Lap - Resmi TSP Dhian
Lap - Resmi TSP Dhian
1. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana proses pembuatan tablet dengan
menggunakan metode granulasi basah.
2. DASAR TEORI
a) Pengertian Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan
tablet kempa (Depkes RI, 1994). Tablet dibuat terutama dengan cara kompresi.
Sejumlah tertentu dari tablet dibuat dengan mencetak. Tablet yang dibuat secara
kompresi menggunakan mesin yang mampu menekan bahan bentuk serbuk atau granul dengan
menggunakan berbagai bentuk punch dan die. Alat kompresi tablet merupakan alat
berat dari berbagai kapasitas dipilih sesuai dengan dasar dari jenis tablet yang akan
dibuat serta produksi rata-rata yang diinginkan. Tablet yang dicetak dibuat dengan
tangan atau dengan alat mesin tangan, dengan cara menekan bahan tablet kedalam
cetakan, kemudian bahan tablet yang telah terbentuk dikeluarkan dari cetakan dan
dibiarkan sampai kering. (Wade,1994).
b) Bentuk dan penggolongan obat
c) Kriteria tablet
2
- Volume sediaan cukup kecil dan wujudnya padat (merupakan bentuk
sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak), memudahkan
pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan;
- Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif
yang tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk
sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang
paling rendah;
- Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil;
- Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil;
- Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air;
- Zat aktif yang rasanya tidak enak akan berkurang rasanya dalam tablet;
- Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah;
tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan
permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul;
- Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya
tablet tidak segera terjadi;
- Pelepasan zat aktif dapat diatur (tablet lepas tunda, lepas lambat, lepas
terkendali);
- Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa dan bau yang
tidak enak, dan untuk terapi lokal (salut enterik);
- Dapat diproduksi besar-besaran, sederhana, cepat, sehingga biaya
produksinya lebih rendah;
- Pemakaian oleh penderita lebih mudah;
- Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik (Wade,1994).
Di samping keuntungan di atas, sediaan tablet juga mempunyai
beberapa kerugian, antara lain :
- Ada orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam keadaan tidak
sadar/pingsan);
- Formulasi tablet cukup rumit, antara lain :
Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi kompak padat, karena sifat
amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis;
Zat aktif yang sulit terbasahi (hidrofob), lambat melarut, dosisnya cukup
besar atau tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna, atau
3
kombinasi dari sifat tersebut, akan sulit untuk diformulasi (harus
diformulasi sedemikian rupa);
Zat aktif yang rasanya pahit, tidak enak, atau bau yang tidak disenangi, atau
zat aktif yang peka terhadap oksigen, atmosfer, dan kelembaban udara,
memerlukan enkapsulasi sebelum dikempa. Dalam hal ini sediaan kapsul
menjadi lebih baik daripada tablet (Wade,1994).
Granulasi Basah
Granulasi Basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi
partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat
sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila
zat aktif tahan terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak
langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik. (Ansel,1989).
4
Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi masa tablet dengan larutan
pengikat teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian masa basah
tersebut digranulasi. (Ansel,1989).
Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat
sebagai pengganti pengompakan, tehnik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur
yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga
bahan tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan
terpisah. Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana jembatan
cair yang terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya akan meningkat bila jumlah
cairan yang ditambahkan meningkat, gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling
penting pada awal pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran
dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan pengikat sudah bekerja,
jika sudah diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi
tekanan dengan alat penggiling atau oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul
sehingga luas permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi lebih cepat, setelah
pengeringan granul diayak kembali ukuran ayakan tergantung pada alat penghancur yang
digunakan dan ukuran tablet yang akan dibuat (Ansel,1989).
5
Peralatan yang digunakan lebih banyak sehingga secara otomatis lebih banyak pula
personnel yang diperlukan
Tidak bisa digunakan untuk obat-obat yang sensitif thd kelembaban dan pemanasan
Pada tablet berwarna dapat terjadi peristiwa migrasi dan ketidak homogenan sehingga
tablet berbintik-bintik
Incompabilitas antar komponen di dalam formulasi akan diperbesar, terutama untuk
obat-obat campuran (multivitamin, dll) (Wade,1994).
6
Pecahnya tablet disebabkan karena alat dan tablet retak di bagian atas
karena tekanan yang berlebih. (Wade,1994).
