Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada
semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem
muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya
beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai
usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis.
Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia
manusia.
Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan penyakit
autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya multifaktor. Penyakit ini
ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi tendon, tetapi paling sering di tangan. Selain
menyerang sendi tangan, dapat pula menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut.
Artritis kronik yang terjadi pada anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan
artitis reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa nodul
subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di ekstremitas atas dan
tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan manisfestasi ekstraartikuler. Bila
penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya
dinamakan reumatoid ektraarikuler.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan
golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun
semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang
rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari kesepakatan,
dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa
kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan
otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982).
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau
sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak dari reumatoid artritis terjadi pada umur
dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki.
Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ). Untuk itu akan dibahas
lebih lanjut pada makalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar reumatoid artritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan
reumatoid artritis ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian reumatoid artritis.
2. Untuk mengetahui etiologi reumatoid artritis.
3. Untuk mengetahui manisfestasi klinis reumatoid artritis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi reumatoid artritis.
5. Untuk mengetahui komplikasi reumatoid artritis.
6. Untuk mengetahui prognosis reumatoid artritis.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang reumatoid artritis.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan/pengobatan reumatoid artritis.
9. Untuk menjabarkan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Reumatoid Artritis
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan
rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit
ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai
oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif,
walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada
sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada
tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.
(Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan
degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan
pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak
berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan
kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi ditandai oleh
akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan
jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertropi dan menebal
sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon
inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang
disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan
pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan
menimbulkan nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :

3
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.2 Etiologi Reumatoid Artritis


Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal
mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum dapat dipastikan
mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor termasuk
kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara
lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer S, 1996), dan
lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada
interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann, 1998: Blab et al,
1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen – antibodi), factor
metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

2.3 Patologi Reumatoid Artritis


1) Kelainan pada sinovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada tahap awal
terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia disertai dngan
infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi pembentukan vilus berkembang
ke arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh
jaringan fibroblas membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.
2) Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat
menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.

4
3) Kelainan pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a. Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,
bengkak dan kekakuan.
b. Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas
dan gangguan fungsi secara menetap.
4) Kelainan pada jaringan ekstra artikular.
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :
a. Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan adanya degenerasi
serabut otot.
b. Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik.
Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c. Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan
dikelilingi oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier dengan jaringan
ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan
pada 25% dari seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran ektra-artikuler yang khas
adalah ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan
ditemukan pada 25% dari klien artritis reumatoid.
Gambar 3.2.3
d. Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi, hiperplasia
folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan proliferasi jaringan ikat
yang mengakibatkan splenomegali.
e. Saraf

5
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis fokal, rekasi
epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi gangguan
sensoris.
f. Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti jantung
dimana adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan gangguan pada
katub jantung. (Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskletal, 2006).

2.4 Manisfestasi Klinis Reumatoid Artritis


Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis rheumatoid.
Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut,
sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat
bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis
reumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987, adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di
sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft
tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada
sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat
14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,
pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak bersifat
simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen
tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkkan adanya erosi

6
atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan
dengan sendi.

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7


kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. (Mansjoer,
2001).

2.5 Patofisologi Reumatoid Artritis

2.6 Komplikasi Reumatoid Artritis


1. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMRAD)
yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
2. Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan
trombosis dan infark.
3. Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru,
mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat terjadi
apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
4. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan stres
keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
5. Osteoporosis.
6. Nekrosis sendi panggul.
7. Deformitaas sendi.
8. Kontraktur jaringan lunak.
9. Sindrom Sjogren
(Bilotta, 2011).

7
2.7 Pemeriksaan Penunjang Reumatoid Artritis
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong
bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium
terdapat:
1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama
bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis
hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan
sarkoidosis.
2. Protein C-reaktif biasanya positif.
3. LED meningkat.
4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
6. Trombosit meningkat.
7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya
terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi
penyempitan ruang sendi dan erosi. (Mansjoer, 2001).

2.8 Penatalaksanaan/Pengobatan Reumatoid Artritis


Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi
inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan
mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi
nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian
corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi
untuk menghambat proses autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk
mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang
tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun

8
istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot
dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan
otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang
disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri untuk
menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol,
ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur,
bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat
dipersendian.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam darah
sehingga tidak tertimbun di sendi.
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan
status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syarat–syarat
diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral,
cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan
yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65
– 75% dari kebutuhan energi total.
8. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir.
Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau
total join replacement untuk mengganti sendi.
(NANDA, 2013).

