Anda di halaman 1dari 9

RESUME MATERI

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh :

MUHAMMAD FAUZAN RIJALDIE

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2017/2018


PROSES KEPERAWATAN PERIOPERATIF

A. Deskripsi
Fase preoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah diputuskan untuk dilakukan
pembedahan sampai ke meja pembedahan tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan.
Keahlian perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan profesional dan
keterampilan psikomotor, yang kemudian dibaurkan ke dalam tindakan keperawatan yang
harmonis.

B. Pengkajian
a. Pengkajian Umum.
b. Riwayat Kesehatan
c. Pengkajian psikososiospiritual.
d. Pemeriksaan fisik.
e. Pengkajian diagnostik.

C. Informed Consent
Informed Consent adalah suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien
yang diperlukan sebelum suatu pembedahan dilakukan. Izin tertulis seperti itu melindungi
pasien terhadap pembedahan yang lalai dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari
suatu lembaga hukum

D. Diagnosa Keperawatan Preoperatif


1. Kecemasan b.d. kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilaksanakan, hasil
akhir paskaoperatif.
2. Koping individu tidak efektif b.d. prognosis pembedahan, ancaman kehilangan organ
atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, ketidakmampuan menggali koping efektif.
3. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan kurang
pengalaman tentang operasi, kesalahan informasi.

E. Rencana Keperawatan Preoperatif


1. Pasien bedah perlu diikutsertakan dalam pembuatan rencana perawatan.
2. Rasa takut pasien yang telah diinformasikan tentang pembedahan
3. Keluarga juga merupakan rekan penting
INTRAOPERATIF

A. Fase intraoperatif
Fase intraoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah di meja pembedahan sampai ke
ruang pulih sadar.
Asuhan keperawatan intraoperatif merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien
bedah yang perlu dilakukan perawat perioperatif yang diarahkan pada peningkatan
keefektifan hasil pembedahan

PASCAOPERATIF

A. Patofisiologi
B. Pengkajian
C. Diagnosa Kpwtn
D. Intervensi
E. Evaluasi
GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

A. Struktur Dan Fungsi Tulang


Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan.
Sistem ini terdiri dari:
 Tulang,
 sendi,
 otot rangka,
 tendon,
 ligamen,
 bursa.

B. Fungsi Utama Tulang


1. Membentuk rangka badan.
2. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti
otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium dan garam
5. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan
lain yaitu sebagai jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel
darah putih dan trombosit.

C. Fungsi Otot Pada Manusia


a. Otot dapat menghasilkan gerakan
b. Otot mampu mempertahankan postur
c. Otot mampu membangkitkan kehangatan
d. Fungsi lain dari sistem otot polos

D. Penyembuhan Tulang
Ketika tulang mengalami cedera fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut,
namun tulang sendiri akan mengalami regenerasi secara bertahap

E. Faktor-faktor penyembuhan faktur


a. Umur penderita
b. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
c. Pergeseran awal fraktur
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen
e. Reduksi serta imobilisasi
f. Waktu imobilisasi
g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
i. Cairan sinovia
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

F. Gangguan Spina
a. Pengkajian
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa pada kondisi awal setiap adanya riwayat
trauma pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai.
Tingkat kehati-hatian dari perawat yang tinggi dapat mencegah cedera spina servikal
yang stabil dapat tidak menjadi cedera spina yang tidak stabil karena pada setiap fase
awal kondisi trauma servikal, perawat adalah orang yang pertama dan paling sering
melakukan intervensi

b. Pemeriksanaan Fisik
Kaji ku (keadaan umum), TTV (tanda-tanda vital), adanya defisit neurologis dan status
kesadaran pada fase awal kejadian trauma, terutama pada klien yang diindikasikan
cedera spina tidak stabil.
Setiap didapatkan adanya perubahan pada ku, TTV, defisit neurologis dan tingkat
kesadaran secara bermakna harus secepatnya dilakukan kolaborasi dengan dokter

G. Cedera Vertebra Torakolumbal


a. Pemeriksaan lokalis
a) Look
Adanya perubahan warna kulit; abrasi, memar pada punggung. Pada klien yang
telah lama di rawat di rumah sering didapatkan adanya dekubitus pada bokong
(Gambar 1-65). Adanya hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan istirahat.

b) Feel
Prosesus spinosus di palpasi untuk mengkaji adanya suatu celah yang dapat diraba
akibat robeknya ligamentum posterior menandakan cedera yang tidak stabil. Sering
didaptkan adanya nyeri tekan pada area lesi.

c) Move
Gerakan tulang punggung atau spina tidak boleh dikaji. Disfungsi motor paling
umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh ekstrimitas bawah.
Kekuatan Otot, pada penilaian dengan menggunakan derajat kekuatan otot
didapatkan
H. Gangguan Bahu
a. Pengkajian fokus
Keluhan nyeri pada bahu depan. Adanya riwayat trauma pada bahu atau jatuh dengan
posisi tangan yang tidak optimal (Outstretched hand).
a) Look Pada fase awal cedera klien terlihat menggendong lengan pada dada untuk
mencegah gerakan. Suatu benjolan besaratau deformitas pada bahu depan(Gambar
6-16) terlihat di bawah kulit dan kadang-kadang fragmen yang tajam mengancam
kulit.
b) Feel Didapatkan adanya nyeri tekan pada bahu depan.
c) Move Ketidakmampuan mengangkat bahu ke atas, ke luar, dan ke belakang
toraks.

I. Gangguan Panggul
a. Pengkajian Penatalaksanaan Medik.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan, ditujukan pada fase awal, meliputi:
a) Penanganan kestabilan jalan nafas dan ventilasi.
b) Penanganan perdarahan dan sirkulasi.
c) Penanganan uretra dan kandung kemih.

b. Terafi fraktur pelvis, meliputi:


a) Konservatif.
b) Pembedahan dengan ORIF dan OREF

J. Fraktur Asetabulum
Fraktur asetabulum adalah suatu keadaan terputusnya atau hancurnya mangkok sendi hip
atau asetabulum disebabkan oleh trauma

K. Gangguan Paha
a. Fraktur Femur Terbuka
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur pada
orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami
kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien
ini mengalami trauma multipel yang menyertainya. Secara klinis fraktur femur terbuka
sering didapatkan adanya kerusakan neurovaskular akan memberikan manifestasi
peningkatan risiko syok baik syok hipovolemik karena kehilangan darah (pada setiap
patah satu tulang femur diprediksi akan hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskular),
maupun syok neurogenik disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau
kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang femur.
b. Pengkajian Penatalaksanaan Medik
Menurut Apley (1995) fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mencari
ada tidaknya (1) kehilangan kulit; (2) kontaminasi luka; (3) iskemia otot; dan (4) cedera
pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut, meliputi:
a) Profilaksis antibiotika.
b) Debridemen. Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sesedikit
mungkin penundaan.
c) Stabilisasi. Dilakukan ORIF atau fiksasi eksterna
d) Penundaan penutupan.
e) Penundaan rehabilitasi

L. Fraktur Femur Tertutup


Fraktur femur tertutup atau patah tulang paha adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa
disertai adanya kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, atau
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.

M. Gangguan Lutut
Kondisi trauma yang keras akan menyebabkan Ligamen krusiatum dan satu atau kedua
ligamen lateral robek. Terdapat memar yang hebat, pembengkakan dan deformitas yang
jelas. Perubahan posisi lutut memberikan kemungkinan penekanan serta kerusakan dari
arteri popliteus dan kompresi pada saraf poplitea (Gambar 4-6), sehingga akan memberikan
manifestasi nyeri yang hebat dan pembengkakan yang luas dan memungkinkan terjadinya
sindrom kompartemen
• Look
– Terlihat adanya deformitas pada lutut (Gambar 4-24). Deformitas dalam berdiri
dan gaya berjalan dengan posisi ekstensi sendi lutut ke arah posterior.
• Feel
– Sering didapatkan adanya perubahan posisi patela yang mengikatkan patela pada
dataran tibia. Tidak didapatkan nyeri tekan pada lutut.
• Move
– Ketidakmampuan dalam melakukan fleksi pada sendi lutut. Mobilisasi tidak
masalah walaupun terdapat kelainan dalam gaya berjalan.
N. Gangguan Kaki
Klinis klien yang mengalami sindrom kompartemen yang terlambat mendapat intervensi
fasciotomi-debridemen dengan keadaan klinik pulsasi distal tidak ada, sensasi dari stimulus
nyeri pada bagian distal kaki sampai di atas lutut tidak ada, nekrotik luas pada distal kaki
dengan warna kehitaman pada dasar luka, bau nekrotik pada cairan yang keluar dari luka
dan warna pucat kebiruab pada distal kaki memberikna implikasi untuk kolaboratif
dilakukan amputasi kaki. Kanan: Tindakan debridemen dan fasiotomi untuk membuka
kompartemen bagian proksimal kaki akibat adanya pembengkakan dari fraktur cruris
proksimal. Tanda khas untuk dilakukan fasiotomi pada sindrom kompartemen adalah 5P,
yaitu: Pain (nyeri lokal), Paralysis (kelumpuhan tungkai), Pallor (pucat bagian distal),
Parestesia (tidak ada sensasi) dan Pulsesessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi,
perfusi yang tidak baik dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki). Implikasi keperawatan
pada klien pasca fasiotomi, meliputi: penurunan respon nyeri dengan pengaturan posisi
fisiologis, penurunan risiko infeksi dari kerusakan jaringan yang luas dengan perawatan luka
steril, peningkatan integritas jaringan dengan perawatan luka dan pemenuhan nutisi yang
optimal, peningkatan mobilisasi pada pergelangan jari-jari kaki untuk mencegah kontraktur
sendi dan support system untuk menurunkan dampak kecemasan dan gangguan konsep diri.
• Look
– Pada kondisi klini perawat sering mendapatkan klien fraktur cruris terbuka
dengan komplikasi lanjut. Komplikasi tersebut diantaranya non union akibat
infeksi (Gambar 5-8) dan kerusakan jaringan lunak luas (Gambar 5-9) yang
bermanifestasi pada asuhan keperawatan yang lama.
• Feel
– Adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya krepitasi.
• Move
– Gerakkan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh dilakukan karena akan
memberikan respon trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang
yang patah. Klien terlihat tidak mampu melakukan pergerakkan pada tungkai
bawah yang patah.

Anda mungkin juga menyukai