1. IDENTITAS PASIEN
Nama :AN. I
Umur :17 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Pekerjaan :SMA
Alamat :Bekasi
Agama :Islam
2. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
Keluhan utama :keluar darah dari tenggorokan 1 hari SMRS
Keluhan tambahan : sakit menelan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari tenggorokan bercampur
dahak saat bangun tidur sebanyak 3x, dan siangnya pasien berdahak berserta
darah lagi 2x dan pasien di bawah ke RS.
Pasien sebelumnya mempunyai riwayat sekitar 6 tahun sering mengeluh
menelan dan sering flu. Pasien sering berobat ke klinik dan diberi obat
antiradang akan tetapi keluhan sering berulang. Pasien mempunyai riwayat
sering makan jajanan di luar seperti mie instan, dan jajan cepat saji.
1
3. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Status Presens
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Cukup
Nadi : 80 x/menit
Tensi : 120/80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 39,3O C
2
Membran tympani :
Dextra Sinistra
Perforasi (-), MT Intak (-), MT Intak
Reflex cahaya (+) (+)
Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan
Bentuk Normal, bulging(-) Normal, bulging(-)
3
b. Sinus Paranasal
Dextra Sinistra
Infraorbita :
Supraorbita :
Glabella : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diafanoskopi :
Lain-lain :
3. Tenggorok
Orofaring
Mukosa bucal : Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Gigi geligi : Warna kuning gading, caries (-),
gangren(-)
Lidah 2/3 anterior : Dalam batas normal
Arkus faring : Simetris (+), hiperemis (-)
Palatum : Warna merah muda
Dinding posterior orofaring: Hiperemis (+), granulasi (-)
Tonsil :
Dextra Sinistra
Ukuran T4 T4
Kripte Melebar Melebar
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Detritus (+) (+)
Fixative (-) (-)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)
Pilar anterior Kemerahan Kemerahan
Pemeriksaan rutin khusus : Tidak dilakukan
4
Nasofaring
Discharge : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Adenoid : Tidak hipertrofi
Massa : (-)
Laringofaring
Mukosa :
Massa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lain-lain
Laring
Epiglotis :
Plica vocalis :
- Gerakan :
- Posisi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Tumor :
Massa :
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
- Pemeriksaan darah rutin
Hb : 15,3 g/dl
Leukosit : 7,2 ribu/ ul
Ht : 46.9
Trombosit 214 ribu/ul
GDS 160 mg/dl
5
5. RESUME
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari tenggorokan bercampur dahak saat bangun
tidur sebanyak 3x, dan siangnya pasien berdahak berserta darah lagi 2x dan pasien di bawah
ke RS. Pasien sebelumnya mempunyai riwayat sekitar 6 tahun sering mengeluh menelan
dan sering flu. Pasien sering berobat ke klinik dan diberi obat antiradang akan tetapi
keluhan sering berulang. Pasien mempunyai riwayat sering makan jajanan di luar seperti
mie instan, dan jajan cepat saji
RPD:Riwayat alergi dingin (+), TB (+) 5 tahun yang lalu, asma (-), maag (-), hipertensi(-),
diabetes mellitus(-).
Pemeriksaan objektif = Tonsil : T4/T3 hiperemis, kripte melebar, tidak rata, detritus+
Pemeriksaan lab = Pemeriksaan darah rutin =
Hb : 15,3 g/dl
Leukosit : 7,2 ribu/ ul
Ht : 46.9
Trombosit 214 ribu/ul
GDS 160 mg/dl
Pasien kemudian di diagnosis pro tonsilektomi. Dan dari hasil pemeriksaan
laboratorium di dapatkan hiperglikemia (160 mg/dl) dan dijadwalkan untuk operasi pada 12
november 2017 dengan diagnosis utama tonsillitis kronik dan diagnosis sekunder adalah
Obstructive Sleep Apnea (OSAS). Tindakan operasi yang dilakukan adalah tonsilekstomi
dengan jaringan di angkat adalah tonsil palatina dextra dan sinistra. Selanjutnya pasien
mendapatkan terapi medikamentosa post operasi antara lain viccilin SX asam traneksamat
dan ibuprofen syr.untuk medika medikamentosa rawat jalannya yaitu cefixime syr,
ibuprofen syr, dan ambroxol syr dan pasien di jadwalkan untuk control ulang ke poli THT.
6. ANJURAN
Tonsilektomi
6
7. PROGNOSIS
Ad Sanationam :Dubia ad bonam
Ad Functionam :Dubia ad bonam
Ad Vitam :Dubia ad bonam
8. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa pre operatif:
- cefixim 3 x 250 mg
- Metil prednisolon 3 x 2 tablet (1 tab = 8mg)
- Asam mefenamat3 x 500 mg.
Non Medika Mentosa post operatif :
- Diet lunak
- Tirah baring
Medikamentosa post operatif :
- Antibiotika cefixim 3 x 250 mg
- Antiinflamasi : Metil prednisolon 3 x 2 tablet (1 tab = 8mg)
- Analgesik : Asam mefenamat 3 x 500 mg
9. KOMPLIKASI
- Abses peritonsiler
- (Tonsilo) Faringitis
- Oklusi tuba kronik : OMA, OMSK.
- Adenotonsilitis,rhinitis kronik, sinusitis
7
TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita ISPA
(2)
atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan . Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi
tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8%.
Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di antaranya
(3)
pada usia 6-15 Tahun . Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997
sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh
jumlah kunjungan (4).
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau
nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun,
nyeri kepala dan badan terasa meriang (5).
Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat tidur;
gejala yang umum pada anak adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian
berkurang dan prestasi belajar yang kurang baik (4,6).
Kualitas hidup anak dengan apnea obstruksi saat tidur dapat dinilai dari
(7)
hasil/prestasi belajarnya . Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika sebagai
fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak nyaman (8).
8
Hal ini sesuai dengan kesan masyarakat bahwa tonsilektomi dapat meningkatkan
prestasi belajar pada anak yang menderita penyakit amandel (tonsil) sehingga banyak orang
tua yang menginginkan operasi amandel untuk meningkatkan prestasi belajar anaknya,
meskipun belum tentu tonsilnya sakit (8).
Belajar adalah aktivitas (usaha dengan sengaja) yang dapat menghasilkan perubahan
berupa kecakapan baru pada diri individu. Proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain kondisi fisiologis dan psikologis diri individu. Perubahan
perilaku akibat belajar tersebut menandai keberhasilan proses belajar dan mengajar dan
digunakan sebagai indikator prestasi belajar.
9
BAB II
2. 1 EMBRIOLOGITONSIL
Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong
faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian
dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus
branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12
minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga,
tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitujaringan ikat atau trabekula
(sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel germinativum (sebagai
pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari
berbagai stadium).9
10
2.2 ANATOMI TONSIL
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla tubaria
membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan.
Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak
terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi
hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada
usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari
cincin waldeyer.
11
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran
mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya
tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang
berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah
intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut
Capsulatonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
12
Gambar 4. Anatomi normal Tonsil Palatina
Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular
yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus
paranasalis pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid
pada bagian lateral.
Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus
bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid
telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak
yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara
3-7 tahun. Pembesaran yang terjadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi
antigen seperti virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.
13
Gambar 5. Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-ototorofaring, yaitu batas anterior
adalah otot palatoglosus, batas lateral ataudinding luarnya adalah otot konstriktor faring
superior.Pada bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil.
Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil.9
Pada bagian permukaanlateral dari tonsil tertutup olehsuatu membran jaringan ikat,
yang disebut kapsul. Kapsul tonsil terbentuk dari fasia faringobasilar yang kemudian
membentuk septa. 9
Plika anterior dan plika posterior bersatu di atas pada palatum mole. Ke arah bawah
berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.Plika triangularis
atau plika retrotonsilaris atau plika transversalisterletak diantara pangkal lidah dengan
bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari otot
palatofaringeus. Serabut ini dapat menjadi penyebabkesukaran saat pengangkatan
tonsildengan jerat. Komplikasi yang seringterjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau
terpotongnya pangkallidah.9
Vaskularisasi tonsil berasal dari cabang-cabang A. karotis eksterna yaitu A.
maksilaris eksterna (A. fasialis) yang mempunyai cabang yaitu A. tonsilaris dan A. palatina
asenden, A. maksilaris interna dengan cabang A. palatina desenden, serta A. lingualis
dengan cabang A. lingualis dorsal, dan A. faringeal asenden.
14
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan
cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden
juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri
lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan
plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau "lesser palatine
artery" memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk
anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. 9,10
15
Innervasi tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf V melalui
ganglion sphenopalatina dan bagian bawah tonsil berasal dari saraf glossofaringeus (N.
IX).9,10
16
Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel
kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid.Adapun respon imun
berikutnya berupa migrasi limfosit. Perjalanan limfosit dari penelitian didapat bahwa
migrasi limfosit berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEV( high
endothelial venules) dan kembali ke sirkulasi melalui limfe.
17
18
BAB III
TONSILITIS KRONIS
3.1 Definisi
Tonsilitis Kronis adalahperadangan kronis Tonsil setelahserangan akut yang terjadi
berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak
dan diantara serangantidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil
diluarserangan terlihat membesar disertaidengan hiperemi ringan yang mengenai
pilaranterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus. 10
Gambar 8. Tonsilitis
3.2 Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yangmengutip hasil penyelidikan dari Commission on
Acute Respiration Diseasebekerja sama dengan Surgeon General of the Army America dimana
dari 169kasus didapatkan data sebagai berikut :
25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada
masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi
dalam serumpenderita.
25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak
menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum
penderita.Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilusinfluenza.
19
3.3 Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu: 10
Rangsangan kronis (rokok, makanan)
Higiene mulut yang buruk
Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)
Alergi (iritasi kronis dari allergen)
Keadaan umum (kuranggizi, kelelahan fisik)
Pengobatan TonsilitisAkut yang tidak adekuat.
3.4 Patologi
Proses peradangan dimulai pada satuatau lebih kripta tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa danjaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoidakan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut
sehingga kripta akan melebar.
Secara klinis kripta ini akan tampakdiisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati,
sel leukosit yang mati danbakteri yang menutupi kripta berupa eksudat berwarna
kekuningkuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlekatandengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akandisertai
denganpembesaran kelenjar submandibula. 10
20
Pada pemeriksaan,terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang
mungkin tampak,yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi danperlengketan ke jaringan
sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleheksudat yang purulen atau seperti
keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput,kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis,kripta yang melebar dan
ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsildengan orofaring, dengan mengukur jarak
antara kedua pilar anterior dibandingkandengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka
gradasi pembesaran tonsildapat dibagi menjadi : 10
T0 :Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
3.6 Diagnosis
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karenahampir 50% diagnosa
dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita seringdatang dengan keluhan rasa sakit
pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktumenelan, nafas bau busuk, malaise,
sakit pada sendi, kadang-kadang ada demamdan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
21
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi danjaringan parut. Sebagian
kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen)dapat diperlihatkan dari kripta-kripta
tersebut. Pada beberapa kasus, kriptamembesar, dan suatu bahan seperti keju atau
dempul amat banyak terlihat padakripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah
dari tonsil yang kecil,biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil
sekret purulen yang tipis terlihatpada kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman darisediaan apus
tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kumandengan derajat
keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,Streptokokus viridans,
Stafilokokus, atau Pneumokokus. 10
3.7 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronisdapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah
sekitar atau secara hematogenatau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun
berbagai komplikasi yangkerap ditemui adalah sebagai berikut : 10
1. Komplikasi sekitar tonsila
Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnyayang berat tanpa adanya trismus
danabses.
Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalamruang peritonsil. Sumber infeksi
berasal dari penjalaran tonsilitis akut yangmengalami supurasi, menembus
kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
22
Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah beningatau
pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerahtonsil, faring, sinus paranasal,
adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoiddan os petrosus.
Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruangretrofaring. Biasanya terjadi pada
anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karenaruang retrofaring masih berisi kelenjar
limfe.
Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringanfibrosa dan
ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putihdan berupa
cekungan, biasanya kecil dan multipel.
Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dankalsium karbonat dalam jaringan
tonsilyang membentuk bahan keras sepertikapur.
2. Komplikasi Organ jauh
Demam rematik danpenyakit jantung rematik
Glomerulonefritis
Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
Psoriasiseritemamultiforme, kronik urtikaria dan purpura
Artritis dan fibrositis.
23
3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitiskronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil
(Adenotonsilektomi). Tindakan inidilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan
medis atau terapi konservatifyang gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasukpemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari danusaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi
gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis
atauberulang-ulang.
Tonsilektomi merupakan suatuprosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus
dalam buku De Medicina(tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan
pembedahan yangpertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims
(1757).
24
25
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
2003; 31:60-71.
2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan saluran Nafas
Bagian Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala
dan leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994 : 194-
224.
3. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah
dan pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL,
Palembang, 2001: 8-12.
4. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP
Dr. Kariadi Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan,
1980: 249-55.
5. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus
tonsil dan jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi.
Kumpulan naskah ilmiah KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999: 193-
205.
6. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed..
Philadelphia: WB Saunders Co; 1959: 239-57.
9. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th
Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368
10. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183
27
28