Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT

MENULAR DAN TIDAK MENULAR

Penelusuran Faktor Resiko pada Pasien Tuberkulosis Paru di Desa

Sengon, Kecamatan Tanjung, Brebes

Oleh:

dr. Mahmudah

Pendamping:

dr. Ign. Adhi Pujo A.

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

PUSKESMAS TANJUNG

2014
LEMBAR PENGESAHAN

F.5

LAPORAN UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT

MENULAR DAN TIDAK MENULAR

Penelusuran Faktor Resiko pada Pasien Tuberkulosis Paru di Desa

Sengon, Kecamatan Tanjung, Brebes

Brebes, Maret 2014

Peserta Program Internship Dokter Pendamping Program Internship Dokter

Indonesia Indonesia

dr. Mahmudah dr. Ign. Adhi Pujo A.

NIP: 19720229 200212 1 002


BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis. Penularan penyakit ini dapat ber;angsung sangat cepat

melalui udara , berbicara, percikan ludah ataupin bersin yang dibawa oleh penderita TB.

Tuberculosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.

Pada tahun 1992 Word Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberculosis

sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8

juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan

Asam) posistif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan

menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asi Tenggara yaitu 33% dari

seluruh kasus TB di dunia. Namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus

per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350

per 100.000 penduduk. Diperkirakan angka kemtian akibat TB adalah 8000 setiap hari

dan 2-3 juta setiap tahun.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat,. Jumlah

pasien TB di Indonesa merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan China

dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Tuberkulosis di

Indonesia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan

penyakit salauran pernapasn pada semua golongan usia dan nomor I dari golongon

infeksi. Diperkirakan 1,7 juta orang meninggal kare TB pada tahun 2004, termasuk
mereka yang juga memperoleh infeksi HIV (200.000) dan 9,2 juta kasus baru TB.

Perkiraan insidensinya adalah 9,2 juta kasus baru TB pada tahun 2004.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2013, program

Penanggulangan TB di provinsi ini masih belum mencapai target yang diharapkan. Dari

target Case Detection Rate (CDR) ≥40% per tahun, provinsi Jawa Tengah baru mencapai

518,93%. Kabupaten Brebes sendiri memiliki CDR 6,04% per tahun. Selain itu, dari

target Cure Rate (CR) ≥85%, Provinsi Jawa Tengah memiliki CR 81,46% per tahun, dan

Kabupaten Brebes sendiri 90,5% per tahun. Sedangkan dari data profil yang ada pada

tahun 2013 di Puskesmas Tanjung, didapatkan bahwa dari jumlah 42.421 orang

penduduk, terdapat 39 kasus baru TB Paru.

Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya

sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin, dan berbicara. Untuk mengurangi

bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu

penanganan awal yang dapat dilakukan adalah di lingkungan keluarga. Karena keadaan

lingkungan keluarga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Faktor

lingkungan yang berisiko terhadap penularan Penyakit Tuberkulosis yaitu kondisi

kesehatan rumah. Kondisi kesehatan rumah meliputi 3 komponen yaitu komponen fisik

rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni merupakan faktor risiko timbulnya

penyakit seperti penyakit Tuberkulosis. Perilaku keluarga yang tidak sehat berisiko 5,156

kali lebih besar terhadap kejadian TB Paru daripada perilaku penghuni yang sehat.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku penghuni di dalam lingkungan

keluarga yang sehat dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit Tuberkulosis Paru.
BAB II

PERMASALAHAN

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta TB baru dari 3 juta

kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian

akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian

wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan

nifas.

Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia

penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan cina dengan jumlah kasus

TB paru baru sekitar 539.000 dan jumalh kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab

kematian ketiga terbesar setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan

merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.

Berdasarkan data profil Puskesmas Tanjung tahun 2013, didapatkan bahwa dari

jumlah 42.778 orang penduduk, terdapat 34 kasus baru TB Paru dan 10 kasus lama.