9
2.9 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Reumatoid Artritis
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
 Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan
stress pada sendi; kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral
dan simetris. Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas
istirahat, dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
 Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit;
kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
b. Kardiovaskuler
 Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misal pucat intermitten, sianotik,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
c. Integritas Ego
 Gejala : Faktor-faktor stress akut/kronis, misal finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan sosial. Keputusasaan dan ketidak
berdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri misal
ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.
d. Makanan/Cairan
 Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi makan/cairan
adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
 Tanda : Penurunan berat badan, dan membran mukosa kering.
e. Hiegiene
 Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi
secara mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
f. Neurosensori
 Gejala : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.
 Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/kenyamanan
 Gejala : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan
lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
h. Keamanan

10
 Gejala : Kulit mengilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki,
kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan
menetap, kekeringan pada mata, dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
 Gejala : Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran,
isolasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada yang dapat ditemukan pada klien rumatoid arthritis
(Doengoes, 2000) adalah sebagai berikut :
1) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses
inflamasi, destruksi sendi.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3) Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau
ketidakseimbangan mobilitas.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
5) Risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses
penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
6) Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

Sementara Carpenito (1995) merupakan diagnosis keperawtan pada klien reumatoid


artritis, adalah sebagai berikut :
1) Kelemahan berhubungan dengan penurunan mobilitas.
2) Risiko tinggi kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan pengaruh obat dan
sndrom Sjogren.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, fibrositis.
4) Risiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan kelemahan dan kesulitan ambulasi.
5) Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi,
dan kurang adekuat lubrikasi.

11
6) Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan/ketidakmampuan klien.
7) Ketidakberdayaan berhubungan dengan perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.

3. Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien artritis reumatoid di bawah ini, disusun berdasarkan
diagnosis keperawatan , tindakan keperawatan, dan rasionalasis ( Doenges, 2000).

1) Diagnosis keperawatan : Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat


akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan : Nyeri berkurang, hilang atau teradaptasi.
sil :
- klien melaporkan penurunan nyeri.
- menunjukkan perilaku yang lebih relaks.
- memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan.
- Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
No INTERVENSI RASIONAL
1. Mandiri
Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, Membantu dalam menentukan
serta catat lokasi dan intensitas, kebutuhan manajemen nyeri dan
faktor - faktor yang mempercepat, efektivitas program.
dan respons rasa sakit nonverbal.
2. Berikan matras/kasur keras, bantal Matras yang empuk/lembut, bantal
kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai yang besar akan menjaga
kebutuhan. pemeliharaan kesejajaran tubuh yang
tepat, menempatkan stres pada sendi
yang sakit. Peninggian tempat tidur
menurunkan tekanan pada sendi
yang nyeri.
3. Biarkan klien mengambil posisi Pada penyakit yang berat/
yang nyaman waktu tidur atau eksaserbasi, tirah baring mungkin
duduk di kursi. Tingkatkan istirahat diperlukan untuk membatasi
di tempat tidur sesuai indikasi. nyeri/cedera.

12
4. Tempatkan/ pantau penggunaan Mengistirahatkan sendi-sendi yang
bantal, karung pasir, gulungan sakit dan mempertahankan posisi
trokanter , bebat atau brace. netral. Penggunaan brace dapat
menurunkan nyeri /kerusakan pada
sendi. Imobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan hilang mobilitas
/fungsi sendi.
5. Anjurkan klien untuk sering Mencegah terjadinya kelelahan
merubah posisi. Bantu klien untuk umum dan kekakuan sendi.
bergerak di tempat tidur, sokong Menstabilkan sendi, mengurangi
sendi yang sakit di atas dan di gerakan/rasa sakit pada sendi.
bawah, serta hindari gerakan yang
menyentak.
6. Anjurkan klien untuk mandi air Meningkatkan relaksasi otot dan
hangat. Sediakan waslap hangat mobilitas, menurunkan rasa sakit,
untuk kompres sendi yang sakit. dan menghilangkan kekakuan pada
Pantau suhu air kompres, air mandi, pagi hari. Sensitivitas pada panas
dan sebagainya. dapat dihilangkan dan luka dermal
dapat disembuhkan.
7. Berikan masase yang lembut. Meningkatkan relaksasi/ mengurangi
tegangan otot.
8. Dorong penggunaan teknik Meningkatkan relaksasi, memberikan
manajemen stres, misal relaksasi rasa kontrol nyeri, dan dapat
progresif, sentuhan terapeutik, meningkatkan kemampuan koping.
biofeedback, visualisasi, pedoman
imajinasi, hipnosis diri, dan
pengendalian napas.
9. Libatkan dalam aktivitas hiburan Memfokuskan kembali perhatian,
sesuai dengan jadwal aktivitas klien. memberikan stimulasi, dan
meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan sehat.
10. Beri obat sebelum dilakukan Meningkatkan relaksasi, mengurangi
aktivitas/ latihan yang direncanakan tegangan otot/ spasme, memudahkan

