Maulidiyanti 201510300511086
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada saya sehingga dapat
menyelesaikan makalah “glaukoma” tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini, tidak
lupa saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Zahid Fikri, M.Kep.,
atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan laporan ini. Maka dari
itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan dari pembaca sekalian. Saya berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
( kelompok 4)
1
Daftar Isi
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Di Indonesia, prevalensi glaukoma adalah 0,5% dan ada 9 provinsi yang memiliki
prevalensi kasus glaukoma diatas prevalensi nasional (Depkes, 2008).
4
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Definisi
Glaukoma adalah Suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peninggian tekanan bola mata, penggaungan pupil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.
1.2 Epidemilogi
Glaukoma sudut terebuka kronis mengenai 1 dari 200 orang pada populasi diatas
usia 40th., mengenai laki laki dan perempuan sama banyak.
Prevalensi meningkat sesuai usia hampir 10% pada populasi berusia lebih dari
80th. Mungkin terdapat riwayat keluarga meski secara penurunan belum jelas.
1.3 Etiologi
Primer terdiri dari :
a. Akut :Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik :Dapat disebabkan oleh keturunan dalam keluarga,seperti :
Diabetes Militus,Arterisklerosis,Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti :Katarak,Perubahan lensa, Kelainan uvea,
Pembedahan,Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita
asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara
rutin lainnya.
Yang termasuk glaukoma sekuder adalah glaukoma yang disebabkan oleh :
Uveitis, Tumor intra okuler, Trauma mata, Perdarahan dalam bola mata, Perubahan-
perubahan lensa, Kelainan-kelainan congenital, Kortikosteroid, Post operasi,
Rubeosis iridis, Penyakit sistemik,dll.
1.4 Klasifikasi
Glaukoma Primer
Glaukoma Sudut Terbuka Primer
5
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat.
Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat
mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan
takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat
hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis schlemm.
Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan manifestasi dari
penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling sering disebabkan
oleh uveitis.
Glaukoma Kongenital
6
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan.
Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia
serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma
kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan
segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-
Weber dan rubela kongenital).
7
Karena penemuan gambaran histopatologis pada glaukoma infantile bervariasi,
banyak teori yang telah dikemukakan, yang dibagi dalam 2 kelompok utama. Beberapa
peneliti mengemukakan bahwa elainan pada sel atau membrane trabecular meshwork
merupakan mekanisme patologi primer. Kelainan ini digambarkan sebagai salah satu
anomaly impermeable trabecular meshwork atau suatu membrane yang menutupi
trabekula meshwork. Peneliti lain menegaskan suatu kelainan segmen anterior yang lebih
meluas. Termasuk kelainan insersi muskulus siliaris.
Perkembangan glaukoma yang dihubungkan dengan anomaly dengan anomaly
glaucoma mungkin berhubungan dengan abnormalitas okuler lain, seperti kondisi berikut
:
Mikroptalmos
Anomaly kornea ( mikro kornea, kornea plana, sklerokornea )
Disgenesis segmen anterior ( axenfeld-rieger sindrom dan peter sindrom )
Aniridia
Anomaly lensa ( dislokasi, mokrospherophakia )
8
berkembang pada bayi dan anak-anak, disebabkan beberapa penyebab seperti yang terjadi
pada orang dewasa : trauma, inflamasi, retinopati, atau prematuritas dengan glaukoma
tertutup sekunder, dan glaukoma sekunder akibat tumor intraokuler.
