Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRESENTASI GLAUKOMA

Disusu Oleh : Kelompok 4

Maritha Maulidya P.B. 201510300511081

Yudha Suganda Putra 201510300511082

Hera Aprilia 201510300511083

Siti Khumairoh 201510300511084

Eva Bela Nor Janah 201510300511085

Maulidiyanti 201510300511086

Muhammad Toha 201510300511087

Intan Nugraheni P. 201510300511088

Riana Ayu Agusniasih 201510300511089

Indra Pratama 201510300511091

DIPLOMA III KEPERAWATAN III B


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada saya sehingga dapat
menyelesaikan makalah “glaukoma” tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini, tidak
lupa saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Zahid Fikri, M.Kep.,
atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan laporan ini. Maka dari
itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan dari pembaca sekalian. Saya berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Malang, 26 Februari 2017

( kelompok 4)

1
Daftar Isi

Kata Pengatar ................................................................................................... i


Daftar Isi .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2
1.1 Definisi ................................................................................................ 9
1.2 Epidemologi ........................................................................................ 10
1.3 Etiologi ................................................................................................ 10
1.4 Klasifikasi ........................................................................................... 10
1.5 Tanda dan Gejala ................................................................................ 13
1.6 Patofisiologi ........................................................................................ 13
1.7 Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................
1.8 Penatalaksanaan ..................................................................................
1.9 Pathway ...............................................................................................
BAB III ASKEP KEPERAWATAN DAN JURNAL PENELITIAN ............
1.1 Asuhan keperawatan ..........................................................................
1.2 jurnal penelitian .................................................................................
BAB IV PENUTUP .........................................................................................
1.1 Kesimpulan .......................................................................................... 14
1.2 Saran .................................................................................................... 14
Daftar Pustaka .................................................................................................. 15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan ( cupping ) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokular. Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan
penyakit mata lainnya (Vaughan, 2008).
Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik,
yang dapat berakhir dengan kebutaan. Glaukoma dapat disebabkan bertambahnya produksi
cairan mata oleh badan siliar atau karena berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah
sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas, 2011).
Aqueous humour bersirkulasi di bagian depan mata. Sejumlah kecil cairan dihasilkan
terus-menerus dan jumlahnya sama dengan volume cairan yang dialirkan keluar mata
melewati sistem drainase untuk mengatur tekanan konstan dalam mata. Karena mata adalah
struktur yang tertutup, jadi jika ada hambatan dalam sistem drainase, cairan yang berlebih
tidak dapat mengalir keluar. Tekanan cairan dalam bola mata akan meningkat, mendorong
melawan saraf optik dan dapat meyebabkan kerusakan (American Academy of
Ophtalmology, 2002).
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran
keluar aqueous humour akibat kelainan sistem drainase sudut balik mata depan (glaukoma
sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humour ke sistem drainase (glaukoma sudut
tertutup) (Vaughan, 2008).
Lebih dari 60 juta orang di dunia menderita glaukoma. Dan yang lebih menarik lagi,
setengah populasi dari penderita glaukoma tidak menyadarinya (Weinreb, 2010). Setelah
katarak, glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dan juga penyebab utama
dalam kasus penurunan ketajaman penglihatan yang ireversibel, kebanyakan karena
glaukoma sudut terbuka primer. Glaukoma terhitung lebih banyak mengenai dewasa daripada
anak-anak dan wanita daripada pria (Grehn, 2009).

3
Di Indonesia, prevalensi glaukoma adalah 0,5% dan ada 9 provinsi yang memiliki
prevalensi kasus glaukoma diatas prevalensi nasional (Depkes, 2008).

1.2 Tujuan penulisan


1. Tujuan Umum
 Agar Mahasiswa dapat lebih memahami dan menjelaskan tentang penyakit
GLAUKOMA.
2. Tujuan khusus
- Mahasiswa dapat Memahami tentang penyakit glaukoma
- Mahasiswa dapat Mengetahui penyebab dan perawatan dari penyakit glauokoma

4
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Definisi
Glaukoma adalah Suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peninggian tekanan bola mata, penggaungan pupil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.
1.2 Epidemilogi
Glaukoma sudut terebuka kronis mengenai 1 dari 200 orang pada populasi diatas
usia 40th., mengenai laki laki dan perempuan sama banyak.
Prevalensi meningkat sesuai usia hampir 10% pada populasi berusia lebih dari
80th. Mungkin terdapat riwayat keluarga meski secara penurunan belum jelas.
1.3 Etiologi
 Primer terdiri dari :
a. Akut :Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik :Dapat disebabkan oleh keturunan dalam keluarga,seperti :
Diabetes Militus,Arterisklerosis,Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
 Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti :Katarak,Perubahan lensa, Kelainan uvea,
Pembedahan,Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita
asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara
rutin lainnya.
Yang termasuk glaukoma sekuder adalah glaukoma yang disebabkan oleh :
Uveitis, Tumor intra okuler, Trauma mata, Perdarahan dalam bola mata, Perubahan-
perubahan lensa, Kelainan-kelainan congenital, Kortikosteroid, Post operasi,
Rubeosis iridis, Penyakit sistemik,dll.
1.4 Klasifikasi
 Glaukoma Primer
Glaukoma Sudut Terbuka Primer

5
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat.
Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat
mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan
takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat
hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis schlemm.

Gambar 1. Aliran humor aquos glaukoma sudut terbuka

Glaukoma Sudut Tertutup Primer


Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis
tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan
aliran keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.

Gambar 2. Glaukoma sudut tertutup

 Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan manifestasi dari
penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling sering disebabkan
oleh uveitis.

 Glaukoma Kongenital

6
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan.
Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia
serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma
kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan
segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-
Weber dan rubela kongenital).

