Anda di halaman 1dari 4

FILSAFAT ILMU EKONOMI ADALAH Perdebatan tentang apakah filsafat ekonomi

BAGIAN INTEGRAL DARI FILSAFAT ILMU mengikuti pola metodologis dan epistemologis
PENGETAHUAN (PHILOSOPHY seperti halnya dalam filsafat ilmu atau memiliki pola
OF SCIENCE) tertentu yang terpisah sudah terjadi sejak abad ke 18,
dan menjadi lebih intensif di tahun 1970-an
Pendahuluan terutama ketika ideologi Kuhnsian, Popperian, dan
Lakatonian masuk dalam pembahasan tentang
Refleksi filosofis ilmu ekonomi mungkin telah ekonomi (Blaugh, 1992). Banyak yang mencoba
berkembang seiring dengan perjalanan sejarah hidup menjelaskan perdebatan tersebut dan hasilnya lebih
condong kepada pandangan bahwa filsafat ekonomi
manusia seperti yang diungkapkan oleh Karl Marx
memiliki klaim yang kuat sebagai bagian dari filsafat
bahwa pangkal dari semua kegiatan manusia adalah
ilmu pengetahuan5. Sekalipun demikian, terdapat
hubungan produksi1. Akan tetapi menurut Backhouse
beberapa pandangan minor yang tetap
(2002), pembahasan ini baru mengemuka sejak
aktivitas ekonomi menjadi objek kajian tersendiri di ‘menyangsikan” kesimpulan tersebut, dan
abad ke-18, misalnya dalam karya yang dikemukakan memandang bahwa pembahasan tentang filsafat
ekonomi harus dilakukan secara terpisah dari filsafat
oleh Cantillon (1755), David Hume (1752), dan
ilmu pengetahuan, misalnya Hutchison (2000).
paling berpengaruh adalah karya Adam Smith,
Dalam makalah ini, penulis mencoba menyajikan
Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
perdebatan tersebut dan menguraikan tantangan yang
Nations (1776). Pada masa- masa awal, ilmu
ekonomi dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dihadapi filsafat ilmu ekonomi dalam mengokohkan
dari moral science, sehingga pembahasan klaim ‘scientific’ ilmu ekonomi dari perspektif
filsafat ilmu pengetahuan. Bagian pertama akan
filosofisnya pun ditinjau dari perspektif filsafat
menjelaskan tentang permasalahan metodologis dan
moral2. Dalam konteks perkembangan ilmu ekonomi
epistemologis yang dihadapi ilmu ekonomi dalam
kontemporer, pembahasan aspek filosofis ilmu
ekonomi semakin kompleks dengan berkembangnya perspektif ilmu pengetahuan sebagai dasar
beragam aliran pemikiran ekonomi3. Bahkan, pembahasan. Bagian kedua adalah tinjauan literatur
tentang filsafat ekonomi dan sejumlah perdebatan
kalaupun diklasifikasikan menjadi dua kelompok,
yang terjadi di kalangan ekonom dan filosof terkait
orthodox dan mainstream, masing-masing kelompok
hubungan antara filsafat ekonomi dan filsafat ilmu
tersebut masih memiliki ragam varian yang cukup
pengetahuan. Bagian ketiga adalah kesimpulan yang
banyak4. Adanya keragaman ini telah menjadi
tantangan tersendiri bagi para ekonom maupun sekaligus juga menyajikan pandangan pribadi penulis
filosof dalam membahas filsafat ilmu ekonomi. tentang keterkaitan filsafat ekonomi dan filsafat ilmu
pengetahuan.
Filsafat ilmu ekonomi meliputi pembahasan tentang
aspek konseptual, metodologi, dan etika yang Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Perkembangan
berkaitan dengan disiplin ilmu ekonomi (Hausman, Ilmu Ekonomi
2008; Caldwell, 1993). Fokus utamanya adalah aspek
metodologi dan epistemologi yang meliputi metode, Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling
konsep, dan teori yang dibangun oleh para ekonom berkaitan baik secara substansial maupun historis.