Retinoblastoma, juvenile Xanthogranuloma, dan Medulloepithelioma adalah
beberapa tumor intraokuler yang diketahui menyebabkan glaukoma sekunder pada bayi
dan anak. Rubella dan katarak kongenital juga merupakan penyebab yang penting. Pada
anak-anak sering terjadi glaukoma setelah 3 tahun operasi katarak kongenital. Table
anomaly yang berhubungan dengan glaukoma pada anak
No. jenis glaukoma penyebab
1. Glaukoma yang berhubungan dengan syndrome sistemik kongenital, dengan kelainan
:
Trisomy 21 ( down syndrome, trisomy G syndrome )
Trisomy 13 ( patau syndrome )
Trisomy 18 ( Edward syndrome, trisomy E syndrome )
Turner ( XO/XX ) syndrome
2. Glaukoma yang berhubungan dengan penyakit sistemik kongenital :
Lowe ( oculocerebrorenal ) syndrome
Sticker syndrome ( herdeiter progressive artho-ophthalmopathy )
Zellenger ( cerebrohepatorenal ) syndrome
Hallermann – Streiff syndrome
Rubinstein – taybi ( broad-thumb ) syndrome
Oculodentodigital dysplasia
Prader – Willi syndrome
Cockayne syndrome
Fetal alcohol syndrome
3. Glaukoma yang berhubungan dengan penyakit ocular kongenital :
Kongenital ectropion uveae
Kongenital corneal staphyloma
Corneal plana
Iridoschisis
Megalocornea
9
Microcoria
Microcornea
Microphthalmos
Morning glory syndrome
Persistent hyperplastic primary vitreus ( PHPV )
Retinopathy of prematurity
Sclerocornea
Patofisiologi Glaukoma
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel ganglion retina
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya
akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cawan optik.
Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan
intraokuler semakin besar kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan
intraokuler memiliki kisaran 10-22 mmHg. 5 Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup
akut dapat mencapai 60-80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris
yang disertai dengan edema kornea dan kerusakan nervus optikus
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu :
1. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar
2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis Schlem.
3. Level dari tekanan vena episklera.
Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran akuos humor. Akuos
humor dibentuk oleh prosesus siliaris, dimana masing-masing prosesus ini disusun oleh lapisan
epitel ganda, dihasilkan 2-2,5 ul/menit mengalir dari kamera okuli posterior, lalu melalui pupil
mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar akan melalui sistem vena, yang terdiri dari
jaringan trabekulum, justakanalikuler, kanal Schlem dan selanjutnya melalui saluran pengumpul
(collector channel). Aliran akuos humor akan melewati jaringan trabekulum sekitar 90%. Sebagian
kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior hingga mencapai ruangan supra koroid,
untuk selanjutnya akan keluar melalui sklera yang intak atau serabut saraf maupun pembuluh darah
yang memasukinya. Jalur ini disebut juga jalur uvoesklera (10-15%) (Svern P, et.al., 2008) (Lee
BL et.al., 1998) (Nutheti R, et.al, 2006) (Freeman EE, et.al, 2008).
10
Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada banyak kasus
peningkatan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran akuos humor. Beberapa
faktor risiko dapat menyertai perkembangan suatu glaukoma termasuk riwayat keluarga, usia, jenis
kelamin, ras, genetik, variasi diurnal, olahraga, obat-obatan. (Svern P, et.al., 2008) (Freeman EE,
et.al, 2008).
Proses kerusakan papil saraf optik (cupping) akibat tekanan intra okuli yang tinggi atau
gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan
jaringan sehingga skotoma pada lapangan pandang makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi
penyempitan lapangan pandang dari ringan sampai berat. (Svern P, et.al., 2008) (Nutheti R, et.al,
2006).
Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan perkembangan glaucomatous optic neuropathy,
teori mekanik dan iskemik. Teori mekanik menekankan pentingnya kompresi langsung serat-serat
akson dan struktur pendukung nervus optikus anterior, dengan distorsi lempeng lamina kribrosa
dan interupsi aliran aksoplasmik, yang berakibat pada kematian sel ganglion retina (RGCs). Teori
iskemik fokus pada perkembangan potensial iskemik intraneural akibat penurunan perfusi nervus
atau proses instrinsik pada nervus optikus. Gangguan autoregulasi pembuluh darah mungkin
menurunkan perfusi dan mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah optik secara normal
meningkat atau menurunkan tekanannya memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO
dan variasi tekanan darah. (Svern P, et.al., 2008) (Lee BL et.al., 1998)
Pemikiran terbaru tentang glaucomatous optic neuropathy mengatakan bahwa kedua faktor
mekanik dan pembuluh darah mungkin berperan terhadap kerusakan. Glaukoma adalah seperti
suatu kelainan family heterogen dan kematian sel ganglion terlihat pada glaucomatous optic
neuropathy yang bermediasi oleh banyak faktor.
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Mengukur tekanan okular dengan tonomometer. Tekanan normal sebesar 15,5
mmHg. Batasnya ditentukan sebagai 2 standar deviasi di atas dan di bawah rata-rata
(11-12 mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis tekanan ini biasanya sebesar
22-40 mmHg). Pada glaukoma sudut tertutup, tekanan meningkat hingga diatas 60
mmHg.
Memeriksa sudut iridokornea dengan lensa gonioskopi untuk mengkonfirmasi
adanya sudut terbuka.
Menyingkirkan penyakit mata lainnya yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder
11
Memeriksa lempeng optik dan menentukan apakah mengalami cupping patologis.
Memeriksa jarak lapang pandang
1.8 Penatalaksanaan
Terapi bertujuan untuk mengurangi tekanan intraokular. Tingkat penurunan
tekanan bervariasi diantara pasien , dan tingkat penurunan ini harus meminimalkan
hilangnya penglihatan glaukomatosa lebih lanjut. Hal ini membutuhkan pengawasan
teliti di klinik rawat jalan. Terdapat tiga modalitas terapi :
1. Terapi medis
2. Terapi laser
3. Terapi bedah
1. Terapi medis
Pada glaukoma sudut terbuka kronis, penyekat (bloker) beta adrenergik topikal
biasanya obat ini pertama (meski obat-obatan terbaru melampauinya, menawarkan
penggunaan dosis yang lebih aman dan efek samping lebih sedikit, misalnya timolol,
karteolol,levobunolol)
2. Terapi laser
Trabekuloplasti laser melibatkan penempatan serangkaian pembakaran laser (lebar 50
phi m) pada jalinan trabekula, untuk memperbaiki aliran keluar akueous. Pada
awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular secara perlahan kembali
meningkat.
3. Terapi bedah
Pembedahan drainase (trabekulektomi) dilakukan dengan membuat fistula diantara
bilik anterior dan ruang subkonjungtiva. Operasi ini biasanya efektif dalam
menurunkan tekanan intraokular secara bermakna. Telah banyak dilakukan secara
dini sebagai terapi glaukoma. Komplikasi pembedahan antara lain :
- Penyempitan bilik anterior pada masa pascaoperasi dini yang beresiko merusak
kornea dan lensa.
- Infeksi intraokular
- Kemungkinan percepatan perkembangan katarak,
- Kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat
12
1.9 Pathway
GLUKOMA
Peningkat
an TIO
Kerusakan saraf-
saraf optik Iskemia
retina
Terjadi
tekanan pada saraf Nyeri
optic dan retina
Penipisan
Kerusaka lapisan saraf dan
n saraf optic dan inti bagian dalam
retina retina
Atrofi Visus
optik menurun
Penurunan lapang
Penglihatan
pandang
menurun
Gangguan
Mobilisasi
persepsi sensori
berkurang
penglihatan
Hambatan
Gangguan citra diri mobilitas fisik
Ketakutan
Ansitas
13
14
BAB III
JURNAL PENELITIAN
A. Populasi / problem : Pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih dengan diagnosa PACG
atau PAC.
