Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HERNIA DI IGD


RUMAH SAKIT UMUM KALIWATES JEMBER

Oleh

Inthoriqotul Khoiriah

NIM 152310101217

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus komprehensif I yang dibuat oleh:

Nama : Inthoriqotul Khoiriah


NIM : 152310101217
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HERNIA
DI IGD RUMAH SAKIT UMUM KALIWATES JEMBER

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, Januari 2018

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

__________________________ _________________________
NIP.............................................. NIP............................................
BAB 1

KONSEP TEORI

1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Hernia

1. Anatomi

Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus


yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan aponeurosis muskulo-
tranversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum, kanal ini dibatasi
oleh anulus inguinalis eksternus,bagian terbuka dari aponeurosis muskulo-oblikus
eksternus. Atapnya adalah aponeurosis muskulo-oblikus eksternus, dan di
dasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan
ligamentum rotundum pada perempuan. Hernia inguinalis indirek, disebut juga
hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia
masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari
anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke
skrotum, ini disebut hernia skrotalis (Sjamsuhidayat, 2004).

2. Fisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut
akan menarik peritoneum kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya proses ini telah mengalami obliterasi
sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam
beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih
dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri
terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis
yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Mansjoer, 2002).

1.2 Definisi Hernia


Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya
yang normal melalui sebuah defek congenital atau yang didapat (Long, Barbara.
C, 1996). Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui
lubang (Oswari, E, 2000). Hernia adalah penonjolan isi perut dari normal melalui
lubang congenital atau didapat (Juraidi, Purnawan, 2000). Hernia adalah
penonjolan sebuah organ, jaringan, atau struktur melewati dinding rongga yang
secara normal memang berisi bagian – bagian tersebut (Nettina, 2001). Hernia
adalah protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, R dan Jong, Wim de, 2004).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hernia merupakan
penonjolan sebuah organ, jaringan, atau struktur melalui defek congenital atau
didapat.

1.3 Epidemiologi
Hernia terdapat 6 kali lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Pada
pria, 97 % dari hernia terjadi di daerah inguinalis, 2 % sebagai hernia femoralis
dan 1% sebagai hernia umbilicalis. Pada wanita variasinya berbeda, yaitu 50 %
terjadi pada daerah inguinalis, 34 % pada canalis femoralis dan 16 % pada
umbilicus. Tempat umum hernia adalah lipat paha, umbilikus, linea alba, garis
semilunaris dari Spiegel, diafragma, dan insisi bedah. Tempat herniasi lain yang
sebanding tetapi sangat jarang adalah perineum, segitiga lumbal superior dari
Grynfelt, segitiga lumbal inferior dari Petit, dan foramen obturator serta skiatika
dari pelvis.(Rasjad C, 2010).
Angka kejadian hernia inguinalis (medialis/direkdan lateralis/indirek) 10
kali lebih banyak daripada hernia femoralis dan keduanya mempunyai persentase
sekitar 75-80 % dari seluruh jenis hernia, hernia insisional 10 %, hernia ventralis
10 %, hernia umbilikalis 3 %, dan hernia lainnya sekitar 3 % (Sjamsuhidajat, 2010
dan Lavelle et al, 2002).

1.4 Etiologi
a. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria
maupun wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang
sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya
testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan
oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit
yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut .
b. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis
hernia Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada
daerah selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat
reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini
disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh
pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya mengandalkan
kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam rongga
perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut

c. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti
pada kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung
kencing atau pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit
atau konstipasi kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya
tekanan berlebih pada abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus
melalui rongga yang lemah.

d. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena
hernia.
e. Obesitas
Berat badan yang berlebihan menyebabkan tekanan berlebih pada
tubuh, termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus
hernia. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya
penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.
f. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus
memberi tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi
pencetus terjadinya hernia.
g. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat
menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat
barang. Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
yang terus-menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut
dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui
dinding organ yang lemah.
h. Kelahiran prematur

Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal


daripada bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis
belum sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya
organ atau usus melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang
pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia akan mengalaminya
lagi.(Giri Made Kusala, 2009).

