Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang
ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung,
diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma.1
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat
dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan
diobati secara memadai.2
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke
dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea adalah
keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel
sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan
cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa
descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang
sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan
nomor dua di Indonesia.3
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan
kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme
dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan.3 Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah
beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata

1
menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.2
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru
mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Berdasarkan kepustakaan di USA,
laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini
mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari
sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3
Mengidentifikasi ulkus kornea adalah tugas umum dari dokter layanan primer
dan optometris, sedangkan mengobati ulkus kornea saat ini salah satu tugas yang
paling untuk dokter spesialis mata umum dan subspesialis kornea. Pengobatan yang
tepat dan efektif diperlukan untuk menjaga penglihatan. Pengobatan standar untuk
ulkus kornea adalah antibiotik topikal spektrum luas, namun terdapat kontroversi
pada wilayah tatalaksana lain.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekukan
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras) diameter
horizontal sekitarnya 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descement, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai lima atau
enam lapis sel. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang
merupakan bagian stroma yang berubah. Stroma kornea menyusun sekitar 90%
ketebalan kornea. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea
merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau
kornea edema karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang
dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea

3
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Menyusun 90% ketebalan kornea
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

4
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan
zonula okluden.2

Gambar 2. Corneal Cross Section


Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.2
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.2
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk ke kornea.2
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari

5
atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (opthalmicus)
nervus kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea dipertahankan oleh
strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.1

2.2 Definisi Ulkus Kornea


Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma.2 Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.
Keratitis ulseratif infeksius (ulkus kornea) adalah penyakit yang mengancam
penglihatan yang semakin sering terjadi dan menjadi perhatian signifikan terhadap
kesehatan masyarakat. Antara tahun 1950 dan 1988, kejadian ulkus kornea
meningkat sebanyak 435% di Amerika Serikat. Peningkatan ini sebagian besar
telah dikaitkan dengan meningkatnya penggunaan lensa kontak. Sebelum tahun
1980, trauma okular adalah faktor predisposisi utama untuk ulserasi kornea,
sedangkan saat ini lebih dari setengah ulkus kornea berhubungan dengan
penggunaan lensa kontak. Dengan adanya perubahan faktor risiko untuk ulserasi,
terjadi pula pergeseran profil demografis dari individu yang terkena; jumlah kasus
pada pasien usia yang bekerja meningkat secara substansial selama beberapa tahun
terakhir. Hal ini menekankan bahwa ulkus, selain menyebabkan kehilangan
penglihatan, juga berkontribusi terhadap jumlah total dari kebutaan tahunan karena
sering mempengaruhi orang-orang muda.5

2.3 Epidemiologi Ulkus Kornea


Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya yaitu
apakah mikroorganisme, asupan makanan, trauma, kelainan yang disebabkan
kongenital. Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru

6
mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 menyebutkan 285
juta orang menderita gangguan penglihatan dan 39 juta diantaranya mengalami
kebutaan. Ekstrapolasi perkiraan, jumlah ulkus kornea yang terjadi setiap tahunnya
di negara berkembang mendekati 1,5-2 juta, bahkan jumlah sebenarnya mungkin
jauh lebih besar.6

2.4 Etiologi Ulkus Kornea3


A. Infeksi
 Infeksi Bakteri : P.aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang
keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P.aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila
pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk
disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya
varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna
lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.
Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang
terpapar air atau tanah yang tercemar.

7
B. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial
saja. Trauma kimia asam adalah trauma pada kornea dan konjungtiva yang
disebabkan karena adanya kontak dengan bahan kimia asam yang dapat
menyebabkan kerusakan permukaan epitel bola mata, kornea dan segmen
anterior yang cukup parah serta kerusakan visus permanen baik unilateral
maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam hanya akan mengadakan
penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun bila penetrasi lebih dalam
dapat membahayakan visus. Asam sulfat merupakan penyebab paling sering
dari seluruh trauma kimia asam. Asam bereaksi dengan air mata yang
melapisi kornea dan mengakibatkan temperatur meningkat (panas) dan
terbakarnya epitel kornea. Semua asam cenderung untuk mengkoagulasi
dan mengendapkan protein. Sel-sel terkoagulasi pada permukaan berfungsi
sebagai penghalang relatif pada penetrasi asam yang lebih parah. Protein
jaringan juga memiliki efek buffer pada asam, yang berkontribusi pada sifat
terlokalisir luka bakar asam.
Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran
kolagen kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam,
karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik
dimana dapat mengijinkan mereka secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Sementara
trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana
merupakan suatu sawar perlindungan agar asam tidak penetrasi lebih
dalam. Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda dapat menyebabkan
kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi secara cepat, dan

