Anda di halaman 1dari 14

ISU PROMOSI KESEHATAN

Perkotaan dan Pedesaan

Di susun oleh :
Hari Purna Nugraha
G1D114046

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KESHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan
kehidupan, norma-norma adat yang sama-sama di taati dalam lingkungannya.
Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar
kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu
kelompok manusia yang memiliki ciri kehidupan yang khas. Masyarakat itu timbul
dalam setiap kumpulan individu, yang telah lama hidup dan bekerja sama dalam
waktu yang cukup lama.

1.1.1 Masyarakat perkotaan


Masyarakat perkotaan sering disebut juga Urban Community. Pengertian
masyarakt kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri
kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Perhatian
masyarakat perkotaan tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian,
makanan dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian yang lebih luas lagi.
Masyarakat perkotaan sudah memandang kebutuhan hidup, artinya tidak hanya
sekedarnya atau apa adanya. Hal ini disebabkan karena pengaruh pandangan
warga kota sekitarnya. Misalnya dalam hal menghidangkan makanan, yang di
utamakan adalah bahwa makanan yang di hidangkan tersebut memberikan
kesan bahwa yang menghidangkannya memiliki kedudukan sosial yang tinggi.
Demikian pula masalah pakaian masyarakat kota memandang pakaian pun
sebagai alat kebutuhan sosial. Bahkan pakaian yang di pakai merupakan
perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai.

1.1.2 Masyarakat pedesaan


Yaitu suatu masyarakat yang hidup didaerah atau desa yang biasanya
bermata pencaharian di bidang pertanian perikanan, perkebunan dan
sebagainya. Hubungan sosial pada masyarakat desa terjadi secara
kekeluargaan, dan jauh menyangkut masalah-masalah pribadi, satu dengan
yang lain mengenal secara rapat, menghayati secara mendasar. Pertemuan-
pertemuan dan kerja sama untuk kepentingan individu. Segala kehidupan sehari-
hari diwarnai dengan gotong royong. Misalnya : mendirikan rumah, mengerjakan
sawah, menggali sumur, maupun melayat orang meninggal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perbedaaan hubungan antara masyarkat pedesaan dan
masyarakat perkotaan?
2. Perbedaan Pola Makan Serta Penyakit yang Ditimbulkan antara Masyarakat
Pedesaan dan Perkotaan?
3. Pelayanan Kesehatan Masyarakat kota dan desa?
4. Bagaimana model pemberdayaan di perkotaan dan di pedesaan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mampu menjelaskan perbedaan masyarkat pedesaan dan masyarakat
perkotaan.
2. Mampu memahami masalah-masalah yang terjadi di kota dan didesa.
3. Mampu mengetahui dan memanfaatkan pelayanan kesehatan pedesaan dan
perkotaan.
4. Mampu mengetahui model pemberdayaan perkotaan dan pedesaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaan


1. Lingkungan Umum dan Orientasi terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam. Penduduk yang
tinggal didesa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan
hukum-hukum alam. Tentu berbeda dengan penduduk kota yang kehidupannya
"bebas" dari realitas alam. Padahal mata pencaharian juga menetukan relasi
dan reaksi sosial.
2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian
Mata pencaharian pedesaan adalah bertani dan berdagang. Sebab
beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha atau industri.
Sedangkan dimasyarakat kota mata pencahariannya cenderung terspesialisasi
dan spesialisasi itu dapat dikembangkan.
3. Kepadatan Penduduk
Penduduk desa kepadatannya lebih rendah dibandingkan dengan
kepadatan penduduk kota.
4. Homogenitas dan Heterogenitas
Homogenitas sering nampak pada masyarakat pedesaan bila
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Dikota sebaliknya
penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dengan macam-macam
subkultur dan kesenangan, kebudayaan dan mata pencaharian.
5. Diferensiasi Sosial
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya
derajat yang tinggi didalam diferensiasi sosial (perbedaan).
7. Pelapisan Sosial
pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara
vertikal (bertingkat). Ada beberapa perbedaan "pelapisan sosial tidak resmi"
antara masyarakat desa dan kota, antara lain:
a. pada masyarakat kota aspek kehidupan pekerjaan, ekonomi, atau
sosial politik lebih banyak sistem pelapisannya dibanding didesa.
b. pada masyarakat desa kesenjangan antara kelas ekstern dalam
piramida sosial terlalu besar sedangkan pada masyarakat kota jarak
antara kalas ekstern yang kaya dan miskin cukup besar.
c. pada umumnya masyarakat pedesaan cenderung berada pada klas
menengah menurut ukuran desa
d. ketentuan kasta dan contoh-contoh perilaku yang dibutuhkan sitem kasta
tidak banyak terdapat.