B. Intervensi : Rincian dari desain percobaan telah dilaporkan dalam Penelitian
protocol. Singkatnya, kelompok paralel acak uji coba terkontrol (RCT) dilakukan. Pasien
direkrut dari 30 pusat di Inggris dan 6 lainnya negara-Malaysia, Singapura, Australia,
Taiwan, Hong Kong dan China. Secara total, 419 orang direkrut dan acak (1: 1) ekstraksi
lensa lebih awal (n = 208)atau perawatan standar (n = 211). Analisis ekonomi mengadopsi
Oleh karena itu kesehatan dan perawatan sosial perspektif dan Inggris adalah berdasarkan
data dari 285 peserta direkrut dari 22 pusat di Inggris, dengan 145 diacak untuk lensa
ekstraksi dan 140 diacak untuk perawatan standar antara Juni 2009 dan Agustus 2012.
C. Compare : kelompok perlakuan mengalami fakoemulsifikasi dan lensa intraokular
implan dalam 60 hari pengacakan, dan mereka yang diacak untuk perawatan standar yang
dikelola dengan Laser perifer iridotomy (praktek standar).sedangkan kelompok paralel
acak uji coba terkontrol (RCT) dilakukan. pasien
direkrut dari 30 pusat di Inggris dan 6 lainnya negara-Malaysia, Singapura, Australia,
Taiwan, Hong Kong dan China. Secara total, 419 orang direkrut
dan acak (1: 1) ekstraksi lensa lebih awal (n = 208) atau perawatan standar (n = 211).
D. Outcome : Usia rata-rata peserta adalah 67,5 (8.42), 57,5% adalah perempuan,
44,6% memiliki kedua mata memenuhi syarat, 1,4% adalah etnis Asia dan 35,4% memiliki
PAC. Biaya pelayanan kesehatan rata-rata lebih tinggi pada pasien untuk ekstraksi lensa.
9
1.2 SUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.R DENGAN GLAUKOMA
Kasus
Ny. R (30 tahun), perempuan, suku jawa, seorang ibu rumah tangga, pendidikan terakhir
SLTP. Klien beragama islam dan rajin melaksanakan sholat 5 waktu dan sering mengikuti
pengajian. Ny. R menikah dengan Tn. A, 33 tahun, bekerja sebagai wirasuasta. Rumah Ny. R
terletak di kelurahan lowokwaru, kota malang. Klien masuk rumah sakit pada hari Senin, 12 Mei
2013 dengan diagnosa glaukoma akut okuli dekstra.
Pasien mengatakan mata merah disertai penglihatan mata kanan kabur sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit RSSA. Keluhan ini muncul tiba-tiba dan baru pertama kali dirasakan pasien.
Keluhan mata merah dialami pasien bersamaan dengan penglihatan mata kanannya yang kabur.
Pasien juga mengeluh mata kanan merah, sedikit berair dan terasa sangat nyeri yang disertai sakit
kepala terus-menerus, mual , muntah dan pusing. Lalu pasien di bawa ke rumah sakit RSSA di
ruang poli mata dengan keluhan orbita dextra terasa sakit jika ditekan, penglihatan kabur padahal
Ny.R sudah menggunakan kaca minus 3 pada mata dextra dan sinistra, dua bulan yang lalu Ny.R
menderita kelainan Thyroid. Oleh dokter spesialis mata dilakukan pemeriksaan Ofthalmoscope,
Tonometri dan ukur lapang pandang. Hasil pemeriksaan ternyata Ny.R menderita Glaukoma akut
okuli dekstra. Tanda-tanda vital saat ini TD : 150/100 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 37oC ,
Pernapasan : 20x/menit. Ny. R tidak tahu kenapa dia sampai mengalami Glaukoma dan mendengar
informasi dari orang-orang bahwa Glaukoma bisa buta, sehingga Ny.R takut mengalami kebutaan.
Saat di rumah sebelum sakit pasien biasa makan 3x sehari sedangkan selama di RS pasien
makan 2x perhari kadang-kadang tidak habis karena merasa mual. dan minum saat di rumah 6
gelas air menggunakan gelas 250 cc adalah 1500 cc (1,5 liter) sedangkan di RS sehari 600 cc. Saat
di rumah pasien biasannya BAB rutin 1-2x sehari, tidak ada keluhan dan di rumah sakit 1x perhari.