8
dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata
depan dalam waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini dapat terjadi edema
kornea karena adanya kerusakan dari epitel, glikosaminoglikan, keratosit,
dan endotel, sehingga aquos humor dari bilik mata anterior dapat masuk
kedalam kornea. Selain itu karena adanya iskemia limbus suplai nutrisi
berkurang sehingga menyebabkan tidak terjadinya reepitelisai kornea dan
pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada kornea.
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi
unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra
atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada
kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin
A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun
pemanfaatan oleh tubuh.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi
dan dilindung oleh palpebra.
 Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada
keadaan ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip hilang.

9
Benda asing pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan selain
daripada itu kuman dapat berkembang biak tanpa ditahan daya tahan tubuh.
Terjadi pengelupasan epitel dan stroma kornea sehingga menjadi ulkus
kornea.
C. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
 SLE
SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi okular di
segmen anterior dan posterior, termasuk keratitis sicca, episkleritis, ulkus
kornea, uveitis, dan vasculitis retina.
 Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering melibatkan
permukaan okular. Pasien dengan RA berat sering hadir dengan ulserasi
progresif indolen dari kornea perifer atau pericentral dengan peradangan
minimal yang pada akhirnya dapat mengakibatkan perforasi kornea.2,3

2.5. Klasifikasi Ulkus Kornea 1,2


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

1. Ulkus Kornea Sentral.


a. Ulkus kornea bakterialis
- Ulkus Streptokokus

10
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokok pneumonia.

Gambar 3. Ulkus Kornea Bakterialis


- Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuning-an disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan
infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal.

Gambar 4. Ulkus Stafilokokus

- Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang dapat menyebar
ke samping dan ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus yang berwarna

11
abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-
kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat
hipopion yang banyak. Secara histopatologi, khas pada ulkus ini ditemukan
sel neutrofil yang dominan.

Gambar 5. Ulkus Kornea Pseudomonas

- Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan
terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambar-an
karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel
yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyeba-ran ulkus sangat
cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya
sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis.

Gambar 6. Ulkus Kornea Pneumokokus

12
- Ulkus Neisseria gonorrhoeae
Ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria gonorrhoeae dan merupakan
salah satu dari penyakit menular seksual. Gonore bisa menyebabkan
perforasi kornea dan kerusakan yang sangat berarti pada struktur mata yang
lebih dalam.

Gambar 7. Ulkus Kornea Bakterialis dengan hipopion

b. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular, feathery edge dan terlihat
penyebaran seperti bulu di bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat
asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitar-nya.
Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik dan dapat
terjadi neovasku-larisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi silier
disertai hipopion.

13
Gambar 8. Ulkus Kornea Jamur

c. Ulkus Kornea Virus


- Ulkus kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu timbul 1-3 hari
sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan
edem palpebra, konjung-tiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya
infiltrat subepitel dan stroma. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor
dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit
keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
.

Gambar 9. Ulkus Kornea Herpes Zooster

- Ulkus kornea Herpes Simplex


Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan
bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,
ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresein.

14
Gambar 10. Ulkus Herpes Simplex

Gambar 11. Ulkus Kornea Dendritik Gambar 12. Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus kornea Acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan
dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan
infiltrat perineural.

Gambar 13. Ulkus Kornea Acanthamoeba

15
2. Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau
segiempat, dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat
dengan limbus. Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel
berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi
stafilococcus, toksik atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri
basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau
multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut,
sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 14. Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea
berjalan progresif ke arah sentral tanpa adanya kecenderungan untuk perforasi
ditandai tepi tukak. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan
dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan
autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering
menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau
yang sehat pada bagian yang sentral.