1.5 Tanda dan Gejala


1. Glaukoma primer
 Glaukoma sudut terbuka: Kerusakan visus yang serius, Lapang pandang
mengecil dengan macam–macam skotoma yang khas, Perjalanan penyakit
progresif lambat
 Glaukoma sudut tertutup: Nyeri hebat didalam dan sekitar mata, Timbulnya
halo di sekitar cahaya, Pandangan kabur, Sakit kepala, Mual, muntah,
Kedinginan, Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang
dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan,
foto fobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien
2. Glaukoma sekunder: Pembesaran bola mata, Gangguan lapang pandang, Nyeri di
dalam mata
3.Glaukoma kongenital: Gangguan penglihatan
1.6 Patofisiologi
Glaukoma jenis ini terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir.
Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak
dalam kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Pada glaukoma ini, sejak lahir
penderita memiliki bola mata yang besar yang disebut buftalmos. Buftalmos disebabkan
oleh kenaikan TIO saat masih dalam kandungan dan mendesak dinding bola mata bayi
yang masih lentur, akibatnya sklera menipis dan kornea akan membesar dan keruh. Bayi
akan takut melihat cahaya karena kornea yang keruh akan memecah sinar yang datang
sehingga bayi merasa silau. Bayi cenderung rewel, karena peningkatan TIO
menyebabkan rasa tegang dan sakit pada mata.

7
Karena penemuan gambaran histopatologis pada glaukoma infantile bervariasi,
banyak teori yang telah dikemukakan, yang dibagi dalam 2 kelompok utama. Beberapa
peneliti mengemukakan bahwa elainan pada sel atau membrane trabecular meshwork
merupakan mekanisme patologi primer. Kelainan ini digambarkan sebagai salah satu
anomaly impermeable trabecular meshwork atau suatu membrane yang menutupi
trabekula meshwork. Peneliti lain menegaskan suatu kelainan segmen anterior yang lebih
meluas. Termasuk kelainan insersi muskulus siliaris.
Perkembangan glaukoma yang dihubungkan dengan anomaly dengan anomaly
glaucoma mungkin berhubungan dengan abnormalitas okuler lain, seperti kondisi berikut
:
 Mikroptalmos
 Anomaly kornea ( mikro kornea, kornea plana, sklerokornea )
 Disgenesis segmen anterior ( axenfeld-rieger sindrom dan peter sindrom )
 Aniridia
 Anomaly lensa ( dislokasi, mokrospherophakia )

Glaukoma bisa terjadi pada multisystem sindrom Perkembangan glaukoma dengan


salah satu sudut tertutup atau terbuka mungkin berhubungan dengan anomaly lainnya.
Beberapa anomaly yang penting termasuk sindrom dengan kelainan kromosom yang
diketahui, penyakit sistemik dengan penyebab yang tidak diketahui dan penyakit mata
kongenital. Beberapa penyakit sistemik yang bisa juga berhubungan dengan glaukoma
anak adalah :
 Stuge weber syndrome
 Neurofibromatosis
 Marfan syndrome
 Homocystiuria
 Weril-Marchesani syndrome

Terutama pada Struge Wbere Syndrome dan Neurofibromatosis yang melibatkan


kelopak mata bagian atas berhubungan dengan peningkatan resiko glukoma. Beberapa
kondisi ini memiliki gambaran yang sama seperti yang ditemukan pada glaukoma primer,
dan pada keadaan lain, glukoma bersifat sekunder. Glaukoma sekunder mungkin

8
berkembang pada bayi dan anak-anak, disebabkan beberapa penyebab seperti yang terjadi
pada orang dewasa : trauma, inflamasi, retinopati, atau prematuritas dengan glaukoma
tertutup sekunder, dan glaukoma sekunder akibat tumor intraokuler.
Retinoblastoma, juvenile Xanthogranuloma, dan Medulloepithelioma adalah
beberapa tumor intraokuler yang diketahui menyebabkan glaukoma sekunder pada bayi
dan anak. Rubella dan katarak kongenital juga merupakan penyebab yang penting. Pada
anak-anak sering terjadi glaukoma setelah 3 tahun operasi katarak kongenital. Table
anomaly yang berhubungan dengan glaukoma pada anak
No. jenis glaukoma penyebab
1. Glaukoma yang berhubungan dengan syndrome sistemik kongenital, dengan kelainan
:
 Trisomy 21 ( down syndrome, trisomy G syndrome )
 Trisomy 13 ( patau syndrome )
 Trisomy 18 ( Edward syndrome, trisomy E syndrome )
 Turner ( XO/XX ) syndrome
2. Glaukoma yang berhubungan dengan penyakit sistemik kongenital :
 Lowe ( oculocerebrorenal ) syndrome
 Sticker syndrome ( herdeiter progressive artho-ophthalmopathy )
 Zellenger ( cerebrohepatorenal ) syndrome
 Hallermann – Streiff syndrome
 Rubinstein – taybi ( broad-thumb ) syndrome
 Oculodentodigital dysplasia
 Prader – Willi syndrome
 Cockayne syndrome
 Fetal alcohol syndrome
3. Glaukoma yang berhubungan dengan penyakit ocular kongenital :
 Kongenital ectropion uveae
 Kongenital corneal staphyloma
 Corneal plana
 Iridoschisis
 Megalocornea

9
 Microcoria
 Microcornea
 Microphthalmos
 Morning glory syndrome
 Persistent hyperplastic primary vitreus ( PHPV )
 Retinopathy of prematurity
 Sclerocornea