13
sesuai petunjuk. untuk ikut serta dalam terapi.
11. Kolaborasi
Berikan obat sesuai petunjuk:
 Asetilsalisilat (Aspirin).  Bekerja sebagai antiinflmasi dan
efek analgesik ringan dalam
mengurangi kekakuan dan
meningkatkan mobilitas. ASA harus
dipakai secara reguler untuk
mendukung kadar dalam darah
terapeutik. Riset mengindikasikan
bahwa ASA memiliki indeks
toksisitas yang paling rendah dari
NSAID lain yang diresepkan.

 NSAID lainnya, misal ibuprofen Dapat digunakan bila klien tidak


(motrin), naproksen, sulindak, memberikan respons pada aspirin
piroksikam (feldence), fenoprofen. atau untuk meningkatkan efek dari
aspirin.
 D-penisilamin (cuprimine).
 Dapat mengontrol efek-efek
sistemik dari RA jika terapi lainnya
tidak berhasil. Efek samping yang
lebih berat misalnya
trombositopenia, leukopenia, anemia
aplastik membutuhkan pemantauan
yang ketat. Obat harus diberikan di
antara waktu makan, karena absorpsi
obat menjadi tidak seimbang akibat
makanan dan produk antasida dan
besi.

 Antasida.  Diberikan bersamaan dengan


NSAID untuk meminimalkan

14
iritasi/ketidaknymanan lambung.

 Produk kodein.  Meskipun narkotika umumnya


adalah kontraindikasi, namun karena
sifat kronis dari penyakit, pengguna
jangka pendek mungkin diperlukan
selama periode eksaserbasi akut
untuk mengontrol nyeri yang berat.
12. Bantu klien dengan terapi fisik, Memberikan dukungan hangat/ panas
misal sarung tangan parafin, bak untuk sendi yang sakit.
mandi dengan kolam bergelombang.
13. Berikan kompres dingin jika Rasa dingin dapat menghilangkan
dibutuhkan. nyeri dan bengkak pada periode akut.
14. Pertahankan unit TENS jika Rangsang elektrik tingkat rendah
digunakan. yang konstan dapat menghambat
transmisi sensasi nyeri.
15. Siapkan intervensi pembedahan, Pengangkatan sinovium yang
misal sinovektomi meradang dapat mengurangi nyeri
dan membatasi progresi dari
perubahan degeneratif.

2) Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas


skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria Hasil :
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan.
- Tidak terjadi kontraktur sendi.
- Bertambahnya kekukatan otot.
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas, mempertahankan
koordinasi mobilitas sesuai tingkat optimal.

No INTERVENSI RASIONAL

15
1. Mandiri
Evaluasi/ lanjutan pemantauan Tingkat aktivitas/ latihan tergantung
tingkat inflamasi/ rasa sakit pada dari perkembangan resolusi proses
sendi. inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring/ Istirahat sistemik dianjurkan selama
duduk jika diperlukan. Buat jadwal eksaserbasi akut dan seluruh fase
aktivitas yang sesuai dengan penyakit yang penting, untuk
toleransi untuk memberikan periode mencegah kelelahan, dan
istirahat yang terus-menerus dan mempertahankan kekuatan.
tidur malam hari yang tidak
terganggu.
3. Bantu klien latihan rentang gerak Mempertahankan/ meningkatkan
pasif/ aktif, demikian juga latihan fungsi sendi, kekuatan otot, dan
resistif dan isometrik jika stamina umum. Latihan yang tidak
memungkinkan. adekuat dapat menimbulkan
kekakuan sendi, karenanya aktivitas
yang berlebihan dapat merusak
sendi.
4. Ubah posisi klien setiap dua jam Menghilangkan tekanan pada
dengan bantuan personel yang jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
cukup. Demonstrasikan/ bantu Mempermudah perawatan diri dan
teknik pemindahan dan penggunaan kemandirian klien. Teknik
bantuan mobilitas. pemindahan yang tepat dapat
mencegah robekan abrasi kulit.
5. Posisikan sendi yang sakit dengan Meningkatkan stabilitas jaringan
bantal, kantung pasir, gulung (mengurangi risiko cedera) dan
trokanter, bebat, dan brace. mempertahankan posisi sendi yang
diperlukandan dan kesejajaran tubuh
serta dapat mengurangi kontraktur.
6. Gunakan bantal kecil/ tipis di bawah Mencegah fleksi leher.
leher.
7. Dorong klien mempertahankan Memaksimalkan fungsi sendi,
postur tegak dan duduk, berdiri , mempertahankan mobilitas.