Sedangkan untuk BAK pasien biasannya 3-4x sehari, sedangkan di rumah sakit 2-3 x perhari.
Dalam menjalankan aktivitasnya pasien masih bisa mencari udara segar sendiri. mandi 1x dengan
diseka, pasien tidak keramas. Selama di rumah pasien biasannya tidur 7-8 jam dalam sehari,
sedangkan saat di RS pasien tidak bisa tidur karena khawatir dengan penyakitnya. Tidur sekitar 4-
5 jam dalam sehari, mudah terbangun dan tidak nyenyak.
10
Sebelumnya pasien pernah di rawat di rumah sakit 2 bulan yang lalu dengan diagnosa
menderita kelainan Thyroid.
Terapi
Pasien diberikan terapi medikamentosa berupa timolol 0,5% tetes mata 2x1 tetes OD, asetazolamid
tablet 3x250 mg, KCl 2x1 tablet dan pilokarpin 2% tetes mata 4x1 tetes. Pada pasien juga
direncanakan tindakan operatif yaitu trabekulektomi OD setelah TIO normal.
11
Jam Pengkajian : 08.00 Tgl. MRS : 12 Mei 2013
I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. R Nama : Tn. A
12
IV. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan mata merah disertai penglihatan mata kanan kabur sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan ini muncul tiba-tiba dan baru pertama kali dirasakan pasien.
Lalu Klien di bawa ke Rumah Sakit hari Senin, 12 Mei 2013 dengan keluhan mata kanan
merah, sedikit berair dan terasa sangat nyeri yang disertai sakit kepala terus-menerus, mual,
muntah dan mengeluh orbita dextra terasa sakit jika ditekan, penglihatan kabur padahal
Ny.R sudah menggunakan kaca minus 3 pada mata dextra dan sinistra, dua bulan yang lalu
Ny.R menderita kelainan Thyroid.
Pola pemenuhan kebutuhan Minum : 6-7 gelas per hari (air Minum : 3-4 gelas per hari (air
nutrisi dan cairan (Makan dan putih) putih)
Minum )
Makanan : 3x per hari (pagi, Makan : 2x perhari (pagi dan
siang, malam) dengan porsi sore) dengan porsi nasi,
nasi, lauk ayam, tahu, tempe tempe, tahu dan sayur.
dan sayur, kadang sering Kadang-kadang tidak habis
ngemil snack. Tidak ada karena pasien merasa mual
dan muntah.
13
gangguan saat makan dan
tidak ada gangguan menelan.
Pola Eliminasi
14
Gangguan rasa nyaman
karena mata pasien terasa
nyeri.
Pola Kebersihan Diri (PH) Pasien mandi 2-3x perhari, Di rumah sakit pasien
keramas 2x perminggu dan biasanya mandi 1x perhari,
gosok gigi 2x perhari, ganti keramas tidak pernah dan
baju 2x perhari setelah mandi. gosok gigi 1x perhari. Karena
keterbatasan gerak dengan
adanya infus di tangan sebelah
kanan.
2. Riwayat Psikologi
Pasien mengatakan merasa cemas dengan keadaan kesehatannya saat ini.
3. Riwayat Sosial
Komunikasi pasien dengan orang lain baik, suara pelan dan lembut, pasien selalu
merespon apa yang di katakan perawat, dokter dan orang lain, bahasa yang di gunakan
pasien seperti, bahasa indonesia dan tidak menggunakan bahasa isyarat.
4. Riwayat Spiritual
15
Di rumah setiap hari pasien melakukan sholat 5 waktu dan kadang ikut pengajian di masjid
bersama ibu-ibu yang lain dan saat di rumah sakit pasien juga melakukan sholat 5 waktu
dan berdoa untuk kesembuhannya.