 Patofisiologi Glaukoma
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel ganglion retina
yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya
akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cawan optik.
Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan
intraokuler semakin besar kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan
intraokuler memiliki kisaran 10-22 mmHg. 5 Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup
akut dapat mencapai 60-80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris
yang disertai dengan edema kornea dan kerusakan nervus optikus
Terdapat tiga faktor penting yang menentukan tekanan bola mata, yaitu :
1. Jumlah produksi akuos oleh badan siliar
2. Tahanan aliran akuos humor yang melalui sistem trabekular meshwork-kanalis Schlem.
3. Level dari tekanan vena episklera.
Umumnya peningkatan TIO disebabkan peningkatan tahanan aliran akuos humor. Akuos
humor dibentuk oleh prosesus siliaris, dimana masing-masing prosesus ini disusun oleh lapisan
epitel ganda, dihasilkan 2-2,5 ul/menit mengalir dari kamera okuli posterior, lalu melalui pupil
mengalir ke kamera okuli anterior. Sebagian besar akan melalui sistem vena, yang terdiri dari
jaringan trabekulum, justakanalikuler, kanal Schlem dan selanjutnya melalui saluran pengumpul
(collector channel). Aliran akuos humor akan melewati jaringan trabekulum sekitar 90%. Sebagian
kecil akan melalui struktur lain pada segmen anterior hingga mencapai ruangan supra koroid,
untuk selanjutnya akan keluar melalui sklera yang intak atau serabut saraf maupun pembuluh darah
yang memasukinya. Jalur ini disebut juga jalur uvoesklera (10-15%) (Svern P, et.al., 2008) (Lee
BL et.al., 1998) (Nutheti R, et.al, 2006) (Freeman EE, et.al, 2008).

10
Tekanan bola mata yang umum dianggap normal adalah 10-21 mmHg. Pada banyak kasus
peningkatan bola mata dapat disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran akuos humor. Beberapa
faktor risiko dapat menyertai perkembangan suatu glaukoma termasuk riwayat keluarga, usia, jenis
kelamin, ras, genetik, variasi diurnal, olahraga, obat-obatan. (Svern P, et.al., 2008) (Freeman EE,
et.al, 2008).

Proses kerusakan papil saraf optik (cupping) akibat tekanan intra okuli yang tinggi atau
gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan
jaringan sehingga skotoma pada lapangan pandang makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi
penyempitan lapangan pandang dari ringan sampai berat. (Svern P, et.al., 2008) (Nutheti R, et.al,
2006).
Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan perkembangan glaucomatous optic neuropathy,
teori mekanik dan iskemik. Teori mekanik menekankan pentingnya kompresi langsung serat-serat
akson dan struktur pendukung nervus optikus anterior, dengan distorsi lempeng lamina kribrosa
dan interupsi aliran aksoplasmik, yang berakibat pada kematian sel ganglion retina (RGCs). Teori
iskemik fokus pada perkembangan potensial iskemik intraneural akibat penurunan perfusi nervus
atau proses instrinsik pada nervus optikus. Gangguan autoregulasi pembuluh darah mungkin
menurunkan perfusi dan mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah optik secara normal
meningkat atau menurunkan tekanannya memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO
dan variasi tekanan darah. (Svern P, et.al., 2008) (Lee BL et.al., 1998)
Pemikiran terbaru tentang glaucomatous optic neuropathy mengatakan bahwa kedua faktor
mekanik dan pembuluh darah mungkin berperan terhadap kerusakan. Glaukoma adalah seperti
suatu kelainan family heterogen dan kematian sel ganglion terlihat pada glaucomatous optic
neuropathy yang bermediasi oleh banyak faktor.
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
 Mengukur tekanan okular dengan tonomometer. Tekanan normal sebesar 15,5
mmHg. Batasnya ditentukan sebagai 2 standar deviasi di atas dan di bawah rata-rata
(11-12 mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis tekanan ini biasanya sebesar
22-40 mmHg). Pada glaukoma sudut tertutup, tekanan meningkat hingga diatas 60
mmHg.
 Memeriksa sudut iridokornea dengan lensa gonioskopi untuk mengkonfirmasi
adanya sudut terbuka.
 Menyingkirkan penyakit mata lainnya yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder

11
 Memeriksa lempeng optik dan menentukan apakah mengalami cupping patologis.
 Memeriksa jarak lapang pandang

1.8 Penatalaksanaan
Terapi bertujuan untuk mengurangi tekanan intraokular. Tingkat penurunan
tekanan bervariasi diantara pasien , dan tingkat penurunan ini harus meminimalkan
hilangnya penglihatan glaukomatosa lebih lanjut. Hal ini membutuhkan pengawasan
teliti di klinik rawat jalan. Terdapat tiga modalitas terapi :

1. Terapi medis
2. Terapi laser
3. Terapi bedah

1. Terapi medis
Pada glaukoma sudut terbuka kronis, penyekat (bloker) beta adrenergik topikal
biasanya obat ini pertama (meski obat-obatan terbaru melampauinya, menawarkan
penggunaan dosis yang lebih aman dan efek samping lebih sedikit, misalnya timolol,
karteolol,levobunolol)

2. Terapi laser
Trabekuloplasti laser melibatkan penempatan serangkaian pembakaran laser (lebar 50
phi m) pada jalinan trabekula, untuk memperbaiki aliran keluar akueous. Pada
awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular secara perlahan kembali
meningkat.

