Pneumonia Lobaris (Referat Pulmology)
Pneumonia Lobaris (Referat Pulmology)
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja 1. Dari hasil survei kesehatan rumah
tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah menempati urutan
ke dua sebagai penyebab kematian 3. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering
adalah dalam bentuk pneumonia. 1. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia. Di Indonesia, dari buku SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor enam 3. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah
pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut, sedangkan istilah
pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi pada lobus paru.(2,)
Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon
imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab
tersering pneumonia lobaris pada dewasa dan anak besar adalah Streptococcus pneumoniae
berkembang pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas
yang tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya
organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
pneumonia lobaris.(2)
I. 2. Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui dan memahami tentang pneumonia lobaris mengenai definisi, etiologi
dan epidemiologi, patologi dan patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis dan diagnosis
2.Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di bagian Ilmu
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyerang lobus paru.(2,6) Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar
S.hemolyticus, S.aureus, H.influenza,dll), (2) virus (RSV, influenza, adenovirus, CMV), (3)
Mycoplasma pneumoniae, (4) Aspirasi (makanan, kerosen, cairan amnion, benda asing), (5)
Pneumonia lobaris lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Golongan bakteri yang
a. Pneumococcus
b. Staphylococcus aureus
a. Haemophilus influenzae
b.Klebsiella pneumonia
A. Pneumococcus
Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus pneumonia.
Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih
dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi
ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur.
Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada dewasa dan
anak besar.(3,5)
B. Patofisiologi
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau nasofaring.
Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta
penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan. Biasanya satu lobus atau lebih, atau
bagian-bagian dari lobus, tidak melibatkan sisa sistem bronkopulmonal. Namun, gambaran
pneumonia lobar ini sering tidak ada pada bayi, yang mungkin menderita penyakit yang tidak
lebih sempurna dan difus yang menyertai distribusi bronkus dan yang ditandai dengan banyak
daerah konsolidasi teratas di sekeliling jalan nafas yang lebih kecil. Jarang didapatkan jejas
yang permanen.(5) Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau
saliva (droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek
gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas yang
1)Kongesti (4 s/d 12 jam pertama) Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh
darah yang berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bakeri dalam jumlah
2)Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-
sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus yang
terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan
3)Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari) Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi
tampak kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan
4)Resolusi (7 s/d 11 hari) Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada strukturnya semula.(2,5) Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada
bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi
C. Gambaran Klinis Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu
makan yang menurun. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39°C atau lebih. Anak
sangat gelisah, dispneu. Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di sekitar mulut
dan hidung. Tanda kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk nafas berbunyi (ronki dan
friction rub di atas jaringan yang terserang), pernafasan cuping hidung, retraksi-retraksi pada
daerah supraklavikuler, interkostal dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi
dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti
karat (dahak berdarah). Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura dan empiema, dimana
keadaan ini dapat menyebabkan ketinggalan gerak pada sisi yang terkena pada saat respirasi
yang dapat dilihat dengan gerakan berlebihan pada sisi yang berlawanan. Biasanya perkusi
redup pada daerah efusi dengan pengurangan fremitus dan suara pernafasan. Suara bronkial
sering ditemukan tepat di atas batas cairan dan pada sisi yang tidak terkena. Hasil
pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang terkena. Tanda- tanda klasik konsolidasi
ditemukan pada hari kedua dan ketiga penyakit. Pada perkusi bisa ditemukan adanya suara
redup, fremitus yang bertambah. Pada auskultasi mungkin ditemukan adanya suara bronkial,
D. Diagnosis
Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 – 40.000/mmk dengan jumlah sel
5.000/mmk sering berhubungan dengan prognosis penyakit yang buruk. Nilai hemoglobin
Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea yang
dilakukan dengan hati-hati. Pada kebanyakan pasien, pneumokokus dapat diisolasi dari
sekresi nasofaring, tapi penemuan ini tidak dapat dipandang sebagai hubungan sebab-akibat,
karena 10-15% populasi mungkin merupakan pengidap S.pneumoniae yang tidak terinfeksi.
Namun, isolasi bakteri dari darah pada cairan pleura adalah diagnosa infeksi. Bakteremia
ditemukan pada sekitar 30% penderita yang menderita pneumonia pneumokokus. Jenis
radiologis dapat berupa konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Konsolidasi dapat
diperagakan dengan roentgenografi sebelum konsolidasi ini dapat diketahui dari pemeriksaan
fisik. Konsolidasi lobus pada anak yang lebih tua tidak sesering pada bayti dan anak muda.