16
berjalan.
8. Berikan lingkungan yang aman, Menghindari cedera akibat
misal menaikkan kursi/ kloset, kecelakaan/ jatuh.
menggunakan pegangan tangga pada
bak/ pancuran dan toilet,
penggunaan alat bantu mobilitas/
kursi roda.
9. Kolaborasi
Konsultasi dengan ahli terapi fisik/ Berguna dalam memformulasikan
okupasi dan spesialis vokasional. program latihan/ aktivitas yang
berdasarkan pada kebutuhan
individual dan dalam
mengidentifikasi alat/ bantuan
mobilitas.
10. Berikan matras busa/pengubah Menurunkan tekanan pada jaringan
tekanan. yang mudah pecah untuk
mengurangi risiko imobilitas/terjadi
dekubitus.
11. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Obat-obatan :
 Agen antireumatik, misal garam Krisoterapi (garam emas ) dapat
emas, natrium tiomaleat. menghasilkan remisi dramatis/terus-
menerus tetapi dapat mengakibatkan
inflamasi rebound bila terjadi
penghentian atau dapat terjadi efek
samping serius, misal krisis nitrotoid
seperti pusing, penglihatan kabur,
kemerahan tubuh, dan berkembang
menjadi syok anafilaktrik.

 Mungkin dibutuhkan untuk


menekan inflamasi sistemik akut.
 Steroid .

17
12. Siapkan intervensi bedah: Intervensi bedah:
 Artroplasti.  Perbaikan pada kelemahan
periartikuler dan subluksasi dapat
meningkatkan stabilitas sendi.

 Perbaikan berkenaan dengan defek


 Prosedur pelepasan tunnel, jaringan penyambung, meningkatkan
perbaikan tendon, ganglionektomi. fungsi, dan mobilitas.

 Pergantian mungkin diperlukan


 Implan sendi. untuk memperbaiki fungsi optimal
dan mobilitas.

3) Diagnosa Keperawatan : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran


berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
Tujuan : Klien mampu mengimplementasikan pola koping yang baru dan
mengungkapkan serta menunjukkan terhadap penampilan.
Kriteria Hasil :

18
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi
penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
- Klien menerima perunbahan citra tubuh.
- Klien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan dalam pengambilan keputusan
tentang perawatan.

No INTERVENSI RASIONAL
1. Mandiri
Dorong klien mengungkapkan Memberikan kesempatan untuk
perasaannya mengenai proses mengidentifikasi rasa
penyakit dan harapan masa depan. takut/kesalahan konsep dan mampu
menghadapi masalah secara
langsung.

2. Diskusikan arti dari kehilangan/ Mengidentifikasi bagaimana


perubahan pada klien/ orang penyakit memengaruhi persepsi diri
terdekat. Pastikan bagaimana dan interaksi dengan orang lain akan
pendangan pribadi klien dalam menentukan kebutuhan terhadap
berfungsi dalam gaya hidup sehari- intervensi/konseling lebih lanjut.
hari, termasuk aspek-aspek seksual.
3. Diskusikan persepsi klien menganai Isyarat verbal/nonverbal orang
bagaimana orang terdekat menerima terdekat dapat memengaruhi
keterbatasan klien. bagaimana klien memandang dirinya
sendiri.
4. Akui dan terima perasaan berduka, Nyeri konstan akan melelahkan,
bermusuhan, serta ketergantungan. perasaan marah, dan bermusuhan
umum terjadi.
5. Observasi perilaku klien terhadap Dapat menunjukkan emosional atau
kemungkinan menarik diri, metode koping maladaftif,
menyangkal atau terlalu membutuhkan intervensi lebih
memperhatikan perubahan tubuh. lanjut/dukungan psikologis.