3. Terapi bedah
Pembedahan drainase (trabekulektomi) dilakukan dengan membuat fistula diantara
bilik anterior dan ruang subkonjungtiva. Operasi ini biasanya efektif dalam
menurunkan tekanan intraokular secara bermakna. Telah banyak dilakukan secara
dini sebagai terapi glaukoma. Komplikasi pembedahan antara lain :
- Penyempitan bilik anterior pada masa pascaoperasi dini yang beresiko merusak
kornea dan lensa.
- Infeksi intraokular
- Kemungkinan percepatan perkembangan katarak,
- Kegagalan mengurangi tekanan intraokular yang adekuat

12
1.9 Pathway

GLUKOMA

Peningkat
an TIO
Kerusakan saraf-
saraf optik Iskemia
retina
Terjadi
tekanan pada saraf Nyeri
optic dan retina
Penipisan
Kerusaka lapisan saraf dan
n saraf optic dan inti bagian dalam
retina retina
Atrofi Visus
optik menurun
Penurunan lapang
Penglihatan
pandang
menurun
Gangguan
Mobilisasi
persepsi sensori
berkurang
penglihatan
Hambatan
Gangguan citra diri mobilitas fisik

Perubahan status kesehatan


penglihatan

Ketakutan

Ansitas
13
14
BAB III

JURNAL PENELITIAN

1.1 Analisis jurnal menggunakan metode PICO

A. Populasi / problem : Pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih dengan diagnosa PACG
atau PAC.
B. Intervensi : Rincian dari desain percobaan telah dilaporkan dalam Penelitian
protocol. Singkatnya, kelompok paralel acak uji coba terkontrol (RCT) dilakukan. Pasien
direkrut dari 30 pusat di Inggris dan 6 lainnya negara-Malaysia, Singapura, Australia,
Taiwan, Hong Kong dan China. Secara total, 419 orang direkrut dan acak (1: 1) ekstraksi
lensa lebih awal (n = 208)atau perawatan standar (n = 211). Analisis ekonomi mengadopsi
Oleh karena itu kesehatan dan perawatan sosial perspektif dan Inggris adalah berdasarkan
data dari 285 peserta direkrut dari 22 pusat di Inggris, dengan 145 diacak untuk lensa
ekstraksi dan 140 diacak untuk perawatan standar antara Juni 2009 dan Agustus 2012.
C. Compare : kelompok perlakuan mengalami fakoemulsifikasi dan lensa intraokular
implan dalam 60 hari pengacakan, dan mereka yang diacak untuk perawatan standar yang
dikelola dengan Laser perifer iridotomy (praktek standar).sedangkan kelompok paralel
acak uji coba terkontrol (RCT) dilakukan. pasien
direkrut dari 30 pusat di Inggris dan 6 lainnya negara-Malaysia, Singapura, Australia,
Taiwan, Hong Kong dan China. Secara total, 419 orang direkrut
dan acak (1: 1) ekstraksi lensa lebih awal (n = 208) atau perawatan standar (n = 211).
D. Outcome : Usia rata-rata peserta adalah 67,5 (8.42), 57,5% adalah perempuan,
44,6% memiliki kedua mata memenuhi syarat, 1,4% adalah etnis Asia dan 35,4% memiliki
PAC. Biaya pelayanan kesehatan rata-rata lebih tinggi pada pasien untuk ekstraksi lensa.

9
1.2 SUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.R DENGAN GLAUKOMA

Kasus

Ny. R (30 tahun), perempuan, suku jawa, seorang ibu rumah tangga, pendidikan terakhir
SLTP. Klien beragama islam dan rajin melaksanakan sholat 5 waktu dan sering mengikuti
pengajian. Ny. R menikah dengan Tn. A, 33 tahun, bekerja sebagai wirasuasta. Rumah Ny. R
terletak di kelurahan lowokwaru, kota malang. Klien masuk rumah sakit pada hari Senin, 12 Mei
2013 dengan diagnosa glaukoma akut okuli dekstra.

Pasien mengatakan mata merah disertai penglihatan mata kanan kabur sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit RSSA. Keluhan ini muncul tiba-tiba dan baru pertama kali dirasakan pasien.
Keluhan mata merah dialami pasien bersamaan dengan penglihatan mata kanannya yang kabur.
Pasien juga mengeluh mata kanan merah, sedikit berair dan terasa sangat nyeri yang disertai sakit
kepala terus-menerus, mual , muntah dan pusing. Lalu pasien di bawa ke rumah sakit RSSA di
ruang poli mata dengan keluhan orbita dextra terasa sakit jika ditekan, penglihatan kabur padahal
Ny.R sudah menggunakan kaca minus 3 pada mata dextra dan sinistra, dua bulan yang lalu Ny.R
menderita kelainan Thyroid. Oleh dokter spesialis mata dilakukan pemeriksaan Ofthalmoscope,
Tonometri dan ukur lapang pandang. Hasil pemeriksaan ternyata Ny.R menderita Glaukoma akut
okuli dekstra. Tanda-tanda vital saat ini TD : 150/100 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 37oC ,
Pernapasan : 20x/menit. Ny. R tidak tahu kenapa dia sampai mengalami Glaukoma dan mendengar
informasi dari orang-orang bahwa Glaukoma bisa buta, sehingga Ny.R takut mengalami kebutaan.

Saat di rumah sebelum sakit pasien biasa makan 3x sehari sedangkan selama di RS pasien
makan 2x perhari kadang-kadang tidak habis karena merasa mual. dan minum saat di rumah 6
gelas air menggunakan gelas 250 cc adalah 1500 cc (1,5 liter) sedangkan di RS sehari 600 cc. Saat
di rumah pasien biasannya BAB rutin 1-2x sehari, tidak ada keluhan dan di rumah sakit 1x perhari.
Sedangkan untuk BAK pasien biasannya 3-4x sehari, sedangkan di rumah sakit 2-3 x perhari.
Dalam menjalankan aktivitasnya pasien masih bisa mencari udara segar sendiri. mandi 1x dengan
diseka, pasien tidak keramas. Selama di rumah pasien biasannya tidur 7-8 jam dalam sehari,
sedangkan saat di RS pasien tidak bisa tidur karena khawatir dengan penyakitnya. Tidur sekitar 4-
5 jam dalam sehari, mudah terbangun dan tidak nyenyak.

10
Sebelumnya pasien pernah di rawat di rumah sakit 2 bulan yang lalu dengan diagnosa
menderita kelainan Thyroid.

Terapi

Pasien diberikan terapi medikamentosa berupa timolol 0,5% tetes mata 2x1 tetes OD, asetazolamid
tablet 3x250 mg, KCl 2x1 tablet dan pilokarpin 2% tetes mata 4x1 tetes. Pada pasien juga
direncanakan tindakan operatif yaitu trabekulektomi OD setelah TIO normal.

FORMAT PENGUMPULAN DATA UMUM KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian : 13 Mei 2013 No. Register : 567xxxx

11
Jam Pengkajian : 08.00 Tgl. MRS : 12 Mei 2013

Ruang/Kelas : Poli Mata

I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. R Nama : Tn. A

Umur : 30 tahun Umur : 33 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SLTP Pekerjaan : wirasuasta

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Malang

Gol. Darah :- Hubungan dengan Klien :Suami

Alamat : Lowokwaru, Kota Malang

II. KELUHAN UTAMA


1. Keluhan Utama Saat MRS
keluhan orbita dextra terasa sakit jika ditekan, penglihatan kabur.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
mata kanan merah, sedikit berair dan terasa sangat nyeri yang disertai sakit kepala terus
menerus, mual, muntah.
III. DIAGNOSA MEDIS
GLAUKOMA AKUT OKULI DEKSTRA

12
IV. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan mata merah disertai penglihatan mata kanan kabur sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan ini muncul tiba-tiba dan baru pertama kali dirasakan pasien.
Lalu Klien di bawa ke Rumah Sakit hari Senin, 12 Mei 2013 dengan keluhan mata kanan
merah, sedikit berair dan terasa sangat nyeri yang disertai sakit kepala terus-menerus, mual,
muntah dan mengeluh orbita dextra terasa sakit jika ditekan, penglihatan kabur padahal
Ny.R sudah menggunakan kaca minus 3 pada mata dextra dan sinistra, dua bulan yang lalu
Ny.R menderita kelainan Thyroid.

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Sebelumnya pasien pernah di rawat di rumah sakit 2 bulan yang lalu dengan diagnosa
menderita kelainan Thyroid.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien tidak ada yang mempunyai penyakit yang berhubungan dengan saraf
persepsi sensori ataupun penyakit penular dan keturunan seperti, hipertensi, DM, TBC,
HIV dll.

V. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN


1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit

Pola pemenuhan kebutuhan Minum : 6-7 gelas per hari (air Minum : 3-4 gelas per hari (air
nutrisi dan cairan (Makan dan putih) putih)
Minum )
Makanan : 3x per hari (pagi, Makan : 2x perhari (pagi dan
siang, malam) dengan porsi sore) dengan porsi nasi,
nasi, lauk ayam, tahu, tempe tempe, tahu dan sayur.
dan sayur, kadang sering Kadang-kadang tidak habis
ngemil snack. Tidak ada karena pasien merasa mual
dan muntah.

13
gangguan saat makan dan
tidak ada gangguan menelan.

Pola Eliminasi

BAK : Frekuensi : 3-4 x perhari Frekuesi : Frekuensi : 2-3x


perhari.
Warna : kuning kebeningan
Warna : kuning kebeningan
Bau : khas pada urin
Bau : khas pada urin
Tidak ada gangguan saat
BAK. Tidak ada gangguan saat
BAK.
BAB :
Frekuensi : 1x perhari
Frekuensi :1-2x perhari
Warna : kuning kecoklatan
Warna : kuning kecoklatan
(tidak encer ataupun keras)
(tidak encer ataupun keras)
Bau : khas pada feses
Bau : khas pada feses
Tidak ada gangguan saat
Tidak ada gangguan saat
BAB.
BAB.

Pola Istirahat Tidur Frekuensi : 2x perhari (siang, Frekuensi : 1-2x perhari


jam 13-15 dan malam, jam 22- (siang, jam 13;00-14;00 dan
03;30) 7-8 jam perhari. malam jam 23-03;00) 4-5 jam
perhari.
Tidak ada gangguan saat tidur.

14
Gangguan rasa nyaman
karena mata pasien terasa
nyeri.

Pola Kebersihan Diri (PH) Pasien mandi 2-3x perhari, Di rumah sakit pasien
keramas 2x perminggu dan biasanya mandi 1x perhari,
gosok gigi 2x perhari, ganti keramas tidak pernah dan
baju 2x perhari setelah mandi. gosok gigi 1x perhari. Karena
keterbatasan gerak dengan
adanya infus di tangan sebelah
kanan.

Aktivitas Lain Pasien dirumah biasanya Pasien di rumah sakit biasanya


melakukan pekerjaan berbaring di tempat tidur dan
sebagaimana yang di kerjakan mencari udara segar di sekitar
ibu rumah tangga seperti, halaman rumah sakit.
nyuci piring dan pakaian,
nyapu, ngpel, jalan-jalan di
sekitar halaman rumah.

2. Riwayat Psikologi
Pasien mengatakan merasa cemas dengan keadaan kesehatannya saat ini.

3. Riwayat Sosial
Komunikasi pasien dengan orang lain baik, suara pelan dan lembut, pasien selalu
merespon apa yang di katakan perawat, dokter dan orang lain, bahasa yang di gunakan
pasien seperti, bahasa indonesia dan tidak menggunakan bahasa isyarat.

4. Riwayat Spiritual

15
Di rumah setiap hari pasien melakukan sholat 5 waktu dan kadang ikut pengajian di masjid
bersama ibu-ibu yang lain dan saat di rumah sakit pasien juga melakukan sholat 5 waktu
dan berdoa untuk kesembuhannya.

VI. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
Pasien merasa mual dan muntah, mata pasien tanpak memerah.

B. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital


SAAT SEBELUM SAKIT SAAT PENGKAJIAN

TD : 150/100 mmHg,

Nadi : 80x/menit,

Suhu : 37oC ,

Pernapasan : 20x/menit.