2.2 Perbedaan Pola Makan Serta Penyakit yang Ditimbulkan antara


Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan.
Berdasarkan penelitian, perilaku makan seseorang berkaitan dengan
tempat di mana ia melakukan sosialisasi dan interaksi dengan masyarakatnya.
Kepercayaan suatu masyarakat tentang makanan berakibat pada kebiasaan
makan serta berakibat pula pada kondisi gizinya.
Pasalnya, kebiasaan makan merupakan sesuatu yang sangat kompleks karena
menyangkut tentang cara memasak, suka dan tidak suka, serta adanya berbagai
kepercayaan dan pantangan – pantangan. Dengan kata lain, kebiasaan makan
tidak hanya sekadar mengatasi tubuh manusia saja, melainkan dapat
memainkan peranan penting dan mendasar terhadap ciri-ciri dan hakikat budaya
makan. Di sisi lain, kehidupan manusia di abad globalisasi ini sangat kompleks
dan multikultural.
Berbagai fenomena tersebut hadir di tengah masyarakat, begitu juga
dengan makanan. Di era global ini pula, ketika satu negara dengan negara
lainnya saling berinteraksi, sudah menjadi lumrah negara maju akan lebih mudah
memberi pengaruh kepada negara yang belum maju atau sedang berkembang.
Demikian pula dalam hal pola makan. Dari kota sampai di desa mengalami
perubahan yang sangat drastis. Menjamurnya gerai-gerai makanan cepat saji
(fast food) merupakan salah satu indikasinya. Kalau Anda berkunjung ke pusat
perbelanjaan, cobalah perhatikan menu yang paling banyak diminati, tentulah
makanan junk food. Tampak kaula muda, kalangan eksekutif maupun menengah
ke bawah tengah menyantap dengan lahap hidangan tersebut dengan sesekali
menyeruput soft drink dingin.
Ironisnya, kegemaran makan sayur-sayuran dan buah-buahan, berupa
lalapan sebagai tradisi orang tua yang menyehatkan, mulai pupus digerus oleh
makanan junk food yang di negara asalnya justru diberi label makanan sampah.
Persoalannya sederhana, pada zaman serba cepat seperti sekarang ini, orang
tidak mau lagi repot-repot untuk mengolah makanan yang bergizi dan
menyehatkan. Sehingga makanan berlemak dan berkalori tinggi menjadi
santapan sehari - hari. Ayam goreng, kentang goreng, soto, bakso, sate, dan
sejenisnya menjadi menu utama. Tidak ada yang salah dengan semua jenis
makanan tersebut. Namun, ada pola tersendiri agar Anda tidak terjebak dengan
pola makan yang buruk tersebut. Inilah salah satu pola makan masyarakat
urban.

a. Pada masyarakat pedesaan memiliki pola makan dan penyakit yang


ditimbulkan sebagai berikut:
Masyarakat desa biasanya memiliki profesi sebagai petani. Pada saat jam
makan, mereka pasti membawa bekal dari rumah untuk dimakan. Pada saat jam
makan, mereka tidak peduli dengan kondisi tangan mereka apakah sudah bersih
atau masih kotor, karena semakin laparnya mereka tidak peduli. Sehingga para
masyarakat pedesaan sudah terbiasa tidak mencuci tangan sebleum makan.
Sehingga mengakibatkan bakteri atau kuman masuk kedalam tubuh
mereka melalui makanan tersebut. Penyakit yang biasa terjadi adalah demam,
cacingan, diare, dan alergi. Penyakit yang timbul memang jenis penyakit yang
biasa tetapi kalu dibiasakan bisa mendatangkan kematian, sehingga masyarakat
tersebut secara perlahan akan terserang penyakit dalam jangka waktu yang
lama. Dalam budaya pedesaan dikenal dengan makanan tradisional. Salah
satunya mengkonsumsi kuning telur ayam kampong atau unggas yang mentah.
Meski telur baik untuk tubuh, telur sering juga menjadi salah satu penyebab
keracunan makanan. Bakteri Salmonella enteriditis yang banyak dijumpai pada
unggas dan telur ayam berperan besar menimbulkan penyakit pada makanan
manusia.
Berdasarkan pola makan tersebut, maka penyakit yang sering menjangkit
masyarakat pedesaan (rural) yaitu seperti tuberculosis, keracunan, diare,
cacingan, demam berdarah, stroke dan hipertensi .

b. Pada masyarakat perkotaan memiliki pola makan sebagai berikut :


