Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur
yang sedang berkembang perekonomiannya, salah satu perekonomian yang
sedang berkembang yaitu dibidang pariwisata, karena Banyuwangi memiliki
ragam budaya dan tradisi serta keindahan Banyuwangi yang saat ini mulai
diminati oleh wisatawan. Seiring dengan program dari Bupati Banyuwangi untuk
mengenalkan budaya dan tradisi serta keindahan Banyuwangi kepada masyarakat
luas maka tak lupa untuk memfasilitasi transportasi untuk memudahkan
wisatawan berkunjung ke Banyuwangi. Ada tiga rute transportasi yaitu darat, laut
dan udara. Untuk menggunakan jalur darat terdapat fasilitas Stasiun Kereta Api
dan Terminal Bus, untuk mengakses jalur laut terdapat fasilitas Pelabuhan
Penyeberangan Ketapang dan untuk menggunakan jalur udara yaitu terdapat
Bandar Udara.
Bandar Udara adalah pintu gerbang perekonomian suatu daerah. Bandar
Udara yang berada di Banyuwangi yaitu Bandar Udara Blimbingsari terletak di
Kecamatan Blimbingsari, Bandar Udara Blimbingsari sedang dalam tahap
berkembang hal ini dibuktikan dengan dibukanya direct flight (penerbangan
langsung) Banyuwangi-Jakarta dan sebaliknya pada tanggal 16 Juni 2017, secara
geografis Bandar Udara Blimbingsari menjadi penyangga daerah sekelilingnya
seperti Jember, Situbondo, Bondowoso dan Bali barat. Saat ini Bandar Udara
Blimbingsari digolongkan kategori Bandar Udara Dosmestik dengan kelas III
(Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, 2017), seiring berkembangnya
perekonomian yang akan datang tidak menutup kemungkinan jika Bandar Udara
Blimbingsari dapat digolongkan kategori Internasional. Untuk menunjang hal
tersebut maka diperlukan prasarana transportasi yang memadai, kondisi jalan yang
baik serta memadai dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan
karena jalan merupakan urat nadi perekonomian suatu daerah, dengan adanya
akses jalan yang memadai akan mempermudah kegiatan perekonomian sehingga

1
secara tidak langsung meningkatkan taraf hidup sekitar Jalan Pantai Blimbingsari
khususnya.
Untuk menuju Bandar Udara Blimbingsari terdapat dua rute yaitu dari
Simpang Tiga Politeknik Negeri Banyuwangi dengan jarak ±6.7 km ke Bandar
Udara Blimbingsari dan Simpang Empat Pos Polisi Rogojampi dengan jarak ±5.2
km ke Bandar Udara Blimbingsari. Rute terdekat dari pusat Kota Rogojampi yaitu
Simpang Empat Pos Polisi Rogojampi, rute tersebut tidak hanya menuju Bandar
Udara Blimbingsari saja, tetapi juga Pilot School Banyuwangi, Pantai
Blimbingsari dan PT. F1 Perkasa, semua jenis kendaraan melewati jalan tersebut
sehingga memicu timbulnya arus lalu lintas yang tidak stabil. Rute dari Simpang
Empat Pos Polisi Rogojampi menuju Bandar Udara Blimbingsari melewati Jl.
Pancoran Mas - Jl. KH Hasyim Asyari - Jl. Agung Wilis - Jl. Pantai Blimbingsari.
Rute tersebut termasuk jalan Kolektor dengan kelas jalan IIIA. Jl. Pancoran Mas
dan Jl. KH Hasyim Asyari meiliki lebar jalur 5 m sedangkan Jl. Agung Wilis dan
Jl. Pantai Blimbingsari memiliki lebar jalur 6 m. Dengan dibukanya penerbangan
Banyuwangi-Jakarta tentunya mempunyai hubungan dengan wilayah kabupaten
sekitarnya maka diperlukan prasarana yang memadai, untuk itu perlu adanya
penelitian mengenai kapasitas jalan sehingga dapat dianalisis Tingkat Kelayakan
Jalan pada jalan menuju Bandar Udara Banyuwangi.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun perumusan masalah dari Proyek Akhir ini yaitu bagaimana
Tingkat Kelayakan Jalan menuju Bandar Udara Blimbingsari?

1.3 Batasan Masalah


Untuk memfokuskan pembahasan, maka diberikan batasan permasalahan
sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya membahas Tingkat Kelayakan Jalan,
2. Survei volume lalu lintas dilakukan di Jl. KH Hasyim Asyari, Jl. Agung
Wilis dan Jl. Pantai Blimbingsari,

2
3. Penelitian dilakukan pada rute terdekat dari kota Rogojampi menuju
Bandar Udara Banyuwangi, yaitu mulai dari Simpang Empat Pos Polisi
Rogojampi Sampai Bandar Udara Blimbingsari sepanjang 5.2 km,
4. Pengumpulan data menggunakan manual counting dengan alat bantu hand
tally counter dimana waktu survei dilaksanakan selama 3 hari, yaitu hari
aktif, sabtu dan minggu. Waktu survei dibagi dalam tiga periode yaitu:
a. Pagi, jam 06.00-08.00 WIB
b. Siang, jam 11.00-13.00 WIB
c. Sore, jam 16.00-18.00 WIB
5. Tidak membahas adanya persimpangan,
6. Metode penelitian kapasitas menggunakan MKJI dan KAJI.

1.4 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui Tingkat
Kelayakan Jalan menuju Bandar Udara Blimbingsari.

1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari Proyek Akhir ini yaitu dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi instansi atau pihak terkait terutama dalam mengetahui tingkat
pertumbuhan lalu lintas sehingga dapat mengetahui tingkat kelayakan jalan, agar
pada waktu yang akan datang ruas jalan dapat memberikan pelayanan yang lebih
baik lagi.

3
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Bandar Udara


Bandar udara atau disingkat bandara memiliki pengertian yang berasal dari
kata "bandar" (tempat berlabuh) dan "udara". Bandar Udara diartikan sebagai
"suatu tempat di darat atau di air di mana pesawat udara dapat mendarat untuk
menurunkan atau mengangkut penumpang dan barang, mengadakan perbaikan
atau mengisi bahan bakar. (G&G Meriem Company,1959). Sehingga Bandar
Udara dapat diartikan sebagai suatu wadah yang berfungsi menampung
perpindahan orang atau barang dari suatu mode angkutan ke kendaraan udara atau
sebaliknya. Didalamnya menyangkut bangunan terminal (terminal building),
tempat parkir pesawat terbang (apron), parkir kendaraan darat, jalan, jalur hijau.
Sedangkan definisi Bandar Udara menurut PT (persero) Angkasa Pura adalah
"lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan
kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara
untuk masyarakat". Berdasarkan klasifikasi atau status bandara, menurut
pelayanannya sesuai dengan rute penerbangan dan peranan pemerintah dapat
dibedakan atas:
1. Bandar Udara Internasional
Merupakan sebuah bandar udara yang dilengkapi dengan fasilitas
bea cukai dan imigrasi untuk menangani penerbangan internasional
menuju dan dari negara lainnya. Umumnya lebih besar, dan sering
memiliki landasan lebih panjang dan fasilitas untuk menampung pesawat
besar yang sering digunakan untuk perjalanan internasional atau antar
benua.
2. Bandar Udara Domestik
Merupakan sebuah bandar udara hanya menangani penerbangan
domestik atau penerbangan di negara yang sama. Bandar udara domestik
tidak memiliki fasilitas bea cukai dan imigrasi dan tidak mampu
menangani penerbangan menuju atau dari bandar udara luar negeri.

5
3. Bandar Udara Domestik dan Internasional.
Merupakan sebuah bandar udara yang menangani penerbangan
Domestik dan Internasional.
Status bandar udara berpengaruh pula terhadap panjang landasannya yang
sesuai dengan jelajah pesawat terbangnya. Berdasarkan sumber Airport
Engineering, 2016 dari panjang landas pacu yang terdapat di sebuah bandar udara
dapat diklasifikasikan bandar udara tersebut dan dapat ditentukan pula tipe
pesawat yang diwadahinya, dapat dilihat pada Tabel 2.1 klasifikasi Bandar Udara
berdasarkan tipe dan panjang runway (landas pacu).
Tabel 2.1 Klasifikasi Bandar Udara Berdasarkan Tipe dan Panjang
Runway.
Kelas Tipe Pesawat Panjang Landasan Pacu
Berdasarkan Jarak (meter)
Jelajahnya
I Long Range 3200
II Medium 2600
III Medium 2200
IV Short Range 1600
V General Aviation 500
Sumber: Airport Engineering, 2016.

Spesifikasi Bandar Udara Blimbingsari menurut Direktorat Jendral


Perhubungan Udara Tahun 2017 sebagai berikut
Kategori :Domestik Airport
Kelas :Kelas III
Pengelola :Unit Penyelenggara Bandar Udara
Alamat :Bandar Udara Desa Blimbingsari, Kel. Blimbing Sari, Kec.
Rogojampi, Kab. Banyuwangi, Jawa Timur, 68462

2.2 Pengertian Jalan


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19 Tahun 2011, Jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

6
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.

2.3 Klasifikasi Jalan


Menurut Undang-undang No. 38 Tahun 2004, pembagian jalan umum
dibedakan sebagai berikut:

2.3.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya


Berdasarkan fungsinya, jalan umum diklasifikasikan dalam beberapa
bagian, antara lain:
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna,
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpulan atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang kecepatan
ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi,
3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.

2.3.2 Klasifikasi Jalan Menurut Statusnya


Berdasarkan statusnya, pembagian jalan umum diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan
jalan strategis nasional serta jalan tol,

7
2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten
atau kota, atau antar ibukota kabupaten atau kota, dan jalan strategis
provinsi,
3. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk pada jalan nasional dan provinsi yang
menghubungkan ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan, antar ibukota
kecamatan, dengan pusat kegiatan lokal,
4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta
menghubungkan antar pusat permukiman yang berarada dalam kota,
5. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan
atau permukiman dalam desa, serta jalan lingkungan.
Kelas jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan
administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut
dimensi dan berat kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya
volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan,
keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan
jalan. Setiap kelas jalan memiliki dimensi lajur yang berbeda-beda hal ini
disesuaikan dengan peruntukkan suatu kelas jalan. Berdasarkan RSNI T-14-2014
Geometri Jalan Perkotaan terdapat hubungan antara kelas jalan dengan dimensi
lebar lajur suatu ruas jalan. Hubungan antara kelas jalan dan dimensi penampang
jalan dapat dilihat pada Tabel 2.2 hubungan kelas jalan dengan dimensi ruas
jalan.
Tabel 2.2 Hubungan Kelas jalan dengan Dimensi Ruas Jalan
Kelas Lebar Lajur (m) Lebar bahu sebelah luar (m)
Jalan Disarankan Min Tanpa trotoar Ada trotoar
Dasarankan Min Disarankan Min
I 3,60 3,50 2,50 2,00 1,00 0,50
II 3,60 3,00 2,50 2,00 0,50 0,25
IIIA 3,60 2,75 2,50 2,00 0,50 0,25

8
Tabel
Kelas2.2 Hubungan Kelas
Lebar Lajur (m)jalan dengan Dimensi
Lebar ruas
bahujalan (Lanjutan)
sebelah luar (m)
Lalu Lintas
Jalan (Lanjutan)
Disarankan Min Tanpa trotoar Ada trotoar
Dasarankan Min Disarankan Min
IIIB 3,60 2,75 2,50 2,00 0,50 0,25
IIIC 3,60 *) 1,50 0,50 0,50 0,25
Keterangan: *) = jalan 1-lajur-2 arah, lebar 4,50 m
Sumber: RSNI T-14-2014 Geometri Jalan Perkotaan

Pasal 23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009


tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meyatakan penyelenggaraan jalan harus
memberikan jalan yang memberikan rasa aman dan berkeselamatan. Pasal 24
Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Penyelenggaraan Jalan segera memperbaiki
jalan yang rusak tanpa melihat siapa yang memberikan dampak yang paling besar.
Penyelenggaraan jalan daerah dapat mengatasi permasalahan jalan daerah
berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 dengan cara melakukan
pengaturan, prasarana, pembangunan dan pengawasan prasarana, melalui berbagai
kegiatan seperti:
1. Inventarisasi tingkat pelayanan jalan dan permasalahannya,
2. Penyusnan rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat
pelayanan jalan,
3. Perencanaan dan optimalisasi pemanfaatan ruas jalan,
4. Perbaikan geometrik ruas jalan dan simpang,
5. Penetapan kelas jalan setiap ruas,
6. Uji kelayakan fungsi jalan.
Klasifikasi jalan umum di Indonesia menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas Jalan
menjelaskan pembagian kelas jalan berdasarkan ukuran kendaraan dan Muatan
Sumbu Terberat (MST) seperti dijelaskan pada Tabel 2.3 pembagian kelas jalan.
Tabel 2.3 Pembagian Kelas Jalan
Kelas Jalan Fungsi Jalan Ukuran Kendaraan Bermotor MST

Kelas I Jalan Arteri Lebar ≤ 2.500 mm >10 Ton


Panjang ≤ 18.000 mm

9
Tabel 2.3 Pembagian Kelas Jalan (Lanjutan)
Lalu Lintas
Kelas Jalan(Lanjutan)
Fungsi Jalan Ukuran Kendaraan Bermotor MST

Tinggi ≤ 4.200 mm

Kelas II Jalan Arteri Lebar ≤ 2.500 mm ≤10 Ton


Panjang ≤ 18.000 mm
Tinggi ≤ 4.200 mm
Kelas IIIA Jalan Arteri Lebar ≤ 2.500 mm ≤8 Ton
Jalan Kolektor Panjang ≤ 18.000 mm
Tinggi ≤ 3.500 mm
Kelas IIIB Jalan Kolektor Lebar ≤ 2.500 mm ≤8 Ton
Panjang ≤ 12.000 mm
Tinggi ≤ 3.500 mm
Kelas IIIC Jalan Lokal Lebar ≤ 2.500 mm ≤8 Ton
Panjang ≤ 8.000 mm
Tinggi ≤ 3.500 mm
Sumber: PP No 43/1993 dan UU No 22/2009

2.4 Karakteristik Arus Lalu Lintas


Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu jalan
persatuan waktu, dan dinyatakan dalam kendaraan/jam, smp/jam. Arus lalu lintas
tersusun mula-mula dari kendaraan tunggal yang terpisah, bergerak menurut
kecepatan yang dikehendaki oleh pengemudinya tanpa halangan dan tidak
tergantung pada kendaraan lain yang melewati jalan tersebut (MKJI, 1997).

2.4.1 Volume Lalu Lintas


Menurut Sukirman (1994), Volume lalu lintas menunjukan jumlah
kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari,
jam, menit). Volume lalulintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan
yang lebih lebar. Sehingga terciptanya keamanan dan kenyaman bagi pengguna
jalan. Sebaliknya jalan yang terlalu lebar dengan volume lalu lintas rendah
cenderung membahayakan karena pengguna jalan cenderung mengemudi
kendaraannya pada kecepatan yang lebih tinggi, sedangkan kondisi jalan belum

10
memungkinkan. Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubung
dengan penentuan dengan jumlah dengan lebar jalur jalan adalah dengan
penentuan jumlah.
Menurut MKJI (1997), volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang
melewati suatu titik persatuan waktu pada lokasi tertentu. Untuk mengukur
jumlah arus lalu linta biasanya dapat dinyatakan dalam kendaraan per hari, smp
per jam dan kendaraan per menit.
Menurut MKJI (1997), jenis kendaraan dibagi menjadi 3 golongan.
Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut:
1. Kendaraan ringan (LV) Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda
(mobil penumpang),
2. Kendaraan berat (HV) Indeks untuk kendaraan bermotor dengan roda lebih
dari empat truk 2 gandar, truk 3 gandar dan kombinasi yang sesuai,
3. Sepeda motor (MC) Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 2 roda.

2.4.2 Kecepatan
Menurut Hobbs (1995), kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya
dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam), dan jumlahnya terbagi menjadi tiga
jenis antara lain:
1. Kecepatan setempat, yaitu kecepatam kendaraan pada suatu saat diukur
dari suatu tempat yang ditentukan,
2. Kecepatan bergerak, yaitu kecepatan kendaraan rata-rata pada suatu jalur
pada saat kendaraan bergerak dan di dapat dengan membagi panjang jalur
dibagi dengan lama waktu kendadaraan begerak menempuh jalur tersebut,
3. Kecepatan perjalanan, yaitu kecepatan efektif kendaraan yang sedang
dalam perjalanan antara dua tempat, dan merupakan jarak antara dua
tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan
perjalanan antara dua tempat tersebut, dengan lama waktu mencakup
setiap waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan lalu lintas.

11
2.4.3 Kepadatan
Menurut Hendarto (2001), kepadatan adalah jumlah kendaraan yang
menempati suatu panjang ruas jalan pada suatu waktu tertentu. Biasanya
dinyatakan dalam kendaraan per kilometer (kendaraan/km). Kepadatan suatu ruas
jalan tergantung pada volume lalu lintas dan kecepatannya.

2.5 Karakteristrik Geometrik


Karakteristik tersebut merupakan salah satu penentu tingkat kenyamanan
dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu geometrik jalan (Sukirman, 1994).
Adapun beberapa karakteristik geometrik, antara lain:

2.5.1 Tipe-tipe Jalan


Tipe jalan akan menunjukan kinerja yang berbeda pada pembenanan
lalulintas tertentu. Tipe jalan ditunjukan dengan potongan melintang jalan yang
ditunjukan dengan jumlah lajur dan arah pada setiap jalan (MKJI, 1997). Tipe-tipe
jalan untuk perkotaan menurut MKJI (1994) dibagi menjadi empat bagian antara
lain:
1. jalan dua lajur dua arah (2/2 UD),
2. jalan empat lajur dua arah,
a. jalan empat lajur terbagi (dengan median) (4/2 D)
b. jalan empat lajur tak terbagi (tanpa median) (4/2 UD)
3. jalan enam lajur dua arah terbagi,
4. jalan satu arah.

2.5.2 Lajur Lalu Lintas


Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling penting dalam
menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu
lintas dapat ditentukan dengan pengamatan langsung di lapangan karena:
(Sukirman, 1994) :
1. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin dapat diikuti oleh lintasan
kendaraan lain dengan tepat,

12
2. Lajur lalu lintas tidak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan
maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi
membutuhkan ruang gerak antara kendaraan,
3. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu
lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya
samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal di tikungan, dan
gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.

2.5.3 Bahu Jalan


Menurut Sukirman (1994), besarnya lebar bahu jalan sangat dipengaruhi
oleh:
1. Fungsi jalan jalan arteri direncanaakan untuk kecapatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jalan lokal,
2. Kegiatan di sekitar jalan jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar,
sekolah, membutuhkan lebar bahu jalan yang lebih lebar daripada jalan
yang melintasi daerah luar,
3. Ada atau tidaknya trotoar,
4. Biaya yang tersdia sehubung dengan biaya untuk kontruksi.

2.5.4 Median
Menurut Sukirman (1994), Secara garis besar median berfungsi sebagai
berikut:
1. Menyediakan daerah netral yang cukuo lebar dimana pengemudi masih
dapat mengontrol kendaraan pada saat darurat
2. Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/ mengurangi kesilauan
terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah
3. Menambah rasa kelagaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap
pengemudi
4. Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu
lintas.

13
2.6 Tingkat Pelayan Jalan (Level of Service)
Tingkat Pelayanan Jalan adalah indikator yang dapat mencerminkan
tingkat kenyamanan ruas jalan, yaitu perbandingan antara volume lalu lintas yang
ada terhadap kapasitas jalan tersebut (MKJI, 1997). Menurut peraturan menteri
perhubungan No 14 tahun 2006 Pelayanan Jalan (level of service) adalah
kemampuan ruas jalan atau persimpangan untuk menampung lalu lintas pada
keadaan tertentu. Tingkat pelayanan pada ruas jalan diklasifikasikan atas:
1. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi:
a. arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi,
b. kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat
dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum
atau minimum dan kondisi fisik jalan,
c. pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa
atau dengan sedikit tundaan.
2. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi:
a. arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai
dibatasi oleh kondisi lalu lintas,
b. kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum
mempengaruhi kecepatan,
c. pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya
dan lajur jalan yang digunakan.
3. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi:
a. arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh
volume lalu lintas yang lebih tinggi,
b. kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas
meningkat,
c. pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah
lajur atau mendahului.
4. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi:
a. arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan
kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan
kondisi arus,

14
b. kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan
hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang
besar,
c. pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam
menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih
dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.
5. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi:
a. arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu
lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah,
b. kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi,
c. pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
6. tingkat pelayanan F, dengan kondisi:
a. arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang,
b. kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi
kemacetan untuk durasi yang cukup lama,
c. dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.
Adapun tingkat pelayanan (LoS) dilakukan dengan persamaan sebagai
berikut:
𝑉
𝐿𝑜𝑆 = 𝐶 .............................................................................................................. (2.1)

Dimana:
𝐿𝑜𝑆 = Tingkat pelayanan jalan
V = Volume lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas jalan (smp/jam)
Agar lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 2.4 tingkat pelayanan jalan
kolektor sekunder.
Tabel 2.4 Tingkat Pelayanan Jalan Kolektor Sekunder
Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait
A a. Arus bebas
b. Kecepatan perjalanan rata-rata > 80 Km/jam
c. V/C ratio < 0,6
B a. Arus stabil
b. Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 40 Km/jam

15
Tabel 2.4 Tingkat Pelayanan Jalan Kolektor Sekunder (Lanjutan)
Lalu LintasPelayanan
Tingkat (Lanjutan) Karakteristik Operasi Terkait
c. V/C ratio < 0,7
C a. Arus stabil
b. Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 30 Km/jam
c. V/C ratio < 0,8
D a. Mendekati arus tidak stabil
b. Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 25 Km/jam
c. V/C ratio < 0,9
E a. Arus tidak stabil, terhambat, dengan tundaan yang
tidak dapat ditolerir
b. Kecepatan perjalanan rata-rata sekitar 25 Km/jam
c. Volume pada kapasitas
F a. Arus tertahan, macet
b. Kecepatan perjalanan rata-rata < 15 Km/jam
c. V/C ratio permintaan melebihi 1
Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan No.14, 2006

2.7 Karakteristik Jalan Perkotaan


Menurut MKJI (1997), Segmen jalan perkotaan atau semi perkotaan
adalah mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang
seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah berupa
perkembangan lahan atau bukan. Jalan di atau dekat perkotaan dengan penduduk
lebih dari 100.000 selalu digolongkan dalam kelompok ini dan Banyuwangi
memiliki populasi penduduk 1,684,985 jiwa (Data Agregat Kependudukan
Kabupaten Banyuwangi, 2016). Jalan di daerah perkotaan dengan penduduk
kurang dari 100.000 juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai
perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus.

2.8 Kecepatan Arus Bebas


Kecepatan arus bebas (𝐹𝑉) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat
arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai
kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan.

16
Dalam MKJI 1997 kecepatan arus bebas kendaraan ringan (𝐹𝑉) dinyatakan
dengan persamaan:
𝐹𝑉 = (𝐹𝑉𝑜 + 𝐹𝑉𝑤 ) × 𝐹𝐹𝑉𝑆𝐹 × 𝐹𝐹𝑉𝐶𝑆 ............................................................... (2.2)
Dimana:
𝐹𝑉 = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam)
𝐹𝑉𝑜 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
𝐹𝑉𝑤 = Penyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (km/jam)
𝐹𝐹𝑉𝑆𝐹 = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping
𝐹𝐹𝑉𝐶𝑆 = Faktor penyesuaian ukuran kota
Nilai kecepatan arus bebas dasar menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada
Tabel 2.5 kecepatan arus bebas dasar (𝐹𝑉𝑜 ).
Tabel 2.5 Kecepatan Arus Bebas Dasar (𝐹𝑉𝑜 )
Kecepatan Arus
Kendaraan Kendaraan Sepeda motor Semua
Tipe Jalan
ringan (LV) berat (HV) (MC) kendaraan
(rata-rata)
Enam-lajur
terbagi (6/2 D)
61 52 48 57
atau satuarah
(3/1)

Empat-lajur
terbagi (4/2 D)
57 50 47 55
atau dua lajur
satu-arah (2/1)

Empat-lajur
tak-terbagi 53 46 43 51
(4/2 UD)
Dua-lajur tak-
terbagi (2/2 44 40 40 42
UD)
Sumber:MKJI, 1997

17
Nilai dari penyesuaian untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas (𝐹𝑉𝑤 ) pada
Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada
Tabel 2.6 penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalulintas
Tabel 2.6 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar Jalur Lalul-Lintas
(𝐹𝑉𝑤 )
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu-Lintas Efektif 𝑭𝑽𝒘
(Wc) (m)
Empat-lajur terbagi atau Per lajur
Jalan satu-arah 3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
Empat-lajur tak-terbagi Per lajur
3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
Dua-lajur tak-terbagi Total dua arah
5 -9,5
6 -3
7 0
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber:MKJI, 1997

Nilai faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan lebar


bahu pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan dengan

18
bahu menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.7 faktor penyesuaian
kecepatan arus bebas untuk hambatan samping dan lebar bahu (𝐹𝐹𝑉𝑆𝐹 )
Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping
dan Lebar Bahu (𝐹𝐹𝑉𝑆𝐹 )

Tipe Jalan Kelas Hambtan Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping


Samping (SFC) dan Lebar Bahu (𝐅𝐅𝐕𝐒𝐅 )
Lebar Bahu Efektif (Ws) (m)
≤0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥2,0 m
Empat- Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
lajur Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
terbagi Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 D Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Empat- Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
lajur tak- Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
terbagi 4/2 Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02
UD Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Dua-lajur Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
tak-terbagi Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
2/2 U atau Sedang 0,91 0,93 0,96 0,99
Jalan satu- Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
arah Sangat tinggi 0,74 0,79 0,85 0,91
Sumber:MKJI, 1997

Nilai faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus
bebas kendaraan ringan menurut MKJI 1997 dapat dilihat pada Tabel 2.8 faktor
penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota ( 𝐹𝐹𝑉𝑐𝑠 )
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota (
𝐹𝐹𝑉𝑐𝑠 )
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
<0,1 0,90

19
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota
(Lanjutan)
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Lalu Lintas (Lanjutan)
0,1-0,5 0,93
0,5-1,0 0,95
1,0-3,0 1,00
>3,0 1,03
Sumber:MKJI, 1997

2.9 Kapasitas
Kapasitas dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997)
didefinisikan sebagai arus maksimum yang melewati suatu titik pada jalan bebas
hambatan yang dapat dipertahankan persatuan jam dalam kondisi yang berlaku.
Untuk jalan bebas hambatan tak terbagi, kapasitas adalah arus maksimum dua
arah (kombinasi kedua arah), untuk jalan bebas hambatan terbagi kapasitas adalah
arus maksimum perlajur. Rumus kapasitas jalan raya di wilayah perkotaan
ditunjukkan berikut ini:
𝐶 = 𝐶𝑜 × 𝐹𝐶𝑤 × 𝐹𝐶𝑆𝑃 × 𝐹𝐶𝑆𝐹 × 𝐹𝐶𝑐𝑠 .............................................................. (2.3)
Dimana
𝐶 = Kapasitas (smp/jam)
𝐶𝑜 = Kapasitas dasar (smp/jam)
𝐹𝐶𝑤 = Faktor penyesuaian lebar jalan
𝐹𝐶𝑆𝑃 = Faktor penyesuaian pemisahan arah
𝐹𝐶𝑆𝐹 = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan
𝐹𝐶𝑐𝑠 = Faktor penyesuaian ukuran kota
Kapasitas Dasar (𝐶𝑜 ) kapasitas segmen jalan pada kondisi geometrik,
ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan Tabel 2.9 kapasitas dasar (𝐶𝑜 )
lalan perkotaan.
Tabel 2.9 Kapasitas Dasar (𝐶𝑜 )
Tipe Jalan Kapasitas Dasar Catatan
(smp/jam)
Empat-lajur terbagi atau 1650 Per Lajur
Jalan satu-arah

20
Tabel 2.9 Kapasitas Dasar (Lanjutan)
Lalu Lintas
Tipe(Lanjutan)
Jalan Kapasitas Dasar Catatan
(smp/jam)
Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per Lajur
Dua-lajur tak-terbagi 2900 Per Lajur
Sumber:MKJI, 1997

Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar jalur lalulintas untuk


jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.10 faktor penyesuaian kapasitas untuk
lebar jalur lalulintas.
Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Lebar Jalur Lalu-Lintas 𝐹𝐶𝑤
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu-Lintas Efektif (Wc) (m) 𝑭𝑪𝒘

Empat-lajur terbagi Per lajur


atau Jalan satu-arah 3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Empat-lajur tak-terbagi Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua-lajur tak-terbagi Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber:MKJI, 1997

21
Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah dapat dilihat pada
Tabel 2.11 faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (𝐹𝐶𝑆𝑃 )
Tabel 2.11Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisahan Arah (𝐹𝐶𝑆𝑃 )
Pemisah arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
𝑭𝑪𝑺𝑷 Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat-lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber:MKJI, 1997

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping jalan dengan bahu


dapat dilihat pada Tabel 2.12 faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan
samping (𝐹𝐶𝑆𝐹 )
Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping (𝐹𝐶𝑆𝐹 )
Tipe Jalan Kelas Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan
Hambtan Samping dan Lebar Bahu (𝐹𝐶𝑆𝐹 )
Samping Lebar Bahu Efektif (Ws)
≤0,5 1,0 1,5 ≥2,0
4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 U atau VL 0,94 0,96 0,99 1,01
Jalan satu- L 0,92 0,94 0,97 1,00
arah M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber:MKJI, 1997

22
Faktor penyesuaian ukuran kota didasarkan pada jumlah penduduk, faktor
penyesuaian ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 2.13 faktor penyesuaian
kapsitas untuk ukuran kota ( 𝐹𝐶𝑐𝑠 )
Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapsitas untuk Ukuran Kota ( 𝐹𝐶𝑐𝑠 )
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
<0,1 0,86
0,1-0,5 0,90
0,5-1,0 0,94
1,0-3,0 1,00
>3,0 1,04
Sumber:MKJI, 1997

2.10 Derajat Kejenuhan


Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap
kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkkan apakah segmen jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak, DS dihitung dengan rumus seperti
berikut:
𝑄
𝐷𝑆 = 𝐶 ............................................................................................................... (2.4)

Dimana:
𝐷𝑆 = Derajat kejenuhan
𝑄 = Arus total (smp/jam)
𝐶 = Kapasitas (smp/jam)
Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas
dinyatakan dalam smp/jam. DS digunakan untuk analisa perilaku lalu-lintas
berupa kecepatan, sebagaimana dijelaskan dalam prosedur perhitungan.

2.11 Kecepatan Waktu Tempuh


Manual menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja
segmen jalan, karena mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan
yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan
tempuh didefinisikan dalam manual ini sebagai kecepatan rata-rata ruang dari

23
kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝐿
𝑉 = 𝑇𝑇 ......................................................................................................... (2.5)

Dimana:
V = Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)
L = Panjang segmen (km)
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

2.12 Program KAJI


Perangkat lunak KAJI menerapkan metoda perhitungan yang
dikembangkan dalam MKJI. Tujuannya adalah menganalisis kapasitas dan
perbedaan kinerja dari fasilitas lalulintas jalan (misalnya: ruas jalan, simpang dll)
pada geometri dan arus lalu-lintas yang ada. . Kelebihan perangkat lunak KAJI
yaitu agar lebih cepat dalam menghitung kapasitas ruas jalan. Seperti pada
Gambar 2.1

Gambar 2.1 Perangkat Lunak KAJI (Hasil Pengolahan, 2017)

2.13 Penelitan Terdahulu


Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan dengan tujuan
tertentu, dengan adanya penelitian yang ada dapat mendukung dan menjadi
rujukan kajian dalam penyelesaian proyek akhir ini yaitu sebagai berikut:
1. Proyek Akhir yang berjudul Analisa Tingkat Kelayakan Jalan Yos Sudarso
menuju Pelabuhan Ketapang Banyuwangi oleh Arfi Yulian didapat bahwa

24
hasil analisa Jalan Yos Sudarso menuju Pelabuhan Ketapang Banyuwangi
masuk kedalam kategori tingkat pelayanan B yaitu awal dari Kondisi arus
stabil, Kecepatan lalu lintas sekitar 90 km/jam, Volume lalu lintas 1000
smp/lajur dan V/C ratio antara 0,21-0,44 sehingga masih belum perlu
adanya pelebaran jalan Yos Sudarso menuju Pelabuhan Ketapang
Banyuwangi.
2. Jurnal yang berjudul Analisis Tingkat Pelayanan Jalan studi kasus Jalan
Medan-Banda Aceh km 254 sd km 256 oleh Lis Ayu Widari dkk didapat
bahwa Jalan Raya Medan-Banda Aceh adalah jalan raya lintas sumatera
yang berupa jalan dua lajur dua arah tak terbagi (2/2 UD) yang
menghubungkan antar kota baik dalam provinsi dan diluar provinsi.
Peningkatan volume lalu lintas harus di imbangi dengan peningkatan
tingkat pelayanan jalan. Hasil volume lalu lintas harian rata-rata yang
didapatkan selama 3 hari, untuk hari minggu 1240 smp/jam hari senin
1048 smp/jam dan hari jum’at 1168 smp/jam. Volume puncak selama 3
hari terjadi pada sore hari pada pukul 17.00-18.00 WIB. Sebagian besar
jenis kendaraan yang mendominasi pada Jalan Medan-Banda Aceh km
254+800 s.d 256+700 adalah kendaraan ringan (LV) dan sepeda motor
(MC) yaitu volume totalnya 14206 smp/hari dan 13068,3 smp/hari
sedangkan volume total kendaraan berat (HV) adalah 3844,4 smp/hari.
Kecepatan rata-rata kendaraan setempat pada sore hari lebih lambat dari
pagi hari karena volume lalu lintas puncak terjadi pada sore hari. Total
kecepatan rata-rata hari minggu dan senin yaitu 44,19 km/jam dan 42,19
km/jam lebih besar dari kecepatan arus bebas menurut MKJI yaitu 40,49
km/jam yang berarti dalam segi ini masih dalam kategori aman. Kapasitas
jalan sebesar 2802,38 smp/jam. Derajat kejenuhan yang diperoleh yaitu
0,36<0,75 masih berada dalam level aman (MKJI 1997) serta
menunjukkan juga bahwa tingkat pelayanan jalan (Level of Service/LOS)
yang diperoleh dalam kategori kelas B yaitu arus lalu lintas masih stabil
tapi kecepatan mulai terbatas.
3. Jurnal yang berjudul Analisa Kapasitas dan Tingkat Pelayanan pada
Ruas Jalan Wolter Monginsidi Kota Manado oleh Ardi Palin dari hasil

25
pengolahan data survei didapatkan nilai kapasitas pada ruas jalan ini yaitu
sebesar 2934.36 smp/jam dan tingkat pelayan pada LOS E yang artinya
bahwa volume lalulintas pada ruas Jalan Wolter Monginsidi Kota Manado
saat ini mendekati atau berada pada kapasitas arus tidak stabil, kecepatan
kendaraan terkadang terhenti.
4. Jurnal proyek akhir yang berjudul Analisis Tingkat Pelayanan Jalan pada
Ruas Jalan Utama Kota Pangkalpinang oleh Ormaz Firdaus didapat bahwa
berdasarkan hasil analisa kinerja lalu lintas yang ada pada Ruas Jalan
Utama Kota Pangkalpinang menyatakan bahwa kondisi existing lalu lintas
Kota Pangkalpinang pada jam sibuk untuk beberapa ruas jalan utama
menunjukkan kondisi lalu lintas yang cukup baik, yaitu dengan nilai V/C
tertinggi sebesar 0,59 pada jalan Basuki Rahmat. Hal ini menunjukkan
bahwa volume lalu lintas saat ini belum mengalami permasalahan
transportasi. Manajemen lalu lintas merupakan solusi untuk mengatasi
permasalahan transportasi jaringan jalan Kota Pangkalpinang saat ini.
5. Jurnal yang berjudul Evaluasi Tingkat Pelayanan Jalan Jendral Sudirman
Kabupaten Sukoharjo didapat bahwa Analisa tingkat pelayanan jalan
dengan menggunakan metode yang terdapat dalam MKJI 1997 untuk
daerah perkotaan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan
adanya peningkatan jalan terjadi perubahan tingkat level of service (LOS)
dari level C menjadi level B. Sedangkan kapasitas (capacity) jalan
mengalami peningkatan dari 2660,61smp/jam menjadi 4666,54 smp/jam
tanpa median dan 5045,19 smp/jam. Kecepatan arus bebas dari 37,05
km/jam menjadi 42,29 km/jam tanpa median dan 45,46 km/jam untuk
jalan dengan adanya median.
6. Jurnal yang berjudul Analisis Tingkat Pelayanan Ruas Jalan dikawasan
kampus Universitas Negeri Gorontalo oleh Yulianti Kadir dan Yufianto
Pis didapat bahwa Berdasarkan analisis diperoleh tingkat pelayanan Jalan
Jenderal Sudirman berada pada level B dengan nilai derajat kejenuhan
(DS) sebesar 0.66 . Jalan Dewi Sartika dengan tingkat pelayanan berada
pada level C dengan DS sebesar 0,63 dan Jalan Pangeran Hidayat 1
memiliki DS 0.67 dengan tingkat pelayanan berada pada level B.

26
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari Simpang Empat Pos Polisi
Rogojampi sampai Bandar Udara Blimbingsari ( Jl. Pancoran Mas, Jl. KH Hasyim
Asyari, Jl. Agung Wilis dan Jalan Pantai Blimbingsari) panjang kurang lebih 5
km. Survei volume lalu lintas dibagi dalam tiga titik, titik pertama Jl.KH Hasyim
Asyari dengan lebar jalan 5 m, titik kedua Jl. Agung Wilis dengan lebar 6m dan
titik ketiga Jl. Pantai Blimbingsari dengan lebar jalan 6 m. Lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 3.1

Ke Banyuwangi
1
Jl. Pancoran mas
2
Jl. KH Hasyim Asyari
Ke Karangbendo
A
4 5 8 9 10
Ke Jember
0
6
B 7 c
Ke Krajan Watukebo

Gambar 3.1 Lokasi penelitian


(Maps.Google.com, 2017)

Keterangan Gambar 3.1 dapat dilihat sebagai berikut:


1. Pos Polisi Rogojampi
2. BNI KCP Rogojampi
3. Rina Fried Chicken
4. Pangkalan Ojek
5. Pusat Kesehatan Hewan Rogojampi
6. SDN 1 Watukebo

27
7. Warung Pojok Bungalow
8. Masjid Jami Blimbingsari
9. Bandar Udara Blimbingsari
10. Pilot School Banyuwangi
Berikut uraian titik lokasi survei volume lalulintas:
a. Titik pertama penelitian
Titik pertama penelitian ditunjukkan oleh abjad A dalam Gambar 3.2
berlokasi pada Jl. KH Hasyim Asyari dengan lebar jalur 5 m dan panjang ±1.3
km dari Jalan Raya Rogojampi sampai Jl. Agung Wilis, seperti terlihat pada
Gambar 3.2 dengan garis berwarna merah, titik survei diwakili oleh abjad A.
Merupakan jalur alternatif kendaraan dari arah Banyuwangi sehingga semua
kendaraan beroda empat melewati jalan tersebut.

Gambar 3.2 Titik Pertama Lokasi Penelitian


(Hasil Pengolahan, 2017)

b. Titik kedua penelitian


Titik kedua penelitian ditunjukkan oleh abjad B dalam Gambar 3.3
berlokasi pada Jl. Agung Wilis dengan lebar jalur 6 m dan panjang ±2.3 km
dari Jl. KH Hasyim Asyari sampai Jl. Pantai Blimbingsari seperti terlihat pada
Gambar 3.3 dengan garis berwarna biru, titik survei diwakili oleh abjad B.
Hal ini perlu dilakukan penelitian karena adanya persimpangan dan lebar jalur
yang berbeda, sehingga mempengaruhi volume lalu lintas.

28
Gambar 3.3 Titik Kedua Lokasi Penelitian
(Hasil Pengolahan, 2017)

c. Titik ketiga ditunjukkan abjad C


Titik ketiga penelitian ditunjukkan oleh abjad C dalam Gambar 3.4
berlokasi pada Jl. Pantai Blimbingsari dengan lebar jalur 6 m dan panjang ±1.6
km dari Jl. Agung Wilis sampai depan Bandar Udara Blimbingsari, seperti
terlihat pada Gambar 3.4 dengan garis berwarna ungu, titik survei diwakili
oleh abjad C. Hal ini perlu dilakukan penelitian karena adanya persimpangan
sehingga mempengaruhi volume lalu lintas.

Gambar 3.4 Titik Ketiga Lokasi Penelitian


(Hasil Pengolahan, 2017)

3.2 Flow Chart / Diagram Alir Pelaksanaan Proyek Akhir


Secara umum penelitian Tingkat Pelayanan Jalan menuju Bandar Udara
Blimbingsari dilakukan melalui tahapan kerja seperti pada diagram alir berikut:

29
Mulai

Studi Literatur

Survei Pengumpulan Data

Data Primer dengan Metode Survei:

1. Geometrik Jalan
2. Volume Lalu Lintas
3. Kecepatan Waktu Tempuh
Data Sekunder:

a. Data Jumlah Penduduk di


Blimbingsari
b. Peta Lokasi Penelitian
c. Jadwal Penerbangan dan
Jumlah Penumpang Selama
Survei.
d. Fungsi Jalan dan Status Jalan

Analisis Tingkat Kelayakan Jalan

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.5 Flow Chart / Bagan Alir Penyusunan Proyek Akhir (Hasil
Analisis, 2017)

Dalam menganalisis Tingkat Kelayakan Jalan pada jalan menuju Bandar


Udara Blimbingsari dilakukan sesuai langkah-langkah pengerjaan sebagai berikut:

30
1. Studi Literatur
Studi literatur meliputi pengumpulan data-data yang berkaitan
dengan proses pekerjaan perhitungan optimasi pada balok yang meliputi
refrensi baik dari buku, karya tulis ilmiah, paper, laporan penelitian,
modul pembelajaran, artikel, makalah dan peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan Tingkat Pelayanan Jalan. Dalam studi literatur dapat
mencakup semua yang berkaitan dengan judul atau tema yang diambil
pada proyek akhir yang nantinya dijadikan sumber kajian atau teori untuk
dapat menyelesaikan proyek akhir.
2. Suvei Pengumpulan Data
Survei pengumpulan data yaitu survei langsung ke jalan menuju
Bandar Udara Blimbingsari (data primer) yaitu survei geometrik jalan,
survei volume lalu lintas dan survei kecepatan waktu tempuh.
a. Survei Geometrik
Survei geometrik merupakan survei langsung dilokasi
penelitian, yaitu dengan cara pengukuran lebar jalan seperti pada
Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Survei Geometrik Jalan (Hasil Survei, 2017)

31
b. Survei Volume Lalu Lintas
Studi volume lalu lintas dibuat untuk memperoleh data
yang akurat mengenai jumlah pergerakan kendaraan dan atau
pejalan kaki didalam atau melalui suatu daerah atau pada titik-titik
yang dipilih pada daerah tersebut melalui sistem jalan raya
(Alamsyah, 2008).
Survei volume lalu lintas dilakukan dengan cara
menghitung langsung jumlah kendaraan yang melewati titik
pengamatan dengan mencatat pada formulir survei yang telah
tersedia. Survei dilakukan oleh dua surveyor pada titik pengamatan
untuk setiap arah lalu lintas, setiap surveyor akan menghitung tiap
jenis kendaraan berdasarkan klasifikasi kendaraan. Jenis kendaraan
yang diamati adalah sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV)
dan kendaraan berat (HV).
Jangka waktu pengamatan selama 3 hari, yaitu hari aktif,
sabtu dan minggu dengan waktu survei dibagi dalam tiga periode
yaitu:
1. Pagi, jam 06.00-08.00 WIB
2. Siang, jam 11.00-13.00 WIB
3. Sore, jam 16.00-18.00 WIB
Interval waktunya 15 menit untuk mengetahui volume
terbesar dan menentukan jam puncak. Data lalu lintas diambil dua
arah lalu dijumlahkan untuk melihat total volume pada kedua arah
jalan.
c. Survei Kecepatan Waktu Tempuh
Manual menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran
utama kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan diukur,
dan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan
dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan dalam
manual ini sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan
(LV) sepanjang segmen jalan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐿
𝑉 = 𝑇𝑇 ....................................................................................... (3.1)

32
Dimana:
V = Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)
L = Panjang segmen (km)
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)
Adapun Data Sekunder meliputi:

a. Jumlah Penduduk
Untuk mengetahui jumlah penduduk yang berada di
Kecamatan Blimbingsari.
b. Peta Lokasi Penelitian
Peta lokasi penelitian diperoleh dari google maps 2017, hal
ini digunakan untuk mempermudah mengetahui lokasi yang
digunakan dalam penelitian ini.
c. Jadwal Penerbangan dan Jumlah Penumpang Selama Survei
Jadwal penerbangan dan jumlah penumpang selama survei
diperoleh dari kantor UPBU Kelas III Blimbingsari Banyuwangi,
data ini dapat mempengaruhi jumlah volume lalu lintas pada jalan
lokasi penelitian.
d. Fungsi Jalan dan Status Jalan
Fungsi jalan dan status jalan diperoleh dari Dinas
Perhubungan, data ini digunakan untuk menentukan Tingkat
Kelayakan Jalan.
3. Evaluasi Tingkat Kelayakan Jalan
Dari data sekunder dan data primer kemudian dapat menetukan
Tingkat Kelayakan Jalan ditinjau dari Tingkat Pelayanan Jalan dengan
urutan:
a. Volume lalu lintas
b. Kecepatan arus bebas
c. Kapasitas jalan berdasarkan MKJI dan KAJI
d. Derajat kejenuhan
e. Tingkat pelayanan jalan
f. Tingkat kelayakan jalan

33
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil dari penelitian ini yaitu mengetahui kapasitas jalan kemudian
dapat mengetahui Tingkat Kelayakan kemudian dapat ditarik
kesimpulannya.

3.3 Jadwal Kegiatan


Jadwal kegiatan Proyek Akhir ini diawali dengan melakukan studi
literlatur yang dilakukan pada bulan Juni sebelum melaksanakan pembuatan
proposal. Pembuatan Proposal Proyek Akhir dilaksanakan kurang lebih 1(satu)
bulan. Setelah melaksanakan seminar Proposal Proyek Akhir untuk melanjutkan
langkah selanjutnya adalah melakukan suvei pengambilan data lalu melakukan
perhitungan analisa Tingkat Kelayakan Jalan pada jalan menuju Bandar Udara
Blimbingsari. Dari hasil dan pembahasan di dapat kesimpulan dan saran.
Selanjutnya dilaksanakan seminar dan sidang Proyek Akhir.

34
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Proyek Akhir
Nama Kegiatan Juni Juli Agustus Sepetember Oktober November
Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Litelatur
Pembuatan Proposal
Libur Hari Raya
Seminar Proposal
Revisi Proposal
Survei LHR
35

Pengolahan Data
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Pembuatan Laporan
Seminar Proyek Akhir
Sidang Proyek Akhir
Revisi Laporan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2017

Keterangan

: Waktu pelaksanaan Proyek Akhir

20

Anda mungkin juga menyukai