C. Pemeriksaan Wajah
 Mata
okuli dekstra didapatkan visus 1/300, injeksi konjungtiva, injeksi siliar, kornea
agak keruh, kamera okuli anterior dangkal, pupil bulat, mid-dilatasi, anisokor
dengan refleks cahaya melambat, lensa sulit dinilai dan tekanan intraokuler
meningkat (per palpasi N +2) lengkap dan simetris.

 Hidung

16
Inspeksi dan palpasi : bentuk hidung simetris, hidung lengkap, tidak ada kotoran
maupun pendarahan, tidak ada lesi atau edema, tidak bengkak ataupun pembesaran
pada hidung dan tidak ada nyeri tekan.
 Mulut
Inspeksi dan palpasi : bibir tidak kering, tidak ada lesi, Bibir tidak pecah-pecah,
membran mukosa mulut tidak pucat, gigi berwarana putih dan tidak terdapat karang
pada gigi , tidak ada pembekakan gusi, dan lidah tidak sariawan atau pecah-pecah,
tidak memakai gigi palsu dan tidak tercium bau mulut.
 Telinga
Inspeksi dan palpasi : bentuk telinga simetris, tidak ada lesi ataupun edema, tidak
ada peradangan, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat penumpukan serumen,
memberan tympani berwarna putih seperti mutiara dan tidak ada pendarahan di
telinga.

D. Pemeriksaan Kepala Dan Leher


 Kepala
Inspeksi : bentuk kepala bulat dan simetris, tidak ada lesi, darah atau edema.
Warana rambut hitam di potong pendek.

Palpasi : tidak ada Nyeri tekan.

 Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris, tidak terjadi peradangan ataupun lesi.

Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe , tidak terdapat pembesaran


kelenjar tiroid, posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran Vena jugularis,
tidak ada peningkatan JUV dan tidak teraba adanya benjolan.

E. Pemeriksaan Thoraks/dada
 PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI : Bentuk torak Normal chest, Susunan ruas tulang belakang normal ,
Bentuk dada simetris, keadaan kulit sawo matang, Pola nafas : Eupnea (teratur)

17
PALPASI : Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
teraba sama dan tidak ada nyeri tekan.

PERKUSI : Area paru : sonor

AUSKULTASI : Suara nafas Vesikuler (Normal), tidak ada suara tambahan


ronchial dan whezzing.

 PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI : Ictus cordis normal berada di ICS-5 pada linea medioclavikularis kiri
selebar 1 cm saja.

PALPASI : Dinding torak teraba : Kuat

PERKUSI : Batas-batas jantung normal adalah :

Batas kanan atas : sonor ( N = ICS II parasternalis dextra )

Batas kanan bawah : sonor ( N = ICS III-IV parasternalis dekstra)

Batas kiri atas : sonor ( N = ICS II parasternalis dextra )

Batas kiri bawah : sonor ( N = ICS V Mid clavicula sinistra)

AUSKULTASI : BJ I terdengar tunggal reguler BJ II terdengar tunggal reguler

F. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI : Bentuk abdomen : cembung, tidak terdapat benjolan, bentuk simetris. Tidak
ada lesi, Bayangan pembuluh darah vena tidak ada.

AUSKULTASI : Frekuensi peristaltic usus x/menit ( N = 5 – 35 x/menit,

PALPASI : tidak ada Nyeri tekan, tidak ada pembesaran, perabaan lunak, permukaan
halus.

PERKUSI : tympany

18
G. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
Inspeksi : Rambut pubis bersih, tidak ada lesi, tidak ada benjolan.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada cairan dan tidak terpasang kateter.

H. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang


Tidak ada lesi pada kulit punggung, tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak
terdapat deformitas pada tulang belakang, tidak terdapat fraktur atau, tidak ada nyeri
tekan.

I. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
Inspeksi : Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, deformitas baik, tidak fraktur, terpasang
selang infus di tangan sebelah kanan dan tidak terdapat lesi dan edema.

Palpasi : kekuatan otot bawah dan atas normal 5/5

J. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidu/tengorokan


Uji ketajaman pendengaran :Tes bisik, Dengan arloji, Uji weber : seimbang, Uji rinne :
hantaran tulang lebih keras, Uji swabach : memanjang

Uji Ketajaman Penciuman dengan menggunakan rangsang bau-bauan normal.

Pemeriksaan tenggorokan: lakukan pemeriksaan tonsil, tidak ada nyeri telan.

K. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan


Tanpa Snelen Cart : Ketajaman Penglihatan Kurang

Pemeriksaan lapang pandang : penyempitan lapang pandang pada okuli dekstra. Okuli
sinistra dalam batas normal.

L. Pemeriksaan Fungsi Neurologis


GCS : 4-5-6/ spontan membuka mata, terorientasi, menurut perintah. Kaku kuduk pada
leher menjalar ke mulut, akral hangat

19
M. Pemeriksaan Kulit/Integument
Kulit : Inspeksi : warna kulit sawo matang, tidak ada lesi Palpasi : akral teraba
hangat, tekstur halus, tidak ada nyeri tekan, Turgor kulit>2 detik

Rambut : Inspeksi : penyebaran merata, tidak bau dan tidak rontok dan berwarna
hitam

Kuku : Inspeksi : Warna pink, kuku bersih, CRT<2 dtk

N. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik


PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN KET

Diabetes (GOD PAP)

Gula darah puasa / reduksi 103 (70 – 125 / neg mg/dl) N

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13,1 (L:14,4-17,5, P:12,0-15,3) g/dl N

Leukosit 10.300 (4-10 ribu/cmm) LN

Trombosit 318.000 (150-450 ribu) KN

MCV 75,4 (80-99 FI) KN

MCH 24,6 (27-31 Pg) KN

Faal hati

SGOT 26 (<33 U/L) N

SGPT 20 (<42 U/L) N

20
Keterangan :

 N : Normal
 LN : Lebih dari normal
 KN : Kurang dari normal

VII. TINDAKAN DAN TERAPI


Pasien diberikan terapi medikamentosa berupa timolol 0,5% tetes mata 2x1 tetes OD,
asetazolamid tablet 3x250 mg, KCl 2x1 tablet dan pilokarpin 2% tetes mata 4x1 tetes. Pada
pasien juga direncanakan tindakan operatif yaitu trabekulektomi OD setelah TIO normal.

