Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2 BLOK 6.

KELOMPOK 1 :

Tutor : dr. M. Qathar Refa Tulandi

Wiwit Afrita G1A112043

Muhammad Arial FIkri G1A112045

Zetri Septiani W G1A113113

Ferdy Anggara G1A113116

Nabila Davega G1A114039

Romi Wijianto G1A114041

Sinar Ayomi Y G1A114107

Andini Kartikasari G1A114108

Muhammad Fahmi Ibnu G1A114114

Khalil Khusairi G1A114060

Ai Rusmayanti G1A114069

Shinta Laksmi G1A114070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AJARAN 2016/2017


Skenario

Ny. A 36 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik obstetric dan ginekologi karena keluar
cairan putih kekuningan berbau sejak 1 minggu yang lalu. Siklus menstruasi normal. Riwayat
KB IUD sejak 4 bulan yang lalu. Sebelum melakukan pemeriksaan, dokter menjelaskan
mengenai gangguan haid dan siklus menstruasi. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi dan IVA test. Setelah dilakukan pemeriksaan IVA test, Ny. A disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan pap’ssmear. Ny.A tidak memiliki banyak pasangan, belum pernah
mendapat imunisasi HPV. Ny. A juga minta dijelaskan mengenai kanker serviks dan apa yang
terjadi padanya, pengobatan dan pencegahannya.
Klarifikasi Istilah

1. Obstetri : cabang kedokteran yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan

masa nifas.

2. Ginekologi : ilmu yang mempelajari dan menangani kesehatan alat reproduksi

wanita

3. KB IUD : metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki efektivitas tinggi2

4. IVA test : pemeriksaan inspeksi visual dengan menggunakan asam asetat atau yang

diencerkan

5. Pap’smear : tes skirining untuk mendeteksi dini perubahan dalam serviks sebelum

sel-sel tersebut menjadi kanker

6. Imunisasi HPV : imunisasi yang dapat melindungi wanita terhadap jenis infeksi human

papiloma virus mungkin bisa menurunkan resiko kanker

7. Kanker Serviks : kaganasan yang berasal dari serviks yang disebabkan oleh virus

Identifikasi Masalah

1. Bagaimana mekanisme keluarnya cairan keputihan normal ?

2. Apa makna klinis keluarnya cairan putih kekuningan berbau sejak 1 minggu yang lalu ?

3. Apa saja penyakit yang ditandai dengan keluarnya cairan putih kekuningan berbau ?

4. Apa hubungan usia dengan keluhan Ny. A ?

5. Apa hubungan keputihan dengan riwayat KB IUD ?

6. Bagaimana siklus menstruasi normal dan gangguan haid ?

7. Apa saja jenis-jenis KB IUD ?

8. Apa indikasi dan kontraindikasi pemasangan KB IUD ?


9. Apa keuntungan dan kerugian pemasangan KB IUD ?

10. Apa tujuan, indikasi dan bagaimana prosedur pemeriksaan ginekologi ?

11. Apa tujuan, indikasi dan bagaimana prosedur pemeriksaan IVA test ?

12. Apa tujuan, indikasi dan bagaimana prosedur pemeriksaan Pap’smear ?

13. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan Pap’smear ?

Jawab

14. Apa hubungan belum mendapat imunisasi HPV dengan keluhan Ny.A ?

15. Apa manfaat dan tujuan imunisasi HPV ?

16. Apa hubungan Ny. A tidak memiliki banyak pasangan dengan keluhan ?

17. Apa saja penyakit yang disebabkan oleh HPV ?

18. Jelaskan mengenai kanker serviks ?

19. Bagaimana tatalaksana kanker serviks ?

20. Bagaimana pencegahan kanker serviks ?

Analisis Masalah
1. Bagaimana mekanisme keluarnya cairan keputihan normal ?1

Jawab

Keluarnya cairan keputih normal dapat disebabkan karena biasnya terjadi


perubahan siklus hormonal, seperti sebelum pubertas, stress psikologi seperti sebelum
dan sesudah menstruasi, saat hamil, saat sedang menggunakan kontrasepsi hormonal dan
saat meaupouse.

2. Apa makna klinis keluarnya cairan putih kekuningan berbau sejak 1 minggu yang lalu ?2

Jawab

Keluarnya cairan dari vagina selain darah haid dapat disebut sebagai keputihan. Ada
2 jenis keputihan, yaitu:

a. Keputihan normal (fisiologis) Keputihan fisiologis biasanya terjadi menjelang


dan sesudah menstruasi, mendapatkan ransangan seksual, mengalami stress berat,
sedang hamil atau mengalami kelelahan. Adapun cairan yang keluar berwarna
jernih atau kekuningan, tidak berbau dan tidak terasa gatal. Keputihan semacam
ini merupakan sesuatu yang wajar, sehingga tidak diperlukan tindakan medis
tertentu.

b. Keputihan abnormal (patologis)

Keputihan patologis disebut keputihan dengan ciri-ciri jumlahnya banyak,


warnanya putih seperti susu basi, kuning atau kehijauan, disertai dengan rasa
gatal dan pedih, terkadang berbau busuk atau amis. Keputihan menjadi salah satu
tanda atau gejala adanya kelainan pada organ reproduksi wanita. Kelainan
tersebut dapat berupa infeksi, polip leher rahim, keganasan (tumor dan kanker),
serta adanya benda asing. Namun tidak semua infeksi padas aluran reproduksi
wanita memberikan gejala keputihan.

Berdasarkan bahasan diatas dapatdisimpulkan bahwa keluhanNy. A


berupa keluarnya cairan putih kekuningan dari vagina sejak 1 minggu lalu
menunjukkan adanya gejala patologis yang terjadi pada organ reproduksinya.
3. Apa saja penyakit yang ditandai dengan keluarnya cairan putih kekuningan berbau ? 1

Jawab

a. Trikomoniasis

Vulvovaginitis disebabkan oleh trikomonas vaginalis. Trikomonas vaginalis adalah


suatu parasit dengan flagella yang bergerak sangat aktif. Vaginitis karena trikomonas
menyebabkan leukorea atau keputihan yang encer sampai kental, berwarna kuning-
kekuningan dan agak berbau.

b. Kandidiasis

Kandidiasis disebabkan oleh infeksi kandida albikans,suatu jenis jamur gram positif.
Vulvovaginitis karena infeksi dengan kandida albikans menyebabkan leukorea atau
keputihan berwarna keputih-putihan dan perasaan sangat gatal.

c. Ca serviks

Biasanya gejala keputihan sering ditemukan, getah yang keluar dari vagina makin
lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.

d. Hemofilus vaginalis vaginitis

Sembilan puluh persen dari kasus-kasus yang dahulu disebut vaginitis nonspesifik
kini ternyata disebabkan oleh hemofilus vaginalis, suatu basil kecil yang gram
negative. Gejala vaginitis ialah leukorea atau keputihan yang berwarna putih
bersemu kelabu, kadang-kadang kekuning-kuningan dengan bau yang kurang sedap.

