Anda di halaman 1dari 17

KEDISIPLINAN

Makalah Kelompok V
Disusun sebagai tugas mata kuliah Kepemimpinan

Disusun oleh :
Dini Awanis Arifiani 1410112044
Ni Made Tiara Ananda 1610112125
Imam Alhady 1610112131
Hannah Salamah Putri 1610112137
Destiara Dyah Puspita Sari 1610112143
Muhammad Farhanudin 1610112149
Mega Cantika 1610112155

Akuntansi S1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Tahun Ajaran 2016 – 2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya lah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kepemimpinan, pada
Semester I di tahun ajaran 2016/2017.
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengetahui dan
menambah wawasan tentang kepemimpinan baik dalam kelompok maupun organisasi.
Dalam penyelesaian makalah, kami banyak mengalami kesulitan. Namun, berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Dra. Hermina
Manihuruk, MM sebagai dosen yang membimbing kami dalam menyelesaikan tugas.
Kami sadar, penulisan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif, guna memperbaiki
penulisan makalah yang telah kami buat. Semoga makalah yang sederhana ini, dapat
memberi wawasan dan pengetahuan bagi pembaca mengenai landasan kepemimpinan.

Jakarta, November 2016

Tim Penulis
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

a. LATAR BELAKANG
b. RUMUSAN MASALAH
c. TUJUAN PENELITIAN
BAB II : LANDASAN TEORI

a. PENGERTIAN DISIPLIN
b. DISIPLIN NASIONAL
c. MEMBANGUN DISIPLIN NASIONAL
d. BERBAGAI KENDALA DAN UPAYA MENGATASI PELAKSANAAN
DISPLIN NASIONAL
BAB III : PEMBAHASAN KASUS

BAB IV : PENUTUP

a. KESIMPULAN
b. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku
perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap
peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Disiplin kerja adalah sikap
kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau
mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisiplinan dapat dilakukan dengan
latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja pegawai.
Disiplin adalah suatu sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang, dengan disiplin
yang tinggi, tidak memungkiri bahwa negara akan bergerak ke arah kemajuan. Sebagai
contoh negara dengan kedisiplinan yang tinggi adalah Jepang dan Korea Selatan. Kedua
negara tersebut bisa maju karena masyarakatnya mempunyai tingkat kedisiplinan yang
tidak main-main, bahkan ada sebuah anggapan bahwa “lebih baik menunggu sejam
daripada telat 1 detik”. Ini membuktikan bahwa mereka pun disiplin terhadap waktu,
sangat menghargai waktu dan menghormati orang lain. Dari kedisplinan individu ini lah
akan membentuk kedisiplinan nasional untuk mendukung pembangunan nasional.
Disiplin nasional diartikan sebagai status mental bangsa yang tercemin dalam
perbuatan berupa keputusan dan ketaatan. Baik secara sadar maupun melalui pembinaan
terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku. Dengan membangkitkan semangat
disiplin nasional akan membawa dampak positif bukan hanya untuk diri sendiri, namun
juga untuk bangsa dan negara. Menjadikan disiplin sebagai habbit maka tidak dapat
dipungkiri jalan menuju negara yang maju dapat berjalan dengan sangat baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari disiplin?
2. Apa pengertian dari disiplin nasional?
3. Bagaimana membangun disiplin nasional?
4. Apa kendala dalam menengakkan disiplin nasional?
5. Bagaimana upaya mengatasi kendala penengakan disiplin nasional?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan bagaimana pengertian disiplin, penegakan disiplin dan
bagaimana cara untuk menengakkan kedisiplinan nasional.
2. Sebagai salah satu tugas pada mata kuliah kepemimpinan yang diajar oleh Ibu
Dra. Hermina Manihuruk, M.M
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kedisiplinan

Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul
kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin
mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Disiplin diartikan sebagai
kepatuhan terhadap peraturan/hukum atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian.
Kemudian disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat
berperilaku tertib. Sedangkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sementara pegawai
dunia pendidikan merupakan bagian dari tenaga kependidikan, yaitu anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Dalam informasi tentang wawasan Wiyatamandala, kedisiplinan guru diartikan sebagai
sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan
norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan taggung jawab.