TTD PERAWAT

( kelompok 4 )

21
ANALISA DATA pada Ny.R

No Analisis Data Etiologi Masalah Keperawatan Diagnose


Keperawatan
(domain ,kelas, axis)

1. DS : Gangguan Domain : 12 Kenyamanan Gangguan persepsi


penerimaan, sensori penglihatan
- Klien mengeluh Kelas : 1 Kenyamanan Fisik
gangguan status b.d Gangguan
keluhan orbita dextra
organ ditandai Axis : penerimaan,
terasa sakit jika
dengan kehilangan gangguan status organ
ditekan. 1. Persepsi sensori
lapang pandang ditandai dengan
- Klien mengeluh penglihatan
progresif. kehilangan lapang
penglihatan kabur 2. Individu
pandang progresif.
padahal Ny.R sudah 3. Ketidaknyamanan
menggunakan kaca 4. -
minus 3 pada mata 5. Dewasa
dextra dan sinistra. 6. Akut
DO: 7. Aktual
Tanda-tanda vital :
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 37oC
Pernapasan :
20x/menit.
Klien terlihat
menggunakan
kacamata
Skala nyeri : 6
Klien tampak
kecoklatan atau putih
susu pada pupil
(katarak)

22
Klien terlihat pupil
menyempit dan
merah / mata keras
dengan kornea
berawan (glaukoma
darurat)
Klien terlihat
peningkatan produksi
air mata
Klien terlihat
memokuskan saat
meliat sesuatu benda
Klien terlihat
mengerutkan dahi
pada saat melih

2. DS : Peningkatan Domain : 12 Nyeri akut b.d


tekanan intra Peningkatan tekanan
Klien mengeluh Kelas : 1
okuler (TIO) intra okuler (TIO)
keluhan orbita dextra
Axis :
terasa sakit jika
ditekan 1. nyeri
Klien mengeluh 2. Individu
penglihatan kabur 3. Ketidakefektifan
padahal Ny.R sudah 4. –
menggunakan kaca 5. Dewasa
minus 3 pada mata 6. Akut
dextra dan sinistra 7. Aktual
DO:
Tanda-tanda vital :

23
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 37oC
Pernapasan :
20x/menit.
Skala nyeri : 6
Klien terlihat
menggunakan
kacamata
Klien terlihat
memegangi are
kepala dan sekitar
mata
Klien terlihat
memokuskan saat
meliat sesuatu benda
Klien terlihat
mengerutkan dahi
pada saat melihat
3 DS : Faktor fisilogis, Domain : 9 Ansietas b.d Faktor
perubahan status fisilogis, perubahan
Klien mengatakan Kelas : 2
status
bahwa mendengar
Axis :
informasi dari orang-
orang bahwa 1. Ansietas
Glaukoma bisa buta, 2. Individu
sehingga Ny.R takut 3. Gangguan
mengalami kebutaan. 4. –
Klien mengeluh 5. Dewasa
keluhan orbita dextra 6. Akut
7. Aktual

24
terasa sakit jika
ditekan
Klien mengeluh
penglihatan kabur
padahal Ny.R sudah
menggunakan kaca
minus 3 pada mata
dextra dan sinistra
Klien mengatakan
dua bulan yang lalu
Ny.R menderita
kelainan Thyroid
DO:
Tanda-tanda vital :
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 37oC
Pernapasan :
20x/menit.
Klien terlihat
menggunakan
kacamata
Klien terlihat
gelisah
Klien tampak
pucat
Klien terlihat
mencemaskan
keadaan dirinya

25
26
ASUHAN KEPERAWATAN pada Ny. R

No Diagnosa Keperawatan Nursing Outcame Clasification Nursing Intervesion Clasification


(NIC)
(NOC)

27
1. Gangguan persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan - Pastikan derajat / tipe
penglihatan b.d Gangguan keperawatan selama 3x24 jam kehilangan penglihatan
penerimaan, gangguan status diharapkan masalah keperawatan Rasional : mempengaruhi
organ ditandai dengan Gangguan persepsi sensori harapan masa depan
kehilangan lapang pandang penglihatan teratasi dengan pasien dan pilihan
progresif. kriterria hasil : intervensi
- Dorong mengekspresikan
- Klien mengidentifikasi faktor-
perasaan tentang
faktor yang mempengaruhi
kehilangan / kemungkinan
fungsi penglihatan.
kehilangan penglihatan
- Klien mengindentifikasi dan
- Rasional : sementara
menunjukkan pola-pola alternatif
intervensi dini mencegah
untuk meningkatkan penerimaan
kebutaan, pasien
rangsang penglihatan
menghadapi kemungkinan
atau mengalami
pengalaman kehilangan
penglihatan sebagian atau
total. Meskipun
kehilangan penglihatan
telah terjadi tak dapat
diperbaiki (meskipun
dengan pengobatan),
kehilangan lanjut dapat
dicegah.
- Tunjukkan pemberian
tetes mata, contoh
menghitung tetesan,
mengikuti jadwal, tidak
salah dosisi.
- Rasional : mengontrol
TIO, mencegah

28
kehilangan penglihatan
lanjut.
- Lakukan tindakan untuk
membantu pasien
menangani keterbatasan
penglihatan, contoh ,
krangi kekacauan, atur
perabot, ingatkan memutar
kepala ke subjek yang
terlihat, perbaiki sinar
suram dan masalah
penglihatan malam.
- Rasional : menurunkan
bahaya kemanan
sehubungan dengan
perubahan lapang pandang
/ kehilangan penglihatan
dan akomodasi pupil
terhdap sinar lingkungan
- Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai
indikasi :
- Kronis, sederhana, tipe
sudut terbuka :
- Pilokarpin hidroklorida
(IsoptoCarpine,
OcuserPilo, Pilopine HS
Gel)
- Rasional : Obat miotik
topikal ini menyebabkan
konstriksi pupil,

29
memudahkan keluarnya
akueus humor.
- Timolol maleat
(Timoptic); betaksalol
(Betopic)

2 Nyeri akut b.d Peningkatan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


tekanan intra okuler (TIO) keperawatan selama 1 x24 jam.  Lakukan pengkajian nyeri
Nyeri terkontrol , dengan kriteria yang komprehensif yang
hasil : meliputi lokasi,
karakteristik, onset /
No Indikator Skala
durasi, frekuensi ,

30
1 Mengenali 5 kualitas, intensitas atau
kapan nyeri beratnya nyeri dan faktor
terjadi pencetus
 Gunakan strategi
Menggambarkan
komunikasi terapeutik
2 faktor penyebab 5
untuk mengetahui
nyeri
pengalaman nyeri dan
Menggunakan sampaikan penerimaan
tindakan pasien terhadap nyeri
3 pengurangan 5  Gali pengetahuan pasien
nyeri tanpa mengeai nyeri
analgesik  Gunakan tindakan
pengontrol nyeri sebelum
Mengenali apa
nyeri bertambah berat
yang terkait
 Dukung istirahat/tidur
dengan gejala
yang adekuat untuk
nyeri
4 5 membantu penurunan
Melaporkan nyeri
nyeri yang
terkontrol

5 5

Keterangan skala:

1. Tidak pernah
menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang
menunjukkan

31
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten
menunjukkan

32
3 Ansietas b.d Faktor fisilogis, Setelah dilakukan tindakan Pengurangan kecemasan
perubahan status keperawatan 1x24 jam tingkat
kecemasan dengan kriteria hasil:  Gunakan pendekatan
yang tenang dan
No Indikator Skala
meyakinkan.
1 Tidak dapat 5  Berada di sisi klien untuk
beristirahat meningkatkan rasa aman
dan mengurangi
Berjalan
2 5 ketakutan
mondar-
 Dengarkan klien
mandir
 Kajtingkat ansietas,
Meremas- derajat pengalaman nyeri/
remas tangan timbulnya gejala tiba-tiba
3 5
dan pengetahuan kondisi
Perasaan
saat ini Rasional : faktor
gelisah
4 5 ini mempengaruhi
Serangan persepsi pasin terhadap
panik ancaman diri, potensial

5 Rasa cemas 5 sikulus ansietas dan dapat

yang di mempengaruhi upaya

sampaikan medik untuk mengontrol

6 secara lisan 5 TIO


 Berikan infromasi yang
Gangguan
akurat dan jujur.
tidur
Diskusikan kemungkinan

Perubahan bahwa pengwasan dan

pada pola pengubahan dapat


7 makan 5 mencegah kehilangan
penglihatan tambahan
 Rasional : menurunkan
ansietas sehubungan

33
8 5 dengan ketidaktahuan/
haraan yang akan datang
dan memberikan dasar
fakta untuk membuat
pilihan informasi tentang
Keterangan skala:
pengobatan
1. Sangat terganggu  Dorong pasien untuk
2. Banyak terganggu mengakui msalah dan
3. Cukup terganggu mengekspresikan persaan
4. Sedikit terganggu  Rasional : memberikan
5. Tidak terganggu kesempatan untuk pasien
menerima situasi nyata,
mengklarifikasi salah
konspesi dan pemecahan
masalah.
 Identifikasi sumber /
orang yang menolong
 Rasional : memberikan
keyakinan bahwa pasien
tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.

34
BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Istilah Glaukoma merujuk pada kelompok penyakit berbeda dalam hal patofisiologi
klinis dan penanganannya. Biasanya ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat
kerusakan saraf optikus. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat TIO, yang terlalu tinggi
untuk berfungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi tekanannnya, semakin cepat
kerusakan saraf optikus berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis
yang menghambat peredaran normal dan humor aqueous.
Dianjurkan bagi semua yang mempunyai faktor resiko penderita glaukoma, yang
berusia diatas 35 tahun menjalani pemeriksaan berkala pada oftalmologis untuk mengkaji
TIO, lapang pandang, dan kaput neuri optisi.
Meskipun tidak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat,
kadang diperlukan laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganan adalah untuk
menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan penglihatan
yang baik sepanjang hidup.
1.2 Saran
Bahaya glaukoma akut harus diwaspadai termasuk oleh dokter umum, karena
menyebabkan kebutaan yang cepat pada kedua mata. Pasien datang ke bagian unit darurat
dengan keluhan utama nyeri di sekitar mata dan menurunnya ketajaman penglihatan, dapat
disertai sakit kepala, muntah dan sakit perut sehingga dapat didiagnosis terjadi gangguan
pencernaan atau gastritis.

35
Daftar Pustaka

Brunce Jame, Chris crew, Anthony Bron. 2005. Lecture Notes On Ophthalmology.
Jakarta. Penerbit Erlangga
Mehdi Javanbakht,1 Augusto Azuara-Blanco,2 Jennifer M Burr,3 Craig Ramsay,4 David
Cooper,4 Claire Cochran,4 John Norrie,4 Graham Scotland1,4
www.academia.edu/6859979/WOC_GLUKOMA

36

Anda mungkin juga menyukai