Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pemerintah telah meluncurkan Program Indonesia Terang (PIT)
dengan memfokuskan bangunan pada pembangkit dan mengalirkan listrik
ke wilayah-wilayah terisolir salah satunya adalah Papua. Pembangunan di
Papua merupakan wujud kepedulian Presiden dalam rangka kesetaraan Hak
Asasi Manusia bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di Merauke akan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas
dimana lokasinya memiliki tanah yang sangat lunak yang akan mengalami
penurunan jika ada beban. Adanya keadaan tanah yang lunak ini akan
dibangun jalan sebagai akses menuju lokasi PLMTG. Beban terberat yang
akan melintasi jalan tersebut adalah Truk trailer untuk mengangkat trafo
listrik.
Penurunan tanah khususnya akan menyebabkan beberapa kasus
kegagalan konstruksi, hal ini dikarenakan tanha asli belum pernah memikul
beban yang lebih besar dibandingkan beban yang sedang bekerja, sehingga
tanah tidak mampu memikul beban konstruksi yang dibangun. Oleh karena
itu, sebelum dilakukan proses konstruksi perbaikan tanah perlu dilakukan
dimana tanah diberi beban awal (preloading) agar terjadi penurunan
sehingga ketika konstruksi telah selesai dikerjakan tidak akan terjadi
penurunan tanah lagi. Pada umumnya penurunan tanah membutuhkan
waktu yang dapat menunda pekerjaan konstruksi dengan cukup lama. Untuk
mempercepat proses penurunan tanah, vertical drain digunakan untuk
mempercepat keluarnya air dalam tanah. Analisis perhitungan direncanakan
untuk membuat struktur perkerasan pada kondisi tanah yang sangat lunak.
Beban diambil dari kendaraan terberat yang akan melintasi daerah tersebut.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan laporan ini adalah merencanakan perbaikan tanah lunak dengan
metode preloading dengan menggunakan PVD dan merencanakan struktur
tebal perkerasan jalan lentur.
3. Rumusan Masalah

Bagaimana perencanaan perhitungan preloading dengan menggunakan


PVD pada tanah lunak di proyek pembangunan PLTMG Merauke terhadap
beban yang paling besar?

4. Lokasi
Lokasi pekerjaan metode perbaikan tanah ini terletak pada bagian ujung
Indonesia yaitu di Kabupaten Merauke, dapat dilihat pada GambarX

Lokasi Proyek
PLMTG Merauke

Gambar 1.1 Peta Lokasi Proyek PLTMG Merauke

5. Metodologi
Metodologi penulisan laporan perbaikan tanah dilakukan dengan studi
literatur yaitu mempelajari referensi yang membahas mengenai metode
perbaikan tanah lunak dengan preloading yang dikombinasikan dengan
PVD dan mempelajari text book yang berkaitan dengan metode perbaikan
tanah.
BAB II
DASAR TEORI

1. Metode Perbaikan Tanah Lunak

Metode perbaikan tanah yang direncanakan dalam tugas akhir ini adalah
metode preloading yang dikombinasikan dengan PVD. Penjelasan untuk masing-
masing pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Preloading
Preloading adalah beban sementara yang diletakkan pada suatu lahan
konstruksi, yang berfungsi untuk memperbaiki kondisi daya dukung tanah dasar
dimana konstruksi akan didirikan. Preloading yang paling sederhana adalah
dengan menggunakan tanah timbunan, dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Preloading

Pada pelaksanaan penimbunan tidak dapat dilakukan sekaligus, yang dapat


dilakukan pada saat melakukan penimbunan adalah dengan sistem
penimbunan secara bertahap. Penambahan timbunan mengakibatkan kenaikan
tegangan air pori pada tanah lunak yang secara perlahan-lahan akan berkurang
diikuti dengan meningkatknya tegangan efektif yang mengakibatkan daya dukung
tanah dasar tersebut menjadi bertambah. Sketsa gambar preloading secara
bertahap dapat dilihat pada Gambar 2.2 .
Gambar 2.2 Preloading secara Bertahap

Penentuan penambahan tinggi timbunan pada preloading sistem bertahap


adalah sebagai berikut:

1. Menentukan besarnya tinggi timbunan kritis yang mampu diterima oleh tanah
dasar, menggunakan program GeoStudio 2007 Slope/W,
2. Menentukan pentahapan penimbunan dengan memperhatikan:
a. Kecepatan penimbunan di lapangan,
b. Tinggi timbunan rencana, bila timbunan rencana lebih kecil dari tinggi
timbunan kritis maka penimbunan dapat dilakukan setiap minggu tanpa
penundaan. Jika sebaliknya, maka penimbunan harus diletakkan
berdasarkan peningkatan daya dukung lapisan tanah dasarnya dengan
dibantu perkuatan tanah.
3. Menghitung peningkatan daya dukung tanah (peningkatan Cu) lapisan tanah
dasar akibat pemampatan.
4. Menghitung tinggi timbunan kritis baru dengan memasukkan harga Cu yang
baru, apabila tinggi timbunan kritis baru terlalu kecil maka pentahapan
penimbunan harus ditunda.
5. Menghitung kembali untuk mengecek apakah perhitungan penurunan dan
tahapan penimbunan sudah sesuai.

2. Prefabricated Vertical Drain (PVD)


Apabila suatu konstruksi dibangun di atas tanah lunak yang mampu- mampat
akan terjadi penurunan pada tanah yang akan mengganggu kestabilan dari struktur
di atasnya. Waktu terjadinya penurunan bisa jadi akan berlangsung dalam waktu
yang cenderung sangat lama. PVD digunakan untuk mempercepat laju penurunan
konsolidasi dengan cara memperpendek lintasan pengaliran dalam lempung.
Menurut Zaika, 2013 keuntungan dari penggunaan PVD adalah:

 Gangguan pada tanah yang diakibatkan pada saat pemasangan lebih kecil
 Kualitas PVD sintesis lebih seragam karena dibuat di pabrik
 Waktu yang dibutuhkan saat kontrol kualitas lebih cepat
 Kontaminasi partikel halus tanah asli yang menyebabkan terhambatnya
aliran air jauh lebih kecil
 Menahan deformasi yang besar tanpa menghilangkan fungsinya
PVD dapat dipergunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya di bawah
embankment jalan raya, jalan kereta api, atau landas pacu pesawat serta di bawah
pondasi tanki minyak yang berdiri di atas tanah lunak, pada konstruksi- konstruksi
tersebut. Penggunaan PVD dapat dilihat pada Gambar 2.3

(a). Tanpa PVD (b). Menggunakan PVD

Gambar 2.3 Penggunaan Prefabricated Vertical Drain (PVD)

Ukuran PVD yang umum digunakan adalah lebar 100 mm, dengan tebal 3 – 7
mm. Terdiri dari bagian luar sebagai filter jacket dan drain core (bagian inti sebagai
tempat air pori mengalir), dapat dilihat pada Gambar 2.3. Fungsi dari filter jacket
sebagai filter untuk membatasi masuknya butiran-butiran tanah halus yang akan
menghalangi jalannya pengaliran air. Sedangkan fungsi dari drain core adalah
sebagai jalannya aliran, memastikan jalannya aliran yang lurus vertikal, dan
sifatnya yang kaku memberikan kekuatan terhadap tekanan horisontal dan
aliran.
3. Waktu Penurunan Konsolidasi
Waktu penurunan merupakan parameter penting dalam memprediksi
penurunan konsolidasi. Yang mempengaruhi waktu penurunan adalah panjang
lintasan yang dilalui air pori untuk terdisipasi, pada tanah umumnya aliran disipasi
air pori berlebih terjadi pada arah vertikal. Karena permeabilitas tanah lempung
kecil, maka konsolidasi akan selesai setelah jangka waktu yang lama, bisa lebih
lama dari umur rencana konstruksi. Menurut Terzaghi dalam Das (1990), untuk
menghitung waktu penurunan dapat dihitung dengan persamaan:

t=

dimana:

t : waktu penurunan (tahun)

Tv : faktor waktu

Hdr : panjang aliran rata-rata (m)

CV : koefisien konsolidasi vertikal (m2/tahun)

Hdr = ½ Z (m)

Apabila arah aliran air selama proses konsolidasi adalah dua arah (ke atas dan ke
bawah)

Hdr = Z (m)

Apabila arah aliran air selama proses konsolidasi adalah satu arah (ke atas atau ke
bawah).