19
6. Susun batasan pada perilaku Membantu klien untuk
maladaftif. Bantu klien untuk mempertahankan control diri, yang
mengidentifikasi perilaku positif dapat meningkatkan perasaan harga
yang dapat membantu mekanisme diri.
koping yang adaftif
7. Ikut sertakan klien dalam Meningkatkan perasaan
merencanakan perawatan dan kompetensi/harga diri, mendorong
membuat jadwal aktifitas. kemandirian, dan mendorong
partisipasi dalam terapi.
8. Bantu kebutuhan perawatan yang Mempertahankan penampilan yang
diperlukan klien dapat meningkatkan citra diri.
9. Berikan respons/pujian positif bila Memungkinkan klien untuk merasa
perlu. senang terhadap dirinya sendiri.
Menguatkan perilaku positif, dan
meningkatkan rasa percaya diri.
10. Kolaborasi
Rujuk pada konselig psikiatri, missal Klien/orang terdekat mungkin
perawat spesialis psikiatri, membutuhkan dukungan selama
psikologi/psikolog, pekerja social. berhadapan dengan proses jangka
panjang/ketidakmampuan.
11. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, Mungkin dibutuhkan pada saat
missal antiansietas dan obat-obatan munculnya depresi hebat sampai
peningkat alam perasaan. klien mampu mengembangkan
kemampuan koping yang lebih
efektif.

4. Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan


muskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sesuai kemampuannya.
Kriteria Hasil :
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan
individual.

20
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri.
- Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan
perawatan diri.

No. INTERVENSI RASIONAL


1. Mandiri
Diskusikan dengan klien tingkat Klien mungkin dapat melanjutkan
fungsional umum sebelum aktivitas umum dengan melakukan
timbulnya/eksaserbasi penyakit dan adaptasi yang diperlukan pada
resiko perubahan yang diantisipasi. keterbatasan saat ini.
2. Pertahankan mobilitas, control Mendukung kemandirian
terhadap nyeri, dan program latihan. fisik/emosional klien.
3. Kaji hambatan klien dalam Menyiapkan klien untuk
partisipasi perawatan diri. meningkatkan kemandirian, yang
Identifikasi/buat rencana untuk akan meningkatkan harga diri.
modifikasi lingkungan.
4. Kolaborasi
Konsultasi dengan ahli terapi Berguna dalam menentukan alat
okupasi. bantu untuk memenuhi kebutuhan
individual, missal memasang
kancing, menggunakan alat bantu,
emmakai sepatu, atau
menggantungkan pgangan untuk
mandi pancuran.
5. Mengatur evaluasi kesehatan di Mengidentifikasi masalah-masalah
rumah sebelum dan setelah yang mungkin dihadapi karena
pemulangan. tingkat ketidakmampuan actual.
Memberikan lebih banyak
keberhasilan usaha tim dengan
orang lan yang ikut serta dalam
perawatan, missal tim terapi
okupasi.

21
6. Membuat jadwal konsul dengan Klien mungkin membutuhkan
lembaga lainnya, missal pelayanan berbagai bantuan tambahan utnuk
perawatan di rumah, ahli nutrisi. partisipasi situasi di rumah.

5. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah


berhubungan dengan proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak
adekuat.

No. INTERVENSI RASIONAL


1. Mandiri
Kaji tingkat fingsional fisik klien. Menidentifikasi tungkat
bantuan/dukungan yang diperlukan
klien.
2. Evaluasi lingkungan sekitar untuk Menentukan kemungkinan susunan
mengkaji kemampuan klien dalam yang ada/perubahan susunan rumah
melakukan perawatan diri sendiri. untuk memenuhi kebutuhan klien

3. Tentukan sumber-sumber financial Menjamin bahwa kebutuhan klien


untuk memenuhi kebutuhan situasi akan dipenuhi secara terus-menerus.
individual. Identifikasi system
pendukung yang tersedia untuk
klien, misalnya membagi perbaikan/
tugas-tugas rumah tangga antara
anggota keluarga atau pelayanan.
4. Identifikasi peralatan yang Memberikan kesempatan untuk
diperlukan untuk mendukung mendapatkan peralatan sebelum
aktifitas klien, missal peninggian pulang untuk menunjang aktivitas
dudukan toilet, kursi roda. klien di rumah.
5. Kolaborasi
Koordinasikan evaluasi di rumah Bermanfaat untuk mengidentifkasi
dengan ahli terapi okupasi. peralatan, cara-cara untuk
mengubah berbagai tugas dalam
mempertahankan kemandirian.