untuk sampai pada yang disebut “science” tentang Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari
proses ekonomi. Filsafat ekonomi juga berkaitan peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu
dengan bagaimana nilai-nilai etika menjadi bagian memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat ilmu
argumentasi dalam ilmu ekonomi seperti pengetahuan berkaitan dengan pembahasan
kesejahteraan, keadilan, dan adanya trade-off diantara bagaimana disiplin ilmu tertentu menghasilkan
pilihan-pilihan yang tersedia. Pertanyaan yang pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi,
selanjutnya mengemuka adalah apakah dimensi serta pemahaman yang melatarbelakangi suatu
filsafat ilmu ekonomi tersebut menghasilkan disiplin ilmu6. Dengan kata lain, filsafat ilmu
pengetahuan empiris yang menjadi dasar teoritis ilmu pengetahuan merupakan telaah secara filsafati yang
ekonomi sehingga dapat diklaim bahwa filsafat ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai
ekonomi adalah bagian integral dari filsafat ilmu hakikat sains empirikal, seperti (1) Obyek apa yang
pengetahuan. Pembahasan tentang pertanyaan ini ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari
telah berlangsung lama dan menimbulkan banyak obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek
perdebatan di kalangan ekonom dan filosof hingga tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti
saat ini. berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan? Pertanyaan – pertanyaan ini disebut
landasan ontologis, (2) Bagaimana proses yang Marwel and Ames, 1981; Frank et al, 1993; Marx,
memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang 1867).
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan Kedua, reasons versus causes. Teori ekonomi
pengetahuan yang benar? Apa yang disebut mengasumsikan bahwa individu bertindak rasional
kebenaran itu? Apa kriterianya? Cara/ teknik/sarana dan melakukan pilihan-pilihan berdasarkan alasan-
apa yang membantu kita dalam mendapatkan alasan tertentu. Alasan-alasan ini menjadi justifikasi
pengetahuan yang berupa ilmu? Pertanyaan- mengapa seseorang melakukan pilihan tertentu, dan
pertanyaan ini disebut landasan epistemologis, (3) alasan tersebut harus dimengerti oleh individu yang
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu bersangkutan. Asumsi ini menimbulkan pertanyaan
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara terkait dengan adanya kemungkinan bahwa individu
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? bertindak karena adanya hubungan kausal, yang
Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah disebabkan oleh kondisi tertentu sehingga tidak
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan bertindak berdasarkan alasan rasional. Individu yang
antara teknik prosedural yang merupakan bertindak rasional didasari oleh asumsi bahwa
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma mereka memiliki informasi yang sempurna terhadap
moral/profesional? pertanyaan-pertanyaan ini adalah sejumlah fakta yang relevan dengan pilihan-pilihan
landasan aksiologis. Jika didefinisikan, filsafat ilmu yang dibuatnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya
pengetahuan merupakan cabang filsafat yang kondisi ini tidak pernah terjadi, dan hal tersebut
membahas tentang sejarah perkembangan ilmu menjelaskan mengapa ilmu ekonomi tidak parallel
pengetahuan, pengetahuan, metode-metode ilmiah, atau berbeda dengan ilmu alam (Buchanan and
serta sikap etis yang harus dikembangkan oleh para Vanberg, 1989, Von Mises, 1981).
ilmuwan, yang berfungsi sebagai sarana pengujian
penalaran sains; merefleksi, menguji, mengkritik
Ketiga, Social Scientific Naturalism. Dari semua ilmu
asumsi dan metode keilmuan; serta memberikan sosial, ilmu ekonomi adalah yang paling mirip
landasan logis terhadap metode keilmuan (Judistira, dengan ilmu alam. Pandangan untuk membedakan
2006; Salmon et. al., 1992; dan www.wikipedia.org).
antara ilmu sosial dan ilmu alam umumnya terkait
dengan tiga pertanyaan, yaitu (1) apakah ada
Pembahasan tentang ilmu ekonomi dari perspektif perbedaan fundamental antara struktur dan konsep
filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan apakah dalam hal teori dan penjelasan pada ilmu alam
ilmu ekonomi memiliki klaim kuat sebagai sebuah dengan ilmu sosial? (masalah ini terkait dengan
disiplin ilmu tertentu yang memiliki aspek reasons versus causes seperti telah diuraikan
metodologis dan epistemologis yang menghasilkan sebelumnya), (2) Apakah ada perbedaan fundamental
pengetahuan empiris. Aspek kritis yang menjadi dalam tujuan antara ilmu ekonomi dan ilmu alam?