16
A B

C
Gambar 15. Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B : Gambaran
lanjut Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi ke tengah)
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat
ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus,
bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus
marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu
menyerupai ring ulcer. Perjalanan penyakitnya menahun.

Gambar 16. Ulcer Ring

17
2.6. Manifestasi klinis 2
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:
1. Gejala Subjektif
- Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva;
- Sekret mukopurulen;
- Merasa ada benda asing di mata;
- Pandangan kabur;
- Mata berair;
- Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus;
- Silau;
- Nyeri
2. Gejala objektif
- Injeksi silier;
- Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat;
- Hipopion.

2.6. Patofisiologi1
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Perubahan dalam bentuk dan
kejernihan kornea mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya, kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila terletak di daerah pupil.1
Kornea bagian mata yang avaskuler, maka pertahanan pada waktu
peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung
banyak vaskularisasi. Bila terjadi infeksi maka proses infiltrasi dan vaskularisasi
dari limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian. Badan kornea, wandering cell dan
sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag,
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Selanjutnya terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN) yang mengakibatkan

18
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan
batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan
epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisialis maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama palpebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflex yang berhubungan
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.

2.7. Diagnosis Ulkus Kornea5,7


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Pemeriksaan slit-lamp
d. Keratometri (pengukuran kornea)
e. Respon reflek pupil

19
f. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 17. Kornea ulcer dengan fluoresensi


g. Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram
atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa.

Gambar 18. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 19. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes simpleks

Gambar 20. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes zoster

20
A B
Gambar 21 A. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri , B : Pewarnaan gram ulkus kornea
akantamoeba

2.8. Diagnosis Banding4


Kondisi Infeksi Bakteri/Jamur Infeksi Virus
Sakit Tak ada sampai hebat Rasa benda asing
Fotofobia Bervariasi Sedang
Visus Biasanya menurun mencolok Menurun
Infeksi okular Difus Ringan-sedang

2.9. Penatalaksanaan1
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
1. Penatalaksanaan Non-Medikamentos
- Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya;
- Jangan memegang atau meng-gosok-gosok mata yang meradang;
- Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih;
- Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat memperpanjang
proses penyembuhan luka.

2. Penatalaksanaan Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian terapi yang
tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme
penyebab. Adapun obat-obatan antimikrobial yang dapat diberikan berupa:
a. Antibiotik

21
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit,
Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3 mg,
Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3
mg, Polimisin B 10.000 unit.
Berdasarkan penelitian, tidak terdapat manfaat menggunakan steroid pada
kombinasi dengan terapi antibiotik pada terapi ulkus kornea. Penelitian
tersebut menyarankan bahwa terapi kombinasi antibiotik-steroid tidak
berbahaya jika dimonitor secara hati-hati dan dapat bermanfaat.5
b. Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia. Berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi:
- Jamur berfilamen: topikal amphotericin B, Thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
- Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin, Imidazol, Micafungin 0,1%
tetes mata
- Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai jenis
antibiotik.
c. Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk
infeksi sekunder, analgetik bila terdapat indikasi serta antiviral topika berupa
salep asiklovir 3% tiap 4 jam.
d. Anti Acanthamoeba
Dapat diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau
salep klorheksidin glukonat 0,02%.
Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:

22
1. Sulfas atropin sebagai salep atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas
atropin karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropin:
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga
mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi
midriasis sehinggga sinekia posterior yang ada dapat terle-pas dan dapat
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
2. Skopolamin sebagai midriatik
3. Analgetik
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian nerve growth
factor (NGF) secara topikal menginisiasi aksi penyembuhan luka pada ulkus
kornea yang disebabkan oleh trauma kimia, fisik dan iatrogenik serta kelainan
autoimun tanpa efek samping.

3. Penatalaksanaan Bedah
a. Flap Konjungtiva
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan
sejak tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah
mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi
tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang efektif dan definitif untuk
penyakit permukaan mata persisten. Tujuan dari flap konjungtiva adalah
mengembalikan integritas permukaan kornea yang terganggu dan memberikan
metabolisme serta dukungan mekanik untuk penyembuhan kornea.
Flap konjungtiva bertindak sebagai patch biologis, memberikan pasokan
nutrisi dan imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya. Indikasi yang paling
umum penggunaan flap konjungtiva adalah dalam pengelolaan ulkus kornea
persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi sensorik kornea (keratitis

23
neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf kranial 7 mengarah ke keratitis paparan,
anestesi kornea setelah herpes zoster oftalmikus, atau ulserasi metaherpetik
berikut HSK kronis) atau kekurangan sel induk limbal. Penipisan kornea dekat
limbus dapat dikelola dengan flap konjungtiva selama kornea tidak terlalu
menipis.

b. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi
keratoplasti:
- Dengan pengobatan tidak sembuh;
- Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;
- Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.