Foto Roentgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pneumotorak, atelektasis,
Pneumonia pnemokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia bakteri lain atau virus tanpa
lain bronkiolitis, bronkitis alergika, gagal jantung kongestif, aspirasi benda asing, atelektasis,
F. Komplikasi
walaupun infeksinya terjadi bersamaan dengan infeksi oleh mikroorganisme lain pada
temapat yang sama. Komplikasi yang sering terjadi ialah empiema, yang terjadi sebagai
akibat dari perluasan infeksi pada permukaan flora. Empiema lebih sering terjadi pada bayi
G. Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumococcus sangat peka
terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian
penisilin G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular dan ditambah dengan
kloramfenikol 50- 75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum
luas seperti ampisilin. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari
setelah suhu badan pasien normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan
sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari. . (5)Asupan cairan per oral secara bebas dan
pemberian aspirin untuk mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk
pengobatan penyakit ini. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5% dan NaCl
0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10mEq/500 ml botol infus.
Pemberian oksigen segera untuk penderita dengan kesukaran bernafas sebelum menjadi
sianosis.(5
H. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada perjalanan
penyakit tersebut, maka mortalitas pneumonia lobaris akibat bakteri pneumokokus selama
masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya
2. Staphylococcus aureus
A. Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat menjadi
progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya
akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas
tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan.(4) Seperti pada
infeksi pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering didahului dengan infeksi virus pada
saluran pernafasan bagian atas. Pada umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua
penderita berumur di bawah 3 bulan dan 70% berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit
ini terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan strain- strain
organisme patologis spesifik, yang biasanya resisten terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan
memperlihatkan penyakit dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa
minggu kemudian. Infeksi virus pada saluran pernafasan memegang peranan penting dalam
menjadi penyakit.(5)
B. Patofisiologi
lekosidin, stafilokinase dan koagulase. Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan
stafilokokus, lekosit, eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk
luas.(5
C. Gambaran Klinis
Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang disebabkan oleh
staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah
selama beberapa hari sampai 1 minggu. Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk
dan tanda kesukaran pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan yang meningkat, retraksi
dada dan subkostal, nafas cuping hidung, sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita
dapat mengalami gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah, anoreksia,
diare serta distensi abdomen.(5) Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara
pernafasan yang menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-suara pernafasan bronkhial. Bila
terjadi efusi atau empiema, pada perkusi didapatkan suara redup serta getaran-getaran suara
bayi muda angka leukosit dapat tetap dalam kisaran normal. Bila didapatkan lekopeni maka
prognosisnya buruk, sering ditemukan adanya anemia ringan sampi sedang. Biakan
didapatkan dari aspirasi trakea atau pungsi pleura, dengan pewarnaan Gram didapatkan
gambaran kokus gram positif dalam kelompok. Penemuan kuman stafilokokus dalam
nasofaring tidak bernilai diagnostik, tetapi biakan darah mungkin positif. Pada cairan pleura
menunjukkan adanya eksudat dengan jumlah se-sel polimorfonuklear berkisar dari 300 –
100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl dan kadar glukosa rendah yang relatif sama dengan
kadar glukosa dalam darah. Gambaran radiologis berupa infiltrat yang menyatu dan biasanya
terbatas, atau dipadatkan dan homogen dan melibatkan seluruh lobus paru atau
hemitoraks.(5)
E. Diagnosis banding
Mengenali pneumonia stafilokokus awal pada bayi sering sukar dilakukan. Mulainya yang
mendadak dan penjelekan gejala yang cepat harus dipertimbangkan disebabkan oleh
stafilokokus sampai terbukti lain. Riwayat furunkulosis, baru masuk rumah sakit, abses
payudara ibu harus dipertimbangkan kemungkinan diagnosa ini. Pneumonia bakteri lain yang
kaverna. Kadang-kadang aspirasi benda asing yang tidak radioopak dapat memberikan
F. Komplikasi
pneumonia ini, sehingga mereka dianggap bagian dari perjalanan alamiah penyakit dan bukan
sebagai komplikasi. Lesi septik di luar saluran pernafasan jarang terjadi, kecuali pada bayi
muda, yang padanya dapat terjadi perikarditis, meningitis, osteomielitis, dan abses metastasis
G. Penatalaksanaan
Terapi terdiri atas pemberian antibiotik yang tepat, drainase kumpulan nanah, pemberian
diperlukanbantuan ventilasi.(5)
H. Terapi
Pilihan yaitu dengan pemberian penisilin semi sintetik, resisten penisilase (misal : nafsilin)
200 mg/kgBB/hari secara intra vena atau seftriakson 100-150 mg/kgBB/hari secara intra vena
atau dengan ampicilin 100 mg/kgBB/hari secara intra vena selama 14 hari, pada neonatus.
Pada bayi dan anak-anak antibiotika yang diberikan ialah sefuroksim 80-160 mg/kgBB/hari
secara intra vena dengan lama pemberian selama 10 hari. Uji resistensi pada pneumonia
stafilokokus sangatlah penting karena telah banyak yang resisten terhadap beberapa
memberikan antibiotika spektrum luas yang kiranya belum resisten. Untuk infeksi
secara intra vena.(5,9) Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian
oksigen disertai posisi penderita setengah miring untuk mengurangi sianosis dan kecemasan.
Bila paru sudah mulai mengembang, maka pipa- pipa drainase bisa dilepaskan. Hal ini
dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam rongga toraks lebih dari 5 – 7
hari.(5
I. Prognosis
angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami
sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit
yang menyertai. Semua penderita dengan hasil biakan staphylococcus yang positif sebaiknya
harus diuji terhadap kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi
imunologis.(5
1. Haemophilus influenzae
A. Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada bayi dan anak-
anak, teriutama yang belum mendapatkan vaksinasi hemofilus dan sangat berhubungan
dengan adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus respiratorius dan
epiglotitis.(5)
B. Patofisiologi
Pneumonia H. influenza penyebarannya biasanya lobar, tetapi tidak ada tanda roentgenogram
dada yang khas. Terjadi infiltrat segmental, keterlibatan lobus tunggal atau multipel, efusi
pleura dan pneumatokel. Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara hematogen.
Daerah yang terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi peradangan dengan sel-sel lekosit
bronkiolus secara meluas. Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai
dengan perdarahan.(5,6)
C. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang diakibatkan
oleh pneumokokus, pneumonia H. influenza lebih sering mulai secara tersembunyi dan
biasanya perjalanannya lama selama beberapa minggu. Batuk hampir selalu dijumpai tapi
mungkin tidak produktif. Pada penderita di sini juga dijumpai adanya demam serta tanda
kesukaran bernafas, takipnea dan pernafasan cuping hidung.(5) Pada pemeriksaan fisik bisa
didapatkan suara redup yang terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara pernafasan bronkial;
cairan pleural sering ada pada roentgen dada pada bayi muda.(5,6,
D. Diagnosis
Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur didapatkan dari darah, cairan
pleura maupun dari aspirasi paru yang memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai
dengan limfopenia relatif. Bila tidak ada biakan positif, uji aglutinasi lateks urin yang positif
dapat dipakai untuk mendukung diagnosis ini. Selain itu bisa pula dengan pemeriksaan
trakea, darah, air kemih dancairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini. Bila
E. Komplikasi
Sering dijumpai adanya komplikasi, terutama pada bayi muda, dan termasuk bakteremia,
perikarditis, selulitis, empiema, meningitis dan piartrosis. Meningitis terjadi pada 15%
F. Penatalaksanaan
Terapi simtomatik dan suportif sama dengan terapi pada pneumonia pneumokokus dan
stafilokokus. Obat antibiotika pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari
dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari atau seftriakson 100 mg/kgBB/hari secara intra vena harus
dimasukkan sebagai terapi antibiotika inisial sampai diketahui apakah organisme penghasil
penisilinase; jika strain tersebut sensitif, cukup diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari saja.
Uji kepekaan dan resistensi sangat penting.(5) Tindakan drainase diindikasikan bila terdapat
2. Klebsiella pneumoniae
A. Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan
traktus gastrointestinal pada beberapa anak sehat. Organisme ini jarang menimbulkan infeksi
pada anak-anak. Infeksi akibat Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis
pada neonatus. Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa
memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya sesekali saja seorang bayi mengalami
sakit berat. Bahan-bahan yang menyebarkan infeksi sehingga menularkan adalah peralatan
yang dipakai di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai sumber-
B. Patofisiologi
Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Bakteri ini memasuki alveoli
melalui peralatan yang dipakai dengan kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah
yang terinfeksi benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus yang
E. Penatalaksanaan
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan karena obat
ini terbukti efektif dalam melawan bakteri ini. Kanamisin merupakan obat pilihan yang
digunakan pada neonatus. Dosis yang digunakan 15–20 mg/kgBB/hari secara intramuskuler
setiap 8 jam selama minimal 10 – 14 hari atau dengan gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari secara
iv/im. Terapi yang diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru.
Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi pengembangan parunya.
F. Prognosis
Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan kerusakan parenkim sisa bisa
1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR.
Surabaya
5.Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit
6.Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta,
10. Isselbacher, et al, Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2,