Kebiasaan masyarakat urban dalam mengkonsumsi soda atau berkarbonasi
dapat menyebabkan diabetes, karena didalam soda tersebut mengandung
glikosa tinggi yang tidak dapt dipecah menjadi energi yang pada akhirnya
menimbulkan tumpukan lemak ( obesitas )
Masyarakat urban yang gemar makan lauk pauk dan yang praktis serta
mengkonsumsi buah – buahan yang rendah atau tanpa serat mengakibatkan
usus mereka bermasalah yang akan mengakibatkan sembelit atau susah BAB
serta kanker kolon. Masyarakat urban lebih suka menggunakan pola hidup dan
makan yang praktis. Makan praktis, minum pun praktis. Tetapi mereka tidak
memikirkan kesehatan yang akan terjadi di kemudian hari. Pola makan yang
demikian dapat menyebabkan penyakit, yaitu salah satunya kanker. Contohnya
pada masyarakat kota yang malas masak untuk sarapannya, dan lebih praktis
hanya dengan membeli roti di supermarket ataupun di warung – warung.
Penduduk kota memiliki kesibukan yang tinggi. Sehingga menimbulkan
banyak gangguan kesehatan. Keluhan- keluhan masyarakat super sibuk ini
dapat diklarifikasikan sebagai berikut bila mereka tidak segera menjaga pola
makan yang baik dan benar, yaitu diantaranya :
1. Kolesterol tinggi,gula darah tinggi dan tekanan darah tinggi atau rendah
2. Stroke,asam urat,jantung dan diabetes
3. Keluhan akibat menopouse
4. Osteoporosis atau tulang keropos
5. Berbagai masalah pencernaan seperti maag, susah BAB dan wasir
6. Daya tahan tubuh terhadap penyakit yang lemah atau mudah sakit
7. Kanker prostat,kanker payudara dan sakit ginjal
8. Obesitas atau kegemukan
9. Stamina tubuh yang loyo dan kurang vitalitas

Fakta menunjukkan sebagian besar masyarakat begitu bangga akan fast


food atau junk food. Tanpa mereka ketahui, dari perilaku tersebut, penyakit
degeneratif seperti disebutkan di atas, dapat mengancam setiap saat. Maka dari
itu, istilah penyakit degeneratif akhir-akhir ini menjadi pembicaraan hangat
berbagai kalangan dan bukan lagi menjadi konsumsi para dokter dan ahli medis.

2.3 Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pedesaan Dan Perkotaan


2.3.1 Sumber daya di desa
a. Sarana Kesehatan
1) Puskesmas
Di desa untuk saat ini hampir 100% sudah membangun puskesmas untuk
mensejahterakan masyarakatnya. Secara konseptual, puskesmas menganut
konsep wilayah dan diharapkan dapat melayani sasaran jumlah penduduk yang
ada di wilayah masing-masing.
2) BPS (Bidan Praktek Swasta)
Merupakan salah satu sumber daya yang dapat mensejahterakan
kesehatan ibu dan anak. Di BPS bidan dapat memberikan penyuluhan yang
dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak di wilayah tersebut, khususnya di
daerah pedesaan.
3) Sarana Kesehatan di Desa Bersumber Daya Masyarakat
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan
sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) diantaranya adalah:
a. Posyandu
Posyandu merupakan jenis UKM yang paling memasyarakatkan dewasa
ini. Posyandu yang meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, Imunisasi, dan
penanggulangan Diare. Terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap
penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah satu tempat pelayanan
kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level
bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali sperti pada masa orde baru
karena terbukti ampuh mendeteksikan permasalahn gizi dan kesehatan di
berbagai daerah. Permasalahan gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung
lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan
mudah dihindari jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.
Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja yang meliputi:
1. Meja 1: Pendaftaran
2. Meja 2: Penimbangan
3. Meja 3: Pengisian kartu menuju sehat
4. Meja 4: Penyuluhan kesehatan pemberian oralit vitamin A, dan tablet besi
5. Meja 5 : Pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan, serta pelayanan keluarga berencana.

b. PKK
Adalah gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah
dengan wanita sebagai motor penggerakan untuk membangun keluarga sebagai
unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat dan bertujuan membantu
pemerintah untuk ikut serta memperbaiki dan membina tata kehidupan dan
penghidupan keluarga yang dijiwai oleh Pancasila menuju terwujudnya keluarga
yang dapat menikmati keselamatan, ketenangan dan ketentraman hidup lahir
dan bathin (keluarga sejahtera).

c. Pos Obat Desa (POD)