TD : 150/100 mmHg,
Nadi : 80x/menit,
Suhu : 37oC ,
Pernapasan : 20x/menit.
C. Pemeriksaan Wajah
Mata
okuli dekstra didapatkan visus 1/300, injeksi konjungtiva, injeksi siliar, kornea
agak keruh, kamera okuli anterior dangkal, pupil bulat, mid-dilatasi, anisokor
dengan refleks cahaya melambat, lensa sulit dinilai dan tekanan intraokuler
meningkat (per palpasi N +2) lengkap dan simetris.
Hidung
16
Inspeksi dan palpasi : bentuk hidung simetris, hidung lengkap, tidak ada kotoran
maupun pendarahan, tidak ada lesi atau edema, tidak bengkak ataupun pembesaran
pada hidung dan tidak ada nyeri tekan.
Mulut
Inspeksi dan palpasi : bibir tidak kering, tidak ada lesi, Bibir tidak pecah-pecah,
membran mukosa mulut tidak pucat, gigi berwarana putih dan tidak terdapat karang
pada gigi , tidak ada pembekakan gusi, dan lidah tidak sariawan atau pecah-pecah,
tidak memakai gigi palsu dan tidak tercium bau mulut.
Telinga
Inspeksi dan palpasi : bentuk telinga simetris, tidak ada lesi ataupun edema, tidak
ada peradangan, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat penumpukan serumen,
memberan tympani berwarna putih seperti mutiara dan tidak ada pendarahan di
telinga.
Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris, tidak terjadi peradangan ataupun lesi.
E. Pemeriksaan Thoraks/dada
PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI : Bentuk torak Normal chest, Susunan ruas tulang belakang normal ,
Bentuk dada simetris, keadaan kulit sawo matang, Pola nafas : Eupnea (teratur)
17
PALPASI : Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
teraba sama dan tidak ada nyeri tekan.
PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI : Ictus cordis normal berada di ICS-5 pada linea medioclavikularis kiri
selebar 1 cm saja.
F. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI : Bentuk abdomen : cembung, tidak terdapat benjolan, bentuk simetris. Tidak
ada lesi, Bayangan pembuluh darah vena tidak ada.
PALPASI : tidak ada Nyeri tekan, tidak ada pembesaran, perabaan lunak, permukaan
halus.
PERKUSI : tympany
18
G. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
Inspeksi : Rambut pubis bersih, tidak ada lesi, tidak ada benjolan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada cairan dan tidak terpasang kateter.
I. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
Inspeksi : Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, deformitas baik, tidak fraktur, terpasang
selang infus di tangan sebelah kanan dan tidak terdapat lesi dan edema.
Pemeriksaan lapang pandang : penyempitan lapang pandang pada okuli dekstra. Okuli
sinistra dalam batas normal.
19
M. Pemeriksaan Kulit/Integument
Kulit : Inspeksi : warna kulit sawo matang, tidak ada lesi Palpasi : akral teraba
hangat, tekstur halus, tidak ada nyeri tekan, Turgor kulit>2 detik
Rambut : Inspeksi : penyebaran merata, tidak bau dan tidak rontok dan berwarna
hitam
HEMATOLOGI
Faal hati
20
Keterangan :
N : Normal
LN : Lebih dari normal
KN : Kurang dari normal
TTD PERAWAT
( kelompok 4 )
21
ANALISA DATA pada Ny.R
22
Klien terlihat pupil
menyempit dan
merah / mata keras
dengan kornea
berawan (glaukoma
darurat)
Klien terlihat
peningkatan produksi
air mata
Klien terlihat
memokuskan saat
meliat sesuatu benda
Klien terlihat
mengerutkan dahi
pada saat melih
23
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 37oC
Pernapasan :
20x/menit.