7. Binding
Kesulitan mengeluarkan tablet karena lubrikan yang tidak cukup.
(Wade,1994).
8. Molting
Distribusi zat warna yang tidak homogen. Penyebabnya adalah migrasi
zat warna yang tidak seragam (atas kering duluan yang bawah masih basah).
(Wade,1994).
7
- Bahan pengisi juga dapat menyebabkan tak tersatukan secara kimia.
Contoh : interaksi antara gugus amin tertentu dengan pengisi laktosa
menyebabkan brown effect (tablet menjadi coklat/memucat)
- Bahan pengisi yang bersifat absorbent, misalnya bentonit dan kaolin,
tidak boleh digunakan untuk produk-produk dengan dosis kecil seperti
glikosida jantung, alkaloid dan produk-produk estrogen sintetik.
(Martindale,1982).
2. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memegang peranan yang sangat penting dalam
pembuatan granul. Bahan ini akan menentukan :
- Keseragaman ukuran granul
- Kekerasan tablet
- Waktu hancur
- Dissolusi
- Compressibility
- Density granul
- Kemungkinan terjadinya peristiwa migrasi bahan obat
(Martindale,1982).
Bahan pengikat ditambahkan, baik dalam bentuk kering maupun
cairan dalam proses granulasi basah atau menaikkan kekompakan kohesi
bagi tablet cetak langsung. Namun demikian, bahan pengikat akan lebih
efektif bila digunakan dalam bentuk larutan yang digunakan dalam
granulasi basah.
Contoh komposisi bahan pengikat :
- Amylum : 5 – 10 % b/v pasta dalam air
- Gelatine : 2 – 10 % dalam air atau 2% dlm mucilago amyli
- PVP (poly vinyl pyrrolidone) : 2 % dalam air atau alkohol
- Methyl Celluloce : 2 – 10 % dalam air
- Starch paste (pasta kanji) : 10 – 20 % (Martindale,1982).
3. Bahan Penghancur
Bahan penghancur (disintegrants) merupakan bahan atau campuran
bahan yang dapat menyebabkan tablet hancur ketika tablet kontak dengan
cairan saluran pencernaan. Dapat berfungsi menarik air ke dalam tablet,
mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi bagian-bagian.
8
Fragmen-fragmen tablet tsb akan sangat menentukan kelarutan selanjutnya
dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan.
Contoh Bahan-bahan Penghancur :
a. Kanji (amylum)
Merupakan jenis bahan penghancur yang paling umum digunakan,
harganya juga paling murah. Konsentrasi 5 – 20 % dari berat tablet Amyl
jagung (maize starch), Amyl kentang (corn starch), Amyl beras, Amyl
gandum, dll Modifikasi Amylum (Sta – Rx 1500) dpt digunakan sebagai
Bhn pengikat, bahan penghancur, bahan pelincin (lubricant).
b. Microcrystalin Cellulose
Contoh : Avicel PH 101 dan PH 102
Digunakan dalam keadaan kering (untuk granulasi kering atau cetak
langsung).
c. Explotab (Sodium Starch Glycolate/SSG)
Merupakan cross-linked starch yang sangat baik digunakan untuk
obat-obat yang tidak larut, misalnya antasida, dicalcium phosphat,
dexamethasone, dll.
d. Kombinasi asam
Asam sitrat, asam tartrat maupun asam fumarat, bersama-sama dengan
sodium bicarbonate, apabila kontak dengan air menghasilkan gas CO2
yang dapat menyebabkan tablet hancur tablet effervescent
4. Bahan Pelincir
Bahan pelincir (lubricants) merupakan bahan atau campuran bahan
yang berfungsi untuk :
- Memudahkan tablet didorong keluar dari die
- Mencegah tablet melekat pada punch
- Mencegah gesekan antara punch dan die
- Memperbaiki kecepatan alir (flow rate) granul
Hal-hal yang harus diperhatikan pada penggunaan lubricant :
- Ukuran partikel lubricant (umumnya : 80 – 100 mesh)
- Lama waktu pencampuran, karena dapat menyebabkan kenaikan waktu
hancur dan menurunkan kadar dissolusi obat (Max. 5 menit)
Contoh bahan – bahan pelincir :
Talk kadar sampai dengan 5 %
Metalic (Mg, As, Ca) Stearat Max 1%
9
PEG jarang digunakan
5. Pewarna
Fungsi bahan pewarna :
- Sebagai bahan Estetik
- Untuk membedakan produk yang satu dengan yang lain selama masa
produksi
- Untuk identifikasi obat – obat tertentu
Pemakaian pewarna yang larut max. 0,05 % (sesuai dengan Undang
Undang atau peraturan tentang penggunaan pewarna dalam sediaan obat).
