
Dengan demikian skor nilai halaman kelima adalah 100 – 35 = 65
Jadi, nilai rata-rata hasil terjemahan ini adalah

Jumlah skor masing-masing halaman = 61 + 74 + 78 + 80 +65 = 71,6


jumlah halaman 5

Dengan demikian, pada umumnya kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam

terjemahan ini adalah kesalahan diksi dan tata bahasa.

BAB VI

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab terakhir ini, Penulis dapat mengambarkan secara ringkas bahwa

penelitian ini merupakan penelitian terhadap terjemahan hadis yang menjadikan

cli
buku Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî terbitan Gema Insani Press sebagai

objeknya. Namun, mengingat keterbatasan Penulis dalam menyibak semua

masalah yang ada, maka penelitian ini Penulis batasi pada masalah terjemahan

hadis-hadis yang ada dalam bab zakat saja. Untuk lebih fokus, Penulis mengambil

data sebanyak lima lembar pertama dari terjemahan hadis yang terdapat dalam bab

tersebut. Sementara itu, teori yang dipergunakan adalah teori kritik dan penilaian

Moch. Syarif Hidayatullah.

Data yang diambil kemudian dianalisis dengan metode eksploratif-

inferensial. Dengan metode eksploratif, Penulis dapat menemukan masalah baru,

yang selanjutnya masalah baru tersebut diklasifikasikan sesuai kepentingan dan

tujuan penelitian. Dengan metode inferensial, Penulis dapat mengungkapkan dan

mengurai masalah yang ada dalam objek, yang kemudian memberikan apresiasi,

kritik, dan penilaian secara objektif, menyeluruh, luas, dan mendalam dari sudut

pandang ilmu yang relevan.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa reproduksi pesan terjemahan

Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî yang diterjemahkan oleh As'ad Yasin dan Elly

Latifa, terbitan Gema Insani Press, belum akurat. Dalam buku tersebut masih

banyak ditemukan konstruksi bahasa yang kaku, tidak jelas, dan tidak wajar

menurut kaidah bahasa Indonesia. Hal ini dapat diperhatikan pada kolom

penilaian yang ada pada BAB IV bagian kritik internal. Berdasarkan penilaian

yang telah dilakukan, nilai lembar pertama sampai lembar kelima masing-masing

61, 74, 78, 80, dan 65. Selanjutnya, jumlah nilai tersebut dibagi jumlah halaman

(lima halaman). Dari situ dapat diperolah nilai rata-rata 71,6. Nilai tersebut sama

dengan nilai B dalam bentuk huruf. Akan tetapi, menurut standard penilaian

clii
Machali, nilai 71,6 masuk pada nilai C. Oleh karena itu, Penulis

merekomendasikan bahwa buku terjemahan Mukhtashar Shahîh Al-Bukhârî

tersebut perlu direvisi terutama pada aspek penggunaan bahasa sasaran.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fath Al-Bâri. Kairo: Dar al-Hadis, 1998

Alwi, Hasan. et all. Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2003

cliii
Antartikasari, Melati. "Kajian Sintak-Semantik Partikel ‫ و‬/Waw/ dalam Al-Quran

Al-Karim. Skripsi S1 Fakultas Sastra Universitas Al Azhar Indonesia, 2007,

tidak diterbitkan

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:

Akademika Pressindo, 2006

As-Salah, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002

Azami, M.M. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya. Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2000

Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004

Chaer, Abdul. Linguitik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Finoza, Laminuddin, Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia, 2001

Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya,

2006

Ismail, M. Syuhudi, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang,

1995

Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Kedudukan As-Sunnah dalam Syari'at Islam.

Bogor: Pustaka al-Taqwa, 2005

Keraf, Gorys. Komosisi. Jakarta: Nusa Indah, 1994

____________. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia, 2005

Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia, 1993

Lubis, Ismail. Falsifikasi Terjemahan Al-Quran. Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogya, 2001

cliv
Mansyur, Moh dan Kustiawan. Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia

Indonesia-Arab. Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997

Moentaha, Salihen. Bahasa dan Terjemahan . Jakarta: Kesaint Blanc, 2006


Muhammad bin Jarir. Jâmi Al-Bayân fî Ta'wîl Al-Quran. T.tp.: Mu'assasah Ar-

Risalah, 2000

Mulyana. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2005

Nasuhi, Hamid, et all, Pedoman Penulisan Skipsi. Jakarta: CeQDa, 2007

Ni'mah, Fuad. Mulakhkhash Qawa'id Al-Lughah Al-Arabiyyah. Beirut: Dar Al-

Fikr, t.t.

Putrayasa, Ida Bagus, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika). Bandung:

Refika Aditama, 2007

Rahman, Fazlur. Wacana Studi Hadis Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogya, 2002

Rudliyana, Muhamad Dede. Perkembangan Pemikiran Ulum Al-Hadis. Bandung:

Pustaka Setia, 2004


Suparno, Abdurrahman dan Mohammad Azhar. Mafaza:Pintar Menerjemahkan

Bahasa Arab-Indonesia. Yogyakarta: Absolut, 2005

Suryawinata, Zuchridin dan Sugeng Hariyanto. Translation: Bahasan Teori dan

Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 2003

Suyono. Pragmatik. Malang: YA 3 Malang, 1990

clv
Syihabuddin. Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek). Jakarta:

Humaniora, 2005

Tim Grasindo Buku Pintar Penerbitan Buku. Jakarta: Grasindo, 2007

Tim Redaksi Hikmah, Panduan Menyunting Naskah Penerbit Hikmah. Jakarta:

Hikmah, 2004

Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

2005, ed. 3-cet. 3.

Wasito, Hermawan. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia, 1993


Widyamartaya. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 1989

Yazid bin Abdul Qadir. Kedudukan As-Sunah dalam Syariat Islam. Bogor:

Pustaka At-Taqwa, 2005

Rujukan dari Internet

library.gunadarma.ac.id

www.depdiknas.go.id

kebunhikmah.com

www.republika.co.id

www.al-islam.com

LAMPIRAN

Halaman Kulit Depan

Buku Terjemahan Mukhtashar Shah îh Al-Bukhârî

clvi
SAMPEL KORPUS DATA

clvii
clviii
clix

Anda mungkin juga menyukai