Pos obat desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal
pengobatan sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif
sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana,
melengkapi kegiatan preventif dan promotif yang telah di laksanakan di
posyandu. Dalam implementasinya POD dikembangkan melalui beberapa pola di
sesuaikan dengan stuasi dan kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD
itu antara lain:
a. POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya.
b. POD yang di integrasikan dengan Dana Sehat.
c. POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu.
d. POD yang dikaitkan dengan pokdes/ polindes.
e. Pos Obat Pondok Pesantren ( POP ) yang dikembangkan di beberapa pondok
pesantren.
POD jumlahnya belum memadai sehingga bila ingin digunakan di unit-unit desa,
maka seluruh, diluar kota yang jauh dari sarana kesehatan sebaiknya
mengembangkan Pos Obat Desa masing-masing.

d. Poskesdes
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersumber pada daya masyarakat
yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan dan menyediakan pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat yang ada di desa.
b. Polindes
Merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka
mendekatkan pelayanan kebiadanan melalui penyediaan tempat pertolongan
persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

b Sarana Tenaga Kesehatan


a). Bidan Desa
Bidan Desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta
bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi satu atau dua
desa yang dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik di dalam maupun di
luar jam kerjanya bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas dan
bekerja sama dengan perangkat desa.
b). Dukun Bersalin
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali
dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin
atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan
masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari
nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun ke
atas.
Dukun dapat dibedakan menjadi:
1. Dukun Terlatih
Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga
kesehatan yang dinyatakan lulus.
2. Dukun tidak terlatih
Dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat
kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi.
Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan
pertolongan persalinan.

b. Sumber Daya di Kota


1. Sarana Kesehatan
1) Puskesmas
Seperti halnya di desa, di kota juga terdapat puskesmas, akan tetapi
untuk mekanisme pengobatan masyarakat lebih banyak pergi ke rumah sakit.
Pembinaan pembangunan kesehatan dengan adanya puskesmas yang memiliki
tenaga dokter yang didukung tenaga keperawatan/bidan, non medis lainnya
sesuai standar, sarana dan biaya operasional yang memadai, sehingga
puskesmas mampu melaksanakan pelayanan obstretrik dan neonatal emergensi
dasar (PONED) dan diperlukan potensi peningkatan pengetahuan tenaga medis.
2) Rumah Sakit
Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan rumah sakit
antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya
diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya serta rasio terhadap
jumlah penduduk. Semua RS kabupaten/kota mampu melaksanakan pelayanan
Obstretrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), sehingga kemauan
kemampuan dan kesadaran penduduk dalam upaya kesehatan ibu dan anak
dapat diwujudkan. Setiap daerah dapat memanfaatkan sumber daya yang ada,
dari APBD, termasuk lembaga donor internasional.
3) Klinik Bersalin
Merupakan suatu institusi professional yang menangani proses
persalinan dan pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, bidan dan tenaga
kesehatan lainnya. Klinik bersalin biasanya lebih banyak terdapat di daerah
perkotaan.
4) Sarana produksi dan distribusi sedian dan alat kesehatan
Salah satu factor penting untuk menggambarkan ketersediaan sarana
pelayanan kesehatan adalan jumlah sarana produksi dan distribusi sediaan
farmasi dan alat kesehatan.

2. Sarana Tenaga Kesehatan


1. Dokter Kandungan
2. Bidan
3. Apoteker
4. Perawat
5. Ahli Gizi
6. Tenaga Kesehata Masyarakat

2.4 pemberdayaan masyarakat perkotaan dan pedesaan


Peran petugas kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat adalah :

1. Memfasilitasi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan maupun program-


program pemberdayaan masyarakat meliputi pertemuan dan
pengorganisasian masyarakat.
2. Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bekerja sama dalam
melaksanakan kegiatan pemberdayaan agar masyarakat mau berkontribusi
terhadap program tersebut
3. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat
dengan melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat vokasional.

2.4.1 masyarakat perkotaan


Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan
keagamaan di desa.
2. Orang-orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri
tanpa harus bergantung pada orang lain.
3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan
mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga
lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan.
6. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatka pentingnya factor
waktu bagi warga kota.
7. Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di kota-kota,
sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-
pengaruh dari luar.

Maka untuk sistem pemberdayaan di perkotaan akan lebih bersifat


individu untuk itu model teknologi menjadi solusi yang paling efektif dalam
pemberdayaan perkotaan . Mengingat teknologi menjadi pendamping bagi
semua aspek kegiatan dan tingkatan baik pekerjaan, umur, dll.

2.4.2 masyarakat pedesaan


Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup
bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka.
Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat
digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian,
dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan
teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”.

Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan


batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota
masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia
hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap
waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena
beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling
menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. dengan demikian
model yang cocok dikembangkan di masyarakat berbasis kelompok dengan
pemanfaatan aset local, dengan ciri khas masyarakat pedesaan seperti
 kerja sama karena rasa kekompakan
 tolong menolong dan
 gontong royong masih melekat di kalangan masyarakat desa dengan
bantuan ajakan adat atau himbauan yang harus dilakukan tampa
terkecuali.

Contoh model berbasis aset local yang dapat dicontohkan seperti :


Rencana Aksi Aset lokal Bagaimana menggunakan Aset lokal
Pembuatan WC Arisan, Material Pembangunan WC permanen atau tidak
sehat lokal, ketrampilan permanen dengan sumbangan kayu atau
tukang kayu, alokasi dana desa. beberapa tukang
tukang batu dapat dimanfaatkan membantu warga
terutama warga miskin, lanjut usia untuk
membangun WC secara bergotng royong.
Bahan material dikumpulkan dari tetangga
terdekat. Dibuat kelompok kerja
pembangunan.
Peningkatan Gisi Lahan pekarangan Pekarangan yang selama ini dibiarkan
Keluarga melalui yang luas, ada kosong ditanami tanaman sayuran dan
kegiatan kelompok tani yang buah, dana desa dapat dialokasikan untuk
penanaman memiliki pembelian bibit, dinas pertanian dapat
sayuran di pengetahuan mengambil peran untuk memberikan
pekarangan dan tentang pertanian pelatihan pembuatan pupuk organik.
usaha ikan air holtikultura, ada Kader posyandu memberikan pelatihan
tawar di tetangga yang pembuatan makanan lokal sehat dan
pekarangan, memiliki bibit bergisi
pelatihan sayuran, ada bidan,
pembuatan ada kadder
makanan lokal posyandu. Kotoran
bergisi dan sehat ternak untuk pupuk
bagi para ibu.
TARGET KEMANDIRIAN MASYARAKAT
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Masyarakat dalam arti luas adalah keseluruhan hubungan-hubungan
dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan
sebagainya. Sedangkan masyarakat dalam arti sempit adalah sekelompok
manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritotial, bangsa,
golongan dan sebagainya.
Masyarakat perkotaan adalah masyarakat yang tidak tertentu jumlah
penduduknya dan lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-
ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat
pedesaan adalah masyarakat yang kehidupannya masih dikuasai oleh adat
istiadat lama.
Untuk mencapai sesuatu perubahan yang ingin diharapkan, diprlukan
suatu kerja keras seperti permberdayaan yang mana dituntut agar masyarakat
bisa mandiri baik masyarakat perkotaan ataupun masyarakat pedesaan salah
satunya kemandirian dalam bidang kesehatan. Dengan kemandirian tersebut
masyarakat dapat memanfaatkan aset disekitar untuk mulai berpikir ke arah
hidup sehat, prasarana sehat dan pola pikir sehat, dengan begitu status derajat
kesehatan akan meningkat.

3.2 Saran
Masyarakat pedesaan merupakan wilayah yang masih agraris dan
lingkungannya masih alamiyah, oleh karena itu sebaiknya kealamian lingkungan
tersebut yang masih alami memiliki udara yang sejuk. Selain itu, masyarakat
desa juga memiliki rasa persaudaraan yang erat, sebaiknya penduduk desa
selalu menjaga kerukunan bersama dengan memanfaatkan kerukunan dari
masyarakat .
Masyarakat kota yang modern dengan berbagai alat teknologi yang
canggih, alangkah baiknya jika memanfaatkan alat-alat tersebut dengan baik
tampa ada penyalahgunaan. Seperti banyak terjadi suatu kejaidian yan g tidak
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA

Adi,I.R.Pemberdayaan,Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas,


Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis,Jakarta:LPFE-
UI,2003
Direktorat Kerjasama Pembangunan Sektoral dan Daerah, Bappenas, Kebijakan
Strategis Pemberdayaan Masyarakat, 2003.
Febrian. 2011. Perbedaan Masyarakat Kota dengan Desa.
http://lorentfebrian.wordpress.com/perbedaan-masyarakat-kota-dengan-
masyarakat- desa/diakses pada tanggal 1 oktober 2014 pukul 20.30
Mirza. 2011. Kehidupan Kota dan Desa.
http://mierzh.wordpress.com/2011/12/12/kehidupan-kota-dan-
desa/diakses pada tanggal 1 oktober 2014 pukul 20.14
Trijono Lambang, Strategi pemberdayaan Komunitas lokal menuju kemandirian,
Jurnal Ilmu Sosial dan Politik Volume 5,nomor 2/20

Anda mungkin juga menyukai