Tabel 2.1 Faktor Waktu

Derajat Konsolidasi (%) Faktor Waktu


0 0
10 0.008
20 0.031
30 0.071
40 0.126
50 0.197
60 0.287
70 0.403
80 0.567
90 0.848
Sumber: Wahyudi H, 1997

Gambar II.4 Panjang Aliran Satu Arah (a) dan Dua Arah (b)

4. Timbunan
Timbunan adalah salah satu metode untuk menyesuaikan elevasi permukaan
tanah. Konstruksi timbunan yang merupakan kasus pembebanan akan
mengakibatkan deformasi dan konsolidasi apabila dilakukan di atas tanah dengan
tingkat kompresibilitas tinggi dan konduktifitas rendah, seperti pada tanah
lempung. Untuk kasus timbunan di atas tanah lempung lunak, dibutuhkan metode
untuk menyelesaikan masalah rendahnya tingkat daya dukung dan lamanya waktu
konsolidasi. Persyaratan utama timbunan adalah:

a. mempunyai kemampuan untuk menyebarkan beban lalu-lintas yang berulang


tanpa mengalami deformasi atau penurunan yang berarti akibat beban lalu
lintas dan beban timbunan itu sendiri atau akibat kondisi tanah di bawah
timbunan
b. mempunyai stabilitas yang cukup terhadap faktor perusak seperti curah hujan,
air rembesan, dan gempa.
Tinggi timbunan dibedakan menjadi 3, yaitu tinggi timbunan kritis, tinggi
timbunan rencana dan tinggi timbunan pada saat pelaksanaan.

1. Tinggi timbunan kritis (HCr)


Tinggi timbunan kritis adalah tinggi maksimal dari timbunan yang mampu
ditahan oleh tanah dasar agar tidak terjadi kelongsoran/sliding.

2. Tinggi timbunan rencana (H Final)


Tinggi timbunan rencana adalah tinggi final dari permukaan tanah timbunan
yang akan direncanakan.

3. Tinggi timbunan pada saat Pelaksanaan (H Inisial)

Untuk muka air tanah (MAT) yang berada di elevasi ± 0.000 tanah dasar,
tinggi timbunan pada saat pelaksanaan di lapangan tidak akan sama dengan tinggi
timbunan rencana . Hal tersebut terjadi karena timbunan yang mengalami
penurunan akan mengalami perubahan berat karena selama terjadi penurunan
sebagian tanah timbunan berada di bawah muka air tanah.

5. Perencanaan Tebal Perkerasan


Dengan menggunakan metode Manual Desain No. 02/M/BM/2013.
BAB III
METODOLOGI
1. Alur Kerja Umum

Tahapan berikut menjelaskan bentuk diagram alir proses pengerjaan laporan


pada Gambar 3.1.

Mulai

Studi Literatur

Data Sekunder :
Data Tanah Lapangan
(Bore log, Lab, dll)

Tebal Perkerasan
Penurunan PVD
Jalan
1. Tahap I
2. Tahap II

Lapisan Lapisan Lapisan


Pondasi Pondasi Permukaan
Atas Bawah

Gambar 3.1. Diagram Alir Alur Kerja


Pada Gambar 3.1 dapat dilihat proses pengerjaan laporan ini akan dijelaskan
secara singkat. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

Tahap pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data sekunder yang


dibutuhkan berupa data tanah lapangan (bore log) dan berasal dari lab. Kemudian
mencari parameter yang mendukung proses perhitungan selanjutnya.

Untuk mengetahui kemampuan tanah dalam menahan beban yang akan bekerja
adalah dengan melakukan analisis daya dukung tanah (stabilitas terhadap puncture)
dan analisis daya dukung tanah (stabilitas terhadap rotational). Tahap selanjutnya
adalah melakukan analisis penurunan. Hasil dari analisis waktu penurunan
menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu penururnan yang lama, maka dari itu dilakukan
tahap selanjutnya, yaitu dengan merencanakan PVD dengan perbedaan pola PVD dan
jarak pemasangan.

2. Metode Pengumpulan Data

Tujuan dari pengumpulan data adalah agar data yang dibutuhkan dapat terkordinasi
dengan baik da meminimalisasi kesalahan sehingga analisis yang dilakukan dapat
berjalan dengan lancar. Dilakukan beberapa metoda pengumpulan data, diantaranya:

1. Studi liteatur untuk mendapatkan data yang diperlukan melalui penelitian


kepustakaan, mencari buku-buku, peraturan/pedoman, serta mencari data
melalui internet. Kegiatan ini dilakukan sebagai bahan referensi serta landasan
teoritis yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.
2. Pengumpulan data sekunder (data tanah lapangan berupa bore log), beban yang
akan bekerja di atas tanah dan data tanah yang mendukung.
BAB IV
PERHITUNGAN

1. Perhitungan Penurunan Tanah

Gambar 4.1 Nilai N-SPT PLTMG Merauke

Pada kedalaman 0 - 8 meter, Jenis tanah adalah pasir padat, berat jenis tanah (γ1)
adalah 2.1 t/m3

a. Pada kedalaman 0 - 2, berat jenis anah (γ1) adalah 1.238 t/m3

b. Pada kedalaman 2-5 meter,berat jenis tanah (γ2) adalah 1.26 t/m3

c. Pada kedalaman 5-7.5 meter , berat jenis tanah (γ3) adalah 1.227 t/m3
d. Pada kedalaman 7.5-10 meter , berat jenis tanah (γ4) adalah 1.245 t/m3

e. Pada kedalaman 10-12 meter , berat jenis tanah (γ5) adalah 1.227 t/m3

Table 4.1 N-SPT dan Berat jenis tanah

Berat Jenis ɤ
Kedalaman Spt-N
(ton/m3)

0 2 1 1.238

2 5 1 1.26

5 7.5 2 1.227

7.5 10 3 1.245

10 12 5 1.285

12 15 8 1.316

Maka besar tegangan tanah semua dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan-persamaan sebagai berikut :

Table 4.2 Tegangan Tanah

No Kedalaman ∑ɤz
1 0 0 0
2 2 1.238 x 2 2.476
3 5 2.476 + (3 x 1.26) 6.256
4 7.5 6.256 +(2.5 x 1.227) 9.3235
5 10 9.3235 + (2.5 x 1.245) 12.436
6 12 12.436 +(2 x 1.285) 15.006
7 15 15.006 +(3 x1.316) 18.954
Po ( tegangan tanah sebelum tanah dibangun)

Po = 18.954 t/m2

Po = 1.8954 kg/cm2

Gambar 4.2 Truk Pengangkut Travo Pln di Indonesia

Gambar 4.3 Tampak Samping dan Atas Truk multi axle trailer
Tabel 4.3 Spesifikasi Panjang dan Lebar Truk

Tabel 4.4 Spesifikasi Teknis Truk


Untuk menghitung tegangan yang timbul akibat multi axle trailer digunakan
persamaan sebagai berikut :

P
q =
BxL

Dengan :

P = Berat Kendaraan multi axle trailer (Truk Pengangkut Travo Pln)

= 240 ton (bedasarkan table spesifikasi teknis truk

B = 7 meter (Panjang tanah yang ditinjau)

L = 3 meter (lebar tanah yang ditinjau)

Maka :

240
q = 1x1

= 240 t/m2

Besarnya tegangan tanah vertikal efektif dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan dibawah ini :

BxLxq
∆p = 1 1
(B+ x h x tan 300 )x (L+ x h x tan 300 )
2 2

7 x 3 x240
= 1 1
(7+ x 1 x tan 300 ) x (3 + x 1 x tan 300 )
2 2

= 210 kg /m2

=21 kg/cm2

Tegangan tanah setelah bangunan selesai dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut :

P1 = P0 + ∆p

= 1.8954 kg/cm2 + 21 kg/cm2


= 22.8 kg/cm2

Harga Index of Compressibility diperoleh berdasarkan persamaan dibawah ini,


dimana nilai P diperoleh dari nilai qc dimana nilai qc harus dikonversikan ke nilai N-
SPT rata-rata pada kedalaman 15 meter sebesar 8 . Maka harga Index of
Compressibility (C) adalah sebagai berikut :

1.5 x P kg/cm2
C = Po kg/cm2

qc =4xN

=4x8

P = 32

1.5 x 32 kg/cm2
C = = 11.43 kg/cm2
4.1973 kg/cm2

Maka besar penurunan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

H 𝑃1
S = x log
C 𝑃0

100 22.8
= 11.43 x log 1.8954

= 8.748 x 1.08

= 8 cm

Penurunan yang terjadi Cukup besar maka perlu dilakukan treatment dengan
PVD (prealoding vertical drain) untuk mendapatkan penurunan awal yang cepat
tanpa merusak struktur.
2. PVD (Prealoding Vertical Drain)

Tabel 4.5 Prealoding Tahap Pertama

Table 4.6 Prealoding Tahap Kedua, Undrained dan Total Timbunan


Tabel 4.7 Spesifikasi Vertikal Drain dan Efektivitasnya
Tabel 4.8 Tabel Penurunan Tahap Pertama

Gambar 4.4 Grafik Penurunan Tahap Pertama


Tabel 4.9 Tabel Penurunan Tahap Kedua

Gambar 4.5 Grafik Penurunan Tahap Kedua


3. Perencanaan Perkerasan Jalan Lentur Pada Proyek PLTMG Merauke
menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013

Diasumsikan bahwa perbaikan tanah digunakan sebagai akses jalan menuju


kantor PLMTG saja. Oleh karena itu, dalam perencanaan ketebalan perkerasan lentur
diambil tebal yang paling minimum dan dianggap jumlah kendaraan rendah. Berikut
ini hasil ketebalan masing-masing lapisan:

1. Tentukan nilai-nilai CESA4 untuk umur desain yang telah dipilih.


Dalam perancangan ini, direncanakan jalan yang akan dibangun di Merauke
merupakan jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai perkiraan
sesuai dengan tabel berikut ini:

Tabel 4.10 Perkiraan Lalu Lintas Untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah

2. Tentukan nilai Traffic Multiplier


Traffic Multiplier adalah faktor yang digunakan untuk mengkoreksi jumlah
pengulangan beban sumbu (ESA) pangkat empat menjadi nilai faktor pangkat
lainnya yang dibutuhkan untuk desain mekanik. Nilai TM kelelahan lapisan aspal
(TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di Indonesia adalah
berkisar 1,8 - 2.
3. Hitung CESA5 = TM x CESA4 dan gunakan untuk semua bab dari prosedur ini
Nilai CESA tertentu (pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan
dengan nilai TM untuk mendapatkan nilai CESA5 dengan menggunakan
persamaan berikut:
CESA5 = (TM x CESA4) = 1,8 x (1,5.106) = 2,7.106 = 27,0 x 105

4. Ketebalan lapisan perkerasan


Keterbatasan pemadatan dan segregasi menetukan tebal struktur perkerasan
pelaksanaan. Desain harus melihat batasan-batasan tersebut termasuk ketebalan
lapisan di dalam Tabel 4.11 dan Tabel4.12. jika dalam bagan desain ditentukan
bahwa suatu bahan dihamparkan dalam tebal yang lebih besar diijinkan sesuai
tabel berikut.

Tabel 4.11 Batas Minimum Tebal Lapis Permukaan

Tabel 4.12 Ketebalaan Lapisan yang Diijinkan

Bahan Tebal yang Diperlukan (mm)

HRS – WC 30

HRS – Base 35

AC – WC 40

AC – BC 60-80
AC – Base 75-120

Lapis Pondasi Agregat Kelas A 40 150-200


(Gradasi dengan ukuran max. 40 mm)

Lapis Pondasi Agregat Kelas B 200


(Gradasi dengan ukuran max. 50 mm)

Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013

Maka hasil perhitungan adalah sebagai berikut :


a) Lapisan permukaan (surface course) adalah 10 cm
b) Lapisan pondasi atas (base course) adalah 15 cm
c) Lapisan pondasi bawah (subbase course) adalah 20 cm

10 cm Laston

15 cm Lapisan Pondasi Atas Batu Pecah Kelas A

Lapisan Pondasi Bawah Sirtu Kelas B


20 cm
Tanah Dasar

Gambar 4.6. Susunan Lapisan Perkerasan menggunakan metode Manual


Desain No. 02/M/BM/2013
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari perhitungan yang telah dilakukan pada pembangunan akses jalan menuju
PLTMG Merauke dapat diambil hasil dan kesimpulan sebagai berikut :

1. Penurunan yan diakibatkan oleh Truk multi axle trailer dengan luasan tanah (1
x 1) meter luas, denan beban 240 ton didapat penurunan sebesar 8 cm.

2. Prealoading tahap pertama didapat penurunan sebesar 2.8186 m dengan


timbunan sebesar 3 m

3. Prealoading tahap pertama kedua penurunan sebesar 2.1147 m dengan


timbunan sebesar 3 m

4. Total timbunan prealoding sebesar 6 m dan total penurunan adalah 4.9333 m

5. Pada Perencanaan ini menggunakan vertical drain dengan lubang triangular


dengan total effect 4.583 m.

6. Tebal perkerasan yang direncanakan yakni lapis perkerasan 10 cm, LPA 15 cm


dan LPB 20 cm.

B. Saran
Perlu adanya perhitungan yang lebih detail terhadap keseluruhan pekerjaan
perbaikan tanah yang ditinjau agar tercapai nilai perhitungan yang konkrit sesuai
keadaan yang ada di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai