Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup
internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang
perekonomian Negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar. Bahkan, Indonesia
pernah menguasai produksi karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan
negara asal tanaman karet sendiri yaitu di daratan Amerika Selatan.

Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil. Karenanya, nama
ilmiahnya Herea brasiliensis. Sebelum dipopulerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan
secara besar-besaran, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah
memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasilan getah.

Karena lebih dari 80% dikelola oleh rakyat, perkebunan juga merupakan sumber mata
pencaharian dan pendapatan sebagian besar penduduk Indonesia. Sebagai sumber pertumbuhan
bahan baku industri, lapangan kerja, pendapatan, devisa, maupun pelestarian alam, perkebunan
masih akan tetap memegang peranan penting.

Oleh karena itu, pemeliharaan tanaman karet dilakukan untuk menjaga kualitas hasilnya.
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pengendalian
gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman. Areal pertanaman karet, baik tanaman
belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma
seperti alang-alang (Imperata cylindrica) dan Mikania micrantha, eupatorium (Eupatorium sp),
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Hasil pengamatan pada pemeliharaan TBM dan TM karet di PTPN IX, Krumput, Banyumas diantaranya
penyulaman, penunasan, pemotongan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman karet.
Pemeliharaan tanaman belum mengahasilkan (TBM):
1. Penyulaman
2. Wiwil
3. Perangsangan cabang setelah tinggi 2,7-3 m
4. Pemeliharaan tanah teras, gondang-gandong, rorak
5. Pengolahan tanah
6. Pengendalian gulma
7. Pemupukan
8. Inventarisasi pohon
9. Pengendalian HPT
10. Pengukuran lilit batang.
B. Pembahasan

Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30 tahun. Habitus tanaman ini
merupakan pohon dengan tinggi tanaman dapat mencapai 15-20 meter. Modal utama dalam pengusahaan
tanaman ini adalah batang setinggi 2,5 sampai 3 meter dimana terdapat pembuluh latek. Oleh karena itu
fokus pengolahan tanaman karet ini adalah bagaimana mengelola batang tanaman ini seefisien mungkin
(Setyawan dan Andoko, 2005).

Produksi karet dipengaruhi oleh beberapa hal seperti iklim dan cuaca. Pada musim rontok produktivitas
pohon karet menurun, dan dengan asumsi harga pasar luar negeri stabil, harga di tingkat petani pun
menjadi lebih baik. Cuaca juga berpengaruh terhadap produksi karet. Pada musim hujan petani tidak bisa
menyadap karena lateks yang keluar tidak bisa ditampung karena lateks mengencer dan jatuh di sekeliling
batang. Begitu juga hujan pada waktu dinihari karena batang masih dalam kondisi basah, sehingga pada
musim hujan produksi karet petani turun (Suswatiningsih, 2008).

Produksi lateks dari tanaman karet selain ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon
unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat
terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi kriteria matang sadap.
Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan
tanah telah mencapai minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut,
maka areal pertanaman sudah siap dipanen (Anwar, 2001). Commented [a1]: pembahasan

Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan, agro-klimatologi, pemeliharaan tanaman belum
menghasilkan, sistem dan manajemen sadap. Asumsi bahwa pengelolaan kebun plasma dapat memenuhi
seluruh kriteria yang telah dikemukakan dalam kultur teknis karet di atas, maka estimasi produksi dapat
dilakukan dengan mengacu pada standar produksi yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat atau
Balai Penelitian Perkebunan yang bersangkutan (Anwar, 2001). Commented [a2]: pembahasan

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pengendalian
gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman. Areal pertanaman karet, baik tanaman
belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma
seperti alang-alang (Imperata cylindrica), Mikania micrantha, eupatorium (Eupatorium sp),
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Anwar, 2001).

Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari perkebunan Krumput, dalam fase TBM (tanaman
belum menghasilkan), terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan
tanaman karet, yaitu:

1. Penyulaman

Bibit tanaman karet ditanam pada jarak 6 meter x 2,5 meter, dalam lubang yang berukuran 60 cm
x 60 cm x 60 cm. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang telah mati sampai
dengan tanaman telah berumur 2 tahun pada saat musim penghujan. Tunas palsu harus dibuang
selama 2 bulan pertama dengan rotasi 2 minggu sekali, sedangkan tunas lain dibuang sampai
tanaman mencapai ketinggian 1,80 m.
Bibit yang baru ditanam harus diperiksa setiap dua minggu sekali selama tiga bulan pertama
setelah penanaman. Pemeriksaan ini penting khususnya bila bahan tanam yang digunakan adalah
stum matta tidur. Bibit yang mati harus segera diganti atau disulam dengan bibit yang baru agar
populasi tanaman dapat dipertahankan dan seragam.

Penyulaman sebaiknya dilakukan dengan bahan tanam yang mempunya umur relatif sama atau
lebih tua dari tanaman yang disulam. Untuk memperoleh bahan tanam yang seumur, haruslah
disediakan bibit terlebih dahulu bahan tanam dalam bentuk polibag dan disulam pada tahun yang
sama. Jika penyulaman masih harus dilakukan pada tahun ke-dua atau tahun ke-tiga penyulaman
harus dilakukan dengan bahan tanam berupa stum mata tinggi.

2. Wiwil (penunasan)

Tunas cabang adalah tunas yang tumbuh dari ketiak daun tanaman. Tunas ini harus dibuang agar
tanaman karet yang ditanam nantinya memiliki bidang sadap yang mulus. Oleh karena batang
tanaman karet yang disadap berada dibawah ketinggian 3 meter, maka pembuangan tunas cabang
pun hanya dilakukan pada area batang tersebut. Seperti pembuangan tunas palsu, tunas cabang
pun sebaiknya dilakukan pada awal pertumbuhannya yakni sebelum tunas tersebut mengayu,
karena apabila pembuangan tunas dilakukan ketika tunas tersebut mengayu, selain menyebabkan
kesulitan dalam proses pembuangannya, bekas potongan tunas mengakibatkan bidang sadap
rusak.

3. Perangsangan Cabang

Pertumbuhan tanaman karet pada fase belum menghasilkan umumnya mengikuti sebuah siklus,
artinya pada suatu saat tanaman karet akan tumbuh tinggi tanpa membentuk payung daun dan
pada suatu saat pertumbuhan tinggi tanaman akan terhenti dan membentuk payung daun. Selama
payung daun yang terbentuk belum benar-benar tua, tinggi tanaman tidak bertambah, dan apabila
daun-daun pada payung daun tersebut sudah benar-benar tua tanaman akan tumbuh tinggi tanpa
membentuk payung daun, begitu seterusnya.

Pertumbuhan tanaman yang demikian apabila dibiarkan dapat menyebabkan batang tanaman
mudah patah karena tiupan angin. Oleh karena itu, pertumbuhan tinggi batang haruslah dibatasi
dengan cara merangsang percabangan tanaman pada ketinggian > 3 meter dari permukaan tanah.
Dengan terbentuknya percabangan, tanaman akan lebih kuat menahan terpaan angin.

Perangsangan percabangan bisa dilakukan dengan berbagai cara yang diantaranya adalah
penyanggulan, pemangkasan daun, dan pemenggalan batang.

4. Pemeliharaan Teras

Teras pada lahan perkebunan dibuat dengan ukuran lebar 2 meter, elevasi sekitar 10o. Teras
tersebut dilengkapi dengan pembuatan gondang-gandung, yaitu lubang-lubang seresah berukuran
panjang, lebar dan dalam berturut-turut yaitu : 100 cm x 40 cm x 60 cm. Selain gondang-
gandung, di antara 3 pohon karet, di gali 1 buah rorak, fungsinya sebagai pengantisipasi erosi
dan penyuburan lahan.
5. Pengolahan Tanah

Pada tanah, dilakukan pemeliharaan berupa pacul growal, yaitu mencangkul di antara teras saat
musim kemarau dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya penguapan.

Untuk mencegah terjadinya erosi dapat dilakukan dengan penanaman tanaman penutup tanah,
selain itu tanaman penutup tanah juga dapat melindungi tanah dari sinar matahari langsung,
menekan pertumbuhan gulma. Tanaman penutup tanah juga mempercepat matang sadap dan
mempertinggi hasil lateks. Tanaman penutup tanah dapat dipilih dari 3 ( tiga ) jenis tanaman,
yaitu tanaman merayap, tanaman semak dan tanaman pohon. Tanaman merayap terdiri atas
rumput dan jenis leguminosa seperti Pueraria javanica, Centrosema pubescens dan
Calopogonium mucunoides. Tanaman merayap, tanaman semak yang biasa digunakan adalah
crotalaria usara moensis, C juncea, C anagyrroides, Tephorosia Candida dan T. Vogelili
sedangkan tanaman pohon yang digunakan sebagai tanaman penutup adalah petai cina namun
sangatlah jarang kecuali pada daerah daerah yang sering terjadi angin kencang dan serangan babi
hutan. Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk
melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia
dan sifat fisik tanah.

6. Pengendalian Gulma

Pada tanaman belum menghasilkan (TBM) terutama tahun pertama sampai tahun ketiga, tanah
masih terbuka sehingga gulma, seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium, dan lain-lain, tumbuh
subur dan cepat. Oleh karena itu, gulma harus dikendalikan agar tanaman karet dapat tumbuh
subur dan dapat mencapai produksi optimal. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan pada
tahun pertama dilakukan berdasarkan umur tanaman.

Pengendalian gulma pada tanaman belum menghasilkan dipusatkan di sekitar barisan tanaman.
Pada tahap awal, daerah di sekitar pangkal batang dibebaskan dari gulma. Dengan bertambahnya
umur tanaman pada daerah yang dibebaskan dari gulma adalah daerah satu meter sebelah kiri
dan kanan barisan tanaman. Dengan cara demikian, maka kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan
penyadapan dapat dilakukan dengan mudah. Pada masa TBM, pengendalian gulma lebih banyak
menggunakan cara manual, yaitu dengan mencabut atau membersihkan gulma secara langsung
dengan tangan atau kored.

Pada saat yang bersamaan juga dilakukan pengaturan tanaman penutup tanah yang melilit batang
karet. Cara pengendalian dengan menggunakan herbisida hanya dilakukan secukupnya saja.
Selain itu, Pengendalian gulma pada tanaman yang belum menghasilkan juga dilakukan dengan
cara penanaman tanaman penutup tanah, pemeliharaan piringan atau jalur tanaman, dan
pemeliharaan gawangan tanaman (Mangoensoekarjo, 1983)

7. Pemupukan

Pemupukan dilakukan 2 kali setahun yaitu menjelang musim hujan dan akhir musim kemarau,
sebelumnya tanaman dibersihkan dulu dari rerumputan dibuat larikan melingkar selama – 10
Cm. Pemupukan pertama kurang lebih 10 Cm dari pohon dan semakin besar disesuaikan dengan
lingkaran tajuk. . Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program
pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang
seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada
Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan,
gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya
dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl.

8. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Pengendalian hama penyakit mutlak diperlukan agar produktivitas karet tetap terjaga kualitas
dan kuantitasnya. Sebab tanaman karet yang dirusak oleh hama akan terganggu produktivitasnya
dan hal ini bisa menyebabkan menurunnya harga jual dari lateks yang dihasilkan oleh karet. Pada
akhhirnya akan merugikan petani ataupun perusahaan yang membudidayakan karet sebagai
sebuah komoditas unggulan pertanian.

Sedangkan pada fase TM (tanaman menghasilkan), terdapat beberapa kegiatan pemeliharaan


yang tidak jauh berbeda dari kegiatan pemeliharaan TBM di atas. Kegiatan-kegiatan tersebut
antara lain:
1. Pemeliharaan saluran air
2. Pemeliharaan tanah teras, gondang-gandong dan rorak
3. Pengendalian gulma
4. Pemupukan
5. Inventarisasi pohon
6. Pengendalian hama dan penyakit tanaman.

Legume Cover Crop

Cover crop atau tanaman penutup umumnya adalah tanaman yang berasal dari famili
legumineceae (tanaman legume/ kacang-kacangan). Cover crop atau tanaman penutup tanah
berperan sebagai penahan kelembaban tanah di daerah perkebunan khususnya perkebunan kelapa
sawit dan karet. Selain berfungsi menjaga kelembaban tanah di areal sekitar perkebunan, cover
crop juga memiliki peran sebagai penggembur tanah (Arsyad, 2006).

Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan
yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui
batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi
kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya
kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan
memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi (Syamsulbahri, 1996).

Tanaman penutup tanah dapat dipilih dari 3 ( tiga ) jenis tanaman, yaitu tanaman merayap,
tanaman semak dan tanaman pohon. Tanaman merayap terdiri atas rumput dan jenis leguminosa
seperti Pueraria javanica, Centrosema pubescens dan Calopogonium mucunoides. Tanaman
merayap, tanaman semak yang biasa digunakan adalah crotalaria usara moensis, C juncea, C
anagyrroides, Tephorosia Candida dan T. Vogelili.
Beberapa jenis LCC yang dianjurkan sebagai tanaman penutup tanah ada tanaman karet adalah
sebagai berikut :
1. Centrosema pubescens Benth.
2. Calopogonium mucunoides Desv. (Roxb.)
3. Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth.
4. Pueraria javanica.
5. Calopogonium cearuleum Hemsl.
6. Centrosema plumeri (Turp. Ex Pers.) Benth.
7. Psophocarpus palustris Desv.
8. Pueraria thunbergiana (S & Z.) Benth.
9. Mucuna cochinchinensis.
10. Mucuna bracteata.

Tanaman penutup tanah yang ditanam pada kebun Krumput ini yaitu Mukuna (Mucuna
bracteata). Tanaman ini dipilih sebagai LCC pada kebun karet tersebut karena pertumbuhannya
yang sangat cepat. Mucuna Bracteata (MB) berasal dari India. Kacangan MB ini tahan terhadap
kekeringan dan naungan. Kapasitas Fiksasi nitrogen MB ini tinggi. Dia tumbuh sangat cepat dan
menutup lahan sangat cepat, karena itu dia menekan pertumbuhan gulma-gulma lainnya. MB
sebagai kacang-kacangan akan menyediakan mulsa organic yang tebal yang mana dapat
membantu untuk mengurangi pupuk yang hilang mengalir, karena hujan deras. Lapisan tebal dari
sampah daunnya juga akan membantu untuk mengurangi erosi tanah sehingga kondisi tanah
tidak akan memburuk dari waktu ke waktu.

Penyakit Tanaman Karet

Pennyakit yang sering dijumpai menyerang tanaman karet yaitu penyakit jamur akar putih (JAP),
kering alur sadap (KAS) dan jamur upas.
1. Jamur Akar Putih

Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus (Rigidoporus lignosus).
Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat
kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting
menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. Pada
perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf).
Jamur kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga kekuning-kuningan
pada pangkal akar tanaman. Pada serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman
mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman tetangganya.
Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar tanaman sehat ke tunggultunggul,
sisa akar tanaman atau perakaran tanaman sakit. Penyakit akar putih sering dijumpai pada
tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau
sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir.

Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk mendapatkan
keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian tanaman. Bila pengobatan dilakukan
pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan hanya mencapai di bawah 80%.
Cara penggunaan dan jenis fungisida anjuran yang dianjurkan adalah :
a. Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.
b. Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC, Calixin 750 EC,
Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC.
c. Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+

2. Kering Alur Sadap

Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap sehingga tidak
mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh
penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang
lateks ethepon. Adanya kekeringan alur sadap mula-mula ditandai dengan tidak mengalirnya
lateks pada sebagian alur sadap. Kemu-dian dalam beberapa minggu saja kese-luruhan alur sadap
ini kering tidak me-ngeluarkan lateks. Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi
cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum (blendok). Kekeringan kulit tersebut dapat meluas
ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit pulihan atau
sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan penyakit ini adalah terjadinya pecah-pecah pada kulit
dan pembengkakan atau tonjolan pada batang tanaman.

Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan:


Menghindari penyadapan yang terlalu sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada
klon yang rentan terhadap kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan
RRIC 100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang
dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap sampai 10% pada
seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau
1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon dikurangi atau dihentikan untuk mencegah agar pohon-pohon
lainnya tidak mengalami kering alur sadap.

Pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap
atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit
NoBB atau Antico F-96 sekali satu bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB harus diikuti
dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali seminggu untuk
mencegah masuknya kumbang penggerek (Gambar 4.10). Penyadapan dapat dilanjutkan di
bawah kulit yang kering atau di panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau
1/2S d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap. Pohon
yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat
pemulihan kulit.

3. Jamur Upas

Penyakit ini merupakan penyakit batang atau cabang. Jamur ini mempunyai empat tingkat
perkembangan. Mulamula terbentuk lapisan jamur yang tipis dan berwarna putih pada
permukaan kulit (tingkat sarang laba-laba), kemudian berkembang membentuk kumpulan benang
jamur (tingkat bongkol-bongkol), selanjutnya terbentuk lapisan kerak berwarna merah muda
(tingkat corticium) pada tingkat ini jamur telah masuk ke dalam kayu, terakhir jamur membentuk
lapisan tebal berwarna merah tua (tingkat necator). Pada bagian yang terserang pada umumnya
terbentuk latek berwarna coklat hitam. Kulit yang terserang akan membusuk dan berwarna hitam
kemudian mengering dan mengelupas. Pada serangan lanjut tajuk percabanagan akan mati dan
mudah patah oleh angin. Serangan ini terlihat pada tanaman muda yang berumur tiga samapai
tujuh tahun dan penyebarannya pada daerah-daerah yang lembab dengan curah hujan tinggi.

Menurut Setiawan dan Andoko (2005), pengendalian terhadap jamur upas dapat dilakukan
sebagai berikut:
(a.) Pada daerah lembab menanam tanaman yang tahan, yaitu AVROS 2037, PR 261, BPM 24,
RRIC 100, BPM 107 dan PB 260
(b.) Jarak tanam tidak terlalu rapat.
(c.) Pengobatan dilakukan sejak awal mungkin yaitu dengan menggunakan Calixin 750 EC dan
Antico F-96 setiap tiga bulan atau Bubur Bordo atau Fylomac 90 setiap dua minggu, dengan cara
mengoleskan pada bagian yang terserang sampai jarak 30 cm ke atas dan ke bawah. Bila
serangan lebih berat lagi (tingkat corticium atau necator), maka dilakukan mengelupasan kulit
yang busuk kemudian dilumasi dengan Calixin 750 EC atau Antico F-96.

Hama Tanaman Karet

Hama utama tanaman karet yang mampu menimbulkan kerugian sangat fatal yaitu hama rayap.
Rayap pada umumnya berkumpul dan bersarang pada tanaman yang sudah mati. Serangan pada
tanaman karet biasanya setelah tanaman karet mati sebagai akibat dari serangan jamur akar putih
(JAP) atau pada areal penanaman yang menggunakan bahan tanam stump mata tidur yang
kekeringan. Namun demikian untuk tanaman muda bisa terjadi serangan apabila terjadi
kekeringan pada saat musim kemarau. Menurut Sianturi (2001), pengendalian hama ini yaitu
dengan cara:
a. Membersihkan tunggul-tunggul sisa pembukaan lahan.
b. Menanam dengan bahan tanam polybag.
c. Menaburkan Carbofuran (Furadan atau Dharmafur) di sekitar tanaman yang terserang
sebanyak satu sendok makan.

V. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan kami pada perkebunan karet Krumput ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:

1. Pemeliharaan pada tanaman karet belum menghasilkan (TBM) terdiri dari 10 kegiatan,
yaitu: a.) Penyulaman. b.) Wiwil, c.) Perangsangan cabang setelah tinggi 2,7-3 m, d.)
Pemeliharaan tanah teras, gondang-gandong, rorak. e.) Pengolahan tanah. f.) Pengendalian
gulma. g.) Pemupukan . h.) Inventarisasi pohon. i.) Pengendalian HPT. j.) Pengukuran lilit
batang.

2. Pemeliharaan pada tanaman karet menghasilkan (TM) yaitu dengan cara: a.)Pemeliharaan
saluran air, b.)Pemeliharaan tanah teras, gondang-gandong dan rorak. c.) Pengendalian gulma.
d.) Pemupukan. e.) Inventarisasi pohon. f.) Pengendalian hama dan penyakit tanaman.
3. Penyakit yang sering terjadi pada tanaman karet adalah penyakit jamur akar putih, kering alur
sadap dan jamur upas. Sedangkan hama tanaman karet yang paling merugikan yaitu hama rayap.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Anwar, C., 2001. Pusat penelitian karet, Mig Crop: Medan

BPPP, 1997. 5 Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1992-1996. Departemen


Pertanian, Jakarta.

Deptan, 2010. Budidaya Tanaman Karet. Http://pustaka-deptan.go.id . Diakses 20 Desember


2014.

Mangoensoekarjo S, Balai Penelitian Perkebunan, Medan. 1983. Gulma dan Cara Pengendalian
Pada Budidaya Perkebunan. Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian.

Schery, R. W., 1961. Plants for Man. Prentice Hall Inc, New York.

Setiawan, D. H. dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka,
Jakarta.

Setyamidjaja, D., 1999. Karet. Kanisius, Yogyakarta.

Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera Utara Press, Medan.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Tim Penulis PS, 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • Pengumuman CPNS 2019
    Pengumuman CPNS 2019
    Dokumen15 halaman
    Pengumuman CPNS 2019
    fadlan effendi
    Belum ada peringkat
  • Kewirausahaan
    Kewirausahaan
    Dokumen6 halaman
    Kewirausahaan
    rahmani
    Belum ada peringkat
  • I
    I
    Dokumen9 halaman
    I
    rahmani
    Belum ada peringkat
  • Laporan BDTS
    Laporan BDTS
    Dokumen20 halaman
    Laporan BDTS
    rahmani
    Belum ada peringkat
  • I
    I
    Dokumen9 halaman
    I
    rahmani
    Belum ada peringkat
  • Lap Klintan
    Lap Klintan
    Dokumen2 halaman
    Lap Klintan
    rahmani
    Belum ada peringkat
  • B. Dorsalis
    B. Dorsalis
    Dokumen14 halaman
    B. Dorsalis
    rahmani
    Belum ada peringkat