1.4 Klasifikasi
a. Berdasarkan letaknya, hernia dibagi atas;
1) Inguinalis
Hernia inguinalis terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Indirek/ lateralis Yaitu batang usus melewati cincin abdomen dan
mengikuti saluran sperma masuk kedalam kanalis inguinalis.
b) Direk/ medialis Yaitu batang usus melewati dinding inguinalis bagian
posterior.
2) Femoralis Hernia femoralis terjadi karena batang usus melewati femoral
kebawah, kedalam kanalis femoralis.
3) Umbilikalis Hernia umbilikalis terjadi karena batang usus melewati cincin
umbilical.
4) Incisional Hernia incisional terjadi karena batang usus atau organ lain
menonjol melalui jaringan parut yang lemah.
b. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas:
1) Hernia bawaan/ congenital;
2) Hernia dapatan/ akuisita.
c. Berdasarkan sifatnya, hernia terbagi atas:
1) Hernia reponibel Yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk.
2) Hernia ireponibel Yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan
lagi kedalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong
pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut juga hernia akreta
(accretes = perlekatan karena fibrosis).
3) Hernia strangulata/ inkarserata Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia.
Hernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam
rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan vaskularisasi. Hernia
strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen didalamnya karena tidak
mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan
keadaan gawat darurat karenanya perlu mendapat pertolongan segera.

1.5 Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan
tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang
air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah
otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja
akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal
yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada
sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan
abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil
pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu
selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang
cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang
sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut
menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya
dan dapat menyebabkan ganggren.

1.6 Manifestasi Klinis


a. . a. Adanya benjolan pada lipatan paha;
b. Nyeri didaerah benjolan;
c. Bila batuk atau mengejan benjolan akan bertambah besar;
d. Mual, muntah, kembun;
e. Konstipasi;
f. Anoreksia;
g. Demam;
h. Pucat dan gelisah;
i. Dehidrasi.

1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer, A (2000) pemeriksaaan penunjang pada hernia adalah:

1. Sinar x abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam


usus/obstruksi usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrlit dapat menunjukkan
hemokonsebtrasi (peningkatan hemotokrit), peningkatan sel darah putih
(leukosit:>10.000-18.000/mm3) dan ketidakseimbangan elektrolit.

1.8 Penatalaksanaan Farmakologi


Terapi obat analgesik

1.9 Penatalaksanaan Medis


a. Secara konservatif (non operatif)
 Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
 Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan
sementara, misalnya pemakaian korset
b. Secara operatif
 Hernioplasti
Memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah, hernioplasti sering
dilakukan pada anak – anak
 Herniographi
Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia di masukkan, kantong
diikat, dan dilakukan bainy plasty atau teknik yang lain untuk
memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan
pada orang dewasa
 Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada
klien dengan hernia yang sudah nekrosis

1.10 Penatalaksanaan NonFarmakologi


1. Konsumsi secara rutin dan teratur buah-buahan dan sayuran
Makanan yang sangat bermanfaat untuk penderita hernia adalah buah
manggis, buah sirsak, apel, daun sirsak (rebus) dan juga ekstrak manggis.
2. Kurangi meroko*k, minum-minuman beralkoh*ol dan perbanyak minum
air putih
Jika sakit tersebut berada dibawah pusar cobalah terapi non farmakologi
berikut.
3. Urut atau pijat pada daerah yang sakit
Bisa meminta bantuan tukang urut yang sudah berpengalaman dalam
mengatasi turun berok.
4. Kurangi angkat beban yang berat-berat
Hal ini bertujuan agar penyakit hernia tidak semakin parah, jika memang
sudah perkerjaanya angkat beban yang berat.Usahakan lutut ditekuk ketika
mengangkat beban dari bawah, lakukan seperti atlit angkat besi.
5. Biasakan menggunakan celana dalam atau segitiga pengaman (sampaque)
Bisa juga menggunakan celana dalam khusus penderita penyakit hernia.
6. Biasakan setiap pagi kaki diletakan diatas
Dengan cara disandarkan pada dinding dengan kepala dibawah sambil
diurut dari bagian perut kearah dada selama 10-15 menit setiap hari’
7. Sebelum sarapan cobalah untuk memasukan seluruh bagian jari tangan
kedalam mulut sedalam-dalamnya
Maka Anda akan merasakan ingin muntah, hal ini bertujuan agar usus
menarik keatas bagian organ yang telah turun yang menyebabkan penyakit
hernia ini sendiri.
BAB 2