Gambar 22. Keratoplasti

Ada dua jenis keratoplasti yaitu:


a. Keratoplasti penetrans
Penggantian kornea seutuh-nya. Karena sel endotel sangat cepat mati,
mata hendaknya diambil segera setelah donor meninggal dan segera
dibekukan. Mata donor harus dimanfaatkan <48 jam. Tudung korneo
sklera yang disimpan dalam media nutrien boleh dipakai sampai 6 hari
setelah donor meninggal dan pengawetan dalam media biakan jaringan
dapat tahan sampai 6 minggu.

24
Telah dilakukan penelitian ten-tang pendonoran jaringan kornea manusia
dari sisik ikan (Biocornea). Penelitian dilaku-kan pada kelinci dan
menunjukkan hasil bahwa Biocornea sebagai pengganti yang baik
memiliki biokompa-tibilitas tinggi dan fungsi pendukungan setelah
evaluasi jangka panjang.

b. Keratoplasti lamelar
Penggantian sebagian dari kornea. Untuk keratoplasti lamelar, kornea
dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es selama
beberapa minggu. Selama dekade terakhir, tatalaksana bedah untuk
penyakit endotel telah berkembang dengan cepat ke arah keratoplasti
endotel, atau transplantasi jaringan selektif. Keratoplasti endotel
menawar-kan keuntungan yang berbeda dalam hal hasil visual dan sayatan
lebih kecil. Sebuah penelitian terkini menyatakan bahwa pemberian terapi
tambahan berupa fototerapi laser argon sangat berguna dalam pengobatan
ulkus kornea.
2.10. Komplikasi Ulkus Kornea7
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
a. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
b. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
c. Prolaps iris
d. Sikatrik kornea
e. Katarak
f. Glaukoma sekunder

2.11. Prognosis Ulkus Kornea7


Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi

25
tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode;
migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan
pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh
dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu
adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi
dan kemudian sikatrik.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ulkus kornea adalah suatu keadaan kehilangan kontinuitas kornea
baik karena penyebab infeksi ataupun non infeksi.
Ulkus Kornea bisa disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur ,virus dan
Acanthamoeba), noninfeksi ; seperti bahan kimia bersifat asam atau basa
tergantung PH, radiasi atau suhu, Sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin, obat-
obatan, pajanan (exposure), neurotropik dan juga bisa disebabkan oleh
pengaruh sistem imun (Reaksi Hipersensitivitas).
Penatalaksanaan ulkus kornea dapat dilakukan dengan pemberian
terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas
mikroorganisme penyebab. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti
virus, anti jamur, dan sikloplegik. Pasien dirawat bila mengancam perforasi,
pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya dan
ada tidaknya komplikasi yang timbul.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FK UI


2. Vaughan. 2014. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika
3. MY, Fandri. September 2013. Penatalaksanaan pada Pasien Ulkus Kornea
dengan Prolaps Iris Oculi Sinistra. Medula. Vol 1 (1).
4. Farida, Yusi. 2015. Corneal Ulcers Treatment . J MAJORITY. Vol 4 (1).
5. Jason Blair, et all. 2011. Comparison of antibiotic-only and antibiotic–steroid
combination treatment in corneal ulcer patients: double-blinded randomized
clinical trial. Can J Ophtalmol: Vol 46 No 1
6. Charisma A,N. 2016. Anak-Anak dengan Ulkus Kornea sebagai Faktor Risiko
dari Trauma. Majority: Vol 5(2)
7. Borke Jesse, et all. 2017. Corneal Ulcer and Ulcerative Keratitis in Emergency
Medicine Follow-up. Diunduh pada : 10 September 2017 di
http://emedicine.medscape.com/article/798100-overview

28

Anda mungkin juga menyukai