Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu secara


global, yaitu lebih banyak orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit kadiovaskuler
dari pada penyebab lainnya. Penyakit kardiovaskular yang saat ini diperkirakan akan
menjadi penyebab utama kematian di negara-negara industri dan negara berkembang pada
tahun 2020 adalah Coronary Artery Disease (CAD) atau Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan gawat darurat dari PJK. Penyakit Jantung
Koroner merupakan salah satu penyakit mematikan dan prevalensinya terus mengalami
peningkatan sepanjang tahunnya (Fitri, 2013).
Di Amerika Serikat, pada tahun 1998, penyakit jantung koroner merupakan penyebab
kematian utama dengan persentase sebesar 48%, dan pada tahun 2004 didapatkan angka
kematian akibat penyakit jantung koroner di Amerika Serikat sebesar 450.000 kematian,
sedangkan di Indonesia, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 didapatkan
3 dari 1000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner. Penyakit Jantung
Koroner dapat terjadi secara kronis maupun akut. Hal yang menakutkan bagi sebagian orang
adalah penyakit jantung koroner akut atau lebih dikenal dengan Sindrom Koroner Akut (Fitri,
2013).
Sindrom Koroner Akut adalah ketidakmampuan jantung akut akibat suplai darah yang
mengandung oksigen ke jantung tidak adekuat (Meidiza 2014). Keadaan tersebut dapat
menyebabkan penurunan fungsi jantung. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner
Akut dibagi menjadi angina pektoris tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi segmen ST
atau NonST segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dan infark miokard dengan
elevasi segmen ST atau ST segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) (Perki, 2015).
Hal tersebut penting untuk dibedakan karena penatalksanaan yang akan diberikan akan
berbeda untuk masing-masingnya

BAB II
1
KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Alamat : Loceret
Masuk RS : 3 Januari 2018

ANAMNESIS (auto anamnesis)


Keluhan Utama
Nyeri dada
Riwayat Penyakit Sekarang
4 jam SMRS pasien merasakan nyeri hebat pada bagian tengah dada. Nyeri muncul
secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur dan hendak ke kamar mandi. Nyeri dirasakan di
bagian tengah dada seperti dihimpit benda berat, menjalar ke punggung dan lengan kiri.
Nyeri tidak berkurang dan tidak hilang dengan beristirahat. Lokasi nyeri tidak dapat ditunjuk
dengan satu jari dan tidak dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas, mual,
lemah, nyeri ulu hati. Tidak ada batuk, muntah, demam tidak ada. BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Pasien di bawa ke RSUD Nganjuk. Kemudian di rawat di bangsal Dahlia bagian
Kardiologi.

Riwayat Penyakit Dahulu


-Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
-Riwayat hipertensi ada
-Riwayat Stroke (-)
- Riwayat penyakit vaskuler (-)
-Riwayat trauma (-)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
 Orang tua pasien meninggal karena komplikasi dari DM
 Riwayat stroke di keluarga (-)
Riwayat Kebiasaan

2
 Pasien jarang berolahraga dan suka mengkonsumsi jeroan, makanan berlemak serta
makanan bersantan.
 Alkohol (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Tekanan darah : 163/97 mmHg
- Frekuensi nadi : 86x/menit, regular
- Frekuensi napas : 25x/menit
- Suhu : 36,40 C
- Tb :160 cm
- Bb : 60 kg

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kepala – Leher
 Mata
- Konjungtiva pucat (-)
- Sklera ikterik (-)
Refleks pupil (+/+) isokor
 Telinga – Hidung – Mulut
- Tidak ada kelainan
 Leher
- JVP dalam batas normal
- Pembesaran KGB (-)
Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vocal fremistus simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
3
 Palpasi : Iktus kordis teraba di SIK 5 linea midclavicula kiri
 Perkusi : Batas kanan linea parasternalis dextra
Batas kiri 2 jari medial linea midclavicula sinistra SIK V
 Auskultasi : S1 (+), S2 (+),murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : datar, simetris, venektasi (-),
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) epigastrium,
hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
 Clubbing finger (-)
 Akral hangat
 Udem ekstremitas (-/-)
 CRT < 2detik

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
3 Januari 2018

4
5
EKG ( 3 Januari 2018 )

Interpretasi :
 Ritme : Sinus rythm
 Heart Rate : 90 x/ menit reguler
 Axis: normoaxis
 ST segment : Gambaran ST depresi pada 1, Avl,V4,V5,V6

6
Gambaran T inferted : 1, V4,V5,V6
Kesan : Infark miocard Akut tanpa ST Elevasi (iskemik anterolateral)
Ekhokardiography

RESUME

7
Ny. H 48 tahun datang ke RSUD Nganjuk dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam
SMRS. Nyeri muncul secara tiba-tiba saat pasien bangun tidur dan hendak pergi kekamar
mandi. Nyeri dirasakan di bagian tengah dada seperti dihimpit benda berat, menjalar ke
punggung . Nyeri dirasakan terus-menerus. Nyeri tidak berkurang dan tidak hilang dengan
beristirahat. Lokasi nyeri tidak dapat ditunjuk dengan 1 jari dan tidak dipengaruhi perubahan
posisi. pasien mengeluhkan sesak nafas, mual, lemah, nyeri ulu hati ada. BAK dan BAB tidak
ada keluhan.
Pada pemeriksaan fisik TD 169/93, kepala dan leher tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan fisik jantung, paru, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Dari
pemeriksaan EKG didapatkan ST Depresi pada lead I, Avl, V4,V5,V6 dan T inferted pada :
lead I, V4,V5,V6 serta pemeriksaan troponin I 20,5 ug/l. Dari hasil ekhokardiography
disimpulkan diastolic dysfunction.
DIAGNOSIS KERJA
-Hipertensi heart desease
- PJK iskemia inferior
- Akut Non STEMI
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi:
 Bedrest
 MRS
 Foto thorax
Farmakologis :
 Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul
 Inj. Uresix 2 amp dilanjutkan drip uresix 6 amp dalam PZ 500cc/24jam
 NTG pump 10 mikrogram/menit
 Inj Gastridin 2x1 amp
 Clogin 75mg 1x1 tab
 Canderin 8mg 1x1 tab
 Nevodio 5 mg 1x1/2 tab
 Atorvastatin 20mg 1x1 tab
 Spirola 25mg 1x1 tab
 Coten 100mg 1x1 tab

Follow Up tanggal 4 Januari 2018

Subjective Nyeri dada berkurang, nyeri ulu hati berkurang, sesak berkurang, mual (+)

Objective Kes : CM E4M6V5

TD : 120/80 mmHg

8
Nadi : 90x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 36,8 C

Kepala Leher : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : VBS +/+, RH +/+ halus

Jantung : S1 S2 tunggal reguler

Abdomen : BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment NSTEMI

Planning  Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul


 INF PZ 500cc/24jam
 NTG pump 10 mikrogram/menit
 Inj Gastridin 2x1 amp
 Inj. Furosemide 3x1 amp
 Proxime 1x1 tab
 Clogin 75mg 1x1 tab
 Nevodio 5 mg 1x1/2 tab
 Atorvastatin 20mg 1x1 tab
 Spirola 25mg 1x1 tab
 Coten 100mg 1x1 tab
 Zypraz 0,5 mg 0-0-1
 Laxadyne 3x C1

Follow Up tanggal 5 Januari 2018

Subjective Pusing (+) Nyeri dada berkurang, nyeri ulu hati berkurang, sesak berkurang, mual
(+)

Objective Kes : CM E4M6V5

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 90x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 36,8 C

Kepala Leher : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : VBS +/+, RH -/- halus

9
Jantung : S1 S2 tunggal reguler

Abdomen : BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment NSTEMI

Planning  Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul


 INF PZ 500cc/24jam
 NTG pump 10 mikrogram/menit
 Inj Gastridin 2x1 amp
 Inj. Furosemide 3x1 amp
 Proxime 1x1 tab
 Clogin 75mg 1x1 tab
 Nevodio 5 mg 1x1/2 tab
 Atorvastatin 20mg 1x1 tab
 Spirola 25mg 1x1 tab
 Coten 100mg 1x1 tab
 Zypraz 0,5 mg 0-0-1
 Laxadyne 3x C1

Follow Up tanggal 6 Januari 2018

Subjective Pusing (+), batuk (-) Nyeri dada berkurang, nyeri ulu hati berkurang, sesak
berkurang, mual (-)

Objective Kes : CM E4M6V5

TD : 130/80 mmHg

Nadi : 850x/menit

Respirasi : 19x/menit

Suhu : 36,5 C

Kepala Leher : A/I/C/D -/-/-/-

Thorax : VBS +/+, RH -/- halus

Jantung : S1 S2 tunggal reguler

Abdomen : BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik
Assesment NSTEMI

Planning  Terapi lanjut


 Observasi tanda – tanda vital
Follow Up tanggal 7 Januari 2018

10
Subjective Pusing (-), sesak (-), nyeri dada berkurang

Objective Kes : CM E4M6V5


TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,7 C
Kepala Leher : A/I/C/D -/-/-/-
Thorax : VBS +/+, RH -/- halus
S1 S2 tunggal reguler
Abdomen : BU + dbn, Supel, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat , edem (–) seluruh ekstremitas, CRT < 2 detik

Assesment NSTEMI

Planning  Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul


 INF PZ 500cc/24jam
 NTG pump 10 mikrogram/menit
 Inj Gastridin 2x1 amp
 Inj. Furosemide 3x1 amp
 Proxime 1x1 tab
 Clogin 75mg 1x1 tab
 Nevodio 5 mg 1x1/2 tab
 Atorvastatin 20mg 1x1 tab
 Spirola 25mg 1x1 tab
 Coten 100mg 1x1 tab
 Zypraz 0,5 mg 0-0-1
 Laxadyne 3x C1

11
BAB III
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat terganggunya aliran darah
ke otot jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Infark dapat terjadi akibat trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti hipertensi, merokok dan hiperkolesterolemia.
IMA dengan elevasi segmen ST (STEMI) adalah salah satu spektrum sindrom koroner akut
yang terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular. Nyeri
dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA (Alwi, 2009). Berdasarkan
PERKI 2016 NSTEMI adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh oklusi parsial atau
emboli distal arteri koroner,tanpa elevasi segmen ST pada gambaran EKG.

B. DIAGNOSIS
Menurut World Heath Organization (WHO) dan American Heart Association (AHA),
diagnosis infark miokard dapat ditegakkan jika didapatkan 2 atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
(o, Connor et al, 2010) :
1. Terdapat gejala infark yang khas (nyeri dada yang khas)
2. Perubahan dari gambaran elektrokardiografi (EKG)
3. Peningkatan biomarker jantung
GEJALA DAN TANDA
Gejala-gejala umum infark miokard adalah nyeri dada retrosternal. Pasien sering
mengeluh rasa ditekan atau dihimpit, yang lebih dominan dibanding rasa nyeri. Keluhan-
keluhan yang mengarah pada infark miokard antara lain rasa tekanan yang tidak nyaman, rasa
penuh, diremas, atau nyeri dada retrosternal dalam beberapa menit, sehingga penderita
memegang dadanya atau yang lebih dikenal sebagai Levine sign, yang merupakan tanda khas
untuk penderita pria, nyeri dada yang disertai rasa sempoyongan, mau jatuh, berkeringat, atau
mual muntah (khas untuk infark miokard inferior), sesak napas yang tidak dapat dijelaskan,
yang dapat terjadi dengan atau tanpa nyeri dada; seperti pada penderita dengan riwayat
diabetes atau hipertensi yang mengeluh nyeri perut yang menyerupai keluhan penderita batu
empedu (o, connor et al, 2010).
Sifat nyeri dada (angina) yang merupakan gejala cardinal pasien MI adalah riwayat
nyeri dada menetap lebih dari 20 menit, menjalar ke leher, rahang bawah, atau lengan kiri,

12
serta tidak berespons terhadap golongan nitrat (Steg et al,2012). Nyeri mungkin tidak berat.
Beberapa pasien mengalami gejala yang kurang khas seperti mual, muntah, sesak napas,
fatig, palpitasi atau sinkop, terutama pada wanita, penderita diabetes atau usia lanjut.
Penelitian menunjukkan 30% pasien dengan STEMI datang dengan gejala-gejala atipikal
sehingga kewaspadaan untuk diagnosis dini harus diperhatikan.
Diagnosis EKG mungkin sulit pada keadaan adanya LBBB, Ventricular paced rhythm,
pasien tanpa ST elevasi namun gejala-gejala iskemik persisten, Isolated posterior myocardial
infarction, ST elevasi pada Avr. Jika EKG ekuivokal atau tidak menunjukkan bukti infark
myocard, maka EKG harus diulang dan dibandingkan dengan rekaman sebelumnya bila
memungkinkan. Pengambilan darah untuk biomarker dikerjakan rutin pada fase akut tetapi
reperfusi tidak boleh ditunda. Troponin (T atau I) memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi pada infark miokard (Steg,et al 2012).
Pada pasien ditemukan keluhan nyeri dada tipikal 24 jam sebelum MRS. Pasien juga
mengeluhkan nafas terasa berat jika keluhan nyerinya muncul. Pasien beraktivitas berat
sebelum nyeri muncul. Pasien juga mengalami keringat dingin.
PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi umum pasien infark miokard dapat pucat, berkeringat banyak, atau gelisah.
Nadi dapat berupa aritmia, bradikardi, atau takikardi. Penderita infark miokard dapat
mengalami hipertensi akibat respon nyeri hebat atau hipotensi akibat syok kardiogenik,
namun mayoritas dari pasien STEMI tanpa komplikasi memiliki tekanan darah yang normal,
walaupun penurunan volume sekuncup dan adanya takikardi dapat menyebabkan penurunan
sistolik. Peningkatan tekanan vena jugularis umumnya ditemukan pada penderita infark
miokard ventrikel kanan. Bunyi jantung dapat bervariasi sesuai komplikasi yang timbul
akibat infark miokard; misalnya mitral regurgitasi dengan murmur pansistolik dan S1 yang
lemah atau rupture septum ventrikel dengan murmur pansistolik yang keras dan tinggi dan S1
yang normal (Boyle, 2009).
Demam sedang sering didapatkan oleh karena reaksi inflamasi terhadap otot jantung
yang mengalami nekrosis dalam 24-48 jam setelah munculnya onset infark. Laju pernapasan
biasanya akan meningkat. Bunyi ronkhi ataupun wheezing dapat terdengar bila terjadi gagal
ventrikel kiri. Meskipun gejala berat dan infark miokard luas, temuan yang didapat saat
pemeriksaan fisik jantung biasanya normal dan tidak spesifik untuk STEMI. Pada saat
melakukan auskultasi dapat didengar suara jantung tiga dan empat. Murmur dapat didengar
oleh karena disfungsi dari otot papillary dan friction rub .

13
Pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan keringat dingin, tekanan darah 128/63
mmHg, nadi 61x/menit regular, pernapasan 18x/ menit, suhu 36,5oC. Pada pasien tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik umum maupun pemeriksaan fisik jantung.
Peningkatan JVP (-), demam (-), auskultasi jantung S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop
S3/S4 (-), friction rub (-), auskultasi pulmo vesikuler +/+, ronkhi -/-, whezzing -/-.
ELEKTROKARDIOGRAFI
Monitor EKG harus dilakukan sesegera mungkin pada suspek STEMI (Steg et al,
2012). Elevasi segmen ST diukur dari J point pada dua lead yang berdampingan dan ≥0,25
mV pada laki-laki berusia < 40 tahun, ≥0,2 mV (pada laki-laki berusia > 40 tahun, atau ≥0,15
mV pada wanita yang ditemukan pada lead V2–v3 dan/atau ≥0,1 mV pada sadapan lain (pada
keadaan tidak terdapat hipertrofi ventrikel kiri) atau left bundle branch block (LBBB). Pada
infark inferior disarankan melakukan rekaman pada precordial kanan (V3R dan V4R) untuk
mencari ST elevasi, untuk mencari infark ventrikel kanan. Biasanya ST depresi pada lead V1-
V3 menandakan iskemia miokard, terutama jika gelombang T positif dan dikonfirmasi
dengan ST elevasi ≥0,1 mV pada V7-V9 (Steg et al,2012) .
Dengan dasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG yang
menunjukkan adanya Elevasi ST ≥ 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau ≥ 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Temuan EKG 12 lead pada infark
miokard menurut evolusinya dapat berupa gelombang T hiperakut, perubahan segmen ST,
dan gelombang Q patologis. Menurut lokasi anatomis infark miokard temuan abnormalitas
EKG adalah sebagai berikut (Boyle, 2009):
Lokasi Lokasi elevasi segmen ST Perubahan Arteri koroner
resiprokal
Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri, cabang LAD/Diagonal
Anterioseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri, cabang LAD diagonal
cabang LAD septal

Anterior I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner kiri, proksimal LAD


ekstensif
Anterolateral I, aVL,V3,V4,V5,V6 II,III,aVF,V7, Arteri koroner kiri
V8,V9 Cabang LAD-diagonal dan cabang
sirkumfleks
Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan cabang decendens
posterior dan atau cabang arteri koroner
kiri sirkumfleks
Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri
Cabang LAD- diagonal dan cabang
sirkumfleks
Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri cabang LAD-septal
Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/ sirkumfleks
Ventrikel kanan V3R-V4R I,aVL Arteri koroner kanan proksimal

14
Pada NSTEMI temuan EKG dapat normal, ST depression, T flat, atau T inversion,
oleh karena itu diperlukan pemeriksaan serial untuk melihat dinamika perubahannya.
Perbedaan NSTEMI dan Unstable Angina Pectoris adalah pada hasil pemeriksaan biomarker
jantung (Steg et al,2012). Pemeriksaan EKG pada pasien ditemukan gambaran EKG normal
dengan Heart Rate 59 kali per menit.

LABORATORIUM
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/uL (Braunwald, et al 2012).
Kriteria biomarker jantung untuk mendiagnosis MI :
 CK-MB meningkat secara serial dan kemudian turun dengan perbedaan dua hasil
pemeriksaan lebih dari 25%
 CK-MB 10 – 13 U/L atau lebih dari 5% dari total aktivitas CK
 Pada dua pemeriksaan berbeda waktu minimal 4 jam didapatkan peningkatan aktivitas
CK-MB lebih dari 50%
 Pada satu pemeriksaan CK-MB didapatkan peningkatan dua kali lipat nilai normal
 Lebih dari 72 jam didapatkan peningkatan Troponin T atau I, atau LDH-1 > LDH-2

15
Gambar 2. Pemeriksaan biomaker jantung
Troponin harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera
mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker. Pada pasien ditemukan CKMB 55
U/L tanpa reperfusi. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka bahwa CKMB akan meningkat
hingga nilai puncak pada 24 jam dan akan kembali ke nilai normal 48-72 jam setelah onset.
TIMI risk dinilai pada pasien dengan 7 variabel saat MRS sebagai berikut:
a. Usia <65 tahun (0)
b. lebih dari atau sama dengan 3 faktor risiko CAD (1),
c. Riwayat stenosis koroner ≥50% (0)
d. ST deviation on ECG (0)
e. ≥2 anginal events dalam 24 jam
f. Riwayat penggunaan aspirin 1 minggu sebelumnya (0)
g. Peningkatan biomarker jantung (1)
TIMI Risk Score Predicts 30 Day Mortality setelah iskemia adalah 2 poin adalah 8,3%
(risiko rendah).

Pasien tersebut termasuk Killip 1. Klasifikasi Killip digunakan pada penderita infark
miokard akut, dengan pembagian sebagai berikut (o, connor et al 2010):
1. Derajat I : tanpa gagal jantung
2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 gallop dan peningkatan tekanan
vena pulmonalis
3. Derajat III: Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

16
4. Derajat IV: Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) dan
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

PATOFISIOLOGI
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur
sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan
air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah
menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran
sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh
monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel
(>20 menit). Iskemia yang irreversibel berakhir pada infark miokard (Braunwald et al, 2012).
Infark tejadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika
kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada
lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Gambaran patologis klasik STEMl
terdiri atas fibrin rich red thrombus, sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi
trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak berbagai agonis seperti kolagen, ADP,
epinefrin, serotonin memicu aktivasi trombosit, kemudian memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 yang merupakan vasokonstriktor lokal. Akftivasi trombosit juga memicu

17
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa, kemudian menghasilkan ikatan silang
platelet dan agregasi (Braunwald et al, 2012).
Aktivasi kaskade koagulasi oleh pajanan tissue/actor pada sel endotel yang rusak
mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi
fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus
yang terdiri agregat trombosit dan fibrin (Braunwald,2012).
Gambar 3. Patofisiologi Iskemia Akut pada Aterosklerosis

18
Gambar 4. Patofisiologi Infark Miokard

PENATALAKSANAAN
Berikut ini merupakan alur tatalaksana pada Sindroma Koroner Akut (SKA)
berdasarkan ACLS. Terapi inisial pada SKA yaitu oksigen (dianjurkan memberikan oksigen
dalam 6 jam pertama terapi), aspirin (diberikan dengan dosis 160-325 mg, dengan dosis
pemeliharaan 75-100 mg/hari), nitrogliserin (obat ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil, analgetik (analgetik pilihan pada SKA adalah morfin),
clopidogrel dan antipltelet lain (O,connor et al,2010).

19
Berdasarkan PERKI 2016 tatalaksana NSTEMI adalah sebagai berikut.
1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4L/menit
c. Pemasangan IV FD
d. Obat-obatan :
- Aspilet 160mg kunyah
- Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300
mg atau Ticagrelor 180 mg
- Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada keluhan,
dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan persisten
- Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi invasif.
- Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan PCI dalam 2 jam dengan
mempertimbangkan ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab. Kriteria risiko sangat tinggi bila
terdapat salah satu kriteria berikut:
o Angina berulang
o Syok kardiogenik
o Aritmia malignant (VT, VF,TAVB)
o Hemodinamik tidak stabil
- Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa kriteria risiko sangat tinggi di atas,
dirawat selama 5 hari dan dapat dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari rumah sakit
dengan mempertimbangkan
kondisi klinis dan ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab.
- Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan
enzim, dilakukan iskemik stress test:
Treadmil ltest, Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning atau MRI. Bila
iskemik stress test negatif, boleh dipulangkan.
2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam):
a. Obat-obatan:
 Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin 1x20-40mg atau rosuvastatin 1 x 20 mg jika
kadar LDL di atas target
20
 Aspilet 1x80-160 mg
 Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg
 Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau Carvedilol 2x 12,5 mg jika fungsi
ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
 Ramipril 1 x 10 mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau jika LV fungsi menurun
EF <50% dan diberikan jika tidak ada kontra indikasi
 Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan ARB: Candesartan 1
x 16, Valsartan 2x80 mg
 Obat pencahar 2xIC (7) Diazepam 2x5 mg
 Heparinisasi dengan:
 UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan dengan dosis rumatan
12 unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya dibolus 30
mg iv di UGD) atau Fondaparinux 1x2,5 mg
SC.
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam
e. Total cairan 25-35 cc/KgBB/24jam
f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam urat

3. Fase perawatan biasa


a. Sama dengan langkah 2 a-f (diatas)
b. Stratifikasi Risiko untuk prognostic sesuai skala prioritas pasien (pilih salah satu) :
Treadmill test, Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder

21
22
BAB IV
RINGKASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat


disimpulkan bahwa pasien mengalami infark miokard akut tanpa ST elevasi. Dari hasil
anamnesis didapatkan keluhan nyeri dada tipikal angina yaitu nyeri yang berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular,
bahu, atau epigastrium, keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau
persisten (>20 menit) .Pasien juga memiliki faktor risiko berupa hipertensi, DM Tipe 2,
Dislipidemia yang merupakan faktor resiko dari PJK. Keluhan nyeri dada pada pasien terjadi
karena oklusi lumen arteri koroner yang mendadak sehingga mengganggu aliran darah ke
distal dan menyebabkan infark pada miokard.
Dari pemeriksaan fisik jantung didapatkan batas jantung dalam batas normal, suara
jantung 1 dan 2 reguller, tidak ditemukan mumur ataupun gallop. Dari pemeriksaan EKG
didapatkan adanya gambaran ST depresi di Lead I, aVL, V4-V6, dan gambaran T inverted
V4-V6, Hal ini merupakan faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Selain itu didapatkan juga
peningkatan enzim Jantung yaitu Troponin I. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami
infark. Penatalaksanaan pasien saat di ruangan adalah dengan pemberian Oksigen 3
liter/menit dan tatalaksana farmakologisnya Oksigen 3 Liter/menit nasal kanul INF PZ
500cc/24jam NTG pump 10 mikrogram/menit ,Inj Gastridin 2x1 amp, Inj. Furosemide 3x1
amp,Proxime 1x1 tab, Clogin 75mg 1x1 tab, Nevodio 5 mg 1x1/2 tab , Atorvastatin 20mg
1x1 tab, Spirola 25mg 1x1 tab ,Coten 100mg 1x1 tab. Penatalaksanaan pada pasien sudah
sesuai dengan anjuran terapi pada pasien IMA tanpa ST elevasi, dimana telah dilakukan
pemberian oksigen, anti angina : ISDN , antiplatelet : clopidogrel dan aspilet, ACE Inhibitor :
Ramipril, golongan ACE Inhibitor untuk mengurangi remodeling, dan pemberian statin:
simvastatin. Pada pasien dengan Akut NSTEMI juga diberikan anti koaguan yang bertujuan
untuk menghambat terjadinya agregasi trombosit.. Antikoagulan tidak dianjurkan diberikan
bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada penderita tua atau yang risiko tinggi
perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Braunwald, et al. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 18th Edition. Mc-
Graw Hill: New Yorks Medical Society.
2. Braunwald’s, Eugene. 2012. Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Disease.
9th Edition. Philadelphia: Elsevier.
3. Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Jakarta: Interna
Publishing.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2012. Advanced Cardiac
Life Support Indonesia. Jakarta: PERKI.
5. O'Connor. Robert E, Brady. William, et all, 2010. Acute Coronary Syndromes: 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. Available at:
http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S787.full.pdf
6. Boyle AJ, Jaffe AS. 2009. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed. Current
Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-Hill.
7. Steg, et al. 2012. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction
in patients presenting with ST-segment elevation. European Heart Journal (2012) 33,
2569–2619
8. PERKI. 2016. Panduan Praktik Klinis & Clinical Pathway Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Jakarta: PERKI
9. Fitri Z, Masrul S, Eti Y. Gambaran Profil Lipid pada Pasien Sindrom Koroner Akut di
Rumah Sakit Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-2012. Artikel penelitian
dalam Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 3(2) 167 Available from :
http://jurnal.fk.unand.ac.id

10. Meidiza A, Afriwardi, Masrul S. Gambaran Tekanan Darah pada Pasien Sindrom
Koroner Akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-2012 . Artikel
penelitian dalam Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2) Available from :
http://jurnal.fk.unand.ac.id

24

Anda mungkin juga menyukai