Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ilmu kedokteran Forensik merupakan salah satu disiplin ilmu yang


menerapkan ilmu kedokteran klinis sebagai upaya penengakan hukum dan keadilan.
Ilmu kedokteran forensik disebut juga ilmu kedokteran kehakiman, merupakan salah
satu mata ajaran wajib dalam rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana
peraturan perundangan mewajibkan setiap dokter baik dokter, dokter spesialis
kedokteran forensik, spesialis klinik untuk membantu melaksanakan pemeriksaan
kedokteran forensik bagi kepentingan peradilan bilamana diminta oleh polisi
penyidik. Dengan demikian, dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh,
kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran
Forensik yang dimilikinya amat diperlukan.

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan


membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.. Peran tersebut semakin
menonjol di Indonesia, sebagai negara yang memiliki tingkat kerawanan tinggi
terhadap terjadinya bencana, terutama bencana yang disebabkan oleh faktor alam,
seperti letusan gunung berapi, tsunami, gempa, dan bencana alam lainnya.

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal,
bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta
potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan
dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan
orangtuanya.

1
Identifikasi penting sekali dilakukan terhadap korban meninggal massal
karena merupakan perwujudan HAM dan penghormatan terhadap orang yang sudah
meninggal, serta untuk menentukan seseorang secara hukum apakah masih hidup atau
sudah meninggal. Selain itu juga berkaitan dengan masalah pemberian santunan,
warisan, asuransi, pensiun, maupun pengurusan pernikahan kembali bagi pasangan
yang ditinggalkan. Identifikasi tersebut dapat dilakukan secara visual, gigi-geligi,
pemeriksaan medis, antropomeri, sidik jari, dan DNA. Sidik jari, gigi-geligi dan DNA
merupakan ukuran identifikasi primer (primery identifiers), sedang visual,
antropomeri dan pemeriksaan medis merupakan ukuran identifikasi sekunder
(secondary identifiers).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah penentuan jenis kelamin dan ras secara umum (selain gigi)
dalam ilmu forensik?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui penentuan jenis kelamin dan ras secara umum (selain gigi)
dalam ilmu forensik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ilmu Kedokteran Forensik

Prof.Dr.Budi Sampurna,Sp.F (2009) mendefinisikan Ilmu Kedokteran


Forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan
ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan dan memecahkan
masalah-masalah di bidang hukum.

Ilmu kedokteran forensik merupakan ilmu yang mempelajari tentang


identifikasi korban/ barang bukti melalui data antemortem maupun postmortem yang
menunjang pelaksanaan penegakan hukum.

Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup


maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi
forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan
untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan. Peran ilmu
kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah
yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru
hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia
atau kerangka.

2.2 Tujuan Identifikasi

Adapun tujuan dari identifikasi forensik adalah:

a. Kebutuhan etis dan kemanusiaan.


b. Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis.
c. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif dan pemakaman.
d. Pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata.

3
e. Pembuktian klaim asuransi, pensiun dan lain-lain.
f. Upaya awal dalam suatu penyelidikan kriminal
2.3 Prinsip Identifikasi

a. S = Sex (jenis kelamin)


b. A = Age (umur)
c. R = Race (ras)
d. S = Stature (tinggi dan panjang tubuh)

2.4 Metode Identifikasi

a. Identifikasi primer

Merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibantu oleh
kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
 Pemeriksaan DNA
Tergantung pada karakteristik khusus dari sebuah insiden, pendekatan
prosedur identifikasi akan berbeda Dalam banyak kasus penyelidikan gigi atau
sidik jari akan cukup memadai. Dalam kasus lain dengan, dengan keadaan
yang sangat membusuk atau ada banyak potongan tubuh, analisis dan
perbandingan DNA mungkin metode terbaik untuk digunakan. Dalam
keadaan seperti itu, DNA mungkin menjadi sarana utama untuk mendapatkan
identifikasi yang dapat diandalkan. Keputusan apakah analisis DNA akan
dilakukan diambil oleh kepala Tim Identifikasi Korban dalam konsultasi
dengan laboratorium forensik yang tepat.
Teknik-teknik identifikasi genetika memberikan suatu perangkat
diagnostik yang sangat kuat dalam kedokteran forensik dan dapat secara
sukses diterapkan pada identifikasi korban-korban bencana. Data genetika dari
seseorang selalu sama pada seluruh sel-sel tubuhnya dan akan tetap konstan
bahkan setelah meninggal. Analisis dari sebuah sampel biologis akan

4
memungkinkannya mengaitkan seseorang dengan nenek/kakek moyang
dengan keturunannya dan data dari analisis-analisis ini dapat dengan mudah
dikomputerisasikan
 Pemeriksaan sidik jari
Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang menonjol
dari epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan atau telapak kaki dan
jari-jari kaki,yang juga dikenal sebagai “dermal ridges” atau “dermal
papillae”, yang terbentuk dari satu atau lebih alur-alur yang saling
berhubungan.
Ada tiga alasan mengapa sidik jari merupakan indikator identitas yang
dapat diandalkan:
 Sidik jari unik: Tidak ada kecocokan mutlak antara papiler ridges
pada jaridari dua individu yang berbeda atau pada jari yang berbeda
dari orang yang sama.
 Sidik jari tidak berubah: papiler ridges terbentuk pada bulan keempat
kehamilan dan tetap tidak berubah bahkan setelah mati. Sidik jari
tumbuh kembali dalam pola yang sama setelah luka ringan. Luka
yang lebih parah mengakibatkan jaringan parut permanen.
 Sidik jari dapat diklasifikasikan: Karena sidik jari dapat
diklasifikasikan, maka dapat diidentifikasi dan didata secara
sistematis dan dengan demikian dapat diperiksa dengan mudah
untuk tujuan perbandingan

 Pemeriksaan gigi
`Forensik Odontologi dapat merupakan suatu penerapan ilmu gigi
dalam system hukum. Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu
forensic dentistry dan odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu
cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan

5
pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan presentasi temuan gigi
tersebut untuk kepentingan peradilan.
Ruang lingkup forensik odontologi meliputi :
1. Identifikasi terhadap jenasah korban yang tidak diketahui melalui
gigi, rahang dan tulang-tulang kraniofasiaL
2. Analisa jejak bekas gigitan
3. Analisa trauma orofasial yang berhubungan dengan kekerasan
4. Dental jurisprudence, termasuk menjadi saksi ahli
Pelayanan dental forensic meliputi baik penyelidikan kematian
maupun kedokteran forensik klinis untuk mengevaluasi korban kekerasan
hidup seperti kekerasan seksual, kekerasan anak, dll. Sebagai suatu metode
identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan sebagai berikut:
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan
dan pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi
dan restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang
tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk
catatan medis gigi (dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan
morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot
bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-
otot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan
penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua
miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras,

6
b. Identifikasi sekunder
Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi sekunder tidak
dapat berdiri sendiri dan perlu didukung kriteria identifikasi yang lain.
Identifikasi sekunder terdiri atas cara sederhana dan cara ilmiah. Cara
sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan memperhatikan
perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. Cara ilmiah yaitu
melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.
Identifikasi meliputi deskripsi pribadi, temuan medis serta bukti dan
pakaian yang ditemukan pada tubuh. Ini berarti identifikasi berfungsi untuk
mendukung identifikasi dengan cara lain dan biasanya tidak cukup sebagai
satu-satunya alat identifikasi. Kategori ini mencakup semua efek yang
ditemukan pada tubuh korban (misalnya perhiasan, barang dari pakaian,
dokumen identifikasi pribadi, dll). Item terukir pada perhiasan dapat
memberikan petunjuk penting mengenai identitas korban. Penting untuk
dipertimbangkan, bagaimanapun, bahwa item tertentu mungkin tidak benar-
benar bukti milik tubuh tertentu (misalnya surat-surat identitas dapat
dilakukan oleh orang yang berbeda,

Ada beberapa cara identifikasi yang biasa dilakukan, yaitu:


1) Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik
jari antemortem. Pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui
paling tinggi akurasinya dalam penentuan identitas seseorang, oleh karena
tidak ada dua orang yang memiliki sidik jari yang sama.
2) Metode visual
Metode ini dilakukan dengan cara keluarga/rekan memperhatikan korban
(terutama wajah). Oleh karena metode ini hanya efektif pada jenazah yang
masih utuh (belum membusuk), maka tingkat akurasi dari pemeriksaan ini
kurang baik.

7
3) Pemeriksaan dokumen
Metode ini dilakukan dengan dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM,
kartu golongan darah, paspor dan lain-lain) yang kebetulan dijumpai dalam
saku pakaian yang dikenakan. Namun perlu diingat bahwa dalam kecelakaan
massal, dokumen yang terdapat dalam saku, tas atau dompet pada jenazah
belum tentu milik jenazah yang bersangkutan.
4) Pengamatan pakaian dan perhiasan
Metode ini dilakukan dengan memeriksa pakaian dan perhiasan yang
dikenakan jenazah. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui merek, ukuran,
inisial nama pemilik yang semuanya dapat membantu identifikasi walaupun
telah terjadi pembusukan pada jenazah. Untuk kepentingan lebih lanjut,
pakaian atau perhiasan yang telah diperiksa, sebaiknya disimpan dan
didokumentsikan dalam bentuk foto.
5) Identifikasi medik
Metode ini dilakukan dengan menggunakan data pemeriksaan fisik secara
keseluruhan, meliputi tinggi dan berat badan, jenis kelamin, warna rambut,
warna tirai mata, adanya luka bekas operasi, tato, cacat atau kelainan khusus
dan sebagainya. Metode ini memiliki akurasi yang tinggi, oleh karena
dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara atau
modifikasi.
6) Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi yang dapat dilakukan
denganmenggunakan pemeriksaan manual, sinar x, cetakan gigi serta rahang.
Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa
gigi dan sebagainya. Bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus dari
seseorang, sedemikian khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi
atau rahang yang identik pada dua orang yang berbeda, bahkan kembar
identik sekalipun.
7) Serologi

8
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan golongan darah yang diambil
baik dari tubuh korban atau pelaku, maupun bercak darah yang terdapat di
tempat kejadian perkara. Ada dua tipe orang dalam menentukan golongan
darah, yaitu:
∙ Sekretor : golongan darah dapat ditentukan dari pemeriksaan darah,
air mani dan cairan tubuh.
∙ Non-sekretor : golongan darah hanya dari dapat ditentukan dari
pemeriksaan darah.
8) Metode ekslusi
Metode ini digunakan pada identifikasi kecelakaan massal yang melibatkan
sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya. Bila sebagian besar korban
telah dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode identifikasi lain,
sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode
tersebut di atas, maka sisa diidentifikasi menurut daftar penumpang.
9) Identifikasi kasus mutilasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari
manusia atau binatang. Bila berasal dari manusia ditentukan apakah potongan
tersebut berasal dari satu tubuh. Untuk memastikan apakah potongan tubuh
berasal dari manusia dilakukan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan
jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa
reaksi antigen-antibodi.
10) Identifikasi kerangka
Identifikasi ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah
kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri
khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi
wajah. Kemudian dicari pula tanda kekerasan pada tulang serta keadaan
kekeringan tulang untuk memperkirakan saat kematian.
11) Forensik molekuler

9
Pemeriksaan ini memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada
tingkatan molekul dan DNA. Pemeriksaan ini biasa dilakukan untuk
melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal
pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan serta berbagai
kasus ragu ayah (paternitas)

10

Anda mungkin juga menyukai