Prevalensi TB Paru di Puskesmas Tanjung 103 per 100.000 penduduk. Angka Insidens TB

Paru per 100.000 penduduk adalah 79,5. Sedangkan angka kematian akibat TB Paru per

100.000 penduduk adalah 4,7

Dari tujuh wilayah desa binaan Puskesmas Tanjung pada tahun 2012, diketahui

bahwa kasus TB paru baru yang paling banyak dijumpai di desa Sengon. Dari desa

sengon sendiri tahun 2013 ini terdapt 11 kasus baru TB paru dan 2 kasus lama. Prevalensi

TB paru di desa Sengon 100 per 100.000 penduduk. Selain itu di desa Sengon sendiri

terdapat 1 pasien meninggal duni akibat TB paru


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh infeksi kuman

TB (Mycobacterium tuberculosi), yang masih keluarga besar genus Mycobacterium.

Diantara lebih dari anggota keluarga Mycobacterium diperkirakan lebih dari 30 buah,

hanya tiaga yang dikenal bermasalah dengan kesehatan masyarakat. Mereka adalah

Mycobacterium bovis, Mycobacterium tuberculosi, dan Mycobacterium leprae.

Sebagian kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh

lainnya dan yang paling sering terkena adalah organ paru (90%).

B. MEKANISME TERJADINYA PENYAKIT TB PARU

Mekanisme penularan TB paru di mulai dengan penderita TB paru BTA (+)

mengeluarkan dahak yang mengandung kuman TB ke lingkungan udara sebagai

aerosol (partikel yang sangat kecil). Partikel aerosol ini terhirup melalui saluran

pernafasan mulai dari hidung menuju paru-paru tepatnya ke alveoli paru. Pada

alveoli kuman TB paru mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan yang akan

mengakibatkan terjadinya destruksi paru. Bagian paru yang telah rusak atau

dihancurkan ini akan berupa jaringan sel-sel mati yang oleh karenanya akan

diupayakan oleh paru untuk dikeluarkan dengan reflek batuk. Oleh karena itu pada

umumnya batuk karena TB adalah produktif, artinya berdahak. Dahaknya dengan


demikian menjadi khas, yaitu mengandung zat-zat kekunin-kuningan berbentuk

butir- butir gumpalan dengan banyak hasil TB di dalamnya.

Kadang-kadang proses destruksi paru dapat berjalan sempurna sampai sebagian

paru berubah menjadi sebuah lubang (kavitas)yang dapat bervariasi besarnya dari

kecil (1-3 cm) sampai besar (>3cm) dan besar sekali yang pada foto rontgen paru

kelihatan seperti flek pada paru

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan. Dalam

proses ini bahan cair akan di buang ke broncuk dan menimbulkan suatu ronggo.

Bahan tuberkel yang dikeluarkan dari dinding rongga akan masuk ke dalam

percabangan trakea bronchial. Proses ini mungkin akan terulang kembali di bagian

lain dari paru-paru dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening ataupembuluh darah. Organisme

yang melewati kelenjar getah bening dalam jumlah kecil akan mencapai aliran darah

yang kadang – kadang dpat menimbulkan lesi pada berbagai organ. Jenis penyebaran

ini di kenal dengan nama penyebaran limphohematogen yang biasanya sembuh

sendiri. Jenis penyebaran hematogen yang lain adalah fenomena akut yang biasanya

menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila nekrotik merusak pembuhuh

darah sehingga banyak organism masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke

organ-organ.

C. GEJALA KLINIK

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik

a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu


b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala

yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat

medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien

mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,

dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan

menurun.

D. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PENDERITA


1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif atau hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif atau hasil

pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-)


1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik

dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.


2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.

tuberculosis positif.

2. 2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.

Ada beberapa tipe pasien yaitu :


a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.


b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

atau biakan positif.


Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai

lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan

beberapa kemungkinan :
1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan

dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluassi.


2) Infeksi jamur
3) TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih

sebelum masa pengobatannya selesai.


d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi

positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif

menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.


e. Kasus kronik /persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai

pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

Catatan:

a. Kasus pindahan (transfer in):

Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan

kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus

membawa surat rujukan / pindah.

b. Kasus Bekas TB:


1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran

radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial

menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat

akan lebih mendukung.


2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat

pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan

gambaran radiologic.

E. FAKTOR RISIKO TERJADINYA TUBERKULOSIS


Faktor risiko adalah semua variabel yang berperan timbulnya penyakit. Pada

dasarnya berbagai faktr risko TBC saling berkaitan satu sama lain. Faktor risko yang

berperan dalam kejadian penyakit tuberculosis adalah faktor karakteristik individu

dan faktor risiko lingkungan.

Faktor Karakteristik Individu


1. Faktor Umur
Beberapa faktor risko penularan penyakit TBC di Amerika yaitu umur,

jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Variabel umur

berperan dalam kejadian penyakit TBC. Dari hasil penelitian yang dilakukan

di New york pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan

bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara

bermakna sesuai dengan umur. Prevalensi tuberkuloisi paru tampaknya

meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita prevalensi mencapai

maksimum pada usia 40-50 tahun kemudian berkurang sedangkan pada pria

prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60

tahun
Berdasarkan hasil penelitian di Singapura tahun 1987 menyatakan bahwa

sebanyak 31,11 % penderita TBC paru berada pada usia 60 tahun atau lebih

dan 19,17% berada pada usia antara 40-49 tahun. Sedangkan hasil penelitian
di Brunai Darussalam tahun 1995 sebanyak 23,85% penrita TB berusia 60

tahun atau lebih dan 75,85% penderita berusia antara 15-69 tahun.
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia

produktif yaitu 15-50 tahun.


2. Faktor Jenis Kelamin
Prevalensi tuberculosis paru tampaknya meningkat seiring dengan

peningkatan usia. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia tetapi

angka pada wanita cenderung menurun tajam sesudah melampui usia subur.

Wanita sering mendapat tuberkulosis paru sesudan bersalin


Pada beberapa studi dengan cara cross seksional dan longitudinal

menunjukkan bahwa perkembangan TB aktif tergantung pada gender. Pada

penelitian kohort di India menungjukkan hasil wanita memiliki risiko lebih

tinggi di bandingkan dengan pria.


Dari catatan statistik mayoritas penderita TB paru adalah wanita tetapi hal

ini memerlukan peyelidikan dan penelitian yang lebih lanjut, untuk sementara

di duga jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko.


3. Tingkat Pendidikan
Tinkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan

seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatn dan

pengetahuan penyakit TB paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup

makan seseorang akan mencoba untuk mempunyai periklaku hidup bersih dan

sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap

jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap

individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel

debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran

pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan

morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan

umumnya TB paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan

keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari

diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan

mempengaruhi terhadaop kepemilikan rumah (kontrakan rumah)

5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatnya resiko

untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronkitis

kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko

untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.


6. Status Gizi
Status gizi merupakan variable yang sangat berperan dalam timbulnya

kejadian TB paru. Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

lainnya seperti ada tidaknya kuman TBC di paru. Karena kuman TBC

merupakan kuman yang dapat “tidur” bertahun-tahun dan apabila memiliki

kesempatan “bangun” dan menimbulkan penyakit maka timbulah kejadian

penyakit TB paru. Oleh sebab itu salah satu upaya untuk menangkalnya adalah

status gizi yang baik, baik untuk wanita, laki-laki, anak-anak maupun dewaaa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang

mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB paru berat dibandingkan

dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada

seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon

imunologik terhadap penyakit


7. Kondisi Sosial Ekonomi
WHO menyebutkan penderita TB paru di dunia menyerang kelompok

sosial ekonomi lemah atau miskin. Walaupun tidak berhubungan secara

langsung namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya

kondisi gizi memburuk, perumahan tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan

kesehatan juga menurun kemampuannya. Menurut perhitungan rata-rata


pendeita TBC kehilangan tiga sampai empat bulan waktu kerja dalam setahun.

Mereka juga kehilangan penghasilan setahun secara total mencapati 30% dari

pendapatan rumah tangga.


8. Perilaku
Perilaku seseorang yang berkaitan dengan penyakit TB adalah perilaku

yang mempengaruhi atau menjadikan seseorang untuk mudah terinfeksi

tertular kuman TB misalnya kebiasaan membuka jendela setiap hari, menutup

mulut bila batuk atau bersin, meludah sembarangan, merokok dan kebiasaan

menjemur kasur ataupun bantal.


Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan

penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara

pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit

dan akhirnya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekililingnya.

FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN

1. Kepadatan hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,

artinya luas lantai bangunan rmah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah

penghuninya agat tidak menyebabkan overlood. Hal ini tidak sehat, sebab

disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu

anggota keluarga terkena penyakit infeksi akan mudah menular kepada

anggota keluarga yang lain.


Persyaratan kepadatan hunia untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dlam

m²/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas

bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah seserhana luasnya

minimum 10m²/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum

3m²/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi

tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan

anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup,

dinyatakan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.


2. Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak

terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah,

terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media

atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.

Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau

dan akhirnya dapat merusakkan mata.


Untuk memperoleh cahara cukup pada siang hari diperlukan minimal

pencahayaan dalam rumah sebesar 60 lux. Jika peletakan jendela kurang baik

atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat

penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah,

misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan

masuk cahaya yang cukup


Cahaya dapt dibedakan menjadi 2, yakni cahaya alamiah dan cahaya

buatan. Cahaya alamiah yaitu cahaya matahari yang mengandung sinar

ultraviolet. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri

patogen didalam rumah, misalnya baksil TBC. Sedangkan cahaya buatan

adalah dengan menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti

lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya. Cahaya matahari minimal

masuk 60 lux dengan syarat tidak menyilaukan. Semua cahaya pada dasarnya

dapat mematikan, namun tergantung jenis dan lama cahaya tersebut, sinar

matahari langsung dapt mematikan bakteri TB paru dalam 5 menit.


Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang

lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidak diperlukan cahaya yang lebih redup.

Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama

apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman

dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwarna.

Penularan kuman TB paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar

matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko

penularan antar penghuni sangat berkurang.


3. Ventilasi
Yang dimaksud dengan ventilasi adalah proses dimana udara bersih dari

ruang sengaja di alirkan kedalam ruang dan udara yang buruk dari dalam

ruang dikeluarkan
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga

agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti

keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap

terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam

rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban

udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari

kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baikk

untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen misalnya kuman TB. Fungsi

kedua adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteti, terutam bakteri

patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus menurus. Bakteri

yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk

menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban yang

optimum.
Ada 2 macam ventilasi, yakni ventilasi alamiah dan buatan. Ventilasi

alamiah maksudnya adalah aliran udara di dlam rugangan tersebut terjadi

secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada

dinding dan sebagainya. Sedangkan ventilasi buatan adalah dengan


mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya

kipas angin dan mesin pengisap udara


Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi

sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari

luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas

lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan

kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur yang nyaman

berkisar 18º-30ºC dari kelembaban udara berkisar 40%-70%


4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyebab

TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan

kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan

penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi

berkembangbiaknya kuman Mycobacterium tuberculosis.


5. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan dimana

kelembaban berkisar 40%-60% dengan suhu udara yang nyaman 18º-30º.

Kuman TB paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, dan

dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
6. Suhu
Suhu dalam ruangan harus dapat diciptakan sedemikian rupa sehingga tubuh

tidak terlalu banyak kehilangan panas atau sebaliknya tubuh tidak sampai

kepanasan. Suhu ruangan dalam rumah yang ideal adalah berkisar antara 18º-

30ºC dan suhu tersebut di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara

dan kelembaban udara dalam ruangan.

F. PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksama yang membantu diagnosis TB, dapat dilakukan pemeriksaan
dahak dan radiologis. Untuk pemeriksaan dahak, cara pengambilan dahak 3 kali
(SPS):
a.Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Pagi ( keesokan harinya )
c.Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir,
tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
2) 1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks,
kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif atau bila 3 kali negatif :
BTA negatif
Sedangkan gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
2) Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3) Bayangan bercak milier.
4) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif


1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura.

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan

fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat

utama dan tambahan.

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

a. OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa
jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) slebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia :
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
1) 2 RHZE / 4 RH atau
2) 2 RHZE / 4R3H3 atau
3) 2 RHZE/ 6HE.

Paduan ini dianjurkan untuk


1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase
lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk
ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan
hasil uji resistensi.
Jenis dan Dosis OAT
Dosis yang Dosis (mg) / BB (kg)
Obat Dosis dianjurkan Dosis
(mg/kgBB/ Harian Intermitten Maksimum
Hari) (mg/kgBB/ (mg/kgBB/ < 40 40-60 > 60
Hari) Hari)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis
tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter
spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

H. PENCEGAHAN PENYAKIT TB PARU


Pencegahan yang harus dilakukan menurut Depkes RI (2001) adalah sebagai
berikut :
a. Penderita tidak menularkan kepada orang lain seperti menutup mulut pada waktu
batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tisu, tidur terpisah dari keluarga terutama
pada dua minggu pertama pengobatan, tidak meludah di sembarang tempat,
menjemur alas tidur secara teratur setiap pagi, membuka jendela pada pagi hari,
agar rumah mendapat udara bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga
kuman tuberkulosis paru dapat mati.
b. Masyarakat tidak akan mudah tertular dari penderita tuberkulosis paru seperti
meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain makan-makanan bergizi, tidur dan
istirahat yang cukup, tidak merokok dan minum-minuman yang mengandung
alkohol. membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke ruang tidur
dan ruangan lainnya, imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guarin) pada bayi, jika
timbul batuk lebih dari tiga minggu, dan menjalankan perilaku hidup sehat.
BAB IV
INTERVENSI

1. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Metode yang digunakan berupa home visit/kunjungan rumah pada kasus baru
pasien tuberkulosis paru. Home visit adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang
komprehensif bertujuan memandirikan pasien dan keluarganya. Kunjungan rumah ini
bertujsuan untuk pembinaan keluarga berwawsan kesehatan. Ruang lingkup home visit
yaitu memberi asuhan keperawatan secara komprehensif, melakukan pendidikan
kesehatan pada pasien dan keluarganya. Selain itu, juga dilaksanakan penyuluhan TBC
di desa Sengon

2. PELAKSANAAN KEGIATAN
HOME VISITE
Hari/tanggal : Jumat , 2014
Tempat : Rumah Tn. Ibnu, Desa Sengon, KecamatanTanjung
Hal yang dilakukan dalam home visit:
 Perkenalan dan penyampaian tujuan dilakukannya home visit
 Assestment (ekonomi, dukungan psikososial, persepsi pasien dan keluarga)
 Diskusi dan edukasi
 Support
 Konseling
 Dokumentasi
PENYULUHAN
Hari/tanggal :
Tempat : Posyandu Sengon, Kecamatan tanjung
Acara : penyuluhan mengenai penyakit TBC
Tanya jawab

BAB V
PEMECAHAN MASALAH

A. DATA UMUM
1. Nama : Tn. Ibnu Umar
2. Umur : 37 tahun
3. Alamat : Desa Sengon, Kecamatan Tanjung
4. Pekerjaan : tukang ojek
5. Pendidikan : SD
6. Agama : Islam
7. Suku Bangsa : Jawa
8. Genogram :

Keterangan:

: Laki-laki : Penderita TBC paru

: Perempuan

9. Status Sosial Ekonomi Keluarga: Menengah ke bawah. Pendapatan didapat dari


mengojek motor

B. RIWAYAT PRIBADI DAN KELUARGA


1. Riwayat Pribadi : ±2 bulan yang lalu pasien datang ke puskesmas dengan
keluhan batuk lama ±2minggu, batuk berdahak, badan lemah,
selain itu juga badan terasa anget serta menurunnya nafsu
makan dan berat badan dirasakan semakin merosot .pasien
diperiksa dahak terdapat BTA +3 serta gambaran pada foto
rontgen merupakan gambaran TB. Pasien kemudian
didiagnosis TBC paru dan mendapat pengobatan TBC paru.
Sekarang pasien sudah menjalani pengobatan selama 2 bulan.
Pasien rutin meminum obat setiap hari.
2. Riwayat Keluarga : Pasien tinggal bersama istri serta seorang anak teri dan ibu
mertua sejak 3bulan ini, pasien merupakan pengantin baru.
C. LINGKUNGAN
1. Karakteristik Rumah
a. Denah Rumah
Keterangan:
3

2
1
1 Keterangan : 1 R. Tamu
1
2. R. Tidur
3. R. Kamr mandi dan dapur

b. Keadaan Lingkungan Dalam Rumah


Tempat tinggal pasien merupakan rumah permanen
1) Penerangan : Siang hari memanfaatkan cahaya matahari dari
celah genteng kamar dan malam hari menggunakan lampu. Jendela
hanya ada satu di ruang tamu yang pada saat kami datang keadaan
jendela tersebut masih belum dibuka, jendela ini memang jarang
dibuka .
2) Luas Lantai : 4x6m2
3) Lantai berupa tegel. Dan dapur sudah diplester.
4) Ventilasi : ruangan hanya memilki 1 jendela, yaitu di ruang
tamu ventilasi kurang. Jendela jarang dibuka walaupun pada pagi hari.
5) Dapur : Penerangan cukup dan ventilasi juga cukup karena
terdapt pintu belakang yang dapat juga berperan sebagai pertukaran
udara, gas berada dekat dengan pintu keluar belakang.
6) Kebersihan : Kebersihan secara umum kurang.
7) Sumber air bersih : Sumber air bersih diambil dari sumur bor.
8) Kamar mandi : Kamar mandi dan jamban sudah dimiliki, dan
jamban berupa wc jongkok.
9) Pembuangan sampah : Sampah biasa dikumpulkan dipekarangan dan
kemudian dibakar.
c. Karakteristik Tetangga dan Komunitas : Rumah Tn. Ibnu terletak di ujung
dusun . perlu memakan waktu yang cukup lama menemukan raumah Tn. I
Kondisi lingkungan sekitar kurang bersihkarena didekat rumah Tn. Ibnu
terdapat air yang menggenang karena selokan mampet disekitar rumah warga.
Jarak antar rumah sekitar 3-4 m. Tetangga sekitar tidak ada yang menjauhi
pasien.
d. Mobilitas Geografis Keluarga : Tn. Ibnu bekerja sehari-hari sebagai tukang ojek
dari jam 20.00 wib hingga dini hari, selebihnya pasien banyak menghabiskan
waktu di rumah dengan bersosialisasi dengan tetangga .
e. Sistem Pendukung Keluarga : Pasien tinggal bersama istri , anak tiri dan ibu
mertua di rumah, pasien memiliki semangat tinggi untuk sembuh.

D. STRUKTUR KELUARGA
Pola komunikasi keluarga : Pasien tinggal bersama istri , anak tiri dan ibu mertua
di rumah ,pasien merupakan pengantun baru menikah ±3bulan Komunikasi dilakukan
dengan menggunakan bahasa Jawa. Komunikasi dilakukan secara terbuka.

E. STRESS DAN KOPING KELUARGA


Stressor jangka pendek dan jangka panjang : Stressor jangka pendek dan panjang
tidak ada.

F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tinggi badan : 169 cm
2. Berat Badan : 62 Kg
3. Nadi : 88 x/m
4. Respirasi : 20 x/m

G. HARAPAN PASIEN
1. Persepsi pasien terhadap masalah : Pasien mengetahui mengenai TBC paru dan
bersemangat berobat karena ingin sembuh dan tidak ingin menularkan penyakitnya
ke orang lain.
2. Harapan pasien terhadap masalah: Pasien berharap kedatangan petugas kesehatan
dapat membantu pengobatan pasien dan memberikan pengetahuan baru bagi pasien
tentang penyakit TBC paru.

Dari hasil Homevisite pada pasien didapatkan beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya TBC paru terkait dengan faktor resiko lingkungan ataupun faktor
karakteristik Indivudu, adapun usulan dari pihak kami agar dapat memecahkan
persoalan tersebut dapat berupa :
1. Memberikan pencahayaan yang cukup
Untuk memperoleh sinar matahari yang cukup pada siang hari, diperlukan
luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau
kurang leluasa, dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya basil TB
Intensitas pencahayaan minimumyang diperlukan 10 kali lilin atau kurang
lebih 60 lux, kecuali untuk kamara tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mamtikan kuman untuk semua jenisnya. Bila sinar matahari dapat masuk ke dalam
rumah serta sirkulasi udaranya diatur maka resiko penularan TB paru antar penghuni
akan sangat berkurang.

2. Menambah ventilasi udara ruangan


Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah,
juga menyebabkan tingkat kelembaban udara ruangan naik karena terjadi proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Untuk sirkulasi yang baik paling sedikit
sebesar luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai.
3. Menjaga kelembaban udara ruangan
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 0 - 300. Kuman
TB paru biasanya akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup selama beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.
4. Menghilangkan kebiasaan merokok
Dalam kasus pasien Tn. Ibnu masih belajar untuk tidak merokok karena
menurutnya bila merokok batuk akan kembali muncul, dengan membantu
memotivasi pasien untuk menghilangkan kebiasaan merokok dapat mengurangi
resiko bertambah parahnya penyakit ini, tentunya disini sangatlah berperan penting
sebagai tugas dari PMO yaitu istri pasien sendiri dala mengingatkan pasien.
BAB VII
KESIMPULAN

Dengan dilakukannya kunjungan rumah (home visit) pada pasien TB paru, agar
petugas kesehatan mengetahui beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
penyakit TB paru pada pasien tersebut, misalnya kondisi keadaan rumah dan perilaku
pasien. Pada pasien ini, perilaku pasien sudah cuku baik, misalnya tidak meludah dahak
disembarang tempat dan minum obat secara teratur, tetapi yang menjadi faktor resiko
yang menyebabkan TB paru adalah kondisi rumah pasien. Dengan memperbaiki kondisi
keadaan rumah penderita, diharapkan resiko kejadian dan penularan TB paru kepada
anggota keluarga dapat dicegah.
Hal yang juga tidak lupa dilakukan adalah mengedukasi dan mendukung pasien
beserta keluarga, karena dengan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, makan
diharapkan dapat mencegah penularan TB paru pada anggota keluarga yang lain dan juga
diharapkan pasien tetap minum obat secara teratur selama 4 bulan lagi sehingga dapat
sembuh seperti semula karena saat ini pasien sudah teratur dalam waktu 2 bulan dalam
meminum obat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Buku Saku Kesehatan, 2013.


http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/manajemen_informasi/Buku_Saku_Kesehat
an_Tahun_2012.pdf
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Nasional Penganggulangan
Tuberkulosis, Edisi 2, 2006.
http://tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf
3. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007.
http://id.scribd.com/doc/130533234/51493208-Referat-TB-Paru
4. Universitas Indonesia. Jakarta, 2009. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital=125833-5-
5761.pdf
5. Universitas padjajaran, Bandung , 2012.
http://pustaka.unpad.ac.id/ap.content/upload/2012/05/pustaka-unpad-gambaran-tb-paru-
klasik-dan-atipikal-pada-foto-torak-dan -tomografi-komputer
6. tbc merupakan penyakit infeksi yang menjadi masalah dunia..
http:/l/ibrary.usu.ac.id/download/fkm/fkm-huswani.pdf-
7. Profil Puskesmas Tanjung 2013
8. PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta, 2006
LAMPIRAN

PENYULUHAN
HOME VISITE

Anda mungkin juga menyukai