4. Apa hubungan usia dengan keluhan Ny. A ?3,4

Jawab

Dengan usia Ny. A yang sudah 36 tahun, yaitu merupakan usia dengan faktor
resiko berbagai macam kelainan yang bisa menyerang sistem reproduksi, khususnya
wanita yang telah menginjak umur 30 tahun keatas dan tentunya sudah menikah atau
saat usia muda telah berhubungan seksual dengan lawan jenis, maka akan meningkatkan
faktor resiko kelainan sistem reproduksinya, sebagai contoh kanker serviks menyerang
wanita dengan rentang umur 30-55 tahun, sudah menikah atau menikah usia muda dan
juga pernah berhubungan seks saat usia muda atau remaja.

5. Apa hubungan keputihan dengan riwayat KB IUD ?1

Jawab

Keputihan yang di alami bisa saja disebabkan oleh pemakaian KB IUD karena
penggunaan KB IUD memicu rekurensi vaginalis bacterial dimana adanya keadaan
abnormal pada ekosistem vagina akibat meningkatnya pertumbuhan flora vagina bakteri
anaerob sehingga menyebabkan jamur dapat berkembang biak dan menyebabkan
keputihan. Hal tersebut disebabkan oleh pada saat insersi KB IUD apabila alat-alat tidak
disucihamakan secara baik , ada kuman-kuman yang masuk ke dalam vaina ataupun
serviks uteri yang suatu saat akan menyebabkan infeksi.

6. Bagaimana siklus menstruasi normal dan gangguan haid ?5,6,7

Jawab

Siklus haid Normal

Haid adalah perdarahan secara periodic dan siklik dari siklus uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal
mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Panjang siklus haid yang normal
atau di anggap sebagai siklus haid yang klasik adalah 28 hari, dengan interval 25 – 35
hari. Tetapi terdapat variasi luas berdasarkan usia. Rata – rata panjang siklus haad pada
perempuan 12 tahun adalah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari dan pada usia
55 tahun 51,9 hari.

Gangguan Haid

1) Kelainan jumlah dan lama perdarahan Haid

a. Menoragia, yaitu perdarahan haid dengan jumlah darah > 80 ml dan/atau durasi
perdarahan > 7 hari.

b. Hipomenorea, yaitu perdarahan haid yang lebih pendek dan/atau lebih kurang
dari biasanya. Keadaan ini akibat gangguan endokrin, konstitusi penderita, dan
gangguan pada uterus.
2) Kelainan Siklus Haid

a. Polimenorea, yaitu perdarahan haid yang terjadi kurang dari 21 hari. Biasanya
disebabkan oleh gangguan hormonal, endometriosis, maupun kongesti ovarium
karena peradangan.

b. Oligomenorea, yaitu perdarahan haid yang terjadi lebih dari 35 hari.

c. Amenorea, yaitu tidak terjadi haid selama 3 bulan berturut – turut. Amenorea
juga merupakan tanda fisiologis pada saat sebelum pubertas, kehamilan, massa
laktasi, dan menopause. Amenorea patologis di bagi menjadi 2 :

Amenorea primer, yaitu belum Amenorea skunder, sebelumnya pernah haid,


pernah terjadi haid hingga usia di namun sekarang tidak haid lagi.
atas 18 tahun.

Etiologi : Etiologi :

 Abnormalitas kromosom (45 %)  Gangguan Organik Pusat : Tumor, radang,


 Keterlambatan pubertas obstruksi
fisiologis (20 %)  Gangguan Kejiwaan : Syok Emosional,
 Agenesis Mulllerian (15 %) psikosis, anoreksia Nervosa, pseudosiesis.
 Septum Vaginal Transversal atau  Gangguan aksis HPO : Sindrom amenorea-
Himen imperforata (5 %) Galaktorea, sindrom Stein-Leventhal,
 Gagal produksi GnRH (5 %) amenorea hipotalamik.
 Anoreksia Nervosa (2 %)  Gangguan hipofisis : Sindrom Sheehan,
 Hipopituitarisme (2 %) penyakit Simmonds, tumor
 Gangguan gonad : Menopause immatur,
Insensitie ovary, hilangnya fungsi ovarium,
tumor sel granulosa dan sel teka.
 Gangguan glandula suprarenalis : Sindrom
Adrogenital
 Gangguan Pankreas : Diabetes Melitus
 Gangguan uterus-vagina : Sindrom
Asherman, endometritis TB, histerektomi.
 Penyaki-penyakit umum : gangguan Gizi,
obesitas.

3) Perdarahan Diluar Haid


a. Metroragia, yaitu perdarahan haid dengan interval tidak teratur
b. Menometroragia, yaitu perdarahan haid dengan jumlah dan/atau durasi yang
meningkat dengan interval tidak teratur.

7. Apa saja jenis-jenis KB IUD ?8

Jawab

Jenis - jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain :

a. Copper-T

IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya
diberi lilitan kawattembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti
fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. Spiral jenis copper T (melepaskan
tembaga) mencegah kehamilan dengan cara menganggu pergerakan sperma untuk
mencapai rongga rahim dan dapat dipakai selama 10 tahun.

b. Progestasert IUD (melepaskan progesteron) hanya efektif untuk 1 tahun dan dapat
digunakan untuk kontrasepsi darurat Copper-7. IUD ini berbentuk angka 7 dengan
maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter
batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan
200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T.

c. Multi load

IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan
berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm.
Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau
375mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar,
small, dan mini.

d. Lippes loop

IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung.
Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya Lippes loop terdiri dari 4
jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm
(benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang
kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loop
mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini
adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab
terbuat dari bahan plastik.

8. Apa indikasi dan kontraindikasi pemasangan KB IUD ?1

Jawab

Indikasi pemasangan AKDR:

a. Usia reproduktif.

b. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang dari 5
cm.

c. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.

d. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.

e. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.

f. Resiko rendah dari IMS.

g. Tidak menghendaki metode hormonal.

h. Tidak ada kontraindikasi.

i. Keadaan nulipara

AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya :
a. Perokok

b. Setelah keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi

c. Sedang memakai antibiotik atau antikejang

d. Gemuk ataupun yang kurus

e. Sedang menyusui

f. Penderita diabetes

g. Penderita penyakit hati atau empedu

h. Malaria

i. Skistosomiasis (tanpa anemia)

j. Penyakit tiroid

k. Epilepsi

l. Nonpelvik TBC

m. Setelah kehamilan ektopik

n. Setelah pembedahan pelvic

Kontra indikasi pemasangan AKDR:

a. Kehamilan.

b. Penyakit inflamasi pelvic (PID/ Pelvic Inflammatory Disease).

c. Karcinoma servik atau uterus

d. Riwayat atau keberadaan penyakit katup jantung karena penyakit ini rentan
terhadap endometritis bacterial.

e. Keberadaan miomata, malformasi conginental, atau anomaly perkembangan yang


dapat mempengaruhi rongga uterus.

f. Diketahui atau dicurigai alergi terhadap tembaga atau penyakit Wilson (penyakit
genetik diturunkan yang mempengaruhi metabolisme tembaga sehingga
mengakibatakan penumpukan tembaga di berbagai organ dalam tubuh).

g. Ukuran uterus dengan alat periksa (sonde) berada diluar batas yang ditetapkan
pada petunjuk terbaru tentang memasukkan AKDR, uterus harus terekam pada
kedalaman 6- 9 cm pada paragard dan mirena.

h. Resiko tinggi penyakit menular sexual (pasangan sexual yang berganti-ganti

i. Riwayat kehamilan ektopik atau kondisi yang dapat mempermudah kehamilan


ektopik, merupakan kontraindikasi hanya pada pengguna AKDR hormonal.

j. Servikitis atau vasginitis akut (sampai diagnosis ditegakkan dan berhasil diobati)

k. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi (seperti pada terapi kostikostiroid kronis,


diabetes, HIV/AIDS, leukimia dan penyalah gunaan obat-obatan IV.

l. Penyakit hati akut, meliputi hepatitis virus aktif atau tumor hati merupakan
kontraindikasi hanya pada pengguna AKDR hormonal.

m. Diketahui atau dicurigai terkena carsinoma payudara merupakan kontra indikasi


hanya pada pengguna AKDR hormonal.

n. Trombosis vena dalam / embolisme paru yang terjadi baru-baru ini merupakan
kontra indikasi hanya pada penggunaan AKDR hormonal.

o. Sakit kepala migren dengan gejala neurologis fokal merupakan kontra indikasi
hanya pada penggunaan AKDR hormonal

9. Apa keuntungan dan kerugian pemasangan KB IUD ?1

Jawab

lUD mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan cara kontrasepsi lainnya seperti:

a. Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan dan dengan demikian satu kali
motivasi

b. Tidak menimbulkan efek sistemik


c. Alat itu ekonomis dan cocok untuk penggunaan secara missal

d. Efektivitas cukup tinggi

e. Reversible

Efek Samping lUD


a. Perdarahan
Umumnya setelah pemasangan IUD, terjadi perdarahan sedikit – sedikit yang
cepat berhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid, perdarahan yang
sedikit – sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor, keluhan yang sering
terdapat pada pemakaian IUD ialah perdarahan banyak dapat disertai bekuan
darah dalam siklus normal (menorrhagia), spotting metroraghia (perdarahan
diluar siklus haid).
b. Rasa nyeri dan kejang di perut
Rasa nyeri atau kejang di perut dapat terjadi segera setelah pemasangan IUD,
biasanya rasa nyeri ini berangsur – angsur hilang dengan sendirinya. Rasa nyeri
dapat dikurangi atau dihilangkan dengan jalan memberi analgetik, jika keluhan
berlangsung terus, sebaiknya IUD diganti dengan ukuran yang lebih kecil.
c. Gangguan pada suami
Kadang – kadang suami dapat merasakan adanya benang IUD sewaktu
bersenggama, ini disebabkan oleh benang IUD yang keluardari porsio uteri
terlalu pendek atau terlalu panjang. Untuk mengurangi atau menghilangkan
keluhan ini, benang IUD yang terlalu panjang dipotong sampai kira-kira 3 cm
dari porsio, sedang jika benang IUD terlalu pendek, sebaiknya IUD akan
diganti, biasanya dengan cara ini keluhan suami akan hilang.
d. Ekspulsi (pengeluaran sendiri)
Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruh. Ekspulsi biasanya terjadi
waktu haid dipengaruhi oleh :
a) Umur dan Paritas: Pada paritas yang rendah 1 atau 2, kemungkinan
ekspulsi dua kali lebih besar dari pada paritas 5 atau lebih, demikian pula
pada wanita muda ekspulsi lebih sering terjadi dari pada wanita yang
umurnya lebih tua.
b) Lama Pemakaian :Ekspulsi paling sering terjadi pada tiga bulan pertama
setelah pemasangan, setelah itu angka kejadian menurun dengan tajam
c) Ekspulsi sebelumnya :Pada wanita yang pernah mengalami ekspulsi lagi
ialah kira – kira 50%. Jika terjadi ekspulsi, pasangkanlah IUD dari jenis
yang sama, tetapi dengan ukuran yang lebih besar dari pada sebelumnya,
dapat juga diganti dengan IUD jenis lain.
d) Jenis dan Ukuran :Jenis dan ukuran IUD yang dipasang sangat
mempengaruhi ekspulsi, makin besar ukuran IUD makin kecil
kemungkinan terjadinya ekspulsi.
e) Faktor psikis : Oleh karena mortalitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor
psikis, maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada wanita –
wanita yang emosional dan ketakutan, yang psikis labil. Wanita – wanita
seperti ini penting diberikan penjelasan yang cukup sebelum dilakukan
pemasangan IUD

10. Apa tujuan, indikasi dan bagaimana prosedur pemeriksaan ginekologi ?1,9

Jawab

Tujuan

 Untuk mengetahui kesehatan alat reproduksi wanita


 Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis dan menentukan terapi

Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan ginekologi adalah kecurigaan terhadap adanya
tumor seperti mioma uteri, kistoma ovarii, infeksi pada saluran genitalia dan adanya
perdarahan.
Prosedur pemeriksaan ginekologi.
No Langkah
1.Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

2.Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan dan imformed consent

3.Persiapkan alat yang dibutuhkan : sarung tangan steril, kapas DTT,


pelumas/jelli, speculum, larutan klorin 0,5 %

4.Cuci tangan dan kenakan handscoon

5.Persilahkan pasien berbaring dalam posisi litotomi dan pemeriksa berdiri


didepan vulva

6.Lakukan tindakan aseptic antiseptic pada vulva dengan menggunakab kapas


sublimat dari arah atas ke bawah

Inspeksi:

7.Nilai kondisi : mons pubis, labia mayora dan minora, klitoris, hymen, anus, dan
perineum (hematoma/ edema, sikatrik, benjolan, tanda radang)

Inspekulo:

8.Beri pelumas/jelli pada speculum , usahakan speculum telah dihangatkan

9.Masukkan speculum dengan ukuran sesuai secara miring, agar tidak mengenai
meatus uretra eksternum

10.
Spekullum dimasukkan sejauh mungkin kedalam vagina lalu dibuka hungga
serviks terlihat jelas

11.
Kencangkan/kunci speculum

12.
Nilai kondisi serviks : warna, ulserasi, tumor, perdarahan, keputihan

13.
Sekrup speculum dikendurkan dan speculum diputar kembali pada posisi
semula (miring). Speculum perlahan-lahan ditarik keluar

Pemeriksaan bimanual:
14.
Beri jeli pada jari telunjuk dan jari tengah

15.
Ibu jari dan telunjuk tanagn kiri membuka labia

16.
Masukkan jari tengah tangan kanan kedalam vagina dengan menekankan kearah
komisura posterior yang kemudian diikuti jari telunjuk

17.
Setelah jari tengah dan telunjuk tangan kanan masuk, tangan kiri dipindahkan
keatas sympisis untuk memfiksasi uterus

18.
Nilai kondisi serviks: posisi , ukuran, nyeri goyang portio

19.
Nilai kondisi uterus: ukuran, bentuk, nyeri tekanm benjolan

20.
Letakkan tangan kanan disamping serviks, tangan kiri pada sisi yang sama
diatas perut
Nilai kondisi ovarium : ukuran, konsistensi, nyeri, mobilitas

21.
Keluarkan tangan pelan-pelan

22.
Cuci tangan pada larutan klorin, sarung tangan dibuka dan rendam dalam
keadaan terbalik

11. Apa tujuan, indikasi dan bagaimana prosedur pemeriksaan IVA test ?

Jawab

Pemikiran perlunya metode pemeriksaan alternatif dilandasi oleh fakta, bahwa


temuan sensitifitas dan spesitifitas tes Pap bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga
kenyataannya skrining massal dengan tes Pap belum mampu dilaksanakanantara lain
karena keterbatasan ahli patologi/sitologi dan teknisi sitologi.

Manfaat IVA test dari IVA antara lain : memenuhi kriteria tes penapisan yang
baik, penilaian ganda untuk sensitivitas dan spesifitas menunjukkan bahwa tes ini
sebanding dengan Pap smear dan HPV atau kolposkopi. Mengkaji masalah
penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan adanya pilihan metode
yang mudah diujikan diberbagai negara , agaknya metode IVA (Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat) layak dipilih sebagai metode pemeriksaan alternatif untuk kanker leher
rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode pemeriksaan
iva itu :

- Mudah, praktis dan sangat mampu dilaksanakan.

- Dapat dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan bukan Dokter Ginekologi, dapat


dilakukan oleh bidan disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu.

- Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana.

- Metode skrining IVA sesuai untuk pelayanan sederhana.

Prosedur Diagnosis IVA


A. Siapa yang harus menjalani tes iva
- Menjalani tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30
- Dan 45 tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi diantara wanita
berusia
- Antara 40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi pra-
kanker
- Lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal.
- Sejumlah faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan kanker leher
- Rahim, diantaranya sebagai berikut:
o Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia<20)
o Memiliki banyak pasangan seksual (wanita atau pasangannya)
o Riwayat pernah mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual), seperti
Chlamydia
o atau gonorrhea, dan khususnya HIV/AIDS
o Ibu atau saudara perempuan yang memiliki kanker leher rahim
o Hasil Pap Smear sebelumnya yang tak normal
o Merokok
o Selain itu, ibu yang mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh (mis.,
o HIV/AIDS) atau mengunakan costicosteroid secara kronis
(mis.,pengobatan asma atau lupus) berisiko lebih tinggi terjadinya kanker
leher rahim jika mereka memiliki HPV.
B. Kapan Harus Menjalani Tes IVA
- Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat
- menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran.
Tes
- tersebut dapat dilakukan pada wanita yang dicurigai atau diketahui memiliki IMS
- atau HIV/AIDS. Bimbingan diberikan untuk tiap hasil tes, termasuk ketika
konseling
- dibutuhkan. Untuk masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik
yang
- sederhana untuk ibu tersebut (mis., kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 1 tahun
- secara berkala atau 3/5 tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas
- seperti kapan dan dimana pengobatan dapat diberikan, risiko potensial dan
manfaat
- pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes tambahan atau pengobatan yang
lebih lanjut.
C. Penilaian Klien
- Tanyakan riwayat singkat kesehatan reproduksinya, antara lain:
- Riwayat menstruasi
- Pola pendarahan (mis.; paska coitus atau mens tak teratur)
- Paritas
- Usia pertama kali berhubungan seksual
- Penggunaan alat kontrasepsi
D. Peralatan dan Bahan Lain
IVA dapat dilakukan di klinik manapun yang mempunyai sarana sebagai berikut ini:
- Meja periksa
- Sumber cahaya/lampu
- Spekulum Bivalved (Cusco or Graves)
- Rak atau wadah peralatan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan tes IVA harus tersedia di tempat:
- Kapas swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan keputihan dari
serviks (leher rahim) dan untuk mengoleskan asam asetat ke leher rahim.
- Sarung tangan periksa harus baru
- Spatula kayu; digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika
menonjol melalui bilah spekulum.
- Asam asetat; adalah bahan utama cuka. Larutan asam asetat (3-5%)
- Untuk melakukan IVA, petugas mengoleskan larutan asam asetat pada leher
rahim.
- Larutan tersebut menunjukkan perubahan pada sel-sel yang menutupi leher rahim
(sel-sel epithel) dengan menghasilkan reaksi “acetowhite”. Pertama-tama petugas
melakukan menggunakan spekulum untuk memeriksa leher rahim, lalu
dibersihkan untuk menghilangkan keputihan, kemudian asam asetat dioleskan
secara merata pada serviks.
- Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SSK (sambungan
skuamokolumner), sebagai sambungan antara epitel skuamous dan epitel
glanduler diperiksa untuk melihat apakah terjadi perubahan acetowhite. hasil tes
(positif atau negatif) harus dibahas bersama ibu, dan pengobatan harus diberikan
setelah konseling, jika diperlukan dan tersedia.

12. Apa tujuan, indikasi dan bagaimana prosedur pemeriksaan Pap’smear ?1,9

Jawab

a. Dilakukan untuk kepentingan diagnosis dini karsinoma serviks uteri dan karsinoma
korpus uteri

b. Secara tidak langsung untuk mengetahui fungsi hormonal kerena pengaruh estrogen
dan progesterone menyebabkan perubahan-perubahan khas pada sel-sel lendir vagina

Cara pemeriksaan
Teknik pengambilan PAP smear :
a. Beri label nama pada ujung kaca objek
b. Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu
c. Lihat adanya abnormalitas serviks
d. Identifikasi zona transformasi
e. Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi
f. Putar spatula 3600 disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kotak dengan
permukaan epithelial
g. Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9 (atau
berlawanan arah jarum jam dari jam 3 ke jam 3), hasil yang terkumpul
dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika instrumen dikeluarkan.
h. Jangan memulas sampel pada saat ini jika belum akan difiksasi. Pegang spatula
antara jari dari tangan yang tidak mengambil sampel (atau letakkan pada kaca
objek dengan spesimen muka diatas), sementara sempel dari cytobrush
dikumpulkan.
i. Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan seluruh
permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
j. Cytobrush hanya perlu diputar minimal ¼-1 putaran searah jarum jam,
tergantung keadaan ostium serviks
k. Pulas sampel pada spatula pada kaca objek dengan satu gerakan halus
l. Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar
ganggangnya berlawanan dengan arah jarum jam
m. Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar sebisanya
tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel, pindahkan
sampel dari kedua instrumen ke kaca objek dalam beberapa detik
n. Fiksasi spesimen secepatnya untuk menghindari ertefak karena pengeringan oleh
udara yang akan menyebabkan perubahan degeneratif yang akan menyebabkan
kehilangan bentuk sel. Slide direndam dengan cepat dalam tempat tertutup yang
berisi larutan ethanol 95% selama 20 menit
o. Keringkan dan kirim ke bagian Sitologi Patologi Anatom
p. Hasil pemeriksaan dibaca dengan sistem Bethesda.
Indikasi

 Menikah usia <20 tahun


 Pernah koitus
 Melahirkan > 3x
 Pernah menggunakan alat kontrasepsi (IUD>5tahun)
 Mengalami pendarahan setiap koitus
 Mengalami keputihan

Kontra indikasi

 Wanita belum pernah koitus


 Wanita dengan histerektomi.3

Jadwal

 Skrining pertama kali : kurang lebih 3 tahun setelah hubungan intim yang pertama
kali atausejak usia 21 tahun jika saat itu melakukan hubungan yang pertama kali.
 Wanita sampai umur 30 tahun, skrining dilakukan setahun sekali.
 Wanita usia 30 tahun ke atas:
a. Skrining tiap 2-3 tahun apabila hasil sitologi servikal 3 tahun berturut-turut
negatif ataukombinasi hasil sitologi servikal dan pemeriksaan risiko tinggi HPV
negatif.
b. Skrining lebih sering dilakukan pada pasien-pasien dengan hasil Pap positif
ataudengan tes risiko tinggi HPV positif, infeksi HIV, pasien-pasien dengan
imunosupresi,mendapat paparan dietilstilbestrol (DES) in utero, mempunyai
riwayat kanker serviikssebelumnya.
 Wanita dengan histerektomi: skrining rutin tidak dilanjutkan apabila serviks telah
diangkatdan tidak ada riwayat pertumbuhan sel yang abnormal atau ke arah keganasan.
Apabilawanita tersebut memiliki riwayat pertumbuhan sel yang abnormal, maka
skriningdilakukan setiap tahun ; pada beberapa pasien skrining tidak dilanjutkan
apabila hasil tessitologi vagina 3 kali berturut-turut hasilnya negatif.
Wanita yang lebih tua: The American Cancer Society merekomendasikan bahwa
skrining tidak dilanjutkan pada wanita yang berusia lebih dari 70 tahun apabila
hasilpemeriksaan Pap smear 3 kali berturut-turut negative dan hasil Pap smear 10
tahunsebelumnya juga negatif.The American Cancer Society menyatakan bahwa Pap smear harus
diteruskan pada wanitasehat yang memiliki riwayat kanker serviks, eksposur dietilstilbestrol
(DES) in utero, infeksiHIV atau dengan kelemahan sistem imun.

13. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan Pap’smear ?1,9

Jawab

a. Kelas I : Berarti negatif (tidak ditemukan sel-sel ganas)

b. Kelas II : Berarti ada sel-sel atipik, akan tetepi tidak mencurigakan

c. Kelas III : Berarti ada sel-sel atipik, dicurigai keganasan

d. Kelas IV : Ada kemungkinan tumor ganas

e. Kelas V : Berarti jelas tumor ganas

1. Negative : tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitology dalam 1 tahun
lagi

2. Inkonklusif : sediaan tidak memuaskan. Disebabkan fiksasi tidak baik, tidak


ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi
pemeriksaan sitology setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya

3. Dysplasia : terdapat sel-sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopis. Derajat


ringan, sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfrimasi dengan
kolposkopi dan biopsy. Lakukan pnanganan lebih lanjut dan harus diamati
minimal 6 bulan berikutnya

4. Positif : terdapat sel-sel ganas pada pengamatan mikroskopis. Harus dilakukan


biopsy uantuk memastkian diagnosis. Penanganan harus dilakukan dirumah sakit
rujukan dengan seorang ahli onkologi

5. HPV : pada infeksi virus ini dapat ditemukan sediaan negative atau dysplasia.
Dilakukan pemantauan ketat dengan konfirmasi kolposkopi dan ulangi pap smear.

14. Apa hubungan belum mendapat imunisasi HPV dengan keluhan Ny.A ?10

Jawab
Vaksinasi HPV merupakan bentuk perlindungan spesifik terhadap kanker serviks.
Tindakan vaksinasi HPV saja dapat menurunkan kemungkinan kejadian kanker yang
lebih besar dibandingkan dengan hanya melakukan skrining selama dua tau tiga kali
seumur hidup dan lebih cost effective. Namun tindakan vaksinasi HPV yang diberikan
saat belum terinfeksi HPV dan melakukan skrining kanker serviks selama tiga kali
seumur hidup dapat mengurangi kemungkinan kejadian kanker serviks yang lebih
signifikan walaupun membutuhkan biaya yang lebih banyak.

KeluhanNy. A berupa keluarnya cairan putih kekuningan dari vagina sejak 1


minggu lalu menunjukkan adanya gejala patologis yang salah satunya adalah gejala ca.
cervix. Tentunya hal ini berhubungan dengan riwayat Ny. A yang belum pernah
mendapatkan vaksin HPV karena meningkatkan resiko tertularnya HPV sebagai salah
satu penyebab utama kejadian ca. cervix.

15. Apa manfaat dan tujuan imunisasi HPV ?11,12

Jawab

Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like
protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat
imunogenik kuat.

Tujuan

Mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks), Vaksinasi tidak bertujuan
untuk terapi. Lama proteksi vaksin bivalen 53 bulan, dan vaksin quadrivalen berkisar 36
bulan. Vaksinasi HPV memberi perlindungan terhadap infeksi HPV sebesar 89%.

 Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat


terlindung dari infeksi HPV.

 Mengurangi resiko ca serviks

16. Apa hubungan Ny. A tidak memiliki banyak pasangan dengan keluhan ?3,4

Jawab

Maksudnya disini adalah, dengan tidak banyak memiliki pasangan maka ini akan
mengurangi faktor resiko berupa penyakit menular seksual lainnya yang ditularkan
melalui hubungan seks secara langsung, karena semakin banyak pasangan maka semakin
beresiko pula terjadinya berbagai macam penyakit menular seksual dari pasangan yang
berganti-ganti, serta ini membantu dokter dalam mendiagnosa penyakitnya.

17. Apa saja penyakit yang disebabkan oleh HPV ?13

Jawab

- Kanker leher rahin atau kanker cerviks

- Kondiloma pada penis, vagina, atau anus

- Kanker vagina

- Kanker vulva

- Kanker anus

- Kanker penis

- Papilloma pada saluran napas

18. Jelaskan mengenai kanker serviks ?

Jawab

Dalam menimbulkan kanker serviks, berbagai faktor risiko yang dicurigai sebagai
penyebab adalah usia pada saat kawin, jumlah paritas, jumlah/frekuensi perkawinan,
riwayat abortus, usia coitus pertama,jumlah mitra sex, dan higiene yang rendah.Usia
kawin pertama merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker serviks. Semakin
cepat seseorang melakukan pernikahan, maka aktifitas melakukan hubungan seksualpun
semakin cepat.Cepatnya aktifitas seksual pada seorang wanita merupakan golongan yang
rentan untuk terkena kanker serviks.Hal ini disebabkan karena epitel serviks belum
matang dan belum cukup kuat untuk menerima rangsangan spermatozoa, sehingga
mempermudah untuk terjadinya iritasi.

Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.Semakin


sering seorang wanita melahirkan, semakin besar risiko mengalami kanker
serviks.Melahirkan yang dianggap berisiko terhadap terjadinya kanker serviks adalah
lebih dari tiga kali.Jumlah atau frekuensi perkawinan juga merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya kanker serviks.Wanita yang mempunyai pasangan seksual lebih dari
satu mempunyai faktor risiko lebih besar terhadap terjadinya kanker serviks dibanding
dengan wanita yang mempunyai satu pasangan seksual.

Riwayat abortus adalah salah satu faktor risiko kanker serviks.Praktek-praktek


abortus yang tidak steril memicu terjadinya infeksi sehingga mudah memicu
pertumbuhan sel-sel abnormal sehingga terjadinya kanker.Pada dasarnya kanker serviks
dapat dicegah dan diobati bila ditemukan secara dini dan menghindari faktor resiko yang
ada.Hal ini diupayakan agar upaya menekan morbiditas atau bahkan mortalitas dapat
tercapai.

Epidemiologi

Karsinoma serviks merupakan kanker nomor 3 terbanyak dan salah satu penyebab
kematian yang banyak di temukan pada perempuan. Berdasarkan laporan tahun 2008,
didapatkan sebanyak 529.828 kasus baru dan 275.128 kematian di dunia. Kanker ini
banyak ditemukan pada golongan sosio ekonomi rendah, pasangan yang memulai
aktivitas seksual dini, banyak pasangan serta perokok.15

Patofisiologi Kanker Serviks

Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel,


berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau
lebih.Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium
displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif.
Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh
adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor
supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang
berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya
transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan menghambat perkembangan
tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker
invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres
menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -35%
(Prayetni, 1997).

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi.Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif
berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat
berinfiltrasi ke kanalis serviks.Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus
DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu
oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga
terjadi. Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan
pendukung siklus hidup alami virus tersebut.Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6,
dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi
HPV pada fase laten bersifat epigenetic

Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus
ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan
virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu,
pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi
E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2.

Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari ± 50.000 virion per sel
dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk
kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1 dan E2 rendah
hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7.Selain itu,
dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor
tumor diduga paling banyak berperan.Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell
cycle dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6
atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild
type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit .

Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa
kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis
molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi
kanker serviks (Kaufman et al, 2000).Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa
pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan
pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan,
seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker
serviks.Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan
kelenjar getah bening hipogastrika.Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening
iliaka komunis dan pada aorta.Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah
paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu,
pankreas dan otak.

Gejala Klinis Kanker Serviks

Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus
(keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian,
pertumbuhan tumor menjadi ulseratif.Perdarahan yang dialami segera setelah
bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks
(75 -80%).Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus.
Biasanya timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea,
hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual,
post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah
yang keluar berbentuk mukoid.

Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah


lumbal.Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret
dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva.
Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin progresif. Tidak ada
tanda-tanda khusus yang terjadi pada klien kanker serviks.Perdarahan setelah koitus atau
pemeriksaan dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi.Karakteristik
darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai
menggumpal.Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan
gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter.Perdarahan rektum dapat terjadi karena
penyebaran sel kanker yang juga merupakan gejala penyakit lanjut. Pada pemeriksaan
Pap Smear ditemukannya sel-sel abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi
melalui, atau yang baru-baru ini disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat. Sering kali kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sudah
berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejala-gejala seperti pendarahan
serta keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat buang air kecil dan rasa sakit
saat berhubungan seksual.1

Patogenesis

HPV merupakan virus dengan DNA rantai ganda yang terdiri atas tiga jenis, yaitu
kutaneotropik, mukosotropik, dan tipe yang ditemukan pada mukosa dan kutan.
Kebanyakan kasus karsinoma Serviks disebabkan HPV tipe 16 dan 18.

Karsinoma serviks timbul pada batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-Columnar junction
(SCJ). Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasia (erosio) akibat
saling desak – mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya
mutagen (HPV), bagian SCJ yang mengalami metaplasia skuamosa yang fisiologis akan
berubah menjadi patologis dimana sel akan mengalami displasia.

Protein yang di hasilkan oleh HPV 16, yaitu protein E7, berikatan dengan gen
supresor pRb sehingga menyebabkan inaktivasi dari gen tersebut. Sedangkan, HPV 18
menghasilkan protein E6 yang dapat menginaktivasi gen supresor tumor p53. Adanya
pengikatan pada kedua gen supresor tumor tersebut mengakibatkan efek karsinogenik
berupa proliferasi sel yang terus menerus dengan diferensiasi sel yang buruk.14,15,16
Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000

Stadium 0 : karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial

Stadium I : karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri

di abaikan)

Stadium I A : invasi kanker ke stroma hanya dapat didagnosis secara

mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara mikroskopik walau

dengan invasi yang superfisial dikelompokkan pada stadium IB

I A1 : invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0mmlebar

horizontal lesi tidak lebih 7mm

I A2 : invasi ke stroma lebih dari 3mm tapi kurang dari 5mm dan
perluasan horizontal tidak lebih dari 7mm

Stadium I B : lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi lebih

luas dari stadium I A2

I B1 : lesi yang tampak tidak lebih dari 4cm dari diameter Terbesar
I B2 : lesi yang tampak lebih dari 4cm dari diameter terbesar

Stadium II : tumor telah mengivasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding

panggul atau sepertiga distal/ bawah vagina

II A : tanpa invasi ke parametrium

II B : sudah mengivasi parametrium

Stadium III : tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau mengenai sepertiga

bawah vagina dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak

berfungsinya ginjal

III A : tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke

parametrium tidak sampai dinding panggul

III B : tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau menyebabkan


hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal

Stadium IV : tumor meluas ke luar dari organ reproduksi

IV A : tumor mengivasi ke mukosa lambung kemih atau Rektum dan/ atau ke


luar dari rongga panggul minor

IV B : metastasis jauh penyakit mikroinvasif : invasi stroma dengan kedalaman

3mm atau kurang dari membran basalis epitel tanpa invasi ke rongga
pembuluh limfe/ darah atau melekat dengan lesi kanker serviks.2

T. N. M. Staging16

Tingkat Kriteria

TX Tumor Primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ditemukan adanya tumor primer

Tisb Carsinoma in situ (karsinoma pra invasif)


T1 Karsinoma serviks yang terbatas pada uterus

T1ac Karsinoma serviks yang di diagnosis secara mikroskopik. Invasi stromal


dengan kedalaman maks 5 mm yang di ukur dari dasar epitel dan
penyebaran horizontal sebesar ≤7 mm. Keterlibatan ruang vaskular dan
limfatik tidak mempengaruhi klasifikasi.

T1a1 Invasi stromal dengan kedalaman ≤ 3 mm yang di ukur dari dasar epitel
dan penyebaran horizontal sebesar ≤ 7 mm.

T1a2 Invasi stromal dengan kedalaman > 3 mm tetapi ≤ 5 mm yang di ukur dari
dasar epitel dan penyebaran horizontal sebesar ≤ 7 mm.

T1b Lesi secara klinis tampak pada serviks atau secara mikroskopis lebih
besar dari T1a2

T1b1 Lesi tampak secara klinis ≤ 4 cm pada dimensi terbesar.

T1b2 Lesi tampak secara klinis > 4 cm pada dimensi terbesar.

T2 Karsinoma serviks dengan invasi melewati uterus tetapi tidak mencapai


dinding serviks atau 1/3 bawah vagina.

T2ac Tumor tanpa invasi parametrium

T2a1 Lesi tampak secara klinis ≤ 4 cm pada dimensi terbesar

T2a2 Lesi tampak secara klinis > 4 cm pada dimensi terbesar.

T2b Tumor dengan invasi parametrium

T3 Tumor meluas hingga dinding pelvis dan/atau melibatkan sepertiga bawah


vagina, dan atau menyebabkan hidroneurosis ginjal

T3a Tumor meuas hingga sepertiga bawah vagina, tanpa perluasan ke dinding
pelvis

T3b Tumor meluas hingga ke dinding pelvis dan atau menyebabkan


hidroneurosis ginjal.
T4 Karsinoma telah meluas melewati pelvis atau telah mencapai mukosa
kandung kemih atau rektum

T4a Penyebaran mencapai organ sekitar

T4b Penyebaran mencapai organ jauh

Nx Bila tidak dapat menilai kelenjar regional

N0 Tidak ada metastasis ke kelnjar regional

N1 Terdapat metastasis ke kelenjar limfe regional, dan kelenjar limfe berubah


bentuk.

N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah
bebas infilrat diantara massa ini dengan tumor.

M0 Tidak metastasis Jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Prognosis

Keberhasilan terapi untuk lesi prekaknker tahap awal mendekati 100%. Namun
pada karsinoma serviks stadium I, angka 5-year-survival mencapai 85 %, stadium II
menjadi 65 %, stadium III 35 %, dan bila telah menginvasi kandung kemih, rektum atau
metastasis jauh (stadium IV), angka 5-year-survival menjadi 7 %.15,16

19. Bagaimana tatalaksana kanker serviks ?

Jawab

Tatalaksana Lesi Prakanker Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan


fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan
sarana prasarana yang ada. Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana
terbatas dapat dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining
dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat
program, yaitu bila didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan
pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah
terlatih. Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal direkomendasikan
untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan maka
dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large
Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik
maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas
sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total.

Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi :

 LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan


observasi 1 tahun.

 HSIL(high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan


observasi 6 bulan

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:

1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal Beberapa metode terapi destruksi lokal antara
lain: krioterapi dengan N2O dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser.
Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan
kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan
digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.

a. Krioterapi

Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode


pembekuan atau freezing hingga sekurangkurangnya -20oC selama 6 menit
(teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan
bioselular akan terjadi dengan mekanisme:

- sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut;

- konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu;


- syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein;

- status umum sistem mikrovaskular.

b. Elektrokauter

Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan


melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona
transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi
anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan
tindakan cukup atau perlu terapi lanjutan.

c. Diatermi Elektrokoagulasi

Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika
dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi
umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai
kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi
tersebut sangat luas.

d. Laser Sinar

Laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan


listrik dilepaskan dalam suatu 7 tabung yang berisi campuran gas helium, gas
nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai
panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat
dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar
dari mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan
jaringan yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang
menguap atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.

Tatalaksana Kanker Serviks Invasif Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ) Konisasi


(Cold knife conization).

Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan
fertilitas. Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak
diperlukan histerektomi total Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai
tatalaksana kanker invasif. Stadium IA1 (LVSI negatif) Konisasi (Cold Knife) bila free
margin (terapi adekuat) apabila fertilitas dipertahankan.(Tingkat evidens B) Bila tidak
free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi Total apabila
fertilitas tidak dipertahankan Stadium IA1 (LVSI positif) Operasi trakelektomi radikal
dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak dapat
dilakukan karena kontraindikasi medik dapat dilakukan Brakhiterapi Stadium
IA2,IB1,IIA1

Pilihan :

1. Operatif. Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat


evidens 1 / Rekomendasi A) Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila
terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas
sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor risiko
lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila metastasis KGB saja.
Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor / closed margin, maka radiasi eksterna
dilanjutkan dengan brakhiterapi.

2. Non operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi) Kemoradiasi (Radiasi : EBRT


dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi) Stadium IB 2 dan IIA2

Pilihan :

1. Operatif (Rekomendasi A) 8 Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi


Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi
anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.

2. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi


adalah untuk mengecilkan massa tumor primer dan mengurangi risiko
komplikasi operasi. Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan
hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
Stadium IIB

Pilihan :

A. Kemoradiasi (Rekomendasi A)
1. Radiasi (Rekomendasi B)

2. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan


radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi.

3. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam


penelitian) Stadium III A à III B 1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)

B. Radiasi (Rekomendasi B) Stadium IIIB dengan CKD

1. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan

2. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau

3. Radiasi Stadium IV A tanpa CKD 1. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-
vaginal, direkomendasi terlebih dahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan :
Kemoradiasi Paliatif, atau 3. Radiasi Paliatif Stadium IV A dengan CKD, IVB
1. Paliatif 2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif
dapat dipertimbangkan.

Dukungan Nutrisi

Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker,


sehingga perlu mendapat terapi nutrisi adekuat, dimulai dari skrining gizi, dan apabila
hasil skrining abnormal (berisiko malnutrisi), dilanjutkan dengan diagnosis serta
tatalaksana nutrisi umum dan khusus. Tatalaksana nutrisi umum mencakup kebutuhan
nutrisi umum (termasuk penentuan jalur pemberian nutrisi), farmakoterapi, aktivitas fisik,
dan terapi nutrisi operatif (lihat lampiran). Pasien kanker serviks dapat mengalami
gangguan saluran cerna, berupa diare, konstipasi, atau mual-muntah akibat tindakan
pembedahan serta kemo- dan atau radio-terapi. Pada kondisi-kondisi tersebut, dokter
SpGK perlu memberikan terapi nutrisi khusus, meliputi edukasi dan terapi gizi serta
medikamentosa, sesuai dengan masalah dan kondisi gizi pada pasien. Penyintas kanker
sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur
dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan alkohol dan direkomendasikan
untuk terus melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari
gaya hidup sedenter (Rekomendasi tingkat A).
Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian kemampuan
fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan cara aman & efektif, sesuai kemampuan fungsional yang ada. Pendekatan
rehabilitasi medik dapat diberikan sedini mungkin sejak sebelum pengobatan definitif
diberikan dan dapat dilakukan pada berbagai tahapan & pengobatan penyakit yang
disesuaikan dengan tujuan penanganan rehabilitasi kanker: preventif, restorasi, suportif
atau paliatif.
20. Bagaimana pencegahan kanker serviks ?1,9

Jawab

untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks diperlukan pencegahan-


pencegahan sebagai berikut :

a. Pencegahan primer, yaitu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan kontak


dengan karsinogen untuk mencegah inisiasi dan promosi pada proses karsinogen

b. Pencegahan sekunder, termasuk skrinning dan deteksi dini untuk menemukan


kasus-kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan

c. Pencegahan tersier, merupakan pengobatan untuk mencegah komplikasi klinik


dan kematian awal

Dengan deteksi sedini mungkin infeksi HPV, dengan melakukan program


skrinning minimal 5 tahun sekali setelah pertama kali berhubungan seksual.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan .Edisi ketiga.Jakarta : PT Bina Pustaka


2. Ayuningsih, T. dan Krisnawati. (2009). Cara holistic dan praktisatasi gangguan khas
pada kesehatan wanita. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
3. Sjamsuhidayat R. danWim de Jong. Buku Ajar IlmuBedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC;
2004
4. Leveno, J kenneth, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta : EGC , 2009
5. Moammad Jusuf Hanafiah, Haid dan Siklusnya. Dalam Prof. Dr. Hanifa Wiknjosatro
Sp.OG ,Editor. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2005.
6. Mansjoer, Arif dkk Editors. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi IV. FKUI : Jakarta.
2014.
7. Beckman, Charless RB et al, Editors. Obstetric and Gynecologys. 6th Ed. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins. 2010.
8. Imbarwati. 2009. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Penggunaan KB IUD
9. Nuranna, Laila, dkk. 2011. Buku Acuan untuk Dokter dan Bidan. Jakarta : Female Cancer
Programme.
10. Adelia, Perwita S., Syahrul, Fariani. 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan
Vaksinasi HPV Pada Wanita Usia Dewasa. Surabaya :Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol.
2, No. 3.
11. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks Di Unduh Dari
Http://Indonesia.Digitaljournals.Org/Index.Php/Idnmed/Article/Download/508/506
12. Vaksin Human Papiloma Virus (Hpv) Untuk Pencegahan Kanker Serviks Uteri Diunduh
Dari
Http://Elib.Fk.Uwks.Ac.Id/Asset/Archieve/Jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desembe
r%202011/VAKSIN%20HUMAN%20PAPILOMA%20VIRUS.Pdf
13. Wirakusumah F, Firman., dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2, Bandung:
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
2009.
14. Daniel Tena Gómez, and Juana López Santos. HUMAN PAPILLOMAVIRUS
INFECTION AND CERVICAL CANCER: PATHOGENESIS AND EPIDEMIOLOGY.
University Hospital of Guadalajara : Spain. 2007.
15. Mansjoer, Arif dkk Editors. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi IV. FKUI : Jakarta.
2014.
16. Wiknjosatro, Hanifa Prof. Dr. Sp.OG ,Editor. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005.

Anda mungkin juga menyukai