Oleh:
dr. Mahmudah
Pendamping:
PUSKESMAS TANJUNG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
F.5
Indonesia Indonesia
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
melalui udara , berbicara, percikan ludah ataupin bersin yang dibawa oleh penderita TB.
Tuberculosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.
Pada tahun 1992 Word Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberculosis
sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8
juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) posistif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan
menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asi Tenggara yaitu 33% dari
seluruh kasus TB di dunia. Namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus
per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350
per 100.000 penduduk. Diperkirakan angka kemtian akibat TB adalah 8000 setiap hari
pasien TB di Indonesa merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan China
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Tuberkulosis di
penyakit salauran pernapasn pada semua golongan usia dan nomor I dari golongon
infeksi. Diperkirakan 1,7 juta orang meninggal kare TB pada tahun 2004, termasuk
mereka yang juga memperoleh infeksi HIV (200.000) dan 9,2 juta kasus baru TB.
Perkiraan insidensinya adalah 9,2 juta kasus baru TB pada tahun 2004.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2013, program
Penanggulangan TB di provinsi ini masih belum mencapai target yang diharapkan. Dari
target Case Detection Rate (CDR) ≥40% per tahun, provinsi Jawa Tengah baru mencapai
518,93%. Kabupaten Brebes sendiri memiliki CDR 6,04% per tahun. Selain itu, dari
target Cure Rate (CR) ≥85%, Provinsi Jawa Tengah memiliki CR 81,46% per tahun, dan
Kabupaten Brebes sendiri 90,5% per tahun. Sedangkan dari data profil yang ada pada
tahun 2013 di Puskesmas Tanjung, didapatkan bahwa dari jumlah 42.421 orang
sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin, dan berbicara. Untuk mengurangi
bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu
penanganan awal yang dapat dilakukan adalah di lingkungan keluarga. Karena keadaan
kesehatan rumah. Kondisi kesehatan rumah meliputi 3 komponen yaitu komponen fisik
rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni merupakan faktor risiko timbulnya
penyakit seperti penyakit Tuberkulosis. Perilaku keluarga yang tidak sehat berisiko 5,156
kali lebih besar terhadap kejadian TB Paru daripada perilaku penghuni yang sehat.
keluarga yang sehat dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit Tuberkulosis Paru.
BAB II
PERMASALAHAN
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta TB baru dari 3 juta
kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan
nifas.
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia
penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan cina dengan jumlah kasus
TB paru baru sekitar 539.000 dan jumalh kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei
kematian ketiga terbesar setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan
Berdasarkan data profil Puskesmas Tanjung tahun 2013, didapatkan bahwa dari
jumlah 42.778 orang penduduk, terdapat 34 kasus baru TB Paru dan 10 kasus lama.
Prevalensi TB Paru di Puskesmas Tanjung 103 per 100.000 penduduk. Angka Insidens TB
Paru per 100.000 penduduk adalah 79,5. Sedangkan angka kematian akibat TB Paru per
Dari tujuh wilayah desa binaan Puskesmas Tanjung pada tahun 2012, diketahui
bahwa kasus TB paru baru yang paling banyak dijumpai di desa Sengon. Dari desa
sengon sendiri tahun 2013 ini terdapt 11 kasus baru TB paru dan 2 kasus lama. Prevalensi
TB paru di desa Sengon 100 per 100.000 penduduk. Selain itu di desa Sengon sendiri
A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi kuman
Diantara lebih dari anggota keluarga Mycobacterium diperkirakan lebih dari 30 buah,
hanya tiaga yang dikenal bermasalah dengan kesehatan masyarakat. Mereka adalah
Sebagian kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya dan yang paling sering terkena adalah organ paru (90%).
aerosol (partikel yang sangat kecil). Partikel aerosol ini terhirup melalui saluran
pernafasan mulai dari hidung menuju paru-paru tepatnya ke alveoli paru. Pada
mengakibatkan terjadinya destruksi paru. Bagian paru yang telah rusak atau
dihancurkan ini akan berupa jaringan sel-sel mati yang oleh karenanya akan
diupayakan oleh paru untuk dikeluarkan dengan reflek batuk. Oleh karena itu pada
paru berubah menjadi sebuah lubang (kavitas)yang dapat bervariasi besarnya dari
kecil (1-3 cm) sampai besar (>3cm) dan besar sekali yang pada foto rontgen paru
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan. Dalam
proses ini bahan cair akan di buang ke broncuk dan menimbulkan suatu ronggo.
Bahan tuberkel yang dikeluarkan dari dinding rongga akan masuk ke dalam
percabangan trakea bronchial. Proses ini mungkin akan terulang kembali di bagian
yang melewati kelenjar getah bening dalam jumlah kecil akan mencapai aliran darah
yang kadang – kadang dpat menimbulkan lesi pada berbagai organ. Jenis penyebaran
sendiri. Jenis penyebaran hematogen yang lain adalah fenomena akut yang biasanya
darah sehingga banyak organism masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke
organ-organ.
C. GEJALA KLINIK
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun.
positif atau hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
tuberculosis positif.
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
Catatan:
radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologic.
dasarnya berbagai faktr risko TBC saling berkaitan satu sama lain. Faktor risko yang
jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Variabel umur
berperan dalam kejadian penyakit TBC. Dari hasil penelitian yang dilakukan
maksimum pada usia 40-50 tahun kemudian berkurang sedangkan pada pria
tahun
Berdasarkan hasil penelitian di Singapura tahun 1987 menyatakan bahwa
sebanyak 31,11 % penderita TBC paru berada pada usia 60 tahun atau lebih
dan 19,17% berada pada usia antara 40-49 tahun. Sedangkan hasil penelitian
di Brunai Darussalam tahun 1995 sebanyak 23,85% penrita TB berusia 60
tahun atau lebih dan 75,85% penderita berusia antara 15-69 tahun.
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia
peningkatan usia. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia tetapi
angka pada wanita cenderung menurun tajam sesudah melampui usia subur.
ini memerlukan peyelidikan dan penelitian yang lebih lanjut, untuk sementara
makan seseorang akan mencoba untuk mempunyai periklaku hidup bersih dan
jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
umumnya TB paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan
5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatnya resiko
kejadian TB paru. Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
lainnya seperti ada tidaknya kuman TBC di paru. Karena kuman TBC
penyakit TB paru. Oleh sebab itu salah satu upaya untuk menangkalnya adalah
status gizi yang baik, baik untuk wanita, laki-laki, anak-anak maupun dewaaa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada
seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon
kondisi gizi memburuk, perumahan tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan
Mereka juga kehilangan penghasilan setahun secara total mencapati 30% dari
mulut bila batuk atau bersin, meludah sembarangan, merokok dan kebiasaan
penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit
1. Kepadatan hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rmah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agat tidak menyebabkan overlood. Hal ini tidak sehat, sebab
m²/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas
tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan
atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.
pencahayaan dalam rumah sebesar 60 lux. Jika peletakan jendela kurang baik
atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat
misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan
lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. Cahaya matahari minimal
masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan. Semua cahaya pada dasarnya
dapat mematikan, namun tergantung jenis dan lama cahaya tersebut, sinar
lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidak diperlukan cahaya yang lebih redup.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama
dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwarna.
Penularan kuman TB paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar
matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko
ruang sengaja di alirkan kedalam ruang dan udara yang buruk dari dalam
ruang dikeluarkan
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari
kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baikk
kedua adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteti, terutam bakteri
patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menurus. Bakteri
yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk
menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban yang
optimum.
Ada 2 macam ventilasi, yakni ventilasi alamiah dan buatan. Ventilasi
sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari
luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas
TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi
Kuman TB paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, dan
dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
6. Suhu
Suhu dalam ruangan harus dapat diciptakan sedemikian rupa sehingga tubuh
tidak terlalu banyak kehilangan panas atau sebaliknya tubuh tidak sampai
kepanasan. Suhu ruangan dalam rumah yang ideal adalah berkisar antara 18º-
30ºC dan suhu tersebut di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara
F. PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksama yang membantu diagnosis TB, dapat dilakukan pemeriksaan
dahak dan radiologis. Untuk pemeriksaan dahak, cara pengambilan dahak 3 kali
(SPS):
a.Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Pagi ( keesokan harinya )
c.Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir,
tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
2) 1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks,
kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif atau bila 3 kali negatif :
BTA negatif
Sedangkan gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
2) Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3) Bayangan bercak milier.
4) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
a. OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa
jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) slebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia :
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis
tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter
spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
2. PELAKSANAAN KEGIATAN
HOME VISITE
Hari/tanggal : Jumat , 2014
Tempat : Rumah Tn. Ibnu, Desa Sengon, KecamatanTanjung
Hal yang dilakukan dalam home visit:
Perkenalan dan penyampaian tujuan dilakukannya home visit
Assestment (ekonomi, dukungan psikososial, persepsi pasien dan keluarga)
Diskusi dan edukasi
Support
Konseling
Dokumentasi
PENYULUHAN
Hari/tanggal :
Tempat : Posyandu Sengon, Kecamatan tanjung
Acara : penyuluhan mengenai penyakit TBC
Tanya jawab
BAB V
PEMECAHAN MASALAH
A. DATA UMUM
1. Nama : Tn. Ibnu Umar
2. Umur : 37 tahun
3. Alamat : Desa Sengon, Kecamatan Tanjung
4. Pekerjaan : tukang ojek
5. Pendidikan : SD
6. Agama : Islam
7. Suku Bangsa : Jawa
8. Genogram :
Keterangan:
: Perempuan
2
1
1 Keterangan : 1 R. Tamu
1
2. R. Tidur
3. R. Kamr mandi dan dapur
D. STRUKTUR KELUARGA
Pola komunikasi keluarga : Pasien tinggal bersama istri , anak tiri dan ibu mertua
di rumah ,pasien merupakan pengantun baru menikah ±3bulan Komunikasi dilakukan
dengan menggunakan bahasa Jawa. Komunikasi dilakukan secara terbuka.
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tinggi badan : 169 cm
2. Berat Badan : 62 Kg
3. Nadi : 88 x/m
4. Respirasi : 20 x/m
G. HARAPAN PASIEN
1. Persepsi pasien terhadap masalah : Pasien mengetahui mengenai TBC paru dan
bersemangat berobat karena ingin sembuh dan tidak ingin menularkan penyakitnya
ke orang lain.
2. Harapan pasien terhadap masalah: Pasien berharap kedatangan petugas kesehatan
dapat membantu pengobatan pasien dan memberikan pengetahuan baru bagi pasien
tentang penyakit TBC paru.
Dari hasil Homevisite pada pasien didapatkan beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya TBC paru terkait dengan faktor resiko lingkungan ataupun faktor
karakteristik Indivudu, adapun usulan dari pihak kami agar dapat memecahkan
persoalan tersebut dapat berupa :
1. Memberikan pencahayaan yang cukup
Untuk memperoleh sinar matahari yang cukup pada siang hari, diperlukan
luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau
kurang leluasa, dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya basil TB
Intensitas pencahayaan minimumyang diperlukan 10 kali lilin atau kurang
lebih 60 lux, kecuali untuk kamara tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mamtikan kuman untuk semua jenisnya. Bila sinar matahari dapat masuk ke dalam
rumah serta sirkulasi udaranya diatur maka resiko penularan TB paru antar penghuni
akan sangat berkurang.
Dengan dilakukannya kunjungan rumah (home visit) pada pasien TB paru, agar
petugas kesehatan mengetahui beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
penyakit TB paru pada pasien tersebut, misalnya kondisi keadaan rumah dan perilaku
pasien. Pada pasien ini, perilaku pasien sudah cuku baik, misalnya tidak meludah dahak
disembarang tempat dan minum obat secara teratur, tetapi yang menjadi faktor resiko
yang menyebabkan TB paru adalah kondisi rumah pasien. Dengan memperbaiki kondisi
keadaan rumah penderita, diharapkan resiko kejadian dan penularan TB paru kepada
anggota keluarga dapat dicegah.
Hal yang juga tidak lupa dilakukan adalah mengedukasi dan mendukung pasien
beserta keluarga, karena dengan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, makan
diharapkan dapat mencegah penularan TB paru pada anggota keluarga yang lain dan juga
diharapkan pasien tetap minum obat secara teratur selama 4 bulan lagi sehingga dapat
sembuh seperti semula karena saat ini pasien sudah teratur dalam waktu 2 bulan dalam
meminum obat.
DAFTAR PUSTAKA
PENYULUHAN
HOME VISITE