Dari pengertin diatas dapat disimpulkan. Kedisiplinan guru dan pegawai adalah
sikap penuh kerelaan dalam mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam
menjalankan tugasnya sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak
didiknya. Karena bagaimana pun seorang guru atau tenaga kependidikan, merupakan
cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan, dan sikap disiplin guru dan tenaga
kependidikan akan memberikan warna terhadap hasil pendidikan yang jauh lebih baik.

Sebagai mahasiswa pun kita membutukan seorang guru atau tenaga kependidikan
yang dapat mengatur tingkah laku kita,

Dalam mengerjakan segala hal, manusia dituntut untuk memiliki tingkat


kedisiplinan yang tinggi. Tentu tujuannya supaya semua pekerjaan dapat selesai dengan
hasil yang baik dan maksimal. Secara umum, disiplin bisa diartikan sebagai sikap penuh
rasa tanggung jawab serta kepatuhan untuk menjalankan seluruh ketentuan maupun
aturan yang berlaku dalam setiap kegiatan atau tugas yang dimiliki setiap individu.
Dengan demikian, tidak salah jika tingkat kedisiplinan seseorang sangat menentukan
hasil dari pekerjaannya.

Berikut ini beberapa pengertian disiplin menurut para ahli sesuai dengan sudut
pandangnya masing-masing, yaitu:

1. Menurut James Drever dari sisi psikologis, disiplin adalah kemampuan


mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang sesuai dengan hal-
hal yang telah di atur dari luar atau norma yang sudah ada. Dengan kata lain,
disiplin dari segi psikologis merupakan perilaku seseorang yang muncul dan
mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang telah ditetapkan.
2. Menurut Pratt Fairshild dari sisi sosiologi, disiplin terdiri dari dua bagian, yaitu
disiplin dari dalam diri dan juga disiplin sosial. Keduanya saling berhubungan
satu sama lain, sehingga seseorang yang mempunyai sikap disiplin merupakan
orang-orang yang dapat mengarahkan perilaku dan perbuatannya berdasarkan
patokan atau batasan tingkah laku tertentu yang diterima dalam kelompok atau
lingkup sosial masing-masing. Pengaturan tingkah laku tersebut bisa diperoleh
melalui jalur pendidikan dan pembelajaran.
3. Menurut John Macquarrie dari segi etika, disiplin adalah suatu kemauan dan
perbuatan seseorang dalam mematuhi seluruh peraturan yang telah terangkai
dengan tujuan tertentu.

Berdasarkan ketiga pengertian disiplin menurut para ahli di atas, bisa disimpulkan
bahwa dari sudut pandang manapun, disiplin merupakan sikap yang wajib ada dalam diri
semua individu. Mengapa? Karena disiplin adalah dasar perilaku seseorang yang sangat
berpengaruh besar terhadap segala hal, baik urusan pribadi maupun kepentingan bersama.
Untuk mempunyai tingkat kedisiplinan yang tinggi dalam mengerjakan sesuatu,
dibutuhkan latihan dengan kesadaran dari dalam diri akan pentingnya sikap disiplin
sehingga menjadi suatu landasan bukan hanya pada saat berkerja, tetapi juga dalam
berperilaku sehari-hari.
B. Disiplin Nasional

Disiplin nasional adalah sikap mental suatu bangsa untuk mentaati suatu tata
tertib. Sikap mental itu terwujud dalam bentuk tingkah laku tertib dan teratur, yang
mencerminkan penghargaan terhadap norma yang mengatur kehidupan bersama secara
beradab. Kepatuhan bangsa harus terjadi secara sadar dan bebas. Hal ini berlaku baik
untuk norma sopan santun, norma hukum, norma moral maupun norma keagamaan.

Disiplin nasional terbentuk melalui suatu proses yang dimulai dari disiplin pribadi
dan disiplin sosial; artinya kualitas disiplin nasional tergantung pada tinggi rendahnya
disiplin diri dan disiplin sosial warga negaranya. Jika disiplin diri dan disiplin sosial
warga negaranya tinggi, maka tinggi pula kualitas disiplin nasional bangsanya. Tidak
dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil dan mencapai sukses dalam hidupnya
adalah orang-orang yang memiliki sikap disiplin yang tinggi. Begitupun bila setiap warga
negara Indonesia sudah memiliki sikap disiplin yang tinggi, maka tidak mustahil bangsa
dan negara kita juga akan menjadi bangsa dan negara yang maju; selain itu kita akan dapat
menikmati suatu kehidupan yang tertib, aman dan sejahtera.

Dalam rangka meningkatkan disiplin nasional, sebagai warga negara Indonesia,


hendaknya Anda mampu menerapkan sikap mental yang sesuai dengan norma-norma dan
hukum yang berlaku, seperti misalnya:

1. Cara hidup sederhana, hemat dan cermat.


2. Meningkatkan tanggung jawab dengan mentaati peraturan dan hukum yang
berlaku, seperti membayar pajak tepat waktu, tertib lalu lintas dan sebagainya.

Dengan ketaatan dan kepatuhan terhadap norma-norma dan hukum yang berlaku
dalam masyarakat dan negara dapat mendukung kelancaran kegiatan dan suksesnya
pembangunan.

C. Membangun Disiplin Nasional

Pendisiplinan adalah usaha usaha untuk menanamkan nilai ataupun pemaksaan agar
subjek memiliki kemampuan untuk menaati sebuah peraturan. Pendisiplinan bisa jadi
menjadi istilah pengganti untuk hukuman ataupun instrumen hukuman dimana hal ini
bisa dilakukan pada diri sendiri ataupun pada orang lain. Disiplin diri merujuk pada
pelatihan yang didapatkan seseorang untuk memenuhi tugas tertentu atau untuk
mengadopsi pola perilaku seseorang, walaupun orang tersebut senang melakukan hal
yang lain, disiplin yang artinya kepatuhan, atau yang menyangkut tata tertib, disiplin
memerlukan integritas emosi dalam mewujudkan keadaan.

Artinya bahwa kedisiplinan memerlukaan latihan, dan pembelajaran pada seseorang


yang belum mengenal perilaku yang harus dilakukannya. Meskipun demikian secara
umum kedisiplinan sebagai suatu norma yang berlaku secara umum, akan berkaitan erat
dengan mental dan perilaku kehidupan sehari – hari. Dengan demikian bila memang
disiplin memerlukan latihan dan pembelajaran, maka hal itu dapat dilakukan kepada
setiap orang sejak berada dibangku sekolah.

Secara umum bangsa yang mencapai tingkat kemajuan yang pesat memiliki
masyarakat yang disiplin dalam pola kehidupan kesehariannya, karena dengan tingkah
laku disiplin dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi termasuk dalam berproduksi.
Meskipun demikian masih banyak masyarakat beranggapan bahwa pola hidup disiplin
adalah cara hidup robot, dan tentunya anggapan ini tidak sepenuhnya benar.

Kebiasaan yang kita lakukan menentukan masa depan kita, kebiasaan yang baik dapat
menghasilkan sesuatu yang baik, begitu pula sebaliknya, namun untuk membiasakan
kebiasaan menjadi suatu sikap adalah sesuatu yang tidak mudah. Secara psikologis dapat
diungkapkan bahwa manusia memiliki sifat dasar sebagai berikut :

1. Manusia memiliki sifat – sifat mendasar seperti : cenderung bermalas -malasan,


ingin hidup seenaknya mengikuti keinginan hatinya dan keinginan untuk
melanggar peraturan – peraturan yang ada.
2. Kita selalu menganggap pekerjaan sebagai suatu kewajiban apapun beban yang
harus dilakukan, bukan sebagai kesenangan. Pepatah mengatakan “ kita akan lebih
mudah menerapkan disiplin diri jika kita mencintai apa yang kita kerjakan ”.
3. Manusia cenderung cepat bosan jika melakukan kegiatan yang sama dalam jangka
waktu lama.
Bagi suatu bangsa yang sedang dalam tahap membangun maka diperlukan sikap
disiplin bagi masyarakatnya, yang merupakan sikap dan perilaku yang diterapkan pada
berbagai aktifitas untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pekerjaannya.

1. Budaya Tertib.

Tertib merupakan suatu sikap yang sangat baik dalam sendi kehidupan. Tertib
akan menjadikan segalanya teratur dan menyenangkan. Tanpa adanya ketertiban, maka
akan terjadi kekacauan. Kita semua mengetahui bahwa keteraturan sesungguhnya
diperlukan agar lingkungan sekitar menjadi nyaman.

Contoh yang paling ringan, di perempatan atau pertigaan jalan biasanya dipasang
lampu pengatur lalu lintas (lampu APILL). Pemasangan lampu tersebut dimaksudkan
agar lalu lintas menjadi teratur dan tidak semrawut, sehinga kecelakaan dapat dihindari.
Namun apabila hal itu tidak dipatuhi maka jalan akan kacau yang akan memicu terjadinya
kecelakaan. Kalau kebetulan ada polisi yang sedang bertugas, semrawutnya jalan pasti
tidak akan terjadi.

Tertib berlalu lintas memang harus ditegakkan. Banyak bentuk lain dalam hal
ketertiban di jalan raya, seperti memakai helm pengaman yang memenuh standar
keselamatan, tidak melebihi batas kecepatan maksimal, mematuhi rambu-rambu yang
sudah ada serta aturan lalu lintas yang lain, serta menjalan kendaraan di jalan dengan
tidak melebihi beban..

Budaya tertib tak hanya bisa dilakukan di satu tempat saja. Di lingkungan sekolah,
rumah sakit, pertokoan, kantor-kantor, sarana transportasi, demikian juga di tempat-
tempat umum lainnya kita dapat berlaku tertib. Tertib pada diri sendiri, tertib pada orang
lain, juga tertib pada lingkungan. Masih banyak lagi contoh ketidaktertiban yang sering
kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Perwujudan budaya tertib menyangkut usaha menciptakan keteraturan


berperilaku di tempat umum seperti berkendaraan dan antri sebagai cerminan
penghormatan yang dalam terhadap hak-hak orang lain seperti penghargaan yang wajar
terhadap hak-hak sendiri.
2. Budaya bersih.

Kita bangsa Indonesia memang harus mengakui bahwa belum menerapkan


budaya bersih ini dalam segala aspek, padahal diketahui pentingnya kebersihan ini dalam
kehidupan kita, bahkan dalam agama Islam bersih adalah sebagian daripada iman. Hidup
bersih akan berdampak pada jiwa kita, contohnya jika rumah kita bersih maka hati kita
akan senang dan terasa betah dirumah, demikian juga jika suasana kelas, lingkungan
sekolah bersih maka suasana belajar akan terasa lebih nyaman dan enak, sehingga hasil
belajar akan lebih maksimal.

Budaya bersih belum menjadi tabiat bangsa kita, budaya bersih ini belum tertanam
dalam benak bangsa Indonesia, hal ini tercermin dalam sikap kehidupan sehari – hari,
seperti cuci tangan sebelum makan atau setelah memegang barang kotor, cuci kaki
sebelum tidur, buang sampah sembarangan, menyiram toilet atau kebersihan kamar
mandi, sampai dengan kebersihan kamar, dan masih banyak situasi yang kita temukan
disekeliling kita yang menunjukkan masyarakat belum menerapkan budaya bersih. Tentu
kesemua itu merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah untuk diubah, dengan
memasang pengumuman saja. Karena semua yang berkaitan dengan ketaatan hukum
mengandung kepatuhan dan ganjaran, yaitu kita memberikan penghargaan bila disiplin
dan memberikan hukuman denda bila melanggar aturan.Memberikan contoh merupakan
pendidikan disiplin yang cukup efektif, misalnya saja : sebenarnya anak akan bersih, jika
dalam keluarga juga bersih, anak akan pengotor jika dalam keluarga kotor, dan itu bisa
dilihat disekitar kita.

3. Budaya Kerja

Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-
nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu
kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan
serta tindakan yang terwujud sebagai kerja.
Dalam suatu organisasi Budaya Kerja mempunyai pengertian adalah nilai – nilai
yang menjadi kebiasaan dan kekuatan, yang membudaya pada suatu organisasi, daan
meliputi kebiasaan dalam pengelolaan organisasi yang mencakup : pengembangan,
perencanaan, produksi, yang menghasilkan suatu pelayanan kepada pelanggan dalam
bentuk pelayanan yang berkualitas dan memuaskan. Kita bisa membayangkan pada suatu
organisasi yang tidak mempunyai budaya kerja maka jelas organisasi tersebut tidak
menghasilkan produksi yang berkualitas, bahkan bisa jadi kuantitasnyapun rendah

Indikator budaya kerja dapat segera dilihat dari penampilan dan cara bekerja, yaitu
seperti : rajin, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, bermanfaat, kreativitas,
dinamis, konsekuen, konsisten, responsif, mandiri, dan masih banyak lagi kriteria yang
bisa diperlihatkan dari penampilan budaya kerja.

D. Berbagai Kendala dan Upaya Mengatasi Pelaksanaan Disiplin Nasional

Secara garis besar hambatan-hambatan untuk menegakkan disiplin nasional itu dapat
digolongkan sebagai berikut : yang pertama, hambatan internal bersumber pada diri
seorang atau masyarakat. Yang termasuk hambatan internal adalah kesadaran hukum
masyarakat kita masih lemah, kurangnya tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan
oleh masyarakat dan lain-lain. Dan kedua, hambatan eksternal menyangkut segala hal
diluar individu atau masyarakat yang menghambat penegakan disiplin nasional.

Berbagai upaya dalam mengatasi hambatan pelaksanaan disiplin nasional dapat


dilakukan dengan berbagai cara antara lain sebagai berikut:

a. Dalam pendidikan keluarga orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik
kepada anak-anaknya.

b. Dalam lingkungan masyarakat perlu diciptakan keadilan dan kebenaran dalam berbagai
tindakan dalam menegakkan peraturan yang berlaku.

c. Dalam lingkungan sekolah disamping harus memberikan contoh perbuatan yang baik,
para pendidik perlu juga mengintensifkan pendidikan budi pekerti atau moral pancasila
dan kewarganegaraan.
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Persoalan Kedisiplinan Anggota DPR

Tidak Sekedar Absensi Sidik Jari atau Renumerasi Bersyarat

Fakta makin banyaknya anggota DPR yang tidak hadir secara penuh atau absen
sama sekali dalam rapat paripurna ataupun rapat alat kelengkapan merupakan gejala
menurunnya sikap disiplin wakil rakyat. Setelah menjalani 3 (tiga) masa sidang sejak
dilantik awal Oktober tahun lalu, kecenderungan anggota DPR hasil Pemilu 2009 yang
tidak disiplin semakin menjadi-jadi. Publik mengecam hingga akhirnya mengundang
keprihatinan pimpinan DPR.

Untuk mengatasi persoalan ini, pimpinan DPR mengusulkan penggunaan absensi


model finger print atau sidik jari. Dengan demikian, anggota DPR tidak bisa
“merekayasa” lagi kehadiran mereka atau bahkan bisa dengan mudah dan praktis absensi
mereka dalam rapat-rapat di DPR terdokumentasikan dengan baik, sehingga bisa
diketahui mana anggota yang rajin hadir dan mana yang tidak.

Cara lain yang juga sempat diusulkan (oleh Fraksi PPP) adalah penerapan sistem
renumerasi berdasarkan kehadiran. Anggota DPR hanya mendapatkan renumerasi jika
menghadiri rapat-rapat di DPR. Apabila absen, maka ada pemotongan.

Sepenuhnya mengandalkan penggunaan teknologi absensi finger print atau sidik


jari atau menerapkan sistem renumerasi bersyarat hanya akan memenuhi standar kinerja
yang sangat minimalis. Dengan kata lain, absensi finger print atau sidik jari dan sistem
renumerasi bersyarat sekedar memobilisasi kehadiran tanpa mendorong sebuah capaian
kinerja yang lebih signifikan.
Harus ada seperangkat kriteria dan mekanisme kerja yang pada suatu titilk
memaksa anggota DPR untuk lebih berdaya dan akuntabel dalam menjalankan perannya,
terkait dengan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Pertanyaannya adalah (1) apa
wujud kriteria dan mekanisme kerja tersebut? dan (2) siapa yang merumuskan,
menjalankan, dan mengawasinya?

Bagaimana cara kita memulai dan memformulasikan kriteria dan mekanisme


kerja dimaksud? Pengaturan tentang bagaimana DPR atau dalam hal ini alat kelengkapan
bekerja dapat ditemui di UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
(UU MD3) dan Peraturan DPR No 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib. Sayangnya,
beberapa pengaturan khususnya yang terkait dengan akuntabilitas anggota DPR belum
terlihat konkret. Sebagai contoh, Pasal 80 ayat (2) UU MD3 jo Pasal 18 ayat (6) Peraturan
Tata Tertib DPR memerintahkan fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggotanya
dan melaporkan kepada publik, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sidang.

Dengan demikian, desakan terhadap akuntabilitas kinerja anggota DPR (yang


salah satunya) dalam bentuk publikasi kehadiran dalam rapat-rapat paripurna atau rapat
alat kelengkapan bukanlah tanpa alasan. Di sini ada tuntutan terhadap seluruh fraksi yang
ada di DPR untuk segera menentukan sejumlah kriteria dalam mengevaluasi kinerja
anggotanya dan memfasilitasi agar proses evaluasi tersebut berjalan melalui serangkaian
prosedur atau tahapan. Selain tuntutan terhadap fraksi, sebagian kalangan dari internal
maupun luar DPR mendesak agar Badan Kehormatan (BK) turut mengambil peran
mengatasi kedisiplinan anggota DPR yang minim.

Pasal 127 ayat (1) huruf c UU MD3 menyatakan bahwa BK bertugas melakukan
penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena (salah satunya) tidak
menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan
kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah. Secara tidak
langsung ketentuan ini sama halnya dengan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 6
Keputusan DPR No 16/DPR RI/I/2004-2005 tentang Kode Etik DPR.

Sayangnya langkah BK ini masih mensyaratkan adanya pengaduan, padahal


Peraturan DPR tentang Tata Beracara BK Pasal 6 menyatakan pelanggaran yang tidak
memerlukan pengaduan adalah pelanggaran atas ketidakhadiran anggota DPR dalam
rapat-rapat DPR yang menjadi kewajibannya. Selain itu, ketentuan tersebut tidak
dilengkapi dengan kewenangan BK untuk memastikan mereka dapat mengetahui
ketidakhadiran anggota secara fisik sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam rapat.

Batasan (waktu) ketidakhadiran anggota DPR dalam rapat ternyata ada perbedaan.
Jika dalam Pasal 127 ayat (1) huruf c UU MD3 adalah enam kali berturut-turut tanpa
alasan yang sah, sedangkan Pasal 127 ayat (1) huruf a jo Pasal 79 huruf g UU MD3 jo
Pasal 6 Kode Etik DPR yaitu tiga kali berturut-turut dalam rapat sejenis. Dalam satu tahun
ke depan, perbaikan UU MD3 menjadi sebuah kebutuhan dalam menempatkan kriteria
dan mekanisme yang responsif terhadap akuntabilitas kinerja anggota DPR. Sedangkan
dalam jangka pendek, sesuai Pasal 127 ayat (2) UU MD3, BK dapat melakukan evaluasi
dan penyempurnaan tata tertib dan kode etik.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin merupakan kepatuhan
terhadap peraturan/hukum atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kemudian
disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.
Di harapkan disiplin ini meningkat menjadi kebiasaan berpikir baik, positif, bermakna
dan memandang jauh ke depan. Disiplin bukan hanya soal mengikuti peraturan,
melainkan sudah meningkat menjadi disiplin berpikir yang mengatur dan mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan.

Saran

Disiplin itu sangat diperlukan, karena dalam aplikasinya, kedisiplinan sangat


berguna sebagai tolak ukur mampu atau tidaknya seseorang dalam mentaati aturan yang
sangat penting bagi stabilitas kegiatan. Selain itu disiplin sangat diperlukan untuk
pengembangan watak dan pribadi seseorang sehingga menjadi tangguh dan dapat
diandalkan bagi semua pihak. Oleh karena itu, marilah kita hidup berdisiplin, agar kelak
kita dapat menjadi panutan setiap orang dan bisa diandalkan.
DAFTAR PUSTAKA

https://belajar.kemdikbud.go.id/SumberBelajar/tampilajar.php?ver=12&idmateri=64&lv
l1=4&lvl2=0&lvl3=0&kl=8

http://definisimu.blogspot.co.id/2012/11/definisi-disiplin.html

http://www.duniapelajar.com/2014/07/16/pengertian-disiplin-menurut-para-ahli/

http://artikeldanopini.blogspot.co.id/2012/05/disiplin-pribadi-sosial-dan-nasional.html

https://agunglintaralfian.wordpress.com/fungsi-budaya/gerakan-disiplin-nasional/

http://theresiatarigan.blogspot.co.id/2010/06/pentingnya-disiplin-dalam-kehidupan.html

https://belajar.kemdikbud.go.id/SumberBelajar/tampilajar.php?ver=12&idmateri=64&lv
l1=4&lvl2=0&lvl3=0&kl=8

https://agunglintaralfian.wordpress.com/fungsi-budaya/gerakan-disiplin-nasional/

Anda mungkin juga menyukai