Skala nyeri : 6
Klien terlihat
menggunakan
kacamata
Klien terlihat
memegangi are
kepala dan sekitar
mata
Klien terlihat
memokuskan saat
meliat sesuatu benda
Klien terlihat
mengerutkan dahi
pada saat melihat
3 DS : Faktor fisilogis, Domain : 9 Ansietas b.d Faktor
perubahan status fisilogis, perubahan
Klien mengatakan Kelas : 2
status
bahwa mendengar
Axis :
informasi dari orang-
orang bahwa 1. Ansietas
Glaukoma bisa buta, 2. Individu
sehingga Ny.R takut 3. Gangguan
mengalami kebutaan. 4. –
Klien mengeluh 5. Dewasa
keluhan orbita dextra 6. Akut
7. Aktual
24
terasa sakit jika
ditekan
Klien mengeluh
penglihatan kabur
padahal Ny.R sudah
menggunakan kaca
minus 3 pada mata
dextra dan sinistra
Klien mengatakan
dua bulan yang lalu
Ny.R menderita
kelainan Thyroid
DO:
Tanda-tanda vital :
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 37oC
Pernapasan :
20x/menit.
Klien terlihat
menggunakan
kacamata
Klien terlihat
gelisah
Klien tampak
pucat
Klien terlihat
mencemaskan
keadaan dirinya
25
26
ASUHAN KEPERAWATAN pada Ny. R
27
1. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan - Pastikan derajat / tipe
penglihatan b.d Gangguan keperawatan selama 3x24 jam kehilangan penglihatan
penerimaan, gangguan status diharapkan masalah keperawatan Rasional : mempengaruhi
organ ditandai dengan Gangguan persepsi sensori harapan masa depan
kehilangan lapang pandang penglihatan teratasi dengan pasien dan pilihan
progresif. kriterria hasil : intervensi
- Dorong mengekspresikan
- Klien mengidentifikasi faktor-
perasaan tentang
faktor yang mempengaruhi
kehilangan / kemungkinan
fungsi penglihatan.
kehilangan penglihatan
- Klien mengindentifikasi dan
- Rasional : sementara
menunjukkan pola-pola alternatif
intervensi dini mencegah
untuk meningkatkan penerimaan
kebutaan, pasien
rangsang penglihatan
menghadapi kemungkinan
atau mengalami
pengalaman kehilangan
penglihatan sebagian atau
total. Meskipun
kehilangan penglihatan
telah terjadi tak dapat
diperbaiki (meskipun
dengan pengobatan),
kehilangan lanjut dapat
dicegah.
- Tunjukkan pemberian
tetes mata, contoh
menghitung tetesan,
mengikuti jadwal, tidak
salah dosisi.
- Rasional : mengontrol
TIO, mencegah
28
kehilangan penglihatan
lanjut.
- Lakukan tindakan untuk
membantu pasien
menangani keterbatasan
penglihatan, contoh ,
krangi kekacauan, atur
perabot, ingatkan memutar
kepala ke subjek yang
terlihat, perbaiki sinar
suram dan masalah
penglihatan malam.
- Rasional : menurunkan
bahaya kemanan
sehubungan dengan
perubahan lapang pandang
/ kehilangan penglihatan
dan akomodasi pupil
terhdap sinar lingkungan
- Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai
indikasi :
- Kronis, sederhana, tipe
sudut terbuka :
- Pilokarpin hidroklorida
(IsoptoCarpine,
OcuserPilo, Pilopine HS
Gel)
- Rasional : Obat miotik
topikal ini menyebabkan
konstriksi pupil,
29
memudahkan keluarnya
akueus humor.
- Timolol maleat
(Timoptic); betaksalol
(Betopic)
30
1 Mengenali 5 kualitas, intensitas atau
kapan nyeri beratnya nyeri dan faktor
terjadi pencetus
Gunakan strategi
Menggambarkan
komunikasi terapeutik
2 faktor penyebab 5
untuk mengetahui
nyeri
pengalaman nyeri dan
Menggunakan sampaikan penerimaan
tindakan pasien terhadap nyeri
3 pengurangan 5 Gali pengetahuan pasien
nyeri tanpa mengeai nyeri
analgesik Gunakan tindakan
pengontrol nyeri sebelum
Mengenali apa
nyeri bertambah berat
yang terkait
Dukung istirahat/tidur
dengan gejala
yang adekuat untuk
nyeri
4 5 membantu penurunan
Melaporkan nyeri
nyeri yang
terkontrol
5 5
Keterangan skala:
1. Tidak pernah
menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang
menunjukkan
31
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten
menunjukkan
32
3 Ansietas b.d Faktor fisilogis, Setelah dilakukan tindakan Pengurangan kecemasan
perubahan status keperawatan 1x24 jam tingkat
kecemasan dengan kriteria hasil: Gunakan pendekatan
yang tenang dan
No Indikator Skala
meyakinkan.
1 Tidak dapat 5 Berada di sisi klien untuk
beristirahat meningkatkan rasa aman
dan mengurangi
Berjalan
2 5 ketakutan
mondar-
Dengarkan klien
mandir
Kajtingkat ansietas,
Meremas- derajat pengalaman nyeri/
remas tangan timbulnya gejala tiba-tiba
3 5
dan pengetahuan kondisi
Perasaan
saat ini Rasional : faktor
gelisah
4 5 ini mempengaruhi
Serangan persepsi pasin terhadap
panik ancaman diri, potensial
33
8 5 dengan ketidaktahuan/
haraan yang akan datang
dan memberikan dasar
fakta untuk membuat
pilihan informasi tentang
Keterangan skala:
pengobatan
1. Sangat terganggu Dorong pasien untuk
2. Banyak terganggu mengakui msalah dan
3. Cukup terganggu mengekspresikan persaan
4. Sedikit terganggu Rasional : memberikan
5. Tidak terganggu kesempatan untuk pasien
menerima situasi nyata,
mengklarifikasi salah
konspesi dan pemecahan
masalah.
Identifikasi sumber /
orang yang menolong
Rasional : memberikan
keyakinan bahwa pasien
tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.
34
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Istilah Glaukoma merujuk pada kelompok penyakit berbeda dalam hal patofisiologi
klinis dan penanganannya. Biasanya ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat
kerusakan saraf optikus. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat TIO, yang terlalu tinggi
untuk berfungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi tekanannnya, semakin cepat
kerusakan saraf optikus berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis
yang menghambat peredaran normal dan humor aqueous.
Dianjurkan bagi semua yang mempunyai faktor resiko penderita glaukoma, yang
berusia diatas 35 tahun menjalani pemeriksaan berkala pada oftalmologis untuk mengkaji
TIO, lapang pandang, dan kaput neuri optisi.
Meskipun tidak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat,
kadang diperlukan laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganan adalah untuk
menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan penglihatan
yang baik sepanjang hidup.
1.2 Saran
Bahaya glaukoma akut harus diwaspadai termasuk oleh dokter umum, karena
menyebabkan kebutaan yang cepat pada kedua mata. Pasien datang ke bagian unit darurat
dengan keluhan utama nyeri di sekitar mata dan menurunnya ketajaman penglihatan, dapat
disertai sakit kepala, muntah dan sakit perut sehingga dapat didiagnosis terjadi gangguan
pencernaan atau gastritis.
35
Daftar Pustaka
Brunce Jame, Chris crew, Anthony Bron. 2005. Lecture Notes On Ophthalmology.
Jakarta. Penerbit Erlangga
Mehdi Javanbakht,1 Augusto Azuara-Blanco,2 Jennifer M Burr,3 Craig Ramsay,4 David
Cooper,4 Claire Cochran,4 John Norrie,4 Graham Scotland1,4
www.academia.edu/6859979/WOC_GLUKOMA
36