Penambahan pewarna, biasanya diberikan pada saat proses granulasi
basah.
Problem: migrasi warna pada saat pengeringan granul (warna tidak rata)
Cara pengatasan :
- Penambahan 5 – 10 % CMC
- Pemanasan granul pada temperatur rendah
- Pengadukan granul selama proses pengeringan (mesin FBD
(Martindale,1982).
3. FORMULASI
a) Paracetamol 500mg
b) Laktosa 50mg
c) Amylum Maihot 43,5mg
d) Avicel PH 101 30mg
e) Gelatin 20mg
f) Magnesium Stearat 6,5mg
g) Aquadest q.s
6. PERHITUNGAN BAHAN
1. Paracetamol : 500 mg x 50 tab = 25.000 mg
2. Laktosa : 50 mg x 50 tab = 2.500 mg
3. Amilum Manihot : 43,5 mg x 50 tab = 2.175 mg
4. Avicel PH 101 : 30 mg x 50 tab = 1.500 mg
5. Gelatin : 20 mg x 50 tab = 1.000 mg
6. Magnesium Strearat : 6,5 mg x 50 tab = 325 mg
7. Aquadest : q.s
7. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan tablet dengan metode granulasi basah
dan kemudian dilakukan evaluasi tablet yang telah dicetak. Tujuan akhir pada praktikum kali
ini adalah agar mahasiswa dapat membuat sedian tablet acetaminophen/parasetamol dengan
kualitas tablet yang cukup baik. Tablet yang dibuat berisi zat aktif Paracetamol 500 mg/ 500
tablet yang di indikasikan sebagai analgetikum dan antipiretikum. Formulasi yang dibuat
sebagai berikut:
1. Actaminophen 500 mg
2. Laktosa 50 mg
3. Amilum manihot 43,5 mg
4. Avicel PH 101 30 mg
5. Gelain 20 mg
6. Mg-stearat 6,5 mg
7. Aquadest q.s
11
Parasetamol memiliki sifat kompresibilitas dan fluiditas yang kurang baik, sehingga
menimbulkan kesulitan sewaktu pengempaan. Untuk obat dengan sifat kompatibilitas yang
kurang baik dalam dosis besar paling tepat jika digunakan metode granulasi basah, karena
dengan metode granulasi basah tidak memerlukan banyak bahan tambahan yang
menyebabkan bobot terlalu besar, selain itu sifat parasetamol yang tahan terhadap panas dan
kelembaban selama proses granulasi.
Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi massa tablet dengan larutan
pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian massa basah
tersebut digranulasi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan
metode ini adalah menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah,
pengayakan adonan lembab menjadi granul, pengeringan, pengayakan kering, pencampuran
bahan pelicin, pembuatan tablet dengan kompresi.
Zat-zat yang digunakan untuk pembuatan granul yaitu parasetamol, amilum manihot,
dan laktosa. Laktosa merupan zat pengisi tablet supaya dapat membentuk massa yang kompak
dan pas untuk dicetak dengan ukuran tertentu. Sedangkan zat-zat yang dimasukan setelah
serbuk menjadi granul dan akan dikempa menjadi tablet. Zat-zat terdiri dari sebagai
disintegran (penghancur agar partikel terdistribusi dengan baik), Mg-stearat dan talk sebagai
pelincir.
Tahap awal yaitu diawali dengan penimbangan zat zat yang dibutuhkan, selanjutnya
mencamurkan semua bahan sampai homoge. Melarutkan gelatin dengan air panas sebanyak
75ml. Kemudian mencampurkan semua bahan dengan lelehan gelatin hingga membentuk
masa granul. Masa granul yang sudah terbentuk diayak dengan ayakan no.14, setelah itu
dimasukkan kedalam cawan petri, setelah itu dikeringkan dengan cara dimasukkan kedalam
oven.
Pada tahapan pembuatan granul. Massa yang dapat dikepal tersebut kemudian
digranulasi. Pada metode ini granulasi dilakukan sebanyak 2 kali dan untuk tahap pertama
granulasi basah digunakan mesh yang lebih besar yaitu mesh no.14. Tujuannya agar granul
lebih berkonsolidasi, meningkatkan bamyaknya tempat kontak partikel, dan meningkatkan
luas permukaan untuk memudahkan pengeringan. Setelah semua massa selesai, maka massa
tersebut dimasukan ke dalam oven pada suhu 45oC dan dibiarkan selama 24 jam. Proses
pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang
dipakai pada pembentukan gumpalan-gumpalan dan untuk mengurangi kelembapan sampai
pada tingkat yang optimum. Pada proses pengeringan yang memegang peranan penting adalah
ikatan antarpartikel akibat penggabungan atau rekristalisasi dan gaya van der Waals.
Kandungan air yang tinggi pada pasta dapat menyebabkan friabilitas tinggi dan kerapuhan
12
pada tablet. Kemudian massa granul kering kembali digranulasi dengan menggunakan mesh
yang lebih kecil, yaitu mesh no.16. Granulasi ulang ini bertujuan agar massa yang dibentuk
untuk menjadi tablet jauh lebih mudah untuk dikempa. Selain itu dikarenakan sebelum
pencetakan tablet diharuskan juga melakukan uji-uji tertentu untuk menentukan baik atau
tidaknya granul yang sudah didapat. Seberapa jauh ukuran granul dihaluskan, tergantung pada
ukuran punch yang akan dipakai dan tablet yang akan diproduksi. Pengukuran granul
diperlukan sehingga rongga cetakan untuk memproduksi tablet-tablet kecil dapat diisi penuh
secara tepat oleh granul-granul tadi. Kekosongan atau rongga udara yang disisakan oleh
granul besar dalam cetakan kecil, akan menimbulkan hasil tablet yang diproduksi tidak rata.
Mg stearat digunakan sebagai lubrikan sebanyak 0,5 %, penggunaan Mg stearat ini
dalam jumlah yang cukup kecil karena zat tambahan lain juga mempunyai sifat lubrikan.
Tujuan penambahan adalah untuk mempercepat aliran bahan dalam corong ke dalam rongga
cetakan sehingga mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet, selain itu juga
berguna untuk mencegah melekatnya massa tablet pada punch dan cetakan. Penambahan
lubrikan yang berlebihan akan menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet.
Gelatin dalam formulasi digunakan sebagai glidan, sebanyak 50mg dimana rentang
konsentrasi sebagai glidan adalah 0,5 – 1%. Namun demikian lakosa juga berfungsi sebagai
adsorben, disintegran, dan zat untuk meningkatkan viskositas. Laktosa memiliki ukuran
partikel yang kecil dengan luas permukaan spesifik yang besar sehingga memberikan
karakteristik sifat alir yang baik dari serbuk kering untuk dicetak langsung.
Avicel PH 101 dalam formulasi ini berfungsi sebagai bahan penghancur. Hal tersebut
menunjukan bahwa bahan ini cocok untuk metode granulasi basah karena primojel memiliki
daya pengembang yang cukup besar dengan masih menjaga keutuhan tabletnya.
Beberapa karakter padatan yang dapat dianalisis dari data hasil ayakan:
1. Average diamater
Diameter yang jika dikalikan dengan jumlah partikel akan memberikan jumlah total
diameter dalam campuran itu.
Davg x (jumlah partikel) = D total campuran.
2. Average surface
Surface average x (jumlah partikel) = surface total
3. Average volume
Volume avg x (jumlah partikel) = surface total
4. Average mass
Mass avg x (jumlah partikel) = massa total
13
8. Kesimpulan
1. Praktikan dapat mengetahui cara pembuatan tablet parasetamol dengan metode
granulasi basah.
2. Pembuatan tablet dengan metode granulasi basah memerlukan pengawet karena
salah satu bahannya adalah air.
3. Pada saat pengeringan menggunakan oven harus secara merata untuk menghindari
tidak sempurnanya pengeringan.
4. Pada saat pengayakan, ukuran granul harus sesuai agar sifat alir granul baik pada
saat pencetakan.
9. Daftar Pustaka
- Anief M., 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta.
- Anief M., 1987, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta.
- Anonim, 1995 Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
- Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
14