22
6 Identifikasi sumber-sumber Memberikan kemudahan berpindah
komunitas, missal pelayanan pada/mendukung kontinuitas dalam
pembantu rumah tangga, pelayanan situasi di rumah.
social (bila ada)

6. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar mengenai penyakit,


prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemanjanan/mengingat, kesalahan
interprestasi informasi.
Tujuan : Klien mampu memahami/menjelaskan mengenai penyakit,
prognosis dan perawatannya.
Kriteria Hasil :
- konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

No. INTERVENSI RASIONAL


1. Mandiri
Tinjau proses penyakit, prognosis, Memberikan pengetahuan di mana
dan harapan masa depan. klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi yang
disampaikan.
2. Diskusikan kebiasaan klien dalam Tujuan control penyakit adalh untuk
penatalaksanaan proses sakit melalui menekan inflamasi sendi/jaringan
diet, obat-obatan, serta program diet lain guna mempertahankan fungsi
seimbang, latihan, dan istirahat. sendi dan mencegah deformitas.
3. Bantu klien dalam merencanakan Memberikan striuktur dan
jadwal aktivitas yang realistis, megurangi ansietas pada waktu
periode istirahat, perawatan diri, menangani proses penyakit kronis
pemberian obat-obatan, terapi fisik, yang kompleks.
dan menajemen stress.
4. Tekankan pentingnya melanjutkan Keuntungan dari terapi obat-obatan
manajemen farmakoteraupeutik. tergantung ketepatan dosis.
5. Rekomendasikan penggunaan Preparat bersalut/dibufer di cerna
aspiran bersalut/dibuper enteric atau dengan makanan, meminimalkan
salisilat (anthorpan) atai kolin iritasi gaster, mengurangi resiko

23
magnesium trisalisilat (trilisate). perdarahan.
6. Anjurkan klien untuk mencerna Membatasi iritasi gaster.
obat-obatan dengan makanan, susu
atau antasida.
7. Identifikasi efek samping obat- Memperpanjang dan
obatan yang merugikan, missal memaksimalkan dosis aspirin dapat
tinnitus, intoleransi lambung, mengakibatkan takar lajak
perdarahan gastrointestinal, dann (overdosis).
ruam purpurik.
8. Tekankan pentingnya membaca Banyak produk mengandung
label produk dan mengurangi salisilat tersembunyi (missal obat
penggunaan obat yang dijual bebas diare) yang dapat meningkatkan
tanpa persetujuan dokter. resiko overdosis obat/efek samping
yang berbahaya
9. Tinjau pentingnya diet yang Meningkatkan perasaan sehat.
seimbang dengan makanan yang
banyak mengandung vitamin,
protein, dan zat besi.
10. Dorong klien yang obesitas untuk Penurunan berat badan akan
menurunkan berat badan dan mengurangi tekanan pada sendi.
berikan informasi penurunan berat
badan sesuai kebutuhan.

11. Berikan informasi menganai alat Mengurangi paksaan untuk


bantu, missal bermain barang- menggunakan sendi dan
barang yang bergerak, tongkat untuk memungkinkan individu untuk ikut
mengambil, piring-piring ringan, serta secara lebih nyaman dalam
tempat duduk toilet yang dapat aktivitas yang dibutuhkan
dinaikkan, palang palang keamanan.
12. Diskusikan teknik menghemat Mencegah kepenatan.
energy, kisal duduk lebih baik
daripada berdiri dalam menyiapkan
makanan dan mandi.

24
13. Dorong klien untuk menpertahankan Mekanika tubuh yang baik harus
posisi tubuh yang benar, baik saat menjadi bagian dari gaya hidup
istirahat maupun saat aktivitas, klien untuk mengurangi takanan
missal menjaga sendi tetap sendi dan nyeri.
meregang, tidak fleksi.
14. Tinjau perlunya inspeksi sering pada Mengurangi resiko iritsai/kerusakan
kulit dan lakukan perawatan kulut kulit.
lainnya di bawah bebat, gips, alat
penyokong. Tunjukkan pemberian
bantalan yang tepat.

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit
ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai
oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti sendi progesif,
walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada
sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada
tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.
(Muttaqin, 2006).
Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat
mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut.Tujuan utama dari program terapi
adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
dan/atau memeperbaiki deformitas.

26
DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

Muttaqin, arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Muttaqin, arif. 2006. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Jakarta: EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai