Anda di halaman 1dari 10

TUGAS JOURNAL READING

Hypernatremia in critically ill patient

Pembimbing:
dr. Hermin Prihartini, Sp.An-KIC

Disusun oleh:
Denni Marvianto G4A016106
Indo Mahardika G4A016116
Astri Nur Yulianti G4A016132

KEMENTERIAN RISET DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2017
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS JOURNAL READING

Hypernatremia in critically ill patient

Disusun oleh:
Denni Marvianto G4A016106
Indo Mahardika G4A016116
Astri Nur Yulianti G4A016132

diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian pada SMF Anestesiologi


dan Terapi Intensif RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal, Juli 2017

Pembimbing,

dr. Hermin Prihartini, Sp.An-KIC


NIP. 19601010 198803 2 006
Hypernatremia in critically ill patient

Gregor Lindner,1Georg Christian Funk Md,2


1
Department of Emergency Medicine, Inselpital, University of Bern, 3010 Bern,
Switzerland
2
Department of Respiratory and Critical Care Medicine,Otto Wagner Hospital,
Wien, Austria

ABSTRAK
Latar Belakang : Hipernatremia umum terjadi pada unit perawatan intesnif. Ini
memiliki efek merugikan pada berbagai fungsi fisiologis dan terbukti menjadi
faktor risiko independen untuk peningkatan mortalitas pada pasien sakit kritis.
Mekanisme hipernatremia meliputi penambahan natrium dan/ hilangnya air bebas
dan dapat didiskriminasikan dengan peniliaian klinik analisis elektrolit urin.
Karena banyak pasien sakit kritis mengalami gangguan tingkat kesadaran,
keseimbangan air mereka tidak bisa lagi diatur oleh rasa haus dan serapan air
dikelola oleh dokter. Oleh karena itu, intensivists harus sangat berhati-hati untuk
memberikan natrium yang memadai dan keseimbangan air untuk mereka.
Hipernatremia diobati dengan pemberian air bebas dan atau diuretik, yang
meningkatkan ekskresi natrium ginjal. Tingkat koreksi sangat penting dan harus
disesuaikan dengan kecepatan dari perkembangan hipernatremia.
Tujuan : Ulasan ini memberikan gambaran tentang temuan baru pada
epidemiologi dan hasil terkait dengan hipernatremia pada pasien sakit kritis. Ini
berfokus pada patofosiologi dan menyajikan pendekatan diagnostik dan
rekomendasi pengobatan untuk hipernatremia di tempat perawatan intensif.
Subjek : Pasien sakit kritis yang di rawat di ICU
Kesimpulan : Hipernatremia adalah komplikasi intensif dan sebagian besar dapat
dicegah dari perawatan intensif. Ini memiliki berbagai konsekuensi fisiologis yang
merugikan dan dikaitkan dengan hasil yang buruk. Pencegahan hipernaatremi dan
koreksi yang adekuat gangguan elektrolit sangat diperlukan.
I. PENDAHULUAN

Hipernatremia didefinisikan sebagai konsentrasi natrium serum melebihi

145 mmol/L (Adrogue et al, 200). Persamaan Edelman menunjukkan konsentrasi

natrium serum (Na+) berfungsi sebagai natrium dan potassium yang dapat

dipertukarkan di dalam tubuh dan total air dalam tubuh(Edelman et al,1958).


(Na+Total body + K+total body) meningkat Sodium menjadi
+ banyak
(Na ) =
Total air dalam Tubuh Menurun Air bebas
berkurang

Akibatnya, hipernatremia hanya dapat berkembang sebagai hasil dari salah

satu keuntungan dari natrium atau hilangnya air bebas atau keduanya. Meskipun

hiponatremia dapat dikaitkan dengan iso-osmolaritas atau bahkan

hiperosmolalitas ketika partikel osmotik aktif secara berlebihan (contoh, glukosa

dalam hiperglikemia), hipernatremia selalu dihubungkan dengan hiperosmolariti

(Rose, 2001). Pada kondisi yang normal, rasa haus adalah mekanisme pertahanan

utama untuk melawan perkembangan dari hopernatremia (Halperin et al, 2009).

Osmolalitas di atur dengan rantang yang sempit pada individual yang sehat, dan

bahkan sedikit peningkatan osmolalits menyebabkan perkembangan rasa haus dan

sekresi dari hormon antidiuretik (Rose, 2001). Dengan demikian, hipernatrmia

biasanya berkembang hanya bila tidak ada akses pada air bebas, ketika seseorng

memiliki gangguan sensasi haus atau ketika ia dalam keadaan tidak sadar. Pasien

sakit kritis sering tidak sadar, diintubasi, atau dibius, dan “asupan air” mereka

dikelola oleh dokter, membuat mereka rentang terhadap perkembangan

hipernatremia (Kumar, 1998).


Ulasan ini memberikan gambaran tentang temuan baru pada epidemiologi

dan hasil terkait dengan hipernatremia pada pasien sakit kritis. Ini berfokus pada

patofosiologi dan menyajikan pendekatan diagnostik dan rekomendasi pengobatan

untuk hipernatremia di tempat perawatan intensif.


II. FREKUENSI DAN WAKTU HIPERNATREMIA PADA PASIEN

SAKIT KRITIS

Sejak dahulu, hipernatremia telah dianggap sebagai masalah utama pada

orang tua atau bayi dengan diare (Hawkins, 2003). Memang, hipernatremia jarang

terjadi pada orang yang tidak sakit kritis, pasien yang dirawat di rumah sakit

mempunyai prevalensi 0,2% untuk hipernatremi pada saat masuk rumahsakit dan

1% untuk pasien yang mengembankannya selma di rawat inap (Palevsky et al,

1996).

Sebaliknya, hipernatremia sering ditemukan pada pasien sakit kritis yang

dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Pada saat masuk ICU antara 2%-6%

pasien sudah mengalami hipernatremia (Lindner et al, 2007).

Antara 6% dan 26% dan 4% dan 10% dari pasien menjadi hipernatremia

ketika mendapat perawatan medis dan bedah selama di ICU (Lindner et al, 2007).

Dalam 1 kelompok medis pasien serta dalam kohort pasien yang dirawat di ICU

setelah operasi kardiotoraks, kejadian kumulatif hipernatremia telah menunjukkan

bahwa hampir semua pasien yang memiliki hipernatremia pernah berpengalaman

dirawat di ICU mereka tetap mengembangkan gangguan elektrolit ini selama

minggu pertama setelah masuk (Funk et al, 2010). Pengamatan ini dapat

dijelaskan oleh upaya dokter untuk memperbaiki hipovolemia, yang sering

dikaitkan dengan pemberian sejumlah cairan. Yang di satu sisi, mungkin

hipertonik dibandingkan dengan kehilangan cairan pasien yang terus berlanjut

atau, di sisi lain mengandung potasium untuk koreksi hipokalemia, yang dapat
memicu perkembangan hipernatrmia. Selain itu, hubungannya dengan pemberin

loop diuretik dapat menyebabkan kenaikan kadar natrium serum.

Gambaran dari studi tentang hipernatrmia pada pasien sakit kritis

diberikan dalam tabel 1.


III. KONSEKUENSI DARI HIPERNATREMIA

Hipernatremia dan keadaan hiperosmolar memiliki banyak efek pada

fungsi tubuh (fig 1). Efek samping yang paling sering dari hipernatremia adalah

efek pada fungsi neurologis. Perkembangan dari hipernatremia dan oleh karena

itu, hiperosmolalitas dapat menyebabkan pergeseran air beba dari intraseluler ke

ruang ekstraseluler. Pergeseran ini menyebabkan penyusutan sel otak, yang

bahkan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan defisit neurologis

permanen pada kasus berat (Adrogue et al, 2002). Demielinasi otak, mungkin

komplikasi yang paling ditaakuti dalam hipernatremia (17-19). Pasien dengan

penyakit hati stadium akhir yang mengalami hipernatremia tampaknya sangat

rentan terhadap demielinasi otak (Clark, 1992). Efek neuromuskular dari

hipernatremia adalah kelemahan otot atau kram (Knochel, 19822). Pada bayi,

hipernatremia telah terbukti menyebabkan gelisah, lesu, hiperpnea, dan bahkan

koma (Finberg et al, 1955). Telah dihipotesiskan bahwa kerugian neurologgis

yang disebabkan oleh adanya hipernatremia bahkan dapat menyebabkan ventilasi

mekanis berkepangjangan (Funk et al, 2010).

Dalam studi vitro telah menunjukkan bahwa induksi hiperosmolalitas

menyebabkan gangguan pada penggunaan glukosa dan glukagon dependent dalam

penurunan pelepasan glukosa (Komjati et al, 1989). Pada relawan sehat telah

ditunjukkan bahwa terjadi sedikit peningkatan osmolalitas serum dari 280 sampai

302 mosm/kg dikaitkan dengan penurunan metabolisme glukosa yang dimediasi


insulin, sehingga berpotensi berkontribusi terhadap perkembangan hiperglikemia

pada pasien yang sakit kritis (Hoorn et al, 2005).

Penyusutan seluler yang disebabkan oleh hiperosmolar telah terbukti

memiliki katabolik dan efek antiproliferatif (Bernies et al, 1999). Pada hewan

hiperosmolaritas menginduksi respon sitokin proinflamasi (Abolhassani et al,

2008). Hipernatremia telah terbukti mengganggu glukoneogenesis hati dan

pembersihan laktat (Druml et al, 1986). Pada pasien diabetes melitus yang

dirawat di rumah sakit yang mempunyai hiperosmolalitas, dapat meningkatkan

resiko terjadinya tromboemboli vena (Keenan et al, 2007). Penurunan fungsi

jantung melalui penurunan kontraktilitas ventrikel kiri telah dilaporkan pada pada

pasien hipernatremia (Lenz et al, 1986). Selain itu, hipernatremia berat telah

dilaporkan dapat menyebabkan rhabdomyolysis dan gagl ginjal akut (Abramovici

et al, 1992). Perlu dicatat bahwa keparahan gejala pada hipernatremia sangat

tergantung pada kecepatan perkembangan hipernatremia (akut vs kronis). Sebuah

gambaran dari konsekuensi dari hipernatremia ditunjukkan pada Gambar 1.

Anda mungkin juga menyukai