perdebatan tentang hal tersebut adalah terkait dengan Sejumlah kalangan menyatakan bahwa ilmu ekonomi
struktur dan justifikasi teori dalam ilmu ekonomi. memiliki tujuan untuk memberikan penjelasan
Secara umum, terdapat 6 (enam) permasalahan utama mengapa suatu fenomena terjadi sehingga
yang terkait dengan aspek metodologis dalam ilmu menciptakan adanya pengertian dan respon terhadap
ekonomi, yaitu (Hausman, 2008): fenomena tersebut. Tujuan ini mengakibatkan adanya
unsur subjektivitas, yang tidak terjadi dalam ilmu
Pertama, positive versus normative economics. alam, (3) Pentingnya pilihan manusia (atau mungkin
Eksistensi pertimbangan normatif dalam ekonomi free will), menimbulkan pertanyaan apakah fenomena
menimbulkan pertanyaan metodologis dari perpektif sosial terlalu tidak teratur sehingga sulit digambarkan
ilmu pengetahuan yang bersifat positivisme. dalam suatu kerangka hukum dan teori? Dengan
Sebagian besar ekonom mencoba mengatasi karakter manusia yang bersifat free will, mungkin
persoalan tersebut dengan melakukan pembahasan perilaku manusia sulit diprediksi. Akan tetapi, dalam
ilmu ekonomi dalam bentuk positive science untuk kenyataannya banyak perilaku manusia yang
menghindari bias metodologis. Akan tetapi, banyak menunjukkan keteraturan, disamping adanya
kalangan menilai bahwa pendekatan ini menimbulkan ketidakteraturan. Kondisi ini juga terjadi pada ilmu
banyak pertanyaan dan cenderung lemah karena alam yang memiliki banyak ketidakteraturan dalam
selama teori ekonomi berkaitan dengan kepentingan hubungan kausal.
individu dan atau masyarakat, maka pasti
mengandung aspek normatif (Mongin, 2006; Keempat, Abstraction, idealization, and ceteris
Haussman and McPherson, 2006; Machlup, 1969; paribus clasuses in economics. Dalam perspektif
ilmu pengetahuan, ilmu ekonomi banyak
menimbulkan pertanyaan terkait dengan adanya populer disebut dengan asumsi adalah cenderung
abstraksi, idealiasasi, dan klaim kebenaran teori yang dipandang sebagai sesuatu kebenaran yang mampu
ceteris paribus. Sejumlah pertanyaan mengemuka, menggambarkan hubungan kausal dalam aktivitas
tentang seberapa banyak simplikasi, idealisasi, dan ekonomi. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan
abtraksi dapat dilegitimasi? Bagaimana legitimasi metode a priori. Perkembangan selanjutnya,
asumsi ceteris paribus dalam ilmu pengetahuan? pendekatan Mill dinilai memiliki banyak kelemahan
Sejumlah pertanyaan tersebut telah menjadi terutama terkait dengan prediksi teori ekonomi yang
perdebatan metodologis yang mempertanyakan tidak selalu didukung oleh bukti empiris karena
“scientific” dari ilmu ekonomi. sebagaimana yang diungkapkan oleh Mill bahwa
secara abstrak suatu teori ekonomi mungkin benar
Kelima, Causation in economics and econometrics. jika faktor pengganggu lainnya diabaikan. Dalam
Generalisasi dalam ilmu ekonomi didasarkan pada kenyataannya, faktor penganggu tersebut selalu ada
hubungan kausal, misalkan tentang hukum dan memberikan pengaruh terhadap hubungan kausal
permintaan. Hubungan kausal ini juga dapat yang terjadi. Akibatnya, konfirmasi terhadap teori
diidentifikasi dengan ekonometrika. Akan tetapi, ekonomi condong pada bahwa premis tersebut benar
terdapat kemungkinan adanya pertentangan analisis dibandingkan dengan memeriksa implikasi prediksi
hubungan kausal antara yang dihasilkan oleh teori tersebut terhadap bukti empiris. Selanjutnya
perubahan ekonomi dan komparatif statik terkait berkembang pendekatan lain, misalnya yang
dengan keseimbangan ekonomi, sehingga dilakukan ilmuwan Jerman dan Inggris (di abad ke-
menimbulkan pertanyaan metodologis tentang 19) dan ilmuwan Amerika (di awal abad ke-20), yang
hubungan kausal mana yang akan dipilih. berargumen bahwa premis-premis ekonomi yang
berkembang tidak selalu mencerminkan realitas,
sehingga diperlukan banyak studi empiris dan
Keenam, Structure and strategy of economics.
generalisasi hanya dapat dilakukan secara bertahap
Perdebatan aspek metodologis terkait dengan aspek
ini adalah masuknya filosofi Kuhnsian (Kuhn, 1970) berdasarkan temuan yang diperoleh. Perdebatan
dan Lakatonian (Lakatos, 1970) dalam pembahasan tentang dua kutub ini terus mengemuka dan tidak
menemukan titik temu (Hausman, 2008).
tentang ekonomi.

Di tahun 1950-an, perkembangan tentang kutub yang


Permasalahan-permasalan yang terkait dengan aspek
metodologis tersebut telah menimbulkan banyak mendukung implikasi prediksi lebih mengemuka
perdebatan tentang klaim “scientific” ilmu ekonomi dibandingkan dengan asumsi atau kutub yang
mengusung tradisi Millian. Perkembangan baru ini
dalam hal generalisasi. Bolehkah suatu ilmu
dipelopori oleh Machlup (1955) dan Friedman (1953)
pengetahuan menghasilkan generalisasi yang salah?
yang menyatakan bahwa asumsi-asumsi yang
Jika klaim tersebut tidak dapat digeneralisasi secara
mendasari model ekonomi tidak harus realistis, yang
universal, apa dasar logis yang mendasarinya?
Bagaimana mengetahui klaim yang dihasilkan dari terpenting adalah kemampuan dari implikasi model
proses tersebut salah atau bagaimana pengujian yang tersebut dalam memprediksi kenyataan. Selama lebih
dari dua dekade, pandangan Friedman banyak
harus dilakukan sehingga klaim tersebut dapat
mendominasi tentang pembahasan aspek metodologis
diterima atau ditolak? Pertanyaan-pertanyaan ini
dalam ilmu ekonomi.
telah menjadi topik intensif yang terus mengemuka
hingga saat ini.
Perkembangan baru dalam filsafat ekonomi terjadi di
tahun 1970-an, ketika filosofi Popperian, Lakatonian,
Filsafat Ilmu Ekonomi: Upaya Mengatasi
dan Kuhnsian masuk dalam pembahasan tentang
Permasalahan Metodologis dan Epistemologis
ekonomi (Hausman, 2008). Popperian menolak
serta Membuktikan Klaim “Scientific” Ilmu
metode induksi dan memperkenalkan metode
Ekonomi
deduksi. Sekilas, pendekatan Popperian tersebut
memberikan ruang tentang legitimasi simplifikasi
Dalam membuktikan klaimnya sebagai ilmu atau bagaimana teori ekonomi dapat menemukan
pengetahuan, sejumlah ekonom telah berupaya klaim scientific-nya. Akan tetapi, filosofi Popperian
mengatasi permasalahan metodologis tersebut untuk yang mensyaratkan bahwa formulasi teori harus
menunjukkan “scientific” ilmu ekonomi. Dari era logically falsifiable dan testable, menyebabkan
Nassau Senior dan John Stuart Mill di tahun 1830-an adanya kemungkinan penolakan terhadap sebagian
hingga era Lionel Robbins di tahun 1930-an, terdapat besar bahkan seluruh teori ekonomi karena adanya
konsepsi dominan di kalangan para ekonom bahwa ceteris paribus dan asumsi-asumsi yang sering
premis atau postulat yang di kemudian hari lebih
kurang realistis yang mendasari teori ekonomi Perkembangan lainnya terkait aspek metodologis
(Marchi, 1988; Caldwell, 1991; Boland, 1992). dalam ilmu ekonomi adalah penerapan pendekatan
Kelemahan ini selanjutnya diatasi oleh Imre Lakatos strukturalis teori ilmiah dalam ilmu ekonomi, yang
(1970) yang kemudian dikenal dengan Lakatonian, antara lain dikemukakan oleh Sneed (1971),
yang memperkenalkan konsep theoretically Stegmüller et al (1981), dan Balzer and Hamminga
progressive. Lakatos menekankan pada appraising (1989). Pendekatan ini mengemukakan sejumlah
historical series of theories yang berbeda dengan pandangan terkait adanya keragaman dan perbedaan
Popperian yang bersifat appraising theories. pendapat dalam menafsirkan dan menilai teori
Akibatnya, pandangan Lakatos lebih banyak diterima ekonomi. Selama tidak ada konsensus terkait aspek
pada pembahasan aspek metodologis dalam ilmu metodologis dalam ilmu ekonomi, maka ketika
ekonomi dibandingkan dengan Popperian. Sekalipun praktisi ekonomi tidak setuju patut dipertanyakan
demikian, pandangan Lakatos ini belum dapat apakah mereka yang memiliki memahami filosofi
menyajikan penjelasan yang memuaskan tentang tetapi kurang memiliki pengetahuan ekonomi dapat
aspek metodologis dan empirikal untuk menyatakan menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karenanya,
klaim tentang “scientific” ilmu ekonomi sekuat klaim menurut pandangan ini mereka yang merefleksikan
“scientific” dalam ilmu alam. metodologi ekonomi harus lebih banyak memainkan
peran dibandingkan dengan pihak lainnya.
Sulitnya persoalan simplikasi dalam ilmu ekonomi
memunculkan sejumlah pandangan radikal Masalah metodologis lainnya dalam ilmu ekonomi
diantaranya adalah bahwa ilmu ekonomi memang adalah penggunaan pendekatan eksperimental dan
tidak dapat melewati persoalan metodologis tersebut. non-eksperimental. Kombinasi pendekatan tersebut
Pelopor pandangan ini adalah Alexander Rosenberg dinilai dapat menjembatani dikotomi antara teori
(1992) yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi hanya ekonomi dan bukti empiris. Akan tetapi, sejumlah
dapat menghasilkan prediksi umum yang tidak tepat, kalangan masih menyangsikan apakah pendekatan
dan tidak dapat menghasilkan perubahan. Lebih eksperimental dapat digeneralisasi dalam konteks
lanjut, menurut Rosenberg teori ekonomi hanya non-eksperimental, termasuk kemungkinan apakah
bernilai sebagai matematika terapan bukan sebagai pendekatan eksperimental dapat dilakukan (Guala,
teori empiris. Pandangan ini relatif memiliki dasar 2005; Kagel and Roth, 2008).
argumentatif mengingat ilmu ekonomi tidak dapat
mencapai kemajuan sebagaimana yang dilakukan
oleh ilmu alam. Akan tetapi, banyak kalangan
menilai bahwa klaim ilmu ekonomi tidak
menghasilkan kemajuan dan prediksi kuantitatif
cenderung lemah. Salah satu bukti dari hal tersebut
adalah kemampuan para ekonom kontemporer yang
dapat memprediksi harga saham lebih baik
dibandingkan dengan para ekonom di masa lalu.
Pandangan radikal lainnya yang berlawanan dengan
Rosenberg adalah Deidre McCloskey’s (1994) yang
menyatakan bahwa ilmu ekonomi tidak harus
memenuhi sejumlah standar metodologis tertentu.
Menurut McCloskey’s, satu-satunya kriteria yang
relevan untuk menilai praktik dan produk yang
dihasilkan oleh ilmu ekonomi adalah apa yang
diterima oleh praktisi. Dengan kata lain, ilmu
ekonomi dapat mengabaikan standar metodologis
yang dikemukakan oleh para filosof. Pandangan ini
dikenal dengan istilah ekonomi retoris. Banyak karya
berharga dan berpengaruh yang dihasilkan oleh
McCloskey’s dengan pandangan ekonomi retoris ini.
Akan tetapi masalah yang dihadapi adalah kesulitan
untuk mempertahankan argumentasi-argumentasi
dalam studi tersebut karena tidak memiliki standar
epistemologis.

Anda mungkin juga menyukai