Anda di halaman 1dari 5

1.

PENDAHULUAN
Pada saat ini, untuk dapat memproduksikan gas dari reservoir unconventional cenderung
lebih sulit dikembangkan dibandingkan dengan memproduksikan gas dari reservoir
conventional, karena terbatasnya teknologi, akses dan keekonomiannya. Akan tetapi,
volume reservoir gas unconventional jauh lebih besar dibandingkan dengan reservoir gas
conventional. Beberapa jenis reservoir unconventional yang sudah dalam tahap pengembangan
di antaranya reservoir shale gas, reservoir tight sand dan CBM. CBM adalah gas hidrokarbon
metana (CH ) yang terbentuk secara alamiah dalam proses pembentukan batubara
melalui tahapan kompaksi dan perubahan kimiawi, peningkatan suhu dan tekanan dalam kurun
waktu yang lama. Dari hasil proses ini menghasilkan hidrokarbon berupa gas metana yang
terserap dan sebagian besar tersimpan dalam matriks batubara dan sebagian kecil berada dalam
retakan-retakan batubara. Gas metana yang dihasilkan dari reservoir batubara tersebut sama
dengan gas metana yang berasal dari produksi reservoir gas conventional.
CBM digolongkan dalam kategori gas unconventional, karena memiliki perbedaan
dalam hal sistem reservoir dan metode produksi dibandingkan dengan reservoir gas
conventional. Gas conventional terbentuk pada batuan induk, kemudian terjadi proses migrasi
dan sampai akhirnya terperangkap pada batuan reservoir yang memiliki cap rock. Proses yang
terjadi pada reservoir conventional tidak terjadi pada CBM. Batubara pada reservoir CBM
memiliki peran ganda dalam proses pembentukan gas metana, yaitu sebagai batuan induk
dan sebagai batuan reservoir, sehingga gas akan terakumulasi. Sementara itu, proses produksi
pada reservoir CBM juga berbeda dengan proses produksi gas conventional, karena adanya
proses dewatering. (Agung Pramana)
2. Produksi CBM

Di dalam lapisan batubara banyak terdapat rekahan (cleat), yang terbentuk ketika
berlangsung proses pembatubaraan. Melalui rekahan itulah air dan gas mengalir di dalam
lapisan batubara. Adapun bagian pada batubara yang dikelilingi oleh rekahan itu disebut
dengan matriks (coal matrix), tempat dimana kebanyakan CBM menempel pada pori-pori yang
terdapat di dalamnya. Dengan demikian, lapisan batubara pada target eksplorasi CBM selain
berperan sebagai reservoir, juga berperan sebagai source rock. CBM bisa keluar (desorption)
dari matriks melalui rekahan, dengan merendahkan tekanan air pada target lapisan. Hubungan
antara kuantitas CBM yang tersimpan dalam matriks terhadap tekanan dinamakan kurva
Langmuir Isotherm (proses tersebut berada pada suhu yang konstan terhadap perubahan
tekanan). Untuk memperoleh CBM, sumur produksi dibuat melalui pengeboran dari
permukaan tanah sampai ke lapisan batubara target. (M.AGUNG ARIFIN)

Gambar 1. Prinsip produksi CBM

(Sumber: sekitan no hon, hal. 109)


Pada tahap awal, banyak diproduksi air. Karena di dalam tanah sendiri lapisan batubara
mengalami tekanan yang tinggi, maka efek penurunan tekanan akan timbul bila air tanah di
sekitar lapisan batubara dipompa (dewatering) ke atas. Hal ini akan menyebabkan gas metana
terlepas dari lapisan batubara yang memerangkapnya, dan selanjutnya akan mengalir ke
permukaan tanah melalui sumur produksi tadi. Selain gas, air dalam jumlah yang banyak juga
akan keluar pada proses produksi ini. Terdapat 3 (tiga) tahapan utama dalam memproduksi
CBM, antara lain;

1. Tahap pengurasan air, dimana sejumlah air dengan muatan yang besar akan
diproduksi bersamaan dengan keluarnya gas CBM
2. Tahap stabil, sebagai tahapan produksi stabil yang terjadi setelah pengurangan
tekanan reservoir pada tahap pertama dilakukan dimana dalam tahap ini sejumlah
gas yang diproduksi akan meningkat dan jumlah air yang diproduksikan akan
menurun.
3. Tahap penurunan , yaitu terjadi penurunan jumlah gas yang diproduksi dan
produksi air juga rendah (HELDIAN WARSITO SITORUS)

Gambar Kelakuan produksi sumur CBM

3. Prinsip Dewatering Pada CBM


Dewatering adalah proses pengurasan air dari lapisan batubara dengan tujuan
membantu lepasnya gas metana, sehingga dapat diproduksikan. Dalam proses
dewatering, air tidak dapat mengalir secara alamiah, sehingga diperlukan metode
pengangkatan buatan dengan menggunakan sucker rod pump atau progressive cavity
pump. Gambar 1 (David, 2003) memperlihatkan rancangan sumur CBM. (DPS)
Gambar Rancangan Sumur CBM (David 2003)
4. Mekanisme Dewatering Pada CBM

Pada awal proses dewatering, jumlah produksi air akan berada pada titik tertinggi dan
jumlah gas metana yang diproduksi sangat sedikit. Jumlah produksi gas dan waktu yang
diperlukan untuk proses dewatering bergantung pada 2 hal, yaitu permeabilitas batubara dan
kandungan gas dalam batubara. Semakin besar permeabilitas batubara, semakin cepat pula
proses dewatering berakhir (Rininda, 2013). Proses dewatering tersebut memengaruhi
kelakuan sumur CBM, sehingga semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk menguras air,
maka akan memengaruhi efektivitas kelakuan sumur CBM (Rosaimi, 2012). Jumlah dan
kemampuan sumur CBM berproduksi akan memengaruhi keputusan layak atau tidaknya
lapangan CBM tersebut untuk dikembangkan.
(IVO MARIO P)

Anda mungkin juga menyukai