Anda di halaman 1dari 15

REFERAT ANESTESI

CODE BLUE DI RUMAH SAKIT

OLEH :
YOGI GUHARDI
H1A 005050

PEMBIMBING:
dr. Hj. ELYA ENDRIANI Sp. An

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ANESTESI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSUPROVINSI NTB
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
WHO menyatakan CVD (Cardio Vascular Disease) adalah pembunuh nomor satu dan
terbesar jumlahnya pada sejarah peradaban manusia. Jumlah korban yang meninggal dunia setiap
tahunnya melebihi jumlah korban dari penyebab-penyebab lainnya. Setiap tahun terdapat kurang
lebih 295.000 kasus cardiac arrest yang ditangani baik di rumah sakit maupun diluar rumah
sakit di Unites State.1
WHO (2008) menerangkan bahwa penyakit jantung, bersama-sama dengan penyakit
infeksi dan kanker masih tetap mendominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di
dunia. Serangan jantung dan problem seputarnya masih menjadi pembunuh nomor satu dengan
raihan 29 persen kematian global setiap tahun.1
Demikian halnya di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional tahun 1986 dan
1991, penyakit jantung koroner bersama dengan penyakit infeksi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia. Kematian jantung mendadak atau cardiac arrest adalah
berhentinya fungsi jantung secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum diketahui
menderita penyakit jantung. Waktu dan kejadiannya tidak terduga, yakni segera setelah
timbul keluhan.5
Kematian otak dan kematian permanen terjadi dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit
setelah seseorang mengalami cardiac arrest.Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera
dengan cardiopulmonary resuscitation (CPR) dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut
jantung normal. Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai 10 persen
pada tiap menit yang berjalan tanpa cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi.5
Berdasarkan hasil penelitian dari American Heart Association pada bulan Juni 1999
didapatkan data bahwa 64% pasien dengan cardiac arrest yang mendapatkan penanganan segera
dapat bertahan hidup tanpa kerusakan otak. Inti dari penangan cardiac arrest adalah kemampuan
untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera mungkin
mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya kematian otak dan
kematian permanen. 2

1
Penanganan secara cepat dapat diwujudkan jika terdapat tenaga yang memiliki
kemampuan dalam melakukan “chain of survival” saat cardiac arrest terjadi. Keberadaan tenaga
medis inilah yang selama ini menjadi masalah atau pertanyaan besar. Tenaga medis dan perawat
di Rumah Sakit sebenarnya sudah memiliki kemampuan dasar dalam melakukan life saving,
akan tetapi belum semuanya dapat mengaplikasikannya secara maksimal. Dan seringkali belum
terdapat pengorganisasian yang baik dalam pelaksanaannya. Masalah inilah yang kemudian
memunculkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam penanganan segera, yang disebut “CODE
BLUE”.
Tujuan dari code blue adalah untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi
korban yang mengalami kondisi darurat cardio-respiratory arrest yang berada dalam kawasan
rumah sakit. Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan perlatan medis darurat
yang dapat digunakan dengan cepat.
Untuk memulai pelatihan keterampilan BLS dan penggunaan defibrillator eksternal
otomatis (AED) untuk semua tim rumah sakit baik yang berbasis klinis maupun non klinis.
Untuk memulai penempatan peralatan BLS di berbagai lokasi strategis di dalam kawasan rumah
sakit untuk memfasilitasi respon cepat bagi keadaan darurat medis. Untuk membuat rumah
sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat.

2
BAB II
ISI

2. Definisi
a. Code Blue
Code Blue adalah kode informasi atau pertanda untuk melihat stabilisasi kondisi
darurat medis yang terjadi di dalam area rumah sakit. Kondisi darurat medis ini
membutuhkan perhatian segera. Sebuah code blue harus segera dimulai setiap kali
seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac arrest atau respiratory arrest (tidak
responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnya pasien yang
membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR).
b. Code Blue Team
Code blue team adalah tim yang terdiri dari dokter dan perawat yang ditunjuk
sebagai "code-team", yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan
penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-cart, kursi roda atau tandu, alat – alat
penting seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-
obatan resusitasi (adrenalin, atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien.
c. Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar
Basic Life Support atau Bantuan Hidup Dasar merupakan awal respons
tindakan gawat darurat. BLS dapat dilakukan oleh tenaga medis, perawat maupun
orang awam yang melihat pertama kali korban. Skills BLS haruslah dikuasai oleh
tenaga medis, perawat dan sebaiknya orang awam juga menguasainya karena seringkali
korban justru ditemukan pertama kali bukan oleh tenaga medis.
BLS adalah suatu cara memberikan bantuan atau pertolongan hidup dasar yang
meliputi bebasnya jalan napas (Airway /A), pernapasan yang adekuat (Breathing/B),
sirkulasi yang adekuat (circulation/C).
d. Advanced Cardiac Life Support(ACLS)
Advanced Cardiac Life Support ( ACLS) adalah bantuan hidup lanjut atau
pertolongan pertama pada penyakit jantung.

3
1. Organisasi Tim Code Blue
 Tim Code blue merupakan tim yang selalu siap setiap saat atau sepanjang waktu
 Tim code blue respon primer beranggotakan kru yang paling tidak telah menguasai
Basic Life Support (BLS) dan ACLS. Tim Code Blue terdiri dari 3 sampai anggota.
yaitu :

a. 1 orang, Koordinator Tim


b. 1 orang, Petugas Medis
c. 1 orang, Assisten Petugas Medis dan 1 perawat atau 2 perawat (perawat
pelaksana dan tim resusitasi)
d. 1 orang, Kelompok Pendukung (jika diperlukan)
2. Dengan uraian Tugas sebagai berikut :
 Koordinator Tim
a. Dijabat oleh dokter ICU/NICU/HCU
b. Bertugas mengkoordinir segenap anggota tim.
c. Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawatdaruratan yang
dibutuhkan oleh anggota tim.
 Penanggung Jawab Medis
a. Dokter jaga/ dokter ruangan
b. Mengidentifikasi awal / triage pasien
c. Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
d. Memimpin tim saat pelaksanaan CPR
e. Menentukan sikap selanjutnya
 Perawat Pelaksana
a. Bersama dokter penanggungjawab medis melakukan triage pada pasien
b. Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan gawat
darurat
 Tim Resusitasi
a. Perawat terlatih dan dokter ruangan atau dokter jaga
b. Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat atau gawat darurat
c. Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat atau gawat darurat

4
d. Daftar nama Tim Code Blue merupakan tanggung jawab Koordinator setiap
bulan dalam MECC

Code Blue Response Team

Anggota tim ini pun juga wajib untuk dilatih BLS dan ACLS. Tim Code Blue terdiri dari 4
sampai 5 anggota dengan 1 orang sebagai Koordinator Tim. Setiap anggota tim Code Blue akan
memiliki tanggung jawab yang ditunjuk seperti pemimpin tim, manajer airway, kompresi dada,
pemasangan IV line, persiapan obat dan defibrilasi. Setiap anggota tim yang ditunjuk harus
membawa HT dan mengaktifkannya saat bekerja.

Pendidikan, Pelatihan dan Kualitas Anggota Code Blue


 Pendidikan dan pelatihan BLS diwajibkan bagi anggota tim code blue dan atau harus
memiliki sertifikat ACLS yang berlaku 2 tahun.
 Meninjau semua kebijakan dan prosedur.
 Melakukan review standar peraturan.
 Melakukan pengukuran standar pelayanan (jam pelayanan)
 Audit Program pendidikan dan pelatihan BLS, ACLS dan ATLS diberikan kepada tim
rumah sakit dan unit.
 Hal ini bertujuan untuk meningkatkan standar perawatan dan hasil respon code blue
sebagai tim yang memainkan peran penting sebagai responden pertama untuk situasi
code blue.

RUANG LINGKUP
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi darurat
medis kritis tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi
dalam 2 tahap yaitu :
1. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakit yang berada di sekitarnya,
dimana terdapat layanan Basic Life Support (BLS).
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari
departemen yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit. Sistem respon dilakukan dengan waktu

5
respon tertentu berdasarkan standar kualitas pelayanan yang telah ditentukan oleh rumah
sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah :
a. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilan BLS untuk menunjang
kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian.
b. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit,
misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap, dimana
peralatan dapat dipindah atau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat.

TATA LAKSANA
Idealnya waktu antara aktivasi code blue sampai kedatangan code blue Team atau
response time adalah 5 menit. Sehingga diharapkan setiap region rumah sakit mempunyai tim
yang dapat melakukan BLS awal sambil menunggu kedatangan tim code blue rumah sakit untuk
meningkatkan harapan hidup pasien.
Tim dibentuk dengan ketentuan tiap tim terdiri dari 3 sampai 5 anggota yang terlatih
dalam BLS. Peralatan resusitasi darurat yang mudah untuk dibawa, harus ditempatkan di lokasi
strategis di seluruh kawasan rumah sakit terutama di daerah di mana probabilitas tinggi terjadi
kondisi darurat medis atau di mana tim rumah sakit telah dilatih dalam keterampilan BLS.
Setidaknya satu kit resusitasi dasar harus ditempatkan di setiap area kerja satu departemen
sehingga tim dapat dengan cepat memobilisasi dan memanfaatkan peralatan resusitasi.
Jika tersedia peralatan resusitasi yang lebih maka efektifitas dan waktu respon dari Code
Blue Tim akan lebih baik dan harapan hidup pasienpun meningkat. Hal ini sama pentingnya
bahwa semua personil rumah sakit, terutama tenaga non-dokter dan non-medis, dilatih BLS
sehingga mereka juga dapat memberikan resusitasi awal kehidupan (CPR) dilokasi kejadian
sambil menunggu respon primer atau Code Blue tiba, dengan demikian juga meningkatkan
kemungkinan hasil yang baik bagi para korban darurat medis. Pelatihan tim rumah sakit dalam
keterampilan BLS.

6
Fase Code Blue
1. Alert System
Harus ada sistem yang baik dan terkoordinasi di tempat yang digunakan untuk
mengaktifkan peringatan terjadinya keadaan darurat medis dalam lingkup rumah sakit
kepada anggota tim code blue. Sistem handy talky yang ada akan digunakan. Jika terjadi
keadaan darurat medis, personil rumah sakit di mana saja dalam lingkup rumah sakit
tersebut dapat mengaktifkan respon dari code blue lewat handy talky untuk bantuan dan
pengaktifan Local Alert . Tergantung pada mekanisme yang dibuat oleh Zone
Coordinator, contoh:
a. Pengumuman melalui sistem PA
Menampilkan nama-nama tim code blue primer di lokasi strategis di zona mereka.
Setelah kasus code blue terjadi, Tim Primer harus meninggalkan pekerjaannya dan
mengambil tas code blue dan bergegas ke lokasi dan memulai CPR / BLS.
 Prioritas 1:
Untuk mengaktifkan team code blue
 Prioritas 2:
Untuk memeriksa (sebagai jaring pengaman kedua) pengaktifan team code blue
primer. Anggota tim respon code blue primer yang telah ditentukan di sekitar tempat
terjadinya kegawatdaruatan medis akan menanggapi situasi code blue sesegera
mungkin. Anggota tim akan memobilisasi alat resusitasi mereka dan bergegas ke lokasi
darurat medis. Tim code blue juga akan menanggapi situasi code blue. Jika semua tim
tidak yakin apakah lokasi darurat medis tersebut tercakup di daerah cakupan mereka,
mereka tetap harus merespon alarm 'code blue'. Standar layanan untuk durasi waktu
yang dibutuhkan antara menerima pesan 'code blue' (code blue-aktivasi) dan kedatangan
tim code blue di lokasi kejadian adalah 5 sampai 10 menit. Standar layanan akan
diberi batas waktu & dikaji kinerja dan pemeriksaan jaminan kualitas untuk menentukan
‘perangkap’ dalam sistem peringatan dan menjaga efisiensi dan penyebaran cepat dari
tim code blue.

7
Tanggung jawab dari Medical Emergency Call Center (MECC) terhadap Code Blue line:
1. Anggap setiap panggilan di code blue line adalah code blue kasus yang sebenarnya
(sampai bisa dibuktikan).
2. Panggilan code blue harus dijawab secepatnya (< 3 kali panggilan)
3. Informasi vital adalah :
 Nama dan nama orang/ tim rumah sakit/ paramedis/ dokter tertentu
 Lokasi pasti
 Trauma atau kasus medis
 Dewasa atau anak-anak
4. Pengumuman kepada tim code blue : CODE BLUE 3x di area cakupan
5. Tim code blue harus meninggalkan pekerjaannya dan berlari dengan membawa
perlengkapan.
6. Rekaman dan dokumen dalam sensus code blue

Intervensi Segera di Tempat Kejadian.


Tim di tempat kejadian darurat medis (pasien tidak sadar atau dalam
cardiac dan respiratory arrest) telah terjadi memiliki tanggungjawab untuk meminta bantuan
lebih lanjut, memulai resusitasi menggunakan pedoman Basic Life Support (BLS) dan
keterampilan ALS dan peralatan jika cukup terlatih dan lengkap.
Personil rumah sakit yang menemukan korban harus mengaktifkan pemberitahuan lokal
untuk tim code blue primer atau seseorang menginstruksikan mereka untuk melakukannya,
mereka juga harus meminta bantuan lebih lanjut dari tim terdekat jika tersedia.
Pada saat yang sama, aktivasi pemberitahuan rumah sakit harus dilakukan dengan
menghubungi nomor code blue rumah sakit. Pihak yang bertanggung jawab atau bertanggung
jawab atas daerah tertentu (misalnya dari ruangan lain) juga harus di beritahu untuk datang ke
lokasi segera.
Sementara menunggu kedatangan tim utama menanggapi code blue, jika tersedia tim
yang terlatih untuk BLS, mereka harus memulai BLS (posisi airway, bantuan
pernapasan,kompresi dada dll).
Jika tidak ada tim yang terlatih BLS, tim yang ditempat kejadian harus menunggu
bantuan yang berpengalaman dan menjaga lokasi dari kerumunan orang. Jika monitor jantung,

8
defibrillator manual atau defibrillator eksternal otomatis (AED) tersedia, peralatan ini harus
melekat kepada pasien untuk menentukan kebutuhan defibrilasi; fase ini dilakukan oleh tim yang
berpengalaman atau tim terlatih dalam Alert Cardiac Life Support (ACLS).Setiap departemen,
divisi, atau unit bangsal harus berusaha untuk memastikan bahwa tim mereka dilatih dalam
setidaknya keterampilan BLS dan mereka dilengkapi dengan resusitasi kit atau troli emergency,
setidaknya peralatan resusitasi dasar dan ditempatkan di lokasi strategis. Tim dari masing-masing
ruangan akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan resusitasi kit mereka.
Jika korban berhasil disadarkan/dihidupkan kembali sambil menunggu kedatangan tim
respon code blue, tim dilokasi harus menempatkan pasien dalam posisi pemulihan dan monitor
tanda-tanda vital. Semua kasus code blue harus mengirim ke ICU untuk evaluasi lebih lanjut dan
manajemen terlepas hasilnya.

Kedatangan Team Code Blue


Setelah anggota tim code blue menerima aktivasi code blue, mereka harus menghentikan
tugas mereka saat ini, mengambil resusitasi kit (tas peralatan) mereka dan bergegas ke lokasi
darurat medis dengan berjalan kaki. Mereka harus mengerahkan diri mereka sendiri dengan cepat
dan lancar dan menggunakan rute terpendek yang tersedia.Waktu respon (layanan standar) dari waktu
dari code blue call/ aktivasi kedatangan tim Code blue di tempat kejadian akan disimpan.
Akan ada saat ketika tim code blue adalah penundaan karena berbagai alasan, sehingga
kebutuhan untuk tim Code blue untuk tidak hanya terdiri dari tim code blue tetapi juga tim dari
departemen yang lebih strategis atau dekat. Selanjutnya, sangat penting bahwa setiap tenaga
medis di lokasi kejadian mulai melakukan langkah BLS.
Jika korban masih dalam cardiac atau respiratory arrest ketika tim respon code blue tiba
di lokasi, tim akan mengambil alih tugas resusitasi; tim di lokasi kejadian harus tinggal di sekitar
untuk memberikan bantuan tambahan jika diperlukan.Setiap kasus code blue akan kirim ke ICU
terlepas kondisi pasien baik untuk mempertahankan kembalinya sirkulasi spontan atau tidak.
Perawatan Definitif
Keadaan darurat medis yang terjadi di setiap daerah baik klinis atau non-klinis dan baik
melibatkan rawat inap atau rawat jalan (umum) akan dihadiri oleh para tim tanggap code blue,
pasien ini akan dikirim ke ICU untuk resusitasi lanjutan dan perawatan definitif dimana tempat-

9
tempat ini biasanya tidak memiliki infrastruktur yang memadai dan peralatan untuk perawatan
lanjutan.
Jika resusitasi tidak berhasil (korban meninggal di TKP),korban masih perlu ditransfer ke
ICU untuk dokumentasi lebih lanjut atau konfirmasi kematian. Setiap kasus code blue akan
menerima perawatan definitif setelah perawatan pasca integrasi serangan jantung.

Peralatan dan pelatihan


Semua tingkat tim rumah sakit harus cukup terlatih setidaknya dalam BLS dan
penggunaan AED. AED dan resusitasi kit dasar harus ditempatkan di berbagai daerah di dalam
halaman rumah sakit dan mudah diakses bagi tenaga medis dan tim Code Blue untuk digunakan.
Lokal /code blueprimer (zona risiko rendah) tim peralatan:
 Sarung tangan
 Pocket mask
 Guedel / jalan napas orofaringeal
 Tas / kotak pertama bantuan.

Dasar peralatan resusitasi kit yang dibutuhkan oleh code blue team:
 Oksigen tangki dan pipa
 Tinggi aliran masker
 Pocket mask
 Bag-valve mask
 Pedoman defibrilator atau AED (ke dalam disiplin lain ETD dan KIV).
 Sarung tangan steril disposable
 Oro-faring dan naso-faring saluran udara
 eExtraglottic perangkat (LMA / LT)
 Kursi roda atau tandu
 Stetoskop
 Alat suntik dan jarum
 Infus set
 Glucometer

10
 Obat-Dextrose 50%, Dekstrosa 10%, Normal saline /Hartmann 's, Adrenalin, Atropin,
Amiodarone, Diazepam,GTN Tab dan Aspirin
 Sphygmomanometer
 Penlight

Ketika muncul code blue, tim dokter dan perawat yang ditunjuk sebagai "code-team", bergegas ke
pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini menggunakan crash-cart, kursi roda /tandu, yang berisi
alat - alat penting seperti defibrilator, peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi
(adrenalin,atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien.
Tim akan mempraktekkan keterampilan BLS dan Advanced Cardiac Life Support (ACLS) untuk
resusitasi pasien. Peralatan resusitasi diletakkan di area yang sering membutuhkan bantuan resusitasi sehingga
bila code blue muncul tim yang ditunjuk sebagai code blue Tim akan segera dapat mengakses peralatan
tersebut. Jika code blue disebut di suatu daerah tanpa crash-cart, tim yang ditunjuk code blue akan membawa
crash-cart atau kit resusitasi.

Komunikasi
Tersedia Medical Emergency Call Centre (MECC) yaitu panggilan khusus yang
mengaktifkan tim Code Blue Respon Primer.

Koordinasi dengan ruangan lain


Panggilan akan diperoleh dari ruangan lain yang tidak memiliki tim tanggap darurat. Jika tidak ada
rencana tanggap darurat di tempat, akan mendapatkan panggilan mengenai kebutuhan mereka untuk perawatan
medis darurat dan berkoordinasi dengan mereka tentang bagaimana untuk mendirikan tanggap darurat
medis menggunakan system code blue.

11
Algoritma Code Blue

Ditemukan korban/pasien dengan cardiopulmonary arrest

Staf rumah sakit memanggil pertolongan


Mengaktifasi “local alert” menuju tim code blue primer

By Stander

Anggota bystander/penemu pertama terlebih dahulu melakukanBLS/CPR bila memiliki skill yang cukup
Lanjutkan BLS/CPR sampai tim code blue datang
Jika tidak memiliki skill BLS, tunggu pertolongan datang,sementara menunggu, amankan korban dari
kerumunan
Segera hubungi code blue rumah sakit untuk mengaktivasi “ Hospital alert ”

Tim Code Blue Sekunder

Setelah mengaktifasi code blue, tim primer yang bertugasdi sekitar tempat kejadian bergegas menuju
tempat kejadian dengan resusitasi kit
Mulai atau lanjutkan BLS/CPR sementara menunggu tim code blue datang

Tim Code Blue Primer

Setelah tim code blue datang, mereka akanmengambil alih resusitasi


BLS dilanjutkan dan lakukan AED
Dokumentasikan semua tindakan yang dilakukan oleh tim code blue

Pindahkan korban ke ICU secepat mungkin setelah stabil untuk mendapatkan perawatan lebih lanjutJika
resusitasi berhasil atau korban meninggal di tempat, korban harus tetap dipindahkan ke ICU untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut atau mengkonfirmasi kematian

12
BAB III

KESIMPULAN

Tujuan dari code blue adalah untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi
korban yang mengalami kondisi darurat cardio-respiratory arrest yang berada dalam kawasan
rumah sakit. Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan perlatan medis darurat
yang dapat digunakan dengan cepat.
Langkah-langkah kritis yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan code blue adalah
pengenalan keadaan serta aktivasi sistem gawat darurat segera, RJP segera serta defibrilasi
segera.Tindakan tersebut harus dilakukan oleh orang di sekitar yang paling dekat jika
menyaksikan seseorang tidak sadarkan diri secara mendadak. Untuk kondisi penderita
seperti di atas, RJP merupakan tindakan yang tidak berbahaya. Lebih berbahaya bagi
penderita jika penolong tidak bertindak apa-apa. Seluruh tim medis Rumah Sakit memegang
peranan penting dalam perkembangan sistem code blue.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association (2012). Heart disease & stroke statistics – 2010
Update. Dallar, Texas: American Heart Association
2. American Heart Association (2015). About Cardiac Arrest (SCA) Face Sheet,
CPRStatistics.http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/CardiacArrest/A
boutCardiaUCM 307905 Article.jsp
3. Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF, Lerner
EB, Rea TD, Sayre MR, Swor RA. (2010). Part 5: Adult basic life support: American
HeartAssociation Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care. Circulation. Research Journal: 122 (suppl 3) : S685-S705.
4. Brabender, Fallaha, J. F. Kocierz, L. Smith, C. M., Smith, S. C. L. & Perkins, G. D.
(2004). Anevaluation of objective feedback in basic life support (BLS) training.
Resuscitation,Journal; 73(3): 417–424
5. Departemen, Kesehatan RI. (2010). Pedoman pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah. Jakarta: Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Departemen kesehatan depok(2008). Laporan hasil riset
kesehatan dasar (RISKESDA). Jakarta: Badan dan mengembangan Departemen
kesehatan RI
6. Institute For Clinical Systems Improvement. 2011. Health Care Protocol:Rapid
Response Team. http://www.icsi.org/rapidresponseteamprotocol/rapid response
team protocol with order set pdf.html. Diakses tanggal 6 Juni 2017
7. Royal Brisbance & Women’s Hospital Health Service District. 2007. CodeBlue
Manual.http://www.sasvrc.qld.gov.au/SASVRC/Assets/document/codeblue 0207.pdf.
Diakses tanggal 6 Juni 2017
8. Saed, MD & Amin, Mohd. 2011. Code Blue System.http://www.hsajb.moh.gov.
Diakses tanggal 6 Juni 2017
9. Alhidayat, N,A., Rahmat, A., Simunati. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Perawat.Instalasi Gawat Darurat tentang Pengkajian terhadap Pelaksanaan
Tindakan Life Support di Rumah Sakit Pelamonia Makassar. Vol. 2, No. 4

14

Anda mungkin juga menyukai