PATHWAY

adanya tekanan aktivitas berat

Hernia

Hernia umbilikalis Hernia para Hiatus Hernia Hernia


Konginetal umbilikalis Hernia Insisional Inguinalis

Kantung hernia Kantung Kantung Kantung Kantung hernia


Keluar Hernia Hernia hernia memasuki
Melalui umbilikalis Melewati Memasuki memasuki celah
Dinding rongga celah inguinal
Abdomen thoraks bekas
Insisi terdorong lewat
Dinding
posterior canalis
Inguinal yg
lemah

Benjolan pd
regio
Inguinal

Diatas
ligamentum
Inguinal
mengecil
Bila berbaring
pembedahan

insisi bedah

resti perdarahan asupan gizi kurang mual


resti infeksi
peristaltik usus Nafsu
terputusnya menurun makan
jaringan G3 eliminasi menurun
syaraf

intake
nyeri makanan inadekuat

G3 rasa nyaman nutrisi kurang


Dari kebutuhan
tubuh
BAB 3
PROSES KEPERAWAAN

1.1 Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan hernia menurut Doengoes (1999) diperoleh data

sebagai berikut:

Data umum
1. Umur dan Jenis Kelamin
Hernia bisa terkena pada semua umur baik tua maupun muda. Umumnya
hernia lebih sering terjadi pada pria
2. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala: Atropi otot, gangguan dalam berjalan, riwayat
pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama;
3. Eliminasi
Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya
inkontinensia atau retensi urin.
4. Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya
paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
5. Neuro sensori
Tanda dan gejala: Penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot
hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan
kaki.
6. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala: Sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk benda tajam,
semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan.
7. Keamanan
8. Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
9. Pemeriksaan fisik
-Inspeksi
Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan adanya bengkak; ada atau tidak
adanya benjolan
-Palpasi
Tugor kulit, palpasi terhadap nyeri dan massa
-Auskultasi
Bising usus, bunyi nafas, bunyi jantung
-Perkusi
kembung
10. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah koagulasi
Pemeriksaan urine
EKG

1.2 Diagnosa Keperawatan


1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan kompresi
syaraf, spasme otot
2) Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis
situasional, perubahan status kesehatan
3) Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri, spasme otot
4) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan muntah, mual, gangguan peristaltic usus
5) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
darah pembentukan hematoma

1.3 Intervensi keperawatan

No Dx Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya keluhan
nyaman (nyeri) keperawatan selama 24 jam nyeri, catat lokasi
sehubungan diharapkan gangguan rasa lamanya serangan,
dengan nyaman pasien dapat teratasi faktor pencetus atau
kompresi syaraf, dengan kriteria hasil: yang memperberat
spasme otot a. Melaporkan nyeri 2. Pertahankan tirah baring
hilang dan terkontrol. selama fase akut
b. mengungkapkan letakkan pasien pada
metode yang memberi posisi semi fowler
penghilangan. dengan tulang spinal,
c. mendemonstrasikan pinggang dan lutut
penggunaan intervensi dalam keadaan fleksi,
terapeutik. posisi terlentang dengan
atau tanpa meninggikan
kepala 10-30 derajat
pada posisi lateral
3. Batasi aktivitas selama
fase akut sesuai dengan
kebutuhan
4. Instruksikan pada pasien
untuk melakukan teknik
relaksasi atau visualisasi
5. Kolaborasi dalam
pemberian terapi

2. Koping individu Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat ansietas


tidak efektif keperawatan selama 24 jam klien, tentukan
(ansietas) diharapkan pasien tidak asietas bagaimana pasien
sehubungan lagi dengan kriteria hasil: menangani
dengan krisis a. Tampak rileks dan masalahnya
situasional, melaporkan ansietas sebelumnya dan
perubahan status berkurang. sekarang
kesehatan b. Mengkaji situasi 2. Berikan informasi
terbaru dengan akurat yang akurat
mendemonstrasikan 3. Berikan kesempatan
ketrampilan pada klien untuk
pemecahan masalah. mengungkapkan
masalah yang
dihadapinya
4. Catat perilaku dari
orang terdekat atau
keluarga yang
meningkatkan peran
sakit pasien
3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan tindakan
mobilitas fisik keperawatan selama 24 jam pengamanan sesuai
sehubungan diharapkan mobilitas fisik indikasi dengan
dengan nyeri, pasien dapat teratasi dari situasi yang spesifik
spasme otot kerusakan dengan kriteria 2. Catat respon emosi
hasil: atau perilaku pada
a. Mengungkapkan saat immobilisasi,
pemahaman tentang berikan aktivitas
situasi atau faktor yang disesuaikan
resiko dan aturan dengan pasien
pengobatan individual. 3. Bantu pasien dalam
melakukan aktivitas
ambulasi progresif
4. Ikuti aktivitas atau
prosedur dengan
periode istirahat
5. Berikan atau bantu
pasien untuk
melakukan latihan
rentang gerak aktif,
dan pasif
4. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan
perubahan keperawatan selama 24 jam kebutuhan kalori
nutrisi kurang nutrisi pasien dapat terpenuhi harian yang
dari kebutuhan dengan kriteria hasil: adekuat, kolaborasi
tubuh yang a. Meningkatkan masukan dengan ahli gizi.
berhubungan oral. 2. Jelaskan
dengan muntah, b. Menjelaskan faktor pentingnya nutrisi
mual, gangguan penyebab apabila yang adekuat,
peristaltic usus diketahui. negosiasikan
dengan klien
tujuan masukan
untuk setiap kali
makan dan makan
makanan kecil
3. Timbang berat
badan dan pantau
hasil laboratorium
4. Anjukan klien
untuk menjaga
kebersihan mulut
secara teratur
pantau klien dalam
melakukan
personal hygiene.
5. Atur rencana
perawatan untuk
mengurangi atau
menghilangkan
ketidaknyamanan
yang dapat
menyebabkan
mual, muntah, dan
mengurangi nafsu
makan
5. Perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan penilaian
perfusi jaringan keperawatan selama 24 jam terhadap fungsi
berhubungan diharapkan perfusi jaringan neurologist secara
dengan pasien tidak berubah dengan periodik
penurunan aliran kriteria hasil: 2. Pertahankan
darah  Melaporkan atau pasien dalam
pembentukan mendemonstrasikan situasi posisi terlentang
hematoma normal. sempurna selama
beberapa jam
3. Pantau tanda-tanda
vital catat
kehangatan,
pengisian kapiler
4. Kolaborasi dalam
pemberian cairan
atau darah sesuai
indikasi
1.4 Implementasi Keperawatan

No. Dx Keperawatan Implementasi Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman  Mengkaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi
(nyeri) sehubungan lamanya serangan, faktor pencetus atau
dengan kompresi syaraf, yang memperberat
spasme otot  Mempertahankan tirah baring selama fase
akut letakkan pasien pada posisi semi
fowler dengan tulang spinal, pinggang dan
lutut dalam keadaan fleksi, posisi terlentang
dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-
30 derajat pada posisi lateral
 Membatasi aktivitas selama fase akut sesuai
dengan kebutuhan

 Menginstruksikan pada pasien untuk


melakukan teknik relaksasi atau visualisasi
 Mengkolaborasi dalam pemberian terapi
2. Koping individu tidak  Mengkaji tingkat ansietas klien, tentukan
efektif (ansietas) bagaimana pasien menangani masalahnya
sehubungan dengan krisis sebelumnya dan sekarang
situasional, perubahan  Memberikan informasi yang akurat
status kesehatan  Memberikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan masalah yang dihadapinya
 Mencatat perilaku dari orang terdekat atau
keluarga yang meningkatkan peran sakit
pasien
3. Kerusakan mobilitas fisik  Memberikan tindakan pengamanan sesuai
sehubungan dengan nyeri, indikasi dengan situasi yang spesifik
spasme otot  Mencatat respon emosi atau perilaku pada
saat immobilisasi, berikan aktivitas yang
disesuaikan dengan pasien
 Membantu pasien dalam melakukan
aktivitas ambulasi progresif
 Mengikuti aktivitas atau prosedur dengan
periode istirahat
 Memberikan atau bantu pasien untuk
melakukan latihan rentang gerak aktif, dan
pasif
4. Resiko perubahan nutrisi  Menentukan kebutuhan kalori harian yang
kurang dari kebutuhan adekuat, kolaborasi dengan ahli gizi.
tubuh yang berhubungan  Menjelaskan pentingnya nutrisi yang
dengan muntah, mual, adekuat, negosiasikan dengan klien tujuan
gangguan peristaltic usus masukan untuk setiap kali makan dan
makan makanan kecil
 Menimbang berat badan dan pantau hasil
laboratorium
 Menganjukan klien untuk menjaga
kebersihan mulut secara teratur pantau klien
dalam melakukan personal hygiene.
 Mengatur rencana perawatan untuk
mengurangi atau menghilangkan
ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan
mual, muntah, dan mengurangi nafsu makan
5. Perubahan perfusi jaringan  Melakukan penilaian terhadap fungsi
berhubungan dengan neurologist secara periodik
penurunan aliran darah  Mempertahankan pasien dalam posisi
pembentukan hematoma terlentang sempurna selama beberapa jam
 Memantau tanda-tanda vital catat
kehangatan, pengisian kapiler
 Mengkolaborasi dalam pemberian cairan
atau darah sesuai indikasi

1.5 Evaluasi Keperawatan


Sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah diberikan, dilakukan
penilaian untuk melihat keberhasilan dari tindakan keperawatan terhadap pasien
dengan Hernia. Bila tidak atau belum berhasil perlu disusun rencana baru yang
sesuai. Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP:

S (Subjektif) : Merupakan hal yang dikemukakan oleh pasien maupun


keluarga secara subjektif setelah dilakukannya intervensi
keperawatan.
O (Objektif) : Merupakan data objektif yang ditemui oleh perawat
setelah dilakukan dilakukan intervensi keperawatan.
Seperti: makan yang bertambah, tanda-tanda vital pasien
dalam keadaan normal.
A (Analisa) : Merupakan analisa dari hasil yang telah dicapai dengan
mengacu pada tujuan jangka pendek yang terkait dengan
diagnosis Atreasia ani. Seperti tercapai tidaknya kriteria
hasil.
P (Perencanaan) : Merupakan perencanaan yang akan datang setelah
melihat respon dari pasien pada tahap evaluasi.
BAB 4
DISCHARGE PLANNING

A. Pengertian Discharge Planning


Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan
dan aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan
yang kontinu dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan
kesehatan (Potter & Perry, 2005:1106). Menurut Kozier (2004), discharge
planning didefenisikan sebagai proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan
satu unit pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar suatu agen
pelayanan kesehatan umum.

B. Pemberi Layanan Discharge Planning


Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan
melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang
terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien (Potter & Perry, 2006).
Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan
(continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai
konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan,
menyediakan pendidikan kesehatan dan memotivasi staf rumah sakit untuk
merencanakan serta mengimplementasikan discharge planning (Discharge
Planning Association, 2008 dalam Siahaan, 2009:11).
Seorang discharge planners bertugas membuat rencana,
mengkoordinasikan, memonitor dan memberikan tindakan dan proses kelanjutan
perawatan. Discharge planning ini menempatkan perawat pada posisi yang
penting dalam proses perawatan pasien dan dalam tim discharge planner rumah
sakit, karena pengetahuan dan kemampuan perawat dalam proses keperawatan
sangat berpengaruh dalam memberikan kontinuitas perawatan melalui proses
discharge planning (Caroll & Dowling, 2007 dalam Rahmi, 2011:12).
C Penerima Discharge Planning
Menurut Rice (1992) dalam Potter & Perry (2005:93), setiap pasien yang
dirawat di rumah sakit memerlukan discharge planning atau rencana pemulangan.
Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua
rencana pemulangan (Medical Mutual of Ohio, 2008 dalam Siahaan, 2009:12).
Discharge planning atau rencana pemulangan tidak hanya melibatkan pasien tapi
juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan
bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden
Hospital, 2004 dalam Siahaan, 2009:11)

D. Tujuan Discharge Planning


Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik
untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang
(Carpenito, 1999 dalam Rahmi, 2011:10). Tindakan ini juga bertujuan 15
memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas
antara rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif
(Discharge Planning Association, 2008 dalam Siahaan, 2009:12). Taylor et al
(1989) dalam Yosafianti & Alfiyanti (2010:115) juga menyatakan bahwa
discharge planning adalah proses sistematis yang bertujuan menyiapkan pasien
meninggalkan rumah sakit untuk melanjutkan program perawatan yang
berkelanjutan dirumah atau diunit perawatan komunitas. Secara lebih terperinci
The Royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan (2009:12-13) menyatakan
bahwa tujuan dilakukannya discharge planning adalah:
a. Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis
untuk di transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat
disetujui.
b. Menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan
pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam
proses pemulangan.
c. Memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan
semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah
dipersiapkan untuk menerima pasien.
d. Mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien dan
keluarga dengan menyediakan serta memandirikan aktivitas perawatan
diri.

E. Manfaat Discharge Planning


Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2008:229), perencanaan pulang
mempunyai manfaat sebagai berikut:
a. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien
yang dimulai dari rumah sakit
b. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk
menjamin kontinuitas perawatan pasien
c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan
pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru
d. Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan perawatan di
rumah
Wulandari (2011:11) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa manfaat dari
pelaksanaan discharge planning adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi pelayanan yang tidak terencana (unplanned admission)
b. Mengantispasi terjadinya kegawatdaruratan seletah kembali ke rumah
c. Mengurangi LOS (Length Of Stay) pasien di rumah sakit
d. Meningkatkan kepuasan individu dan pemberi layanan
e. Menghemat biaya selama proses perawatan
f. Menghemat biaya ketika pelaksanaan perawatan di luar rumah sakit atau di
masyarakat karena perencanaan yang matang.
g. Hasil kesehatan yang dicapai menjadi optimal.

F. Pelakasanaan Discharge Planning dan Proses Keperawatan


Proses discharge planning memiliki kesaman dengan proses keperawatan.
Kesamaan tersebut bisa dilihat dari adanya pengkajian pada saat pasien mulai di
rawat sampai dengan adanya evaluasi serta dokumentasi dari kondisi pasien
selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning
menurut Potter & Perry (2005:102) secara lebih lengkap dapat di urut sebagai
berikut:
a. Sejak waktu penerimaan pasien, lakkukan pengkajian tentang kebutuhan
pelayanan kesehatan untuk pasien pulang, dengan menggunakan riwayat
keperawatan, rencana perawatan dan pengkajian kemampuan fisik dan fungsi
kognitif yang dilakukan secara terus menerus.
b. Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang
berhubungan dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindarkan akibat
dari gangguan kesehatan yang dialami, dan komplikasi yang mungkiin
terjadi.
c. Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di rumah yang
dapat mengganggu perawatan diri (contoh: ukuran kamar, lebar jalan,
langkah, fasilitas kamar mandi). (Perawat yang melakukan perawatan di
rumah hadir pada saat rujukan dilakukan, untuk membantu pengkajian).
d. Berkolaborasi dngan dokter dan disiplin ilmu yang lain dalam mengkaji
perlunya rujukan untuk mendapat perawatan di rumah atau di tempat
pelayanan yang lainnya.
e. Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang berhubungan
dengan masalah kesehatan tersebut.
f. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai kebutuhan
klien setelah pulang.
g. Tetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, lakukan implementasi rencana
keperawatan. Evaluasi kemajuan secara terus menerus. Tentukan tujuan
pulang yang relevan, yaitu sebagai berikut:
i. Pasien akan memahami masalah kesehatan dan implikasinya.
ii. Pasien akan mampu memenuhi kebutuhan individualnya.
iii. Lingkungan rumah akan menjadi aman
iv. Tersedia sumber perawatan kesehatan di rumah
Persiapan Sebelum Hari Kepulangan Pasien
h. Anjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah sehingga
kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
i. Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan di masyarakat
kepada pasien dan keluarga.
j. Lakukan pendidikan untuk pasien dan keluarga sesegera mungkin setelah
pasien di rawat di rumah sakit (contoh: tanda dan gejala, komplikasi,
informasi tentang obat-obatan yang diberikan, penggunaan perawatan medis
dalam perawatan lanjutan, diet, latihan, hal-hal yang harus dihindari
sehubungan dengan penyakit atau oprasi yang dijalani). Pasien mungkin
dapat diberikan pamflet atau buku.
Pada Hari Kepulangan Pasien
k. Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang berbagai isu
berkaitan dengan perawatan di rumah (sesuai pilihan).
l. Periksa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan tindakan
pengobatan, atau alat-alat khusus yang diperlukan pesan harus ditulis sedini
mungkin).
m. Tentukan apakah pasien atau keluarga telah mengatur transportasi untuk
pulang ke rumah.
n. Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan mempersiapkan seluruh
barang-barang pribadinya untuk dibawa pulang. Berikan privasi jika
diperlukan. o. Periksa seluruh kamar mandi dan lemari bila ada barang pasien
yang masih tertinggal. Carilah salinan daftar barang-barang berharga milik
kpasien yang telah ditandatangani dan minta satpam atau administrator yang
tepat untuk mengembalikan barang-barang berharga tersebut kepada pasien.
Hitung semua barang-barang berharga yang ada.
o. Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai dengan pesan dokter. Periksa
kembali instruksi sebelumnya.
p. Hubungi kantor keuangan lembaga untuk menentukan apakah pasien masih
perlu membayar sisa tagian biaya. Atur pasien atau keluarga untuk pergi ke
kantor tersebut.
q. Gunakan alat pengangkut barang untuk membawa barang-barang pasien.
berikan kursi roda untuk pasien yang tidak bisa berjalan sendiri. Pasien yang
26 meninggalkan rumah sakit dengan mobil ambulans akan dipindahkan
dengan kereta dorong ambulans.
r. Bantu pasien pindah ke kursi roda atau kereta dorong dengan mengunakan
mekanika tubuh dan teknik pemindahan yang benar. Iringi pasien masuk ke
dalam lembaga dimana sumber transaportasi merupakan hal yang
diperhatikan.
s. Kunci kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil atau alat transportasi lain.
Bantu keluarga memindahkan barang-barang pribadi pasien ke dalam
kendaraan tersebut.
t. Kembali ke unit dan beritahukan departemen penerimaan dan departemen lain
yang berwenang mengenai waktu kepulangan pasien.
u. Catat kepulangan pasien pada format ringkasan pulang. Pada beberapa
institusi pasien akan menerima salinan dari format tersebut.

v. Dokumentasikan status masalah kesehatan saat pasien pulang.


DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong,( 2004). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,


Jakarta : EGC

Arief Mansjoer, dkk. (2002). Askariasis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
1, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Halaman : 416 – 418.

Long, Barbara C. (2002). Perawat Medical Bedah. Volume I. (terjemahan).


Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung

Poppy Kumala, dkk. (2005). Kamus Saku Kedokteran Dorland. EGC:


Jakarta

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan pedoman


untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.

Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :


Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai