PENDAHULUAN
Sinar ultra violet (uv) yang terdapat dalam sinar matahari merupakan
sumber radikal bebas berenergi tinggi (Youngson, 2005). Senyawa radikal bebas
dapat menimbulkan gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel dan penuaan dini.
Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu dengan penggunaan
dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Winarsi,
sediaan peroral maupun topikal. Contoh sediaan yang ada di pasaran, yaitu soft
capsul Natur-E untuk peroral dan face cream Natur-E dengan kandungan d-alfa
Biji labu berasal dari biji Cucurbita moschata Duch ex. Poir memiliki
kandungan vitamin E yang tinggi pada pelarut petroleum eter, yaitu 1.234 mg/100g
antioksidan yang sangat aktif terhadap radikal bebas serta dapat melindungi kulit
terhadap sumber radikal bebas seperti sinar UV (Duval & Poelman, 1995).
Kandungan vitamin E dari ekstrak biji labu akan lebih mudah dimanfaatkan apabila
dibuat menjadi suatu bentuk sediaan. Pada penelitian ini ekstrak biji labu
1
2
berbagai macam tipe emulgator, dengan demikian pemilihan sistem emulgator yang
tepat sangat menentukan sifat fisik serta stabilitas fisik (Aulton, 2002). Pada
penelitian ini tipe emulsi yang dipilih adalah tipe minyak dalam air (m/a).
Kelebihan krim tipe m/a mudah dibersihkan, dioleskan, dan mudah menyebar
membentuk suatu emulsi m/a yang sangat stabil apabila dikombinasikan dengan
asam lemak bebas. Asam lemak yang paling sesuai untuk dikombinasikan dengan
TEA adalah asam stearat karena asam stearat tidak mengalami perubahan warna
seperti halnya asam oleat (Jenkins dkk., 1957). Asam stearat bereaksi dengan TEA
secara insitu menghasilkan suatu garam, yaitu trietanolamin stearat yang berfungsi
sebagai emulgator untuk emulsi tipe m/a (Aulton, 2002). Garam yang terbentuk
perbandingan yang sesuai. Pada umumnya digunakan 2-4% dari TEA dan 5-15%
asam stearat tergantung dengan jumlah minyak yang akan diemulsi (Jenkins dkk.,
1957).
krim ekstrak biji labu dengan syarat kualitas fisik terbaik. Kombinasi dari asam
stearat dan TEA dioptimasi menggunakan metode Simpelx Lattice Design (SLD)
3
dalam software Design Expert® versi 9.1.5. Trial. Menurut Bolton (1997) Formula
optimum suatu campuran bahan dapat diperoleh dengan metode SLD. Untuk
B. Rumusan Masalah
1. Berapakah perbandingan asam stearat dan TEA yang memenuhi kualitas fisik
2. Apakah terjadi perubahan yang signifikan pada sifat fisik krim ekstrak biji labu
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui perbandingan asam stearat dan TEA yang memenuhi kualitas fisik
2. Mengetahui adanya perubahan yang signifikan pada sifat fisik krim ekstrak biji
D. Manfaat Penelitian
penggunaan emulgator asam starat dan TEA untuk menghasilkan krim yang
E. Tinjauan Pustaka
a. Klasifikasi Tanaman
Marga : Cucurbita
b. Biji Labu
Biji dari labu jenis Cucurbita moschata Duch ex. Poir mengandung
beberapa komponen, yaitu asam amino, asam lemak, tokoferol, karotenoid, dan β-
Sitosterol. Kandungan asam lemak yang paling dominan, yaitu asam oleat sebesar
tokoferol adalah γ-tokoferol sebesar 66,85±4,90 mg/kg (Kim dkk., 2012). Menurut
Imaeda dkk (1999) biji labu dapat digunakan sebagai antioksidan karena kandungan
vitamin E (γ-tokoferol) yang cukup tinggi. Ekstrak biji labu secara signifikan dapat
serosa dan hati mencit serta dapat menurunkan konsentrasi dari malonaldehid
(Dang, 2004).
Vitamin E adalah antioksidan larut dalam lemak yang melindungi kulit dari
stres oksidatif salah satunya photoaging. Photoaging adalah penuaan dini akibat
produksi radikal oksigen di kulit yang berasal dari sinar uv secara terus-menerus.
utama sebagai antioksidan dan fotoproteksi yang sangat efisien sehingga dapat
2. Kulit
Keterangan:
vitamin E pada manusia sebagian besar belum diketahui. Secara umum diasumsikan
vitamin E pada kulit (Thiele dkk., 2007). Adanya penggunaan vitamin E secara
terjadi karena akumulasi vitamin E pada kelenjar sebasea (Traber dkk., 1998).
manusia. Rentang pH yang dimiliki kulit, yaitu 4,5-6,5. Oleh sebab itu, salah satu
normal kulit untuk menghindari terjadinya iritasi dan kulit bersisik (Djajadisastra,
1998). Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam
gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah
7
(keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi, pengaturan
suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk
a. Lapisan epidermis
b. Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari
pada epidermis. Secara garis besar lapisan dermis dibagi menjadi dua, yaitu pars
c. Lapisan subkutis
Lapisan subkutis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.
3. Radikal Bebas
Radikal bebas memiliki sifat reaktif dan tidak stabil sehingga untuk
mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan
molekul sel tubuh dengan cara mengikat suatu elektron (Youngson, 2005). Radikal
bebas ini akan menyerang pertumbuhan sel termasuk Deoxy Nucleic Acid (DNA)
dan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA). Reaksi antara radikal bebas dengan
radikal bebas dalam jumlah yang banyak. Reaksi berantai ini akan terus menerus
berlangsung dalam tubuh, apabila tidak segera dicegah dapat merusak sel-sel
penting dalam tubuh (Astuti, 1995). Salah satu sumber radikal bebas adalah sinar
uv yang berasal dari sinar matahari. Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan
radikal bebas yang dihasilkan akibat paparan sinar uv. Akumulasi dari ROS
Penuaan dini yang terjadi pada kulit merupakan hasil iradiasi sinar uv secara
biosintesis pada komponen matrik jaringan ikat dan menurunkan produksi kolagen
pada kulit yang mengalami photoaging (Tanaka dkk., 1993). Paparan sinar uv
menginisiasi dan mengaktifkan kaskade komplek dari reaksi biokimia pada kulit
sehingga neutrofil dapat bermigrasi ke dalam kulit. Hal tersebut merupakan faktor
pemicu terjadinya inflamasi dan terbentuknya radikal bebas. Peradangan dan ROS
terakumulasi pada dermis dan epidermis. Secara histologis, kulit menua ditandai
Kerusakan oksidatif atau kerusakan akibat radikal bebas dalam tubuh pada
dasarnya dapat diatasi oleh antioksidan endogen. Namun, jika senyawa radikal
9
bebas berlebih di dalam tubuh atau melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan
seluler maka dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar atau antioksidan eksogen
untuk menetralkan radikal yang terbentuk (Andayani dkk., 2008). Strategi yang
antioksidan untuk mengkap ROS serta menghambat aktivasi neutrofil pada kulit
terjadinya perubahan kolagen yang diinduksi oleh ROS (Tanaka dkk., 1993).
4. Vitamin E (Tokoferol)
R'
HO
CH3 CH3 CH3
R'' O CH3
CH3
CH3
α: R’ = CH3, R’’ = CH3
Tocopherols
β: R’ = CH3, R’’ = H
ɤ: R’ = H, R’’ = CH3
R'
δ: R’ = H, R’’ = H
HO
CH3 CH3 CH3
R'' O CH3
CH3
CH3
Tocotrienols
tokotrienol. Tokoferol dan tokotrienol merupakan molekul amfipati dan larut dalam
lemak yang sangat mudah teroksidasi apabila terkena panas, cahaya, dan pada
kondisi basa (Kamal-Eldin dan Appelqvist, 1996) (Eitenmiller dan Lee, 2004).
Kedua zat tersebut masing-masing memiliki 4 vitamer, yaitu alfa tokoferol, beta
10
tokoferol, gama tokoferol, delta tokoferol, alfa tokotrienol, beta tokotrienol, gama
biopotensi terbesar sebagai vitamin E sedangkan pada beta, gama, delta tokoferol
dan alfa, beta tokotrienol sebesar 50%, 10%, 3%, 30% and 5% dari alfa tokoferol
kekuningan atau tidak berwarna, tidak berbau dan dapat diabsrobsi oleh plastik.
Adanya oksigen, garam besi dan perak dapat mengoksidasi tokoferol menjadi
tokoferil, tokoferil kuinon, tokoferil hidrokuinone, dimer, dan trimer. Oleh sebab
itu, penggunaan tokoferol dalam bentuk ester akan lebih stabil terhadap oksidasi
daripada tokoferol bebas. Namun, aktivitas antioksidan pada tokoferol ester kurang
efektif. Tokoferol harus disimpan dalam gas inert, wadah kedap udara, terlindungi
dari cahaya, dan ditempat yang sejuk serta kering. Titik didih dan titik leleh dari
tokoferol sebesar 235ºC dan 2,5-3,5ºC dengan kelarutan praktis tidak larut dalam
air dan larut dalam aseton, etanol 95%, eter, minyak tumbuhan (Rowe dkk., 2009).
penting dalam fotoproteksi dan melindungi kerusakan kulit akibat radikal bebas.
Mekanisme kerja vitamin E, yaitu bereaksi dengan spesies oksigen reaktif dan
dermis dengan konsentrasi yang dominan, yaitu alfa tokoferol (Rhie dkk., 2001)
(Thiele dkk., 1998). Sebum yang kaya akan lemak digunakan sebagai perantara
11
vitamin E dalam fotoproteksi pada kulit. Sifat lipofilik dari sebum dimanfaatkan
vitamin E untuk berpenetrasi hingga seluruh lapisan yang mendasari kulit. Adanya
paparan dari sinar uv dan faktor usia dapat menurunkan kandungan vitamin E pada
kulit (Rhie dkk., 2001). Oleh sebab itu, tambahan sumber vitamin E melalui aplikasi
5. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI, 1995).
Krim memiliki sifat alir pseudolastik (Siegel dan Ecanow, 1984). Krim terdiri atas
dua fase cairan, yaitu fase bersifat air dan fase minyak. Terjadinya krim sistem
emulsi m/a dengan cara mendispersikan butiran fase minyak ke dalam fase air,
sebaliknya krim dengan tipe emulsi a/m dibuat dengan cara mendispersikan fase air
Krim terbuat dari suatu emulsi sehingga sangat rentan untuk terjadi
ketidakstabilan emulsi:
a. Flokulasi
membentuk agregat yang lebih besar. Namun, masih dapat didispersikan kembali.
Reversibilitas flokulasi tergantung pada kekuatan interaksi antara droplet dan rasio
b. Creaming
terpisah dari medium pendispersi akibat pengaruh gaya gravitasi (Im-Emsap &
ukuran droplet, menyamakan berat jenis dari kedua fase dan menambah viskositas
c. Koalesen
Koalasen terjadi ketika penghalang mekanik atau listrik tidak mampu untuk
mencegah pembentukan droplet menjadi lebih besar yang dapat memicu pemisahan
antarmuka yang tersusun dari makromolekul atau partikel padat (Im-Emsap dan
Siepmann, 2002).
yang seragam pada setiap pemakaian. Jika sediaan homogen maka kadar zat aktif
pada saat pemakaian atau pengambilan akan selalu sama. Krim adalah suatu sediaan
yang cara pemakaiannya dioleskan pada tempat terapi sehingga setiap bagian zat
aktif harus memiliki kesempatan yang sama untuk menempati tempat terapi.
Kondisi ini dapat tercapai bila sediaan krim homogen (Alissya dkk., 2013).
13
Viskositas juga sebagai perbandingan antara shear stress dan shear rate yang
Ƞ = σ / γ ....................................................................................................(1)
Keterangan: Ƞ = viskositas
σ = shear stress
γ = shear rate
akan menurun bila temperatur dinaikkan (Martin dkk., 1993). Penelitian shelf life
kenaikan ukuran tetesan emulsi. Hal tersebut merupakan salah satu tanda terjadinya
3). Uji pH
atau pH krim tidak boleh terlalu asam karena dapat mengiritasi kulit dan tidak
boleh terlalu basa karena dapat membuat kulit menjadi bersisik. Oleh sebab itu,
krim yang dihasilkan harus memiliki pH sesuai dengan pH normal kulit, yaitu 4,5-
karena pengaruh suhu dan adanya kandungan zat lain dalam sediaan yang dapat
Salah satu syarat sediaan krim adalah mudah dioleskan dan mudah merata.
Kemudahan dalam pengolesan tersebut dapat diketahui melalui uji daya sebar krim.
Daya sebar berkaitan dengan sifat penyebaran krim ketika digunakan pada sediaan
topikal. Dengan meningkatnya daya sebar maka luas permukaan kulit yang kontak
dengan krim akan semakin luas dan zat aktif akan terdistribusi dengan baik. Krim
yang baik memiliki daya sebar yang besar sehingga dapat diaplikasikan pada
permukaan kulit yang luas tanpa penekanan yang berlebihan (Alissya dkk., 2013).
Kemampuan daya sebar krim dilihat dari luas sebaran krim yang dihasilkan (Voigt,
1994).
Krim harus dapat melekat pada kulit dalam waktu yang cukup untuk
memungkinkan terjadinya kontak dengan kulit. Waktu kontak yang cukup akan
memungkinkan krim bekerja efektif terhadap kulit sehingga kegunaan krim dapat
jika emulsi m/a berubah menjadi a/m atau sebalikanya (Swarbrick dkk., 2002). Tipe
6. Emulgator
permukaan fase dispers dengan tegangan permukaan yang besar dan perbedaan
densitas dari dua fase. Agar emulsi dapat stabil selama periode waktu tertentu
diperlukan suatu bahan tambahan, yaitu emulgator (Naim, 2000). Emulgator pada
a. Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu zat dengan gugus hidrofil dan lipofil berjumlah
teradsorbsi pada antarmuka dua cairan. Gugus hidrofil akan berada di bagian cair
sedangkan gugus lipofil akan berada di bagian minyak. Berdasarkan muatan yang
dihasilkan ketika terhidrolisis dalam air, surfaktan dibagi menjadi empat golongan,
nonionik. Contoh dari emulgator golongan surfaktan adalah Sodium lauril sulfat,
b. Hidrokoloid
adalah sifat yang dapat bereaksi dengan air, larut atau dapat mengembang.
yaitu:
16
dispers adalah gom arab, xanthan gum, alginat, gelatin, dan derivat selulosa
partikel lebih kecil daripada ukuran partikel fase dispers serta mempunyai sifat
pembasahan pada permukaan dua cairan. Zat terdispersi berkumpul pada batas fase
air dan minyak lalu membentuk lapisan padat untuk mencegah terjadinya koalesen
fase dalam (Mollet & Grubenmann, 2011). Contoh dari emulgator zat padat yang
(Allen, 2002).
mengalami kristalisasi atau berawan dan menguji krim sebagai indiaktor kestabilan
emulsi (Rieger, 2000). Pengujian dilakukan dengan menyimpan krim pada suhu 4ºC
dan suhu 40±2ºC selama 24 jam (Dewi dkk., 2014). Thaw cycling test maupun freeze
memprediksikan shelf life suatu sediaan. Penyimpanan bergantian pada suhu yang
organoleptis, pH, ada tidaknya pemisahan, kristalisasi, dan sifat fisik sediaan yang
8. Ekstraksi
menggunakan pelarut. Menurut Goeswin (2007) hal yang harus diperhatikan dalam
Pelarut yang akan digunakan harus aman. Selain itu, pelarut menentukan efisiensi
d. Suhu penyari
f. Proses ekstraksi
Adanya bahan atau komponen ekstrak yang peka terhadap cahaya maka proses
sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain cara dingin dan cara panas.
Cara dingin terdapat dua mekanisme, yaitu maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah
pertama dan seterusnya disebut remaserasi. Sedangkan cara panas meliputi refluks,
senyawa untuk bertindak sebagai penangkap radikal bebas atau donor hidrogen
merupakan metode yang akurat, cepat, dan mudah untuk mendeteksi aktivitas
penangkap radikal beberapa senyawa (Prakash dkk., 2001). DPPH adalah radikal
bebas yang stabil pada suhu kamar. Pada saat menerima elektron atau radikal
radikal hidrogen DPPH akan menetralkan radikal bebas dari DPPH agar dihasilkan
DPPH tereduksi. Jika semua elektron dalam radikal bebas DPPH telah berpasangan
maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang pada λmax 517 nm.
Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang
ditangkap oleh molekul radikal DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux,
2004).
Semakin rendah nilai EC50 atau IC50 senyawa maka aktivitas antioksidan semakin
kuat (Brand-Williams, 1995). Suatu zat dikatakan mempunyai sifat antioksidan bila
nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Apabila nilai IC50 yang diperoleh 200-1000 ppm,
maka zat tersebut kurang aktif sebagai antioksidan. Namun, berpotensi untuk
N N
N NH
O2N NO2 O2N NO2
NO2 NO2
A B
untuk menentukan formula optimum pada suatu formulasi. Dasar metode SLD,
yaitu adanya dua variabel bebas A dan B. Rancangan dibuat dengan memilih dua
kombinasi dari campuran dua variabel bebas dan setiap kombinasi diamati respon
yang diperoleh. Persyaratan yang dipenuhi adalah jumlah total variabel bebas harus
konstan (satu bagian). Hubungan antara respon dan komponen dapat digambarkan
dengan rumus :
dengan persyaratan:
persamaan 2 dan diperoleh nilai koefisien a, b dan ab. Jika nilai-nilai koefisien
tersebut diketahui maka respon (nilai Y) pada setiap variasi campuran A dan B
dapat dihitung. Dengan demikian, didapatkan gambaran profil dari campuran A dan
B (Bolton, 1997).
a. Asam stearat
Dalam pembuatan basis krim netral (nonionik) asam stearat dinetralisasi dengan
penambahan alkali. Zat ini mudah larut dalam benzen, karbon tetraklorida,
21
kloroform, dan eter; larut dalam etanol, heksan dan propilen glikol; praktis tidak
larut dalam air. Asam stearat tidak menyebabkan toksik atau iritasi serta memiliki
titik leleh: >54ºC. Dalam sediaan krim konsentrasi yang digunakan adalah sebesar
b. Trietanolamin (TEA)
sebagai bahan pengemulsi anionik untuk menghasilkan emulsi m/a yang homogen
dan stabil. TEA sangat higroskopis, serta memiliki titik leleh 20-21ºC. Konsentrasi
c. Setil Alkohol
granul, atau kubus yang mengandung susunan kelompok hidroksil. Setil alkohol
banyak digunakan sebagai bahan pengemulsi dan pengeras dalam sediaan krim.
Titik leleh dari setil alkohol sebesar 45-52 ºC. Bahan ini sangat mudah larut dalam
etanol 95% dan eter serta tidak larut dalam air. Kelarutan akan meningkat bila
dan sebagai bahan pengemulsi maupun emolien adalah 2-5% (Rowe dkk., 2009).
d. Gliserin
dalam sediaan formulasi topikal dan kosmetik. Fungsi gliserin sebagai humektan
wadah yang dikemas dapat dihindari. Gliserin sedikit larut dalam aseton, tidak larut
22
dalam benzena dan kloroform, dapat bercampur dengan etanol dan metanol, serta
e. Adeps Lanae
Adeps lanae merupakan lemak bulu Ovis aries L. yang telah dimurnikan,
dibersihkan dan dihilangkan warna serta baunya. Mengandung air tidak lebih dari
0,25%. Pemerian dari Adeps lanae bermassa seperti lemak, lengket, warna kuning,
dan bau khas. Adeps lanae tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter dan kloroform. Suhu
f. Metil Paraben
digunakan sebagai bahan pengawet. Zat ini dapat digunakan sendiri atau
dikombinasikan dengan jenis paraben lain. Efektifitas metil paraben pada rentang
pH 4-8. Kelarutan dalam etanol 95% (1:3) dan eter (1:10). Konsentrasi metil
paraben yang digunakan untuk sediaan topikal, yaitu 0,02%-0,3% (Rowe dkk.,
2009).
g. Propil Paraben
ditunjukkan pada pH antara 4-8. Propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet
digunakan untuk sediaan topikal, yaitu 0,01%-0,6%. Propil paraben sangat larut
23
dalam aseton dan eter, mudah larut dalam etanol dan metanol, sangat sedikit larut
h. Air suling
Air suling adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air
murni adalah air yang diperoleh melalui proses distilasi, penukar ion, osmosis balik,
atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum
dan tidak mengandung zat tambahan lain. Pemerian air murni, yaitu cairan jernih,
F. Landasan Teori
2002). Kombinasi agen pengemulsi digunakan untuk meningkatkan sifat fisik dan
stabilitas fisik suatu krim (Elfiyani dkk., 2013). Menurut Sharon dkk (2013)
bahan dapat diperoleh dengan metode SLD (Bolton, 1997). Krim yang berasal dari
Metode uji stabilitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji stabilitas
dipercepat, yaitu thaw cycling test. Thaw cycling test digunakan untuk menguji
yang ekstrim, yaitu pada 4ºC dan 40ºC (Elya dkk., 2013). Panas akan mempercepat
mentidakstabilkan film yang rigid (Nofrizal dan Prashetya, 2011). Hal tersebut
dingin akan terjadi pelepasan air pada sediaan. Namun, sistem emulsi akan tetap
stabil apabila film pengemulsi dapat bekerja kembali di bawah tekanan yang
diinduksi oleh kristal es sebelum koalesen (Juwita dkk., 2013). Jika sistem
emulgator pada krim mampu menjaga stabilitas krim selama thaw cycling test maka
tidak akan terjadi perubahan yang signifikan pada sifat fisik sediaan krim.
G. Hipotesis
1. Metode SLD dapat menghasilkan perbandingan asam stearat dan TEA yang
memenuhi kualitas fisik krim ekstrak biji labu seperti yang sudah ditentukan.
2. Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada sifat fisik krim ekstrak biji labu