Anda di halaman 1dari 64

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO


NOMOR 6 TAHUN 2009

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2009 - 2029

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Sidoarjo


dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil
guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu disusun RTRW ;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
sektor, daerah dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah
merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat dan atau dunia usaha ;
c. bahwa adanya dampak luapan lumpur di Porong menimbulkan
kerugian, kerusakan lingkungan, berubahnya struktur ruang dan pola
penataan ruang wilayah ;
d. bahwa Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo tentang
RTRW Kabupaten Sidoarjo telah dilakukan evaluasi oleh Pemerintah
Propinsi Jawa Timur dan Pemerintah Pusat sesuai Permendagri
Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Raperda tentang
RTRW ;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,b,c,
dan d, serta Pasal 26 ayat (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Sidoarjo Tahun 2009 -2029 ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah


Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur Junto Undang -
Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kota
Praja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 104 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2043);

1
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak
Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada diatasnya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2324);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Ternak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 288, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2324);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967
Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3831);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274) ;
7. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3299);
8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Penyediaan Tenaga
Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317) ;
9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3469);
11. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
13. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3481);
15. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
16. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3689);
17. Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
18. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);

2
19. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
20. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
21. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2324);
23. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436) ;
24. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
25. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
26. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4630) ;
27. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkerataapian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);
28. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723) ;
29. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
30. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739) ;
31. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64) ;
32. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69) ;
33. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1);
34. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 100 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3495);
35. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966) ;

3
36. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan,
Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3101);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan
Masyarakat Veterinarian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3253);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3394) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 56
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4628) ;
39. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 14,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan
Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta
Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3660);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3721);
43. Peraturan Pemerintan Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3745);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3838);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tantang Pengawasan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

4
50. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32,turan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah; (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4593)
52. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624) ;
53. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655) ;
54. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833) ;
56. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987) ;
57. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung ;
58. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri;
59. Keputusan Presiden 118 Tahun 2000 tentang Kegiatan Usaha Jasa
Pergudangan ;
60. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2002 tentang Koordinasi
Penataan Ruang Nasional ;
61. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 ;
62. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
63. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang
Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah
Pengawasan Sungai dan Batas Sungai;
64. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 70/PRT/1996 tentang
Penetapan Garis Sempadan Sungai di Wilayah Kerja Jasa Tirta pada
Sungai : Kali Surabaya, Kali Wonokromo, Kali Kedurus dan Kali
Porong;
65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;
66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata
Cara Peran Masayrakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di
Daerah;
67. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/kota;
68. Peraturan Menteri Negara Agraria / Ka BPN Nomor 2 Tahun 1999
tentang Izin Lokasi;
69. Peraturan Menteri Negara Agraria / Ka BPN Nomor 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan;

5
70. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor
1455K/40/MEM/2000 tentang pedoman Teknis Penyelenggaraan
Tugas Pemerintahan di Bidang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
Untuk Kepentingan Umum dan Usaha Penunjang Tenaga Listrik;
71. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst;
72. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor
1457.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi;
73. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
327/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan ;
74. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 5 Tahun 2004 Tentang
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di Sekitar Bandar Udara
Juanda – Sidoarjo;
75. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang
Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
76. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Permukiman dan Prasarana
Wilayah Nomor 380/KPTS/2004 tentang Penetapan Garis Sempadan
Sungai Kali Wonokromo ;
77. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
78. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11A/PRT/2006 tentang
Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai;
79. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor: 16 /-DAG-PER/03/2006
tentang Penataan dan Pembinaan Pergudangan;
80. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang RTH
Kawasan Perkotaan;
81. Peraturan Menteri Negara Agraria / Ka BPN Nomor 3 Tahun 2007
tentang Ketentuan Pelaksanaan Perpres Nomor 36/2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah dengan Perpres
Nomor 65/2006 ;
82. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan
Permukiman di Daerah;
83. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991
tentang Penetapan Kawasan Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I
Jawa Timur (Lembaran Daerah Propinsi Tahun 1991 Nomor 1 Seri C);
84. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Nomor 3 Seri E) ;
85. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Penetapan Kawasan Lindung Di Kabupaten Sidoarjo (Lembaran
Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2003 Nomor 10 Seri C ) ;
86. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Sidoarjo
Tahun 2006 - 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun
2006 Nomor 2 Seri E ) ;
87. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Sidoarjo Tahun 2006 - 2010 (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo
Tahun 2006 Nomor 3 Seri E ) ;

6
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIDOARJO


dan
BUPATI SIDOARJO

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2009 - 2029

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah, adalah Kabupaten Sidoarjo,
2. Kepala Daerah, adalah Bupati Sidoarjo,
3. Pemerintah Daerah, adalah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo,
4. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo,
6. Ruang, adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk hidup lain, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya;
7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan
pelayaanan pada tingkat wilayah.
9. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
10. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilyah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
11. Penataan Ruang, adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang,
12. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang,
13. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
14. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
15. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang,
16. Pengawasan Penataan Ruang, adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang
dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perudangan,
17. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang,
18. Pemanfaatan Ruang, adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaanya,

7
19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang,
20. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang,
21. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana
strategi pelaksanaan dan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dengan arahan
struktur dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan penjabaran rencana tata ruang
wilayah Propinsi Jawa Timur.
22. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK), adalah merupakan penjabaran dari
RTRW ke dalam rencana pemanfaatan ruang kawasan dengan menetapkan blok-blok
peruntukan pada kawasan fungsional yang dimuat dalam peta rencana berskala
1:5000 atau lebih .
23. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan / atau
aspek fungsional.
24. Wilayah darat adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis darat beserta
segenap unsur terkait padanya, yang batasnya ditetapkan sampai dengan garis pantai
saat pasang tertinggi .
25. Wilayah Laut adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis laut di luar ruang
darat, beserta segenap unsur terkait padanya yang batasnya ditetapkan sejauh 1/3
(sepertiga) dari wilayah kewenangan Provinsi Jawa Timur .
26. Wilayah Udara adalah ruang diatas wilayah darat dan laut yang batas ketinggiannya
sejauh ketebalan lapisan atmosfir dengan batas horizontal yang ditarik secara tegak
lurus dari batas wilayah darat dan laut Kabupaten .
27. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
28. Kawasan PerKabupatenan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perKabupatenan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi .
29. Rawan Bencana, adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
30. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
31. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat.
32. Garis pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi
air laut pasang tertinggi.
33. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia
dan sumber daya buatan.
34. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi,
35. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis,
36. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi
37. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia

8
38. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
39. Kawasan Strategis Kabupaten / kota adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten /
kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
40. Kawasan Perumahan, adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk perumahan dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan.
41. Kawasan Cagar Budaya, adalah kawasan yang di dalamnya terdapat benda dan/atau
lingkungan cagar budaya yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.
42. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
perusahaan kawasan industri yang telah memiliki ijin usaha kawasan industri;
43. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi
kegiatan industri.
44. Kawasan Pergudangan adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan pergudangan
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh Perusahaan Kawasan pergudangan yang telah memiliki Izin Usaha
Kawasan Pergudangan.
45. Kawasan Peruntukan Gudang adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi
kegiatan gudang.
46. Kawasan Utilitas Umum, adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk bangunan-
bangunan yang dibutuhkan dalam sistem pelayanan lingkungan,
47. Kawasan perdagangan jasa, adalah kawasan yang dominasi pemanfaatan ruangnya
untuk kegiatan komersial perdagangan dan jasa pelayanan umum.
48. Kawasan mix use, merupakan penggunaan lahan campuran dimana terdapat beberapa
kegiatan yang menjadi satu area yang berdekatan seperti permukiman, perdagangan
dan jasa, pemerintahan serta industri yang terdapat pada satu lokasi
49. Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari kawasan latihan militer, kawasan
TNI Angkatan Darat, kawasan Pangkalan TNI AU, kawasan pangkalan TNI Laut.
50. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan
pengembangan dan/atau pengelolaan kawasan industri,
51. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan
industri;
52. Sub Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SSWP, adalah
kesatuan ruang yang mempunyai spesifikasi fisik, sosial, ekonomi serta memerlukan
manajemen penyelenggaraan pembangunan tertentu untuk mewujudkan keserasian,
keselarasan dan keseimbangan laju pertumbuhan wilayah yang berhasilguna dan
berdayaguna.
53. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB, adalah perbandingan jumlah
luas lantai dasar bangunan dengan luas persil, yang dinyatakan dalam prosen .
54. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB, adalah perbandingan jumlah
luas lantai bangunan yang dihitung dari lantai dasar sampai lantai tertinggi dengan luas
persil, yang dinyatakan dengan prosen.
55. Ketinggian Bangunan, adalah tinggi suatu bangunan dihitung mulai dari muka tanah
sampai elemen bangunan tertinggi.
56. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disebut GSB, adalah garis batas yang
tidak boleh dilampaui oleh denah dan/atau massa bangunan ke arah depan, samping
dan belakang dari bangunan tersebut yang ditetapkan dalam rencana Kabupaten.
57. Perumahan, adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;
58. Permukiman, adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa
kawasan perKabupatenan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan;

9
59. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang / jalur dan
/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja di tanam.
60. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri;
61. Masyarakat adalah seseorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat,
atau badan hukum.
62. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang.
63. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak
dalam penyelenggaraan penataan ruang, yang dalam peraturan ini adalah dalam
proses perencanaan tata ruang.
64. Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang
meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi
pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan
tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.
65. Izin persetujuan pemanfaatan ruang, adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan.
66. Advice Planning adalah informasi peruntukan lahan yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah, yang merupakan langkah awal dan syarat, yang harus dipenuhi sebelum
memperoleh ijin lokasi atau persetujuan pemanfaatan ruang oleh instansi yang
berwenang.
67. Limbah cair adalah sisa dari hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 2

Ruang Lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sidoarjo Mencakup:
a. Asas, kedudukan, fungsi,wilayah perencanaan, jangka waktu perencanaan,tujuan,
sasaran,visi dan misi, kebijakan, dan strategi
b. Strategi Penataan struktur ruang wilayah Kabupaten Sidoarjo
c. Strategi penetapan pola ruang wilayah Kabupaten Sidoarjo
d. Penetapan kawasan strategis Kabupaten Sidoarjo
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kebupaten Sidoarjo
f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Sidoarjo
g. Peran masyarakat

Bagian Ketiga
Asas

Pasal 3

RTRW Kabupaten disusun berasaskan:


a. Keterpaduan
b. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
c. Keberlanjutan
d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
e. Keterbukaan
f. Kebersamaan dan kemitraan
g. Perlindungan kepentingan umum
h. Kepastian hukum dan keadilan
i. Akuntabilitas

10
Bagian Keempat
Kedudukan

Pasal 4

Kedudukan RTRW Kabupaten merupakan:


a. Penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi menjadi matra ruang dari
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).

b. Acuan kerjasama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)


c. Pedoman penataan ruang kawasan strategis Kabupaten serta rencana rinci tata ruang

Bagian Kelima
Fungsi

Pasal 5

Fungsi RTRW Kabupaten antara lain:


a. Sebagai matra ruang dari pembangunan daerah
b. Sebagai dasar pengaturan pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang
di daerah
c. Sebagai alat untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
pembangunan antar sektor dan antar wilayah

Bagian Keenam
Wilayah Perencanaan

Pasal 6

Wilayah perencanaan tata ruang dalam RTRW Kabupaten adalah daerah dalam
pengertian wilayah administrasi yang meliputi 18 Kecamatan, yaitu:
a. Kecamatan Sidoarjo
b. Kecamatan Buduran
c. Kecamatan Candi
d. Kecamatan Porong
e. Kecamatan Krembung
f. Kecamatan Tulangan
g. Kecamatan Tanggulangin
h. Kecamatan Jabon
i. Kecamatan Krian
j. Kecamatan Prambon
k. Kecamatan Taman
l. Kecamatan Waru
m. Kecamatan Gedangan
n. Kecamatan Sedati
o. Kecamatan Sukodono
p. Kecamatan Wonoayu
q. Kecamatan Tarik
r. Kecamatan Balongbendo

11
Bagian Ketujuh
Jangka Waktu Perencanaan

Pasal 7

Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun, yaitu tahun 2009 - 2029

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan

Pasal 8

Tujuan penataan ruang di wilayah Kabupaten Sidoarjo adalah untuk mewujudkan ruang
wilayah daerah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan :
a. Mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; serta
c. Mewujudkan pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang;

Bagian Kedua
Sasaran

Pasal 9

Sasaran Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo, yaitu:


a. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan
b. Terakomodasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan
c. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya
d. Terkendalinya pembangunan di wilayah Kabupaten Sidoarjo

Bagian Ketiga
Visi dan Misi

Pasal 10

Visi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo adalah Sidoarjo sebagai wilayah
industri, perdagangan, pertanian, serta permukiman yang harmoni dan berkelanjutan. Visi
tersebut dijabarkan ke dalam misi sebagai berikut:
a. Mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan religius yang memiliki daya
saing dalam menghadapi tantangan global
b. Mengembangkan perekonomian wilayah yang tangguh dan berkeadilan sesuai dengan
daya dukung lingkungan untuk penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan
pendapatan masyarakat
c. Meningkatkan penataan ruang wilayah melalui pengembangan sarana dan prasarana
untuk menunjang perekonomian dan dinamikan perkembangan wilayah
d. Mengembangkan tata pemerintahan yang baik untuk mewujudkan penataan ruang
wilayah

12
Bagian Keempat
Kebijakan dan Strategi

Paragraf 1
Kebijakan

Pasal 11

Kebijakan RTRW Kabupaten berdasarkan pada kebijakan pokok kabupaten dalam


melaksanakan pembangunan (visi dan misi) antara lain meliputi kebijakan penetapan
struktur ruang wilayah, kebijakan penetapan pola ruang wilayah, kebijakan penetapan
kawasan strategis, kebijakan penetapan fungsi kawasan pesisir.

Paragraf 2
Strategi

Pasal 12

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah; dan
(2) Strategi penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
struktur ruang wilayah, pola ruang wilayah, pengembangan kawasan strategis, serta
penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Paragraf 3
Kebijakan dan Strategi Penetapan Struktur Ruang Wilayah

Pasal 13

(1) Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang wilayah Kabupaten Sidoarjo memuat ;
a. Kebijakan dan strategi sistem perdesaan
b. Kebijakan dan strategi sistem perkotaan.
(2) Kebijakan pengembangan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a meliputi :
a. Pengembangan sentra pertanian lahan basah dan kering ;
b. Pengembangan sentra perikanan darat ;
c. Pengembangan kawasan agropolitan.
(3) Strategi untuk mencapai kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
meliputi :
a. Strategi pengembangan sentra pertanian lahan basah dan kering, meliputi :
1. meningkatkan kualitas dan produktifitas kawasan pertanian dengan melakukan
teknologi tepat disertai dengan pengembangan sarana dan prasarana
pengairan guna daya dukung pangan ;
2. meningkatkan mekanisme pertanian ;
3. meningkatkan jaringan irigasi ;
4. meningkatkan teknologi pertanian secara tepat guna.
b. Strategi pengembangan sentra perikanan darat, meliputi :
1. melengkapi normalisasi saluran dan jalan menuju lokasi sentra perikanan ;
2. meningkatkan produktivitas hasil perikanan ;
3. peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan sentra perikanan;
4. pengembangan pembenihan ikan.
c. Strategi pengembangan kawasan agropolitan, meliputi :
1. meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur terutama infrastruktur jalan
untuk mendukung pengembangan kawasan agropolitan ;
2. mengembangkan kawasan agropolitan dengan membentuk pusat
pengembangan dan/atau kantong produksi kawasan agropolitan.
(4) Kebijakan pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b meliputi :

13
a. pengembangan kota baru untuk mengantisipasi perkembangan kegiatan industri,
jasa, dan perdagangan
b. pengembangan kawasan campuran (mix use) pada kawasan yang mengalami
pertumbuhan cepat
(5) Strategi untuk mencapai kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a. peningkatan kuantitas dan kualitas sarana perkotaan
b. Menciptakan keterpaduan sarana perkotaan

Pasal 14

(1) Pengembangan prasarana wilayah di Kabupaten Sidoarjo adalah pengembangan


sarana dan prasarana wilayah untuk menunjang sistem perkotaan dan perdesaan,
yang dilakukan melalui :
a. peningkatan kuantitas dan kualitas sarana perdesaan dan perkotaan
b. menciptakan keterpaduan sarana perdesaan dan perkotaan
(2) Pengembangan prasarana wilayah kabupaten sebagaimana disebutkan pada ayat (1)
dimaksudkan untuk mewujudkan kemudahan pencapaian dan hubungan antar wilayah
serta peningkatan pelayanan dasar dan peningkatan kualitas lingkungan
(3) Pengembangan prasarana wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui strategi:
a. pengembangan dan pembangunan sistem transportasi secara terpadu sesuai
dengan sistem dan jaringan transportasi darat, laut dan udara dalam skala lokal,
regional, nasional dan internasional;
b. penyesuaian fungsi jalan dan pembangunan jaringan jalan baru beserta
kelengkapannya untuk mempermudah pencapaian antar kawasan dan antar
wilayah baik di dalam Kabupaten maupun dari dan menuju daerah lainnya;
c. peningkatan kualitas transportasi umum jalan raya, rel dan air, pengembangan
transportasi angkutan massal untuk meningkatkan penggunaan pelayanan jasa
transportasi umum dan mengendalikan penggunaan angkutan pribadi ;
d. pengembangan dan pembangunan sistem jaringan drainase, sistem pengelolaan
limbah domestik dan industri, dan sistem pengelolaan sampah secara terpadu
dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan Kabupaten;
e. meningkatkan pelayanan dan pembangunan jaringan listrik, air, dan gas secara
terpadu dan merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada setiap wilayah;
f. meningkatkan pelayanan dan pengembangan sistem informasi dan telekomunikasi
untuk memudahkan jaringan komunikasi antar wilayah baik dalam skala
Kabupaten, regional, nasional, maupun internasional.

Paragraf 4
Kebijakan dan Strategi Penetapan Pola Ruang Wilayah

Pasal 15

Kebijakan dan strategi penetapan pola ruang wilayah Kebupaten Sidoarjo memuat :
(1) Kebijakan dan strategi pemantapan kawasan lindung
(2) Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya

Pasal 16

(1) Kebijakan pemantapan kawasan lindung ditujukan untuk menjamin keseimbangan dan
keserasian lingkungan hidup, serta kelestarian pemanfaatan potensi sumber daya
alam sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
(2) Strategi untuk mencapai kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan :
a. pengelolaan secara terpadu dan pengendalian pelaksanaan pembangunan secara
ketat ;
b. melakukan rehabilitasi fungsi kawasan lindung yang mengalami kerusakan ;

14
c. penegakan hukum melalui upaya penerapan peraturan secara konsisten;
d. melestarikan dan merevitalisasi cagar budaya tanpa mengurangi estetika dan
historisnya.
e. Didalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali tidak
mengganggu fungsi lindung.
f. Didalam kawasan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun,
kecuali kegiatan yang berhubungan dengan fungsinya dan tidak mengubah
bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada.
g. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak
penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
(3) Yang merupakan bagian dari kawasan lindung, yaitu : kawasan konservasi dan
resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan pantai berhutan bakau,
kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam.
(4) Pengembangan pada wilayah akibat terjadinya sedimentasi/tanah oloran, penataannya
sebagai kawasan konservasi yang merupakan kawasan lindung.
(5) Pengelolaan tanah oloran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), setiap peralihan hak
dari tanah negara menjadi hak-hak lain (hak guna, hak milik) harus sepengetahuan
Bupati.

Pasal 17

(1) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya di Kabupaten Sidoarjo meliputi:


a. Penataan kawasan budidaya wilayah darat dan laut ditujukan untuk mewujudkan
pemanfaatan ruang secara berhasil guna dan berdaya guna sehingga terwujud
suatu pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, seimbang dan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan; serta
b. Penatagunaan tanah, air, udara, yang mencakup pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan ditujukan untuk menjamin terjaganya kualitas serta
mewujudkan tertib penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatan atas tanah, air,
udara dan sumber daya alam dan sumber daya buatan demi kelestariannya dan
demi kepentingan semua lapisan masyarakat.
(2) Strategi pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir
a, dilakukan dengan:
a. pemerataan pembangunan dengan penyebaran wilayah pengembangan dan pusat
pertumbuhan dengan penentuan prioritas pengembangan.
b. pelaksanaan pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan daya dukung
lingkungan dengan menekankan pada pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui.
c. pengendalian secara ketat terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui.
d. peningkatan kapasitas tampung ruang Kabupaten melalui pembangunan vertikal
guna memperoleh tambahan luas RTH dan lahan pembangunan infrastruktur
kabupaten;
e. pembangunan dan penyediaan prasarana dan sarana pelayanan publik sesuai
dengan skala pelayanan yang dapat memberikan manfaat bagi setiap golongan
masyarakat;
f. mendorong peningkatan investasi dan menciptakan peluang usaha dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan pekerjaan.
(3) Strategi pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir
b, dilakukan dengan:
a. melakukan pendataan dan inventarisasi potensi sumber daya alam dan sumber
daya buatan, baik yang berada di wilayah darat, laut dan udara ;
b. optimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya alam dan sumber daya buatan
yang dapat diperbaharuhi serta melakukan pengendalian secara ketat terhadap
pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbaharui;
c. pengaturan hak-hak penguasaan dan pengelolaan atas sumber daya alam dan
sumber daya buatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya monopoli yang dapat merugikan masyarakat;

15
d. pengendalian, pengawasan terhadap upaya eksplorasi, eksploitasi sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan
serta ekosistem.

Paragraf 5
Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten

Pasal 18

(1) Kebijakan penetapan kawasan strategis Kabupaten Sidoarjo dilakukan pada kawasan
yang memiliki pengaruh besar terhadap tata ruang wilayah sekitarnya, kegiatan lain
yang sejenis maupun tidak sejenis, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
(2) Strategi penataan pada kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan :
a. Pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan pertahanan dan keamanan
b. Pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi
c. Pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan sosial dan budaya
d. Pengembangan kawasan strategis untuk kepentiangan pendayagunaan
sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi
e. Pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup

Paragraf 6
Kebijakan dan Strategi Penetapan Fungsi Kawasan Pesisir
Dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 19

(1) Kebijakan penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten
Sidoarjo ditujukan untuk mengembangkan potensi ekonomi pesisir, pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mempertahankan fungsi kawasan
(2) Strategi penataan pada kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan :
a. Pengembangan kawasan pulau-pulau kecil di sekitar perairan Kabupaten Sidoarjo
b. Pengembangan kawasan pesisir pantai timur Kabupaten Sidoarjo

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 20

(1) Struktur ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan pengembangan sistem


perdesaan, Sistem perkotaan, dan arahan sistem jaringan prasarana wilayah.
(2) Kriteria kawasan perdesaan adalah adanya kegiatan yang menjadi ciri dari kawasan
perdesaan meliputi tempat permukiman perdesaan, kegiatan pertanian, kegiatan
terkait pengelolaan tumbuhan alami, kegiatan pengelolaan sumber daya alam,
kegiatan pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
(3) Kriteria kawasan perkotaan adalah adanya kegiatan yang menjadi ciri dari kawasan
perkotaan meliputi tempat permukiman perkotaan serta tempat pemusatan dan
pendistribusian kegiatan bukan pertanian, seperti kegiatan pelayanan jasa
pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

16
Bagian Kedua
Penetapan Kawasan

Pasal 21

(1) Kawasan perdesaan di Kabupaten Sidoarjo meliputi wilayah Kecamatan Sedati, Candi,
Tanggulangin, Krian, Tarik, Prambon, Wonoayu, Sukodono, Tulangan, Krembung, dan
Balongbendo
(2) Kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Sidoarjo meliputi wilayah yang ada di
Kecamatan Waru, Sedati, Buduran, Gedangan, Sidoarjo, Candi, Tanggulangin, Jabon,
Taman, Krian, Balongbendo, Krembung, Tarik, Prambon, Wonoayu, Sukodono,
Porong, dan Tulangan
(3) Kawasan permukiman tidak pada atau menggunakan lahan sawah yang sudah ada
dan atau mengalihfungsikan sawah yang ada.

Bagian Ketiga
Sistem Perdesaan

Pasal 22

(1) Sistem perdesaan dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara hirarki.
(2) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan
pelayanan perdesaan secara berhirarki, meliputi:
a. Pusat pelayanan antar desa meliputi ibukota kecamatan masing-masing kecamatan
b. Pusat pelayanan setiap desa meliputi ibukota atau pusat desa masing-masing
c. Pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman pusat dusun
masing-masing
(3) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara hirarki
memiliki hubungan dengan:
a. Pusat pelayanan wilayah kecamatan sebagai kawasan perkotaan terdekat;
b. Perkotaan sebagai pusat pelayanan sub SWP; serta
c. Ibukota Kabupaten

Bagian Keempat
Sistem Perkotaan

Pasal 23

Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 meliputi:


a. Orde perkotaan;
b. Hirarki (besaran) perkotaan;
c. Sistem dan fungsi perwilayahan;

Pasal 24

(1) Orde perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 23 huruf a, meliputi:


a. Orde K1: Perkotaan di Kecamatan Waru dan Kecamatan Sidoarjo
b. Orde K2: Perkotaan di Kecamatan Prambon, Kecamatan Krian, Kawasan Pesisir,
dan Kecamatan Sedati
c. Orde K3: Perkotaan Kecamatan Candi, Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan
Sukodono, Kecamatan Porong, Kecamatan Tulangan, Kecamatan Buduran, dan
Kecamatan Wonoayu
(2) Hirarki atau besaran perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b,
meliputi:

17
a. Perkotaan Sedang meliputi perkotaan yang terdapat di Kecamatan Sidoarjo,
Kecamatan Buduran, Kecamatan Candi, Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan
Krian, Kecamatan Taman, Kecamatan Waru, dan Kecamatan Gedangan.
b. Perkotaan Kecil meliputi perkotaan yang ada di Kecamatan Tulangan, Kecamatan
Krembung, Kecamatan Jabon, Kecamatan Balongbendo, Kecamatan Wonoayu,
Kecamatan Porong, Kecamatan Tarik, Kecamatan Prambon, Kecamatan Sedati
dan Kecamatan Sukodono.
(3) Perwilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c adalah 5 (lima) SSWP:
a. SSWP I meliputi wilayah Kecamatan Waru, Kecamatan Gedangan, Kecamatan
Sukodono, Kecamatan Taman dan Kecamatan Sedati, dengan fungsi utama
Permukiman, Industri dan Perdagangan skala lokal, regional, dan internasional
dengan pusat pertumbuhan berada di Kawasan Waru;
b. SSWP II meliputi sebagian wilayah Kecamatan Sidoarjo, sebagian Kecamatan
Buduran, dan sebagian Kecamatan Candi, dengan fungsi utama Permukiman,
Pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa dengan pusat pertumbuhan berada di
Kawasan Sidoarjo;
c. SSWP III meliputi wilayah sebagian Kecamatan Porong, Kecamatan Jabon,
sebagian Kecamatan Tanggulangin, Kecamatan Tulangan, dan Kecamatan
Krembung; dengan fungsi utama Kawasan permukiman, Konservasi Geologi,
industri, pertanian, dan perdagangan skala regional dengan pusat pertumbuhan
berada di Kawasan Krembung;
d. SSWP IV meliputi wilayah Kecamatan Krian, Kecamatan Balongbendo, Kecamatan
Tarik, Kecamatan Prambon, dan Kecamatan Wonoayu; dengan fungsi utama
pertanian teknis, zona industri ditunjang dengan kegiatan permukiman kepadatan
rendah dengan pusat pertumbuhan berada di Kawasan Krian;
e. SSWP V meliputi wilayah pesisir di Kecamatan Sedati, pesisir Kecamatan Buduran,
pesisir Kecamatan Sidoarjo, pesisir Kecamatan Candi, pesisir Kecamatan Porong,
Pesisir Kecamatan Tanggulangin, dan pesisir Kecamatan Jabon; dengan fungsi
utama kawasan budidaya perikanan dan pariwisata dengan pusat pertumbuhan
berada di Kawasan Candi;
(4) Pengembangan fasilitas kawasan perkotaan sebagaimana dilakukan pada :
a. SSWP I dengan pusat di Kawasan Waru dan fungsi utama permukiman, industri
dan perdagangan, dikembangkan fasilitas transportasi, mall, bandar udara dan
fasilitas pendukung lainnya untuk skala lokal, regional, dan internasional
b. SSWP II dengan pusat di Kawasan Sidoarjo dan fungsi utama permukiman, pusat
pemerintahan, perdagangan dan jasa, dikembangkan fasilitas olahraga,
pendidikan, pusat hiburan keluarga, mall dan fasilitas pendukung lainnya untuk
skala lokal dan regional.
c. SSWP III dengan pusat di Kawasan Krembung dan fungsi utama permukiman,
konservasi geologi, industri, pertanian, dan perdagangan, dikembangkan fasilitas
pendidikan, pasar induk, terminal, kawasan industri terpadu, balai penelitian dan
pengembangan skala regional
d. SSWP IV dengan pusat di Kawasan Krian dan fungsi utama pertanian teknis, zona
industri ditunjang dengan kegiatan permukiman kepadatan rendah, dikembangkan
fasilitas pendidikan, balai penelitian dan pengembangan, pusat agrobisnis untuk
skala lokal dan regional
e. SSWP V dengan pusat pertumbuhan di Kawasan Candi dan fungsi utama kawasan
budidaya perikanan dan pariwisata, dikembangkan fasilitas transportasi air, fasilitas
pariwisata, terminal, balai penelitian untuk skala lokal dan regional

Bagian Kelima
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 25

Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1),
meliputi:

18
a. Sistem prasarana transportasi meliputi: jalan, kereta api, penyebrangan, laut, dan udara
b. Rencana prasarana telematika
c. Rencana sistem prasarana pengairan
d. Rencana sistem jaringan prasarana energi dan kelistrikan
e. Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan
f. Rencana ruang di dalam bumi

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Jalan

Pasal 26

(1) Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25 huruf a, terdiri dari prasarana jalan umum yang dinyatakan dalam
status dan fungsi jalan, prasarana terminal penumpang jalan, serta angkutan masal
perkotaan.
(2) Pengelompokkan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan
provinsi, dan jalan kabupaten/kota.
(3) Pengelompokkan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, dan jalan lokal
(4) Pengelompokkan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan
jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder
(5) Rencana pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan
nasional jalan tol, jalan nasional bukan jalan tol, jalan provinsi, dan jalan kabupaten
(6) Pengembangan prasarana jalan meliputi pengembangan jalan baru dan
pengembangan jalan yang sudah ada.

Pasal 27

(1) Pengembangan jalan alternatif yang menghubungkan bagian utara dan selatan
Kabupaten dibangun jalan lingkar timur dan lingkar barat, sedangkan untuk
pencapaian bagian timur dan barat kabupaten ditingkatkan dengan pengembangan
jalan arteri alternatif timur-barat baik yang berada di wilayah sisi utara maupun selatan
kabupaten;
(2) Jaringan jalan tol yang sudah dikembangkan di Kabupaten Sidoarjo sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5), meliputi pembuatan akses gerbang tol Waru-
Porong dan relokasi tol Porong-Gempol dan rencana pembuatan akses gerbang tol
Waru-Porong di Kecamatan Sukodono
(3) Rencana pengembangan jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi di
Kecamatan Sukodono untuk akses Gerbang tol Waru – Porong dan relokasi tol
Gempol – Porong yang direncanakan melewati Desa Kalisampurno dan Desa
Ketapang di Tanggulangin serta Desa Wunut, Pamotan, Kesambi, dan Kedungsoko di
Kecamatan Porong
(4) Jalan arteri primer yang sudah dikembangkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26
ayat 3, meliputi ruas-ruas jalan yang menghubungkan antar pusat SWP (Satuan
Wilayah Pengembangan) yang ada di wilayah propinsi Jawa Timur
(5) Rencana pengembangan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
meliputi ruas jalan Lingkar Timur Luar Sidoarjo, jalan yang menghubungkan Kota
Surabaya – Kabupaten Sidoarjo – sampai Kabupaten Mojokerto, dan By Pass Krian
(6) Jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) yang sudah
dikembangkan meliputi ruas jalan yang menghubungkan antara pusat SWP (Satuan
Wilayah Pengembangan) di wilayah kabupaten, antara kota Kabupaten dengan pusat
kabupaten, dan antara Kota Kabupaten dengan Kota Kecamatan serta antara kota
kecamatan dengan kota kecamatan
(7) Rencana pengembangan jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
meliputi:

19
a. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Porong – Krembung –
Prambon
b. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Buduran - Kecamatan
Sidoarjo – Kecamatan Wonoayu – Kecamatan Krian
c. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Sedatai - Kecamatan
Gedangan – Sukodono – Krian
d. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Balongbendo – Tarik
e. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Tanggulangin –
Tulangan - Prambon
f. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Tulangan – Wonoayu
g. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Sidoarjo – Sukodono -
Taman
h. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Tulangan – Krembung –
Kecamatan Ngoro (Kabupaten Mojokerto)
i. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Sedati – Waru –
Rungkut (Kota Surabaya)
j. Peningkatan ruas jalan yang menghubungkan Kecamatan Prambon - Tarik
(8) Jalan lokal primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) yang sudah
dikembangkan, meliputi Jalan lokal pimer yang menghubungkan antara pusat-pusat
kecamatan dengan pusat-pusat desa
(9) Rencana pengembangan jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada ayat (8),
meliputi perbaikan jalan yang menghubungkan antara pusat-pusat kecamatan dengan
pusat-pusat desa terutama yang masih belum diaspal
(10) Rencana pembuatan jaringan jalan baru, dimaksudkan untuk lebih meningkatkan
akses antara wilayah yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Rencana pembangunan jalan
baru meliputi :
a. Frontage Road yang terdapat di kiri kanan jalanTol, pengembangan jalan ini perlu
dilakukan untuk meningkatkan akses penduduk ke segala jurusan. Selain itu
dengan adanya jalan ini dapat mengembangkan wilayah sekitarnya.
b. Jalan Lingkar Barat Sidoarjo, Jalan Lingkar Barat – Tanggulangin, Jalan Lingkar
Timur dan Lingkar Luar Timur Sidoarjo, yang berfungsi untuk mengurangi
kepadatan lalu lintas dan mengurangi beban jalan di dalam kota.
c. Jalan Akses Sisi Timur Porong, ruas jalan ini selain dapat membuka isolasi Kota
Porong, juga merupakan pemecahan terhadap lalu lintas Kota Porong. Hal ini erat
kaitannya dengan kawasan industri Jabon yang akan menampung lalu lintas lebih
padat pada masa datang, juga sebagai penghubung antara Tanggulangin - Jabon.
d. Jalan Lingkar Luar Barat Sidoarjo, jalan ini berfungsi untuk meningkatkan akses
penduduk ke segala jurusan dan pengembangan wilayah ke arah barat.
e. Jalan Lanjutan MERR II, jalan ini berfungsi untuk pengembangan kawasan industri
dan kawasan gemopolis.
f. Jalan akses menuju Bandara Udara Juanda, jalan akses menuju bandara udara
Juanda direncanakan terdiri dari 2 jalan akses yaitu jalan yang ada sekarang yang
berasal dari Sedati menuju jalan Raya Juanda dan jalan baru yang merupakan
bagian dari ruas jalan tol (jalan tol simpang susun Waru – Juanda).
(11) Rencana Rencana peningkatan fungsi jalan dari lokal primer menjadi kolektor primer
pada :
a. Ruas jalan Taman (jenjang II) – Sukodono (jenjang IV)
b. Ruas jalan Balongbendo (jenjang IV)-Tarik (jenjang IV)
c. Ruas jalan Tanggulangin (jenjang III) – Tulangan (jenjang IV)
d. Ruas jalan Tulangan (jenjang IV) – Wonoayu
(12) Rencana pengembangan terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1), meliputi:
a. Peningkatan dan pengembangan Terminal Purabaya – Bungurasih sebagai
Terminal antar Kabupaten dan antar Propinsi;
b. Pembangunan Terminal Type B angkutan umum di Kecamatan di Kecamatan
Porong dan pengembangan terminal barang di Kecamatan Krian
c. Peningkatan dan pengembangan terminal type C : Sub Terminal Larangan di
Kecamatan Sidoarjo dan Sub Terminal Krian di Kecamatan Krian

20
(13) Rencana pengembangan angkutan massal cepat di wilayah perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) adalah pengembangan angkutan massal komuter
dan bus kota di Kecamatan Krian, Sidoarjo, Sedati, dan Waru.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Perkeretaapian

Pasal 28

(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 25 huruf a meliputi arahan pengembangan jalur
perkeretaapian, pengembangan prasarana transportasi kereta api untuk keperluan
penyelenggaraan perkeretaapian komuter, terminal barang, serta konservasi rel mati.
(2) Relokasi jalur kereta api Sidoarjo – Gununggangsir. Relokasi tersebut akan
direncanakan melewati Desa Sidokare, Larangan, Tenggulunan,
Sumokali,Jambangan, Durungbedug, Grogol, Kemantren, Singopadu, Kepadangan,
Kebaron, Kenongo, Gelang (Kec. Tulangan), Wonomlati, Balonggarut, Rejeni, Gading,
Tajegwagir, Kedungrawan, Kedungsumur, Keper (Kec. Krembung) dan Kedungsolo
dan Kebunagung (Kec.Porong)
(3) Revitalisasi jalur kereta api Sidoarjo – Tarik yang dimulai dari Stasiun Sidoarjo, Desa
Tenggulunan, Bungkah, Jambangan, Kemantren, Kecamatan Tulangan hingga Tarik.
(4) Rencana pengembangan dengan peningkatan prasarana rel yang telah ada ditujukan
pada jalur Surabaya-Malang melalui Sidoarjo
(5) Rencana pengembangan jalur perkerataapian ganda ditujukan pada jalur
Surabaya-Sidoarjo-Mojokerto dan Surabaya-Sidoarjo-Malang
(6) Rencana pengembangan jalur perkeretaapian stasiun Waru – Juanda.
(7) Pengembangan stasiun kereta api di Kabupaten Sidoarjo dilakukan dalam kaitan
dengan adanya peminimalan fungsi stasiun-stasiun yang ada di wilayah Kota
Surabaya serta pengalihan operasional stasiun Pasar Turi ke stasiun Kandangan
(Tandes) sehingga perlu adanya rencana peningkatan fungsi stasiun Sidoarjo yang
sudah ada menjadi stasiun induk. Pengembangan stasiun yang direncanakan adalah
menyangkut sarana yang ada pada stasiun tersebut, meliputi: tempat naik-turun
penumpang - tempat parkir kendaraan penumpang - tempat bongkar muat barang -
ruang administrasi - ruang tunggu - gudang - fasilitas sosial (kamar kecil, ibadah, dan
sebagainya).

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Penyeberangan dan Laut

Pasal 29

(1) Rencana pengembangan prasarana transportasi penyebrangan dan laut sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 25 huruf a meliputi arahan pengembangan transportasi air
melalui angkutan sungai dan laut serta pelabuhan rakyat.
(2) Pengembangan sistem transportasi air dilakukan dengan ;
a. Pengembangan angkutan sungai (bus air) di Kali Porong, dan Kali Surabaya pada
Kecamatan Tarik
b. Pembangunan pelabuhan rakyat di Kecamatan Sedati

21
Paragraf 4
Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Udara

Pasal 30

(1) Prasarana transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, meliputi
bandar udara umum dan bandar udara khusus
(2) Prasarana Transportasi udara yang sudah dikembangkan meliputi:
a. Bandar udara umum Internasional Juanda di Kecamatan Sedati
b. Bandar udara khusus Angkatan Laut di Kecamatan Sedati
(3) Rencana penanganan dan pengelolaan kawasan bandar udara, meliputi:
a. Peningkatan kelas bandara
b. Peningkatan fasilitas utama dan pendukung bandar udara
c. Penyediaan prasarana transportasi yang lebih mudah dijangkau
(4) Rencana sarana pendukung dan radius pengamanan (KKOP) di Kawasan yang
berada di wilayah SSWP I, SSWP II, dan SSWP III
(5) Batas kawasan dan batas - batas ketinggian bangunan dan benda sebagaimana
dimaksud pada ayat 4, ditentukan menurut Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.

Paragraf 5
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Telematika

Pasal 31

(1) Sistem prasarana telematika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b adalah
perangkat komunikasi dan pertukaran informasi yang dikembangka untuk tujuan-tujuan
pengambilan keputusan di ranah publik maupun privat.
(2) Rencana pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terus ditingkatkan perkembangannya hingga mencapai pelosok wilayah yang belum
terjangkau serana-prasarana telematika dalam rangka mendorong kualitas
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
(3) Prasarana telematika yang dikembangkan meliputi:
a. Sistem kabel
b. Sistem Seluler
c. Sistem Satelit atau internet
(4) Pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
dengan peningkatan jaringan telepon, pembangunan BTS, dan pembangunan hot spot
pada area publik.
(5) Rencana penyediaan infrastruktur telematika, berupa tower BTS (Base Transceiver
Station) dilakukan secara bersama-sama
(6) Peningkatan jangkauan pelayanan telematika dilakukan dengan pengembangan
jaringan telepon untuk permukiman baru dan untuk desa/dusun yang belum ada
telepon.
(7) Penataan, pengembangan, dan pembangunan jaringan telematika lebih lanjut diatur
dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 6
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Pengairan

Pasal 32

(1) Sistem prasarana pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c adalah
prasarana pengembangan pengairan untuk memenuhi berbagai kepentingan
(2) Rencana pengembangan pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan wilayah sungai

22
(3) Pengembangan sumber daya air untuk air bersih diarahkan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah
(4) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan peningkatan
jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau, sedangkan irigasi dengan
peningkatan saluran dari sistem setengah teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi
irigasi teknis.
(5) Setiap pembangunan jaringan irigasi dilengkapi dengan pembangunan jaringan
drainase irigasi yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan irigasi yang
bersangkutan.
(6) Jaringan drainase irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berfungsi untuk
mengalirkan kelebihan air agar tidak mengganggu produktivitas lahan.
(7) Pemerintah Kabupaten, perkumpulan petani pemakai air, dan masyarakat
berkewajiban menjaga kelangsungan fungsi drainase irigasi.
(8) Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang dapat mengganggu fungsi jaringan
drainase irigasi.
(9) Pengaturan lebih lanjut mengenai sistem drainase irigasi diatur dengan Peraturan
Bupati.
(10) Rencana pengembangan pengairan meliputi; pengembangan waduk, dam, dan
embung, serta pompanisasi terkait dengan pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dengan mempertimbangkan
a. Daya dukung sumber daya air;
b. Kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat;
c. Kemampuan pembiayaan; serta
d. Kelestarian keanekaragaman hayati dan sumber daya air.
(11) Area lahan beririgasi teknis harus dipertahankan agar tidak berubah fungsi menjadi
peruntukan lain.
(12) Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya
dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
(13) Konservasi sumber daya air dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian
sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang
ditetapkan pada setiap wilayah sungai.
(14) Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan
mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah
sungai.
(15) Penatagunaan sumber daya air ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan
sumber air dan peruntukan air pada sumber air.
(16) Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan :
a. mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budidaya ;
b. menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologis;
c. memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber air ;
d. memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan ;
e. melibatkan peran masyarakat sekitar pihak lain yang berkepentingan ; dan
f. memperhatikan fungsi kawasan.
(17) Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap wilayah sungai dilakukan
dengan memperhatikan daya dukung sumber air, jumlah dan penyebaran penduduk
serta proyeksi pertumbuhannya, perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air
dan pemanfaatan air yang sudah ada.

Pasal 33

(1) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan
dan/atau bukan jaringan perpipaan.
(2) SPAM dengan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi
unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan.

23
(3) SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi
sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil
tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.
(4) SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara baik dan
berkelanjutan.
(5) Ketentuan teknis mengenai SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(6) Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat
pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(7) Air minum yang tidak memenuhi syarat kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dilarang didistribusikan kepada masyarakat.
(8) Wilayah yang mendapat prioritas pelayanan air bersih adalah daerah yang masuk
pada rencana pengembangan wilayah prioritas, yaitu :
a. Wilayah yang mempunyai prospek pengembangan tinggi meliputi Kecamatan
Sidoarjo, Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan Gedangan,
Kecamatan Krian dan Kecamatan Balong Bendo.
b. Wilayah tertinggal atau kurang berkembang meliputi Kecamatan Jabon, Kecamatan
Balong Bendo, Kecamatan Prambon.
c. Pusat-pusat kegiatan ekonomi meliputi Kota Sidoarjo dan sekitarnya yang juga
akan dikembangkan pusat-pusat SSWP.
d. Kawasan strategis meliputi Kecamatan Taman, Kecamatan Waru dan Kecamatan
Sedati. Kawasan strategis lain adalah kawasan tambak meliputi sebelah Timur
Kabupaten Sidoarjo yaitu Kecamatan Sidoarjo, Buduran, Candi, Jabon, Waru dan
Sedati.
e. Kawasan Perbatasan meliputi Kawasan Tarik (Balongbendo), Legundi, Krian,
Taman, Waru, Prambon, Porong dan Jabon.
(9) Jaringan distribusi air bersih yang saat ini ada di wilayah-wilayah sebagai berikut :
a. Jalur utara Krian sampai Desa Kedungwonokerto, Desa Jerukgamping, dan Desa
Sidomaju.
b. Dari Desa Sidomulyo, mengikuti jaringan jalan diperbatasan yang melewati Desa
Tapel, Pertapan maduretno,Tanjungsari, Krembangan, Tawangsari, Ngelom,
Wonocolo dan Ketangan.
c. Jalur jalan arteri primer kearah barat menuju Kabupaten Mojokerto,yaitu pada
Kecamatan Taman sampai Desa Sidorejo.
d. Kecamatan Waru, Sedati, Gedangan dan Sidoarjo, pada seluruh jalan kolektor
primer.
e. Pada jaringan jalan dari Kota Sidoarjo sampai Kecamatan Wonoayu.
f. Pada jalan Arteri primer Surabaya –Malang

Pasal 34

(1) Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan
sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan
yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh
tindakan manusia.
(2) Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui :
a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
b. pengendalian pemanfaaan sumber air;
c. pengisian air pada sumber air;
d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi
e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan lahan pada sumber air;
f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
g. pengaturan daerah sempadan sumber air;
h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
i. pelestarian hutan lindung,kawasan suaka ala, da kawasan pelestarian alam.

24
(3) Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan.
(4) Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil
teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.
(5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diaturlebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(6) Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau
kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
(7) Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan cara:
a. menyimpan air yang berlebihan disaat hujan untuk dapat dimanfaatkan pada waktu
diperlukan;
b. menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau
c. mengendalikan penggunaan air tanah
(8) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk
mempertahankan dan memulihkan kualias air yang masuk dan yang ada pada
sumber-sumber air.
(9) Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan dengan cara
memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.
(10) Pengendalian pencemaran air sebagaimana pada ayat (8) dilakukan dengan cara
mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya
air.
(11) Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati.

Paragraf 7
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Energi dan Kelistrikan

Pasal 35

(1) Pengembangan dan pembangunan penyediaan energi dan tenaga listrik dilakukan
sesuai dengan kewenangan.
(2) Pengembangan dan pembangunan jaringan listrik dilakukan secara terpadu dengan
sistem jaringan kelistrikan nasional dengan penekanan pada peningkatan pelayanan
kualitas, penambahan kapasitas dan jangkauan pelayanan;
(3) Pengembangan dan pembangunan jaringan gas dilakukan secara terpadu dengan
sistem jaringan gas nasional yang ditekankan pada peningkatan kapasitas dan
perluasan jaringan terutama untuk perumahan, industri dan jasa pelayanan umum.
(4) Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik pedesaan, direncanakan pengembangan
jaringan listrik pedesaan untuk desa/dusun yang belum terlistriki antara lain :
a. Dusun Kalikajang Desa Gebang Kecamatan Sidoarjo sejumlah 224 jiwa
b. Dusun Pucukan Desa Gebang Kecamatan Sidoarjo sejumlah 168 jiwa
c. Dusun Bangoan Desa Kedungpeluk Kecamatan Candi sejumlah 100 jiwa
d. Dusun Kaling Desa Kupang Kecamatan Jabon sejumlah 80 jiwa.

Paragraf 8
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana lingkungan

Pasal 36

(1) Pengembangan prasarana dan sarana kebersihan/persampahan dilakukan dalam


rangka peningkatan kebersihan dan kualitas lingkungan Kabupaten melalui upaya-
upaya penanganan sampah secara terpadu mulai dari proses pembuangan awal
sampai akhir dan dengan menerapkan konsep 3 R (Recycle, Reduce dan Re-use).
(2) Pembangunan prasarana dan sarana kebersihan dan penanganan sampah dilakukan
sebagai berikut :

25
a. Pembangunan prasarana dan sarana kebersihan/persampahan pada skala
lingkungan dilakukan dengan penyediaan Tempat Pengelolaan Sementara (TPS)
yang tersebar pada pusat-pusat permukiman sesuai dengan tingkat dan lingkup
pelayanan;
b. Pembangunan LPS dapat dilakukan pada lahan-lahan yang direncanakan untuk
fasilitas umum dan dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang
penanganan dan pengelolaan sampah;
c. Upaya Pengelolaan sampah secara mandiri;
d. Pembangunan prasarana dan sarana kebersihan/ persampahan skala Kabupaten
dilakukan dengan penyediaan prasarana dan sarana penanganan sampah terpadu
pada Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) yang termasuk dalam wilayah SSWP di
Jabon, dan pengembangan TPA di lokasi lainnya harus sesuai dengan kajian teknis
penentuan TPA.
e. Penanganan kebersihan dan persampahan skala Kabupaten juga dilakukan
dengan pemberdayaan masyarakat dan penerapan teknologi tepat guna yang
ramah lingkungan dalam penanganan sampah, serta mendukung pelaksanaan
program penanganan sampah terpadu termasuk penyediaan prasarana dan
sarana pada lingkup regional.

Pasal 37

(1) Pembuangan Air Limbah dilakukan melalui sistem pembuangan air limbah setempat
dan/atau terpusat.
(2) Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat.
(3) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara
terpusat.
(4) Dalam hal Pengolahan Sistem Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
tersedia, setiap orang perseorangan atau kelompok masyarakat dilarang membuang
air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke media lingkungan.
(5) Dalam hal Pengolahan Sistem Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
tersedia, setiap orang perseorangan atau kelompok masyarakat dilarang membuang
air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke media lingkungan yang ditetapkan
oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 38

(1) Sistem pengelolaan limbah dibedakan atas: pengelolaan limbah cair, padat dan udara
serta limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)
(2) Pegelolaan limbah cair dilakukan melalui sistem pengolahan limbah cair setempat
dan/atau terpusat.
(3) Sistem pengelolaan limbah cair terpusat sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan
secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah secara terpusat.
(4) Dalam hal sistem pengolahan limbah cair sebagaimana dimaksud ayat (3) telah
tersedia dan atau belum tersedia, setiap orang perseorangan atau kelompok
masyarakat dilarang membuang limbah cair secara langsung tanpa pengolahan ke
media lingkungan.
(5) Limbah cair yang dibuang ke media lingkungan harus memenuhi baku mutu
lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah/pemerintah daerah.

Pasal 39

(1) Pelayanan minimal sistem pembuang dan sistem pengolahan limbah cair domestik
berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem
setempat atau terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/resapan air baku.
(2) Sistem pembuangan dan sistem pengolahan limbah cair setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi perseorangan/rumah tangga.

26
(3) Sistem pembuangan dan sistem pengolahan limbah cair setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diperuntukkan bagi kawasan padat penduduk dengan
memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM serta mempertimbangkan
kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Pasal 40

(1) Pengelolaan limbah cair industri dan kegiatan usaha lainnya dilakukan melalui sistem
pengelolaan limbah cair setempat dan/atau terpusat.
(2) Pembuangan limbah cair industri dan kegiatan usaha lainnya ke media lingkungan
harus mendapatkan ijin pembuangan limbah cair dari pemerintah/pemerintah daerah.
(3) Limbah cair industri dan kegiatan usaha lainnya yang dibuang ke media lingkungan
harus memenuhi baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah/pemerintah daerah.

Pasal 41

(1) Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau


penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
(2) Sumber pencemaran udara adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang
mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
(3) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
terjadinya pencemaran udara dan/atau gangguan wajib melakukan upaya
penanggulangan dan pemulihanya.

Pasal 42

(1) Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,


penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan
penimbunan limbah B3.
(2) Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta
melakukan pemulihan kualitas

Pasal 43

(1) Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran
manusia/tinja dilakukan dengan mengguna-kan sistem setempat atau sistem terpusat
agar tidak mencemari daerah tangkapan air/resapan air baku.
(2) Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperuntukkan bagi orang perseorangan/rumah tangga.
(3) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperuntukkan bagi kawasan padat penduduk dengan memperhatikan kondisi daya
dukung lahan dan SPAM serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat.

Pasal 44

(1) Hasil pengolahan air limbah terpusat meliputi bentuk cairan dan padatan.
(2) Kualitas hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memperhatikan standar baku mutu air buangan dan baku mutu
sumber air baku yang mencakup syarat fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil pengolahan air limbah yang berbentuk padatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali wajib diolah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak membahayakan manusia
dan lingkungan.

27
(4) Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib dilakukan secara
rutin dan berkala sesuai standar pengolahan air limbah.

Pasal 45

(1) Pembangunan sistem drainase dilakukan secara terpadu dengan pembangunan


prasarana dan sarana dan mendukung rencana pengembangan wilayah.
(2) Pembangunan sistem drainase ditekankan pada upaya optimalisasi prasarana dan
sarana drainase yang telah ada serta pembangunan prasarana dan sarana drainase
baru.
(3) Pembangunan sistem drainase ditetapkan sebagai berikut:
a. peningkatan dan optimalisasi fungsi saluran drainase dan lokasi penampungan air
yang telah ada yang disertai dengan penyediaan prasarana dan sarana penunjang
yang dapat meningkatkan kinerja saluran drainase;
b. pembangunan saluran drainase dan lokasi penampungan air baru terutama pada
kawasan-kawasan pertumbuhan baru yang diintegrasikan dengan sistem saluran
yang telah ada dengan memperhatikan debit limpasan air hujan (surface run off)
c. peningkatan dan pembangunan saluran drainase disertai dengan upaya
pengawasan terhadap pembangunan dan pemanfaatan lahan di sekitar saluran
drainase, serta upaya untuk pemeliharaan dan menjaga kebersihan saluran;
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai sistem drainase diatur dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 9
Rencana Ruang di Dalam Bumi

Pasal 46

(1) Rencana ruang di dalam bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f
merupakan jaringan dan prasarana penggunaan ruang di dalam bumi, misalkan jalur
sub way, utilitas (air bersih), jaringan dan prasarana eksploitasi bahan tambang dan
migas, goa-goa bunker untuk hankam, dsb
(2) Rencana penggunaan ruang untuk utilitas (air bersih) sebagaimana dimaksud ayat (1),
meliputi Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Waru, Kecamatan Taman, Kecamatan
Gedangan, Kecamatan Krian dan Kecamatan Balong Bendo
(3) Rencana penggunaan ruang untuk jaringan dan prasarana eksploitasi bahan tambang
dan migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi Kecamatan Porong dan
Tanggulangin

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 47

Pola Ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan kawasan
budidaya

Bagian Kedua
Rencana Pelestarian Kawasan Lindung

Pasal 48

(1). Penetapan kawasan lindung wilayah darat bertujuan untuk :


a. melestarikan potensi dan sumberdaya alam;

28
b. mencegah timbulnya kerusakan lingkungan;
c. menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan di wilayah darat yang dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan.
(2). Setiap orang dilarang melaksanakan kegiatan pembangunan atau pemanfaatan lahan
yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan pada kawasan lindung.

Pasal 49

Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 meliputi:
a. Kawasan yang memberikan perlindungan bawahnya;
b. Kawasan perlindungan setempat;
c. Kawasan pelestarian alam;
d. Kawasan cagar budaya;
e. Kawasan rawan bencana alam;
f. Kawasan lindung lainnya.

Pasal 50

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 49 huruf a meliputi kawasan konservasi dan resapan air
(2) Kawasan konservasi dan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak:
a. Kecamatan Sedati, seluas 978,33 Ha
b. Kecamatan Buduran, seluas 536,90 Ha
c. Kecamatan Sidoarjo, seluas 780,84 Ha
d. Kecamatan Jabon, seluas 1.244,95 Ha
(3) Upaya pengelolaan kawasan ini dilakukan dengan pemberian sanksi sesuai dengan
ketentuan penataan ruang

Pasal 51

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b,


meliputi:
a. Kawasan sempadan pantai
b. Kawasan sempadan sungai
c. Kawasan sekitar waduk
d. Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove
e. Kawasan terbuka hijau kota
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a selebar 100
meter dari garis pantai kearah darat dan 400 meter dari garis pantai kearah perairan
(laut) yang diukur dari titik pasang tertinggi kearah darat
(3) Pergeseran garis pantai dari kawasan sempadan pantai sebagaimana ayat (2) akibat
sedimentasi/tanah oloran secara alamiah menjadi kawasan lindung yang merupakan
satu kesatuan dengan sempadan pantai.
(4) Garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dengan titik koordinat
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(5) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud ayat (2) terletak di :
a. Kecamatan Sedati, seluas 185,73 Ha kearah darat dan seluas 742,92 Ha kearah
laut
b. Kecamatan Buduran, seluas 10,06 Ha kearah darat dan seluas 40,24 Ha kearah
laut
c. Kecamatan Sidoarjo, seluas 20,48 Ha kearah darat dan seluas 81,92 Ha kearah
laut
d. Kecamatan Jabon, seluas 125,66 Ha kearah darat dan seluas 502,64 Ha kearah
laut
(6) Upaya pengelolaannya dilakukan dengan reboisasi bagi kawasan yang telah rusak
dan pemberian sanksi sesuai dengan ketentuan penataan ruang untuk pencegahan
kerusakan di masa mendatang
(7) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di:

29
a. Sungai-sungai yang memerlukan perlindungan dalam bentuk sempadan sungai
dengan lebar 50-00 m antara lain adalah : Kali Porong, Kali Brantas, Kali Mas
b. Sempadan sungai untuk Saluran Mangetan Kanal ditetapkan 5 – 15 meter
mengikuti kondisi kepadatan lingkungan. Untuk Kali Sidokare ditetapkan 15 meter.
c. Ketentuan perlindungan untuk sempadan sungai adalah sebagai berikut :
1. Sedapat mungkin meminimalkan pemanfaatan sempadan sungai untuk kegiatan
budidaya, sungai besar di luar kawasan permukiman sekurang-kurangnya 50
meter pada kiri kanan sungai sedangkan untuk sungai di sekitar kawasan
permukiman sekurang-kurangnya 10 - 15 meter.
2. Diharapkan jalan yang terdapat di sepanjang sungai tidak hanya berfungsi
sebagai jalan pemeliharaan sungai tetapi dapat difungsikan juga untuk jalan
umum.
3. Memfungsikan sungai sebagai tempat rekreasi air seperti, tempat pemacingan,
wisata perahu dll.
4. Memanfaatkan kawasan sempadan sungai sebagai ruang terbuka hijau dengan
partisipasi aktif penduduk.
5. Pengaturan sempadan sungai dengan prinsip sungai sebagai arah orientasi
(8) Waduk yang ditetapkan sebagai daerah lindung adalah 3 Ha. Waduk-waduk (bisa
berupa long storage) ini direncanakan berada dalam kawasan water front city di
Kecamatan Tarik.
(9) Upaya pemantapan kawasan sekitar waduk yang ada tersebut, dalam rangka
perlindungan antara lain adalah :
a. Secara umum sempadan waduk minimal 50 meter dari titik pasang tertinggi kearah
darat disekeliling tepian dengan luasan yang proporsional dengan bentuk dan
kondisi waduk. sedangkan waduk dengan skala kecil kawasan perlindungannya
minimal 25 meter.
b. Penggunaan waduk untuk kegiatan pariwisata (rekreasi dan olahraga)
diperbolehkan dengan tetap mematuhi ketentuan-ketentuan fungsi lindungnya.
(10) Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terletak di:
a. Kecamatan Sedati, seluas 635,94 Ha
b. Kecamatan Buduran, seluas 30,84 Ha
c. Kecamatan Sidoarjo, seluas 64,74 Ha
d. Kecamatan Jabon, seluas 314,21 Ha
(11) Pengelolaan terhadap kawasan pantai berhutan bakau/mangrove dengan reboisasi
bagi kawasan yang telah rusak dan pemberian sanksi sesuai dengan ketentuan
penataan ruang untuk pencegahan
(12) Kawasan ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
terletak di:
a. Kawasan permukiman perkotaan dengan ketentuan 30% dari wilayah perkotaan
digunakan sebagai ruang terbuka hijau, yang meliputi 20% ruang terbuka hijau
publik dan 10% ruang terbuka hijau private
b. Tempat pemakaman umum yang disediakan di lingkungan permukiman dan
dialokasikan pada masing-masing SSWP, yaitu SSWP I, III, dan IV.
(13) Upaya ruang terbuka hijau kota dilakukan melalui pengembangan:
a. Menambah jalur hijau jalan di sepanjang jaringan jalan yang ada terutama jalan
arteri primer (Surabaya-Sidoarjo). Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan
dengan penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai
dengan klas jalan.
b. Intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di sepanjang sempadan sungai, jaringan jalan,
saluran udara tegangan tinggi, sempadan jalan, dan jalan bebas hambatan. Untuk
jaringan listrik dan telepon lebar lahan yang harus disediakan dan dapat
dimanfaatkan sebagai RTH adalah sebesar 1,5 m hingga 2 m. Untuk sistem
saluran drainase tersier, membutuhkan luas lahan yang sama yaitu 1,5 m hingga 2
m. Sedangkan untuk sistem saluran drainase sekunder membutuhkan lahan
seluas ≥ 2m. Sempadan sungai sendiri memiliki ketentuan, yaitu 5 m hingga 10 m
dari bibir sungai (5 m untuk lansekap kota dan 5 m sisanya untuk ruang pengeruka

30
nsungai atau esavator). Lahan di bawah fly over atau jalan layang merupakan
salah satu komponen yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai RTH.
c. Intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di kawasan taman kota, pemakaman umum,
serta di sekitar danau buatan dan mata air. Bentuk upaya Intensifikasi ruang
terbuka hijau dapat dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman, letak tanaman,
ruang antar permukiman, taman-taman rumah, selain itu dilakukan juga
diantaranya melalui penataan ulang makam dan taman kota. Untuk ekstensifikasi
RTH dilakukan dengan pembuatan RTH-RTH baru.
d. Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif kepada penduduk dalam
pengembangan RTH di wilayahnya. Pemberian insentif ini dapat dilakukan dengan
cara kemudahan pemberian ijin (mekanisme perijinan) bagi pihak pihak-pihak yang
telah mengembangkan RTH, public image yaitu pempublikasian RTH yang indah
dan dapat dijadikan contoh bagi masyarakat yang lain, dan mekanisme perpajakan
yaitu keringanan pajak bagi pihak yang ingin mengembangkan RTH. Sedangkan
disinsentif diberikan pada pihak-pihak yang tidak memenuh iaturan yang telah
ditetapkan pemerintah, yaitu berupa peringatan, pencabutan ijin, penertiban, dan
penarikan dendabagi pihak pengembang yang tidak mampu menyediakan RTH
sesuai dengan aturan pemerintah. Pengembangan RTH secara vertikal ini juga
dapat digunakan sebagai salah satu disinsentif bagi bangunan-bangunan yang
tidak dapat memenuhi proporsi KDH yang telah ditetapkan.
e. Peningkatan kerjasama dengan pihak swasta untuk menambah kuantitas dan
kualitas RTH terutama RTH publik.
f. Selain itu lahan di sekeliling TPA juga berpotensi untuk dikembangkan menjadi
RTH, yaitu sebagai buffer zone.
g. Pembangunan Tempat Pemakaman Umum dilakukan dengan pengembangan
makam-makam yang telah ada maupun pembangunan makam baru, dan didukung
dengan penyediaan prasarana dan sarana permakaman;
h. Pembangunan Tempat Pemakaman Umum (TPU) skala Kabupaten, lokasinya
diarahkan di tiap SSWP di sesuaikan dengan arah pengembangan perumahan
baru;
i. Pada skala lingkungan pembangunan tempat pemakaman umum dilakukan
dengan pembangunan makam baru pada lahan fasilitas umum atau dengan
optimalisasi dan pengembangan lahan makam yang telah ada sesuai dengan
kapasitas, kebutuhan, dan lingkup pelayanannya.

Pasal 52

(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf c, meliputi
taman wisata alam pantai.
(2) Lokasi kawasan pelestarian alam yaitu Pantai Kepetingan di Kecamatan Buduran,
Pantai Gesik Cemandi di Kecamatan Candi, Pantai Timur di Kecamatan Sedati.
(3) Upaya pengembangan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan :
a. Memelihara ekosistem yang terdapat pada lokasi dengan mengembangkan
kawasan konservasi terpadu
b. Mengendalikan perubahan fungsi lahan sebagi instrumen pemeliharaan
lingkungan pantai
c. Peningkatan prasarana dan sarana wisata untuk mendukung konsep wisata
ekologi atau ecotourisme.
d. Pelibatan secara aktif masyarakat nelayan dalam usaha-usaha pengembangan
kawasan wisata alam tersebut.

Pasal 53

(1) Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf d adalah
kawasan yang di dalamnya terdapat atau mengandung bangunan dan lingkungan
cagar budaya yang harus dilindungi untuk menjaga kelestarian bangunan dan
lingkungan cagar budaya tersebut.

31
(2) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan untuk lingkungan bangunan non
gedung meliputi:
a. Candi, di Kecamatan Krian, Tarik, Wonoayu, Tulangan, Porong, Krembung, dan
Sedati
b. Situs Purbakala, di Kecamatan Krian, Tarik, Prambon, Sukodono, Krembung
c. Makam Dewi Sekardadu, di Kecamatan Buduran
(3) Upaya pengelolaan Kawasan ini dilakukan melalui:
a. Melestarikan dan menjaga bangunan budaya (candi) sesuai dengan karakteristik
dan keasliannya.
b. Mengembangkan pusat penelitian dan pengembangan sebagai sarana pusat
informasi dan pengelolaan wisata budaya
c. Mengadakan upaya-paya restorasi, renovasi serta preservasi yang dilakukan pada
masing-masing kawasan dengan partisipasi masyarakat.
d. Meningkatkan peran bangunan-bangunan tersebut sebagai pusat kegiatan budaya.
e. Meningkatkan perawatan dan perbaikan terhadap wisata makam yang ada.
f. Mengembangkan makam kuno menjadi kawasan wisata, dengan peningkatan
fasilitas serta sarana dan prasarana transportasi sebagai penunjang.
g. Mengembangkan kawasan cagar budaya sebagai sektor penggerak perekonomian
wilayah dengan pemberdayaan masyarakat sekitar.

Pasal 54

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf e,
meliputi:
a. Rawan gempa, gerakan tanah, dan longsor
b. Rawan genangan
c. Rawan gelombang pasang dan tsunami
(2) Kawasan rawan gempa, gerakan tanah, dan longsor terdapat di: Kawasan yang
terdampak Lumpur Lapindo di Kecamatan Porong, Tanggulangin dan Jabon.
(3) Upaya pengelolaan dilakukan dengan larangan kawasan tersebut sebagai zona tidak
layak huni
(4) Kawasan rawan genangan terdapat di: Kota Sidoarjo, Kecamatan Waru, Kawasan
perkotaan Bluru Kidul, Rangkah Kidul, Gebang, Kemiri, Kendal Pecabean, Kedung
Peluk dan Kali Pecabean.
(5) Upaya penanganan kawasan genangan dilakukan dengan:
a. Pengendalian genangan melalui peningkatan dan perbaikan kualitas dan kuantitas
saluran drainase terutama di kawasan tersebut
b. Peningkatan pengendalian sempadan sungai dari okupansi lahan untuk
permukiman dan industri
c. Pembangunan perumahan baru hendaknya memperhatikan kondisi fisik dasar dan
lingkungan sekitar.
d. Peningkatan ruang terbuka sebagai sarana mengalirnya limpasan air hujan.
(6) Kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami terdapat di kawasan rawan
gelombang pasang dapat ditemui di sepanjang Pantai Timur Sidoarjo yang meliputi
Kecamatan Sedati, Sidoarjo, Buduran dan Jabon
(7) Upaya pengelolaan kawasan dilakukan dengan:
a. Pemeliharaan dan penanaman mangrove di sekitar pantai timur Sidoarjo secara
berkala
b. Pengendalian pemanfaatan lahan di sempadan pantai timur Sidoarjo
c. Pemeliharaan saluran drainase yang menuju ke laut.

Pasal 55

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf f meliputi:
a. Kawasan pantai berhutan bakau
b. Kawasan lindung geologi
(2) Kawasan pantai berhutan bakau terdapat di pantai berhutan bakau di Kecamatan
Sedati, Sidoarjo, Jabon, dan Buduran

32
(3) Upaya pengelolaan dilakukan melalui:
a. Pemeliharaan dan penanaman mangrove secara berkala
b. Pengendalian pemanfaatan lahan di sempadan pantai timur Sidoarjo
(4) Kawasan lindung geologi terdapat di area bencana luapan lumpur di Kecamatan
Porong serta area bekas semburan lumpur di Kalanganyar Kecamatan Sedati
(5) Batas area kawasan lindung sebagaimana yang disebut pada ayat 1 berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya

Pasal 56

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
dan sumberdaya buatan.

Pasal 57

Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 meliputi:
a. Kawasan pertanian;
b. Kawasan pertambangan;
c. Ruang peruntukan industri;
d. Kawasan pariwisata;
e. Kawasan permukiman;
f. Kawasan fasilitas umum;
g. Kawasan perdagangan dan jasa;
h. Kawasan mix use;
i. Ruang di dalam bumi

Pasal 58

(1) Kawasan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a meliputi:


a. Kawasan lahan sawah;
b. Kawasan perikanan;
(2) Kawasan lahan sawah terdapat di:
a. Kecamatan Kecamatan Sidoarjo, seluas 149 Ha
b. Kecamatan Candi, seluas 266 Ha
c. Kecamatan Sukodono, seluas 600 Ha
d. Kecamatan Tanggulangin, seluas 935 Ha
e. Kecamatan Porong, seluas 554,23 Ha
f. Kecamatan Tulangan, seluas 1.338,25 Ha
g. Kecamatan Krembung, seluas 1.669,47 Ha
h. Kecamatan Jabon 369,40 Ha
i. Kecamatan Krian, seluas 571 Ha
j. Kecamatan Balongbendo, seluas 1.189,70 Ha
k. Kecamatan Tarik, seluas 2.084 Ha
l. Kecamatan Prambon, seluas 2.085 Ha
m. Kecamatan Wonoayu, seluas 1733,02 Ha
(3) Upaya penanganan / pengelolaan kawasan lahan sawah ini dilakukan dengan:
a. Menetapkan kawasan pertanian beririgasi teknis sebagai lahan abadi pertanian
pangan
b. Melarang adanya perubahan penggunaan lahan sawah beririgasi teknis menjadi
kegiatan non pertanian, kecuali kegiatan yang mendukung kegiatan pertanian
dengan klasifikasi usaha skala kecil dengan prioporsi 0,5% dari luas kawasan
lahan sawah di kawasan tersebut.

33
c. Meningkatkan kualitas dan produktifitas kawasan pertanian terutama pada
kawasan dengan melakukan teknologi tepat disertai dengan pengembangan
sarana dan prasarana pengairan guna daya dukung pangan.
d. Pengembangan kawasan peternakan diarahkan pada lokasi-lokasi eksisting dan
masuk di dalam kawasan agropolitan.
(4) Kawasan perikanan terdapat di:
a. Kecamatan Waru, seluas 402,2 Ha
b. Kecamatan Sedati, seluas 1919,13 Ha
c. Kecamatan Buduran, seluas 1731,20 Ha
d. Kecamatan Sidoarjo, seluas 3127,9 Ha
e. Kecamatan Candi, seluas 1031,7 Ha
f. Kecamatan Tanggulangin, seluas 496,6 Ha
g. Kecamatan Porong, seluas 496,3 Ha
h. Kecamatan Jabon, seluas 4144,1 Ha
(5) Upaya pengelolaan kawasan perikanan dilakukan dengan:
a. Melindungi kawasan tambak yang ada dari perkembangan kegiatan industri dan
permukiman
b. Mengendalikan laju perubahan penggunaan lahan dari tambak menjadi
permukiman atau industri
c. Melindungi kawasan perikanan tambak maupun sungai dari pencemaran oleh
limbah industri.
d. Budidaya tambak diarahkan pada daerah yang telah ditentukan dengan
memperhatikan kawasan pantai.
e. Kawasan tambak yang berbatasan dengan sungai harus memperhatikan
sempadan sungai, demikian juga bila berbatasan dengan pantai.
f. Pengembangan kawasan tambak perlu diimbangi dengan peningkatan normalisasi
saluran dan jalan menuju lokasi tambak

Pasal 59

(1) Kawasan pertambangan di Kabupaten Sidoarjo diarahkan di:


a. Kecamatan Porong dan Kecamatan Tanggulangin yaitu pertambangan minyak dan
gas bumi.
b. Kecamatan Krembung yaitu pertambangan yodium.
c. rencana pemantapan kawasan pertambangan adalah sebagai berikut :
1. pengembalian fungsi lindung atau rehabilitasi tanah pada kawasan bekas kuasa
penambangan.
2. pengelolaan sumberdaya alam secara optimal dan tetap memperhatikan kondisi
lingkungan.
3. kawasan peruntukan pertambangan dijauhkan di daerah yang mempunyai
kepadatan bangunan tinggi terutama daerah permukiman padat huni guna
mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan mencegah konflik
pemanfaatan ruang.
4. penyediaan kawasan penyangga di sekitar kawasan peruntukan pertambangan
guna mengurangi dampak langsung maupun tidak langsung dari proses
pertambangan. Untuk kawasan penyangga ini dapat dilakukan dengan
menyediakan ruang terbuka hijau dengan radius minimal 200 m dari batas
terluar lokasi pertambangan.
5. eksplorasi hasil tambang yodium lebih lanjut dilakukan dengan memperhatikan
ekosistem dan kualitas lingkungan.
6. bahan tambang golongan C dibatasi karena dapat merusak lingkungan,
penurunan kualitas jalan dan jembatan, serta longsor
7. pengendalian (tidak memberikan ruang) pengembangan ruang untuk kegiatan
pertambangan.
(2) Pengelolaan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
pendekatan berbasis lingkungan melalui penyediaan hutan kota yang memperhatikan
kerapatan tajuk dan keanekaragaman jenis tanaman

34
Pasal 60

(1) Ruang peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf c meliputi:
a. Kawasan industri;
b. Kawasan industri kecil/rumah tangga;
c. Kawasan zona industri
(2) Kawasan industri dan kawasan zona industri diarahkan pengembangannya pada
SSWP III dan IV.
(3) Pembangunan Industri baik di kawasan Industri ataupun di kawasan zona industri
diarahkan sebagai berikut :
a. Untuk industri yang memiliki beban polutan berat maka tidak diperkenankan pada
daerah hulu pada DAS atau wilayah Barat Sidoarjo ;
b. Untuk Industri yang berlokasi di wilayah Barat Sidoarjo yang berdekatan dengan
KSP (Kawasan Sentra Produksi) Agropolitan, diarahkan untuk lokasi yang berbasis
Agroindustri (mengelola hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan) yang
akan dikembangkan pada SSWP IV ;
c. Untuk industri yang berlokasi di wilayah timur Sidoarjo yang mendekati aksesibilitas
kawasan pusat kota diarahkan Agro Industri yang berbasis (mengelola hasil
produksi perikanan).
(4) Kawasan industri terdapat di:
a. Kawasan Industri Berbek, di Kecamatan Waru, seluas 88,49 Ha
b. Kawasan Industri Jabon, di Kecamatan Jabon, seluas 1116,64 Ha
(5) Upaya pengelolaan kawasan industri dilakukan dengan:
a. Pengembangan kawasan industri dilakukan dengan mempertimbangkan aspek
ekologis;
b. Pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai
penyangga antar fungsi kawasan;
c. Pembangunan Kawasan Industri dilakukan secara terpadu dengan lingkungan
sekitarnya dengan memperhatikan radius /jarak dan tingkat pencemaran yang dapat
ditimbulkan serta upaya-upaya pencegahan pencemaran terhadap kawasan di
sekitarnya;
d. Pada pembangunan industri berupa industri/pergudangan estate, perusahaan
pembangunan industri wajib menyiapkan prasarana lingkungan, utilitas umum,
bangunan perumahan untuk pekerja dan fasilitas sosial dengan proporsi 40%
(empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan dan selanjutnya diserahkan
kepada Pemerintah Daerah;
e. Kegiatan industri dilakukan dengan mengutamakan upaya pengurangan sisa hasil
produksi industri sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan multiplier effect
serta ramah lingkungan
f. Pembangunan kawasan-kawasan industri diupayakan secara terpadu dan saling
terkait dengan kegiatan lain sehingga dapat memberikan keuntungan secara
ekonomi dan lingkungan
g. Kegiatan industri yang terpisah yang masih berada di luar kawasan industri dan
teridentifikasi dan berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan akan direlokasi
secara bertahap ke kawasan-kawasan yang direncanakan sebagai kawasan industri
h. Setiap perusahaan Industri di dalam kawasan industri wajib memenuhi semua
ketentuan perizinan yang berlaku.
(6) Kegiatan industri kecil selama masih menyatu dengan permukiman dengan dominasi
kegiatan permukiman, maka peruntukannya sebagai hunian.
(7) Kawasan industri kecil/industri rumah tangga diarahkan di permukiman sejauh tidak
mengganggu fungsi lingkungan hunian tetap sebagai permukiman, sedang apabila
berkembang maka harus dipindahkan ke dalam zona industri.
(8) Upaya pengelolaan kawasan industri kecil dilakukan dengan:
a. Pengembangan industri kecil/industri rumah tangga dilakukan untuk meningkatkan
nilai tambah, multiplier effect, dan ramah lingkungan
b. Pengembangan industri kecil/industri rumah tangga di sentra-sentra ekonomi
dengan mengedepankan produk-produk unggulan

35
(9) Zona industri terdapat di:
a. Kecamatan Waru 442,28 Ha
b. Kecamatan Sedati, seluas 243,28 Ha
c. Kecamatan Gedangan, seluas 534,36 Ha
d. Kecamatan Taman, seluas 1083,55 Ha
e. Kecamatan Sukodono, seluas 173,42 Ha
f. Kecamatan Buduran, seluas 270,65 Ha
g. Kecamatan Sidoarjo, seluas 76,39 Ha
h. Kecamatan Candi, seluas 60,52 Ha
i. Kecamatan Tanggulangin, seluas 302,41 Ha
j. Kecamatan Porong, seluas 130,14 Ha
k. Kecamatan Balongbendo, seluas 438,08 Ha
l. Kecamatan Tarik, seluas 348,42 Ha
m. Kecamatan Prambon, seluas 32,51 Ha
n. Kecamatan Wonoayu, seluas 426,30 Ha
o. Kecamatan Tulangan, seluas 42,01 Ha
p. Kecamatan Krembung,seluas 10,79 Ha
q. Kecamatan Krian, seluas 798,73 Ha
(10) Upaya pengelolaan zona industri dilakukan dengan:
a. Pembangunan zona industri harus memperhatikan kebutuhan luas lahan, jenis-
jenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang harus tersedia (parkir, ruang
terbuka hijau, ruang pedagang kaki lima, pencegahan dan penanggulangan
bahaya kebakaran), kemudahan pencapaian dan kelancaran sirkulasi lalu lintas
dari dan menuju lokasi;
b. Pembangunan dan pelaksanaan kegiatan industri pada zona industri harus disertai
dengan upaya-upaya terpadu dalam mencegah dan mengatasi terjadinya
pencemaran lingkungan mulai dari penyusunan AMDAL, upaya pengelolaan dan
pemantauan lingkungan (UKL dan UPL), penyediaan instalasi pengolahan air
limbah (IPAL), dan disertai dengan pengawasan oleh Pemerintah Daerah secara
intensif terhadap kegiatan industri yang dilaksanakan.
c. Pengelolaan limbah kawasan industri pada zona industri dilakukan dengan prinsip
zero waste dan zero polution yang diharapkan tercapai dalam waktu 10 tahun
d. Pengembangan zona industri yang terletak di sepanjang jalur arteri atau kolektor
harus dilengkapi dengan frontage road untuk kelancaran aksesibilitas.
e. Relokasi industri yang terkena dampak bencana lumpur Lapindo dan infrastruktur
yang dibutuhkan ke arah Barat mejauhi semburan lumpur, khususnya di sebelah
Utara Sungai Porong yang merupakan batas Kabupaten Sidoarjo.

Pasal 61

(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf d meliputi:


a. Kawasan wisata budaya
b. Kawasan wisata alam pantai
c. Kawasan wisata air
(2) Kawasan wisata budaya terdapat di: Kawasan wisata budaya situs candi, di
Kecamatan Candi, Kecamatan Krembung, Kecamatan Tarik, kecamatan Krian,
Kecamatan Prambon, Kecamatan Sukodono, Kecamatan Sedati
(4) Upaya pengelolaan kawasan wisata budaya dilakukan dengan:
a. Penataan dan pengendalian kawasan wisata dan sekitarnya diatur secara khusus
dalam perencanaan kawasan tata ruang wisata.
b. Pengembangan kawasan wisata perlu memperhatikan pembangunan fasilitas
penunjang, prasarana dan sarana seperti jalan.
c. Pengembangan wisata terpadu dengan menggunakan sistem yang terpadu dan
sinergis.
(5) Kawasan wisata alam pantai terdapat di:
a. Kawasan Wisata Pantai Kepetingan di Kecamatan Buduran
b. Kawasan Wisata Pantai Gesik Cemandi di Kecamatan Sedati
c. Kawasan Wisata Pulau Dem

36
(6) Upaya pengelolaan kawasan wisata pantai dilakukan dengan:
a. Penataan dan pengendalian kawasan wisata dan sekitarnya diatur secara khusus
dalam perencanaan kawasan tata ruang wisata.
b. Pengembangan kawasan wisata perlu memperhatikan pembangunan fasilitas
penunjang, prasarana dan sarana
c. Pengembangan wisata terpadu dengan menggunakan sistem yang terpadu dan
sinergis dengan kawasan disekitarnya
(7) Kawasan Wisata Air, terdapat di Kecamatan Buduran Desa Pagerwojo, Kecamatan
Tarik Desa Mliriprowo dan Kedungbocok.
(8) Pengelolaan kawasan wisata air dikembangkan berdasarkan konsep keterpaduan
antara wisata air, permukiman dan komersial.

Pasal 62

(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf e, meliputi:


a. Permukiman perdesaan
b. Permukiman perkotaan
(2) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat di:
a. Kecamatan Sidoarjo, seluas 291,85 Ha
b. Kecamatan Candi, seluas 192,40 Ha
c. Kecamatan Tanggulangin, seluas 95,95 Ha
d. Kecamatan Porong, seluas 283,92 Ha
e. Kecamatan Tulangan, seluas 628,04 Ha
f. Kecamatan Krembung, seluas 678,13 Ha
g. Kecamatan Taman, seluas 384,92 Ha
h. Kecamatan Sukodono, seluas 557,52 Ha
i. Kecamatan Krian, seluas 558,91 Ha
j. Kecamatan Tarik, seluas 416,19 Ha
k. Kecamatan Prambon, seluas 543,55 Ha
l. Kecamatan Wonoayu, seluas 592,04 Ha
m. Kecamatan Balongbendo, seluas 257,18 Ha
n. Kecamatan Buduran, seluas 0,21 Ha
o. Kecamatan Jabon, seluas 31,04 Ha
p. Kecamatan Waru, seluas 59,92 Ha
q. Kecamatan Gedangan, seluas 12,77 Ha
(3) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di:
a. Kecamatan Waru, seluas 1532,42 Ha
b. Kecamatan Sedati, seluas 2610,19 Ha
c. Kecamatan Gedangan, seluas 1.511,72 Ha
d. Kecamatan Taman, seluas 1246,21 Ha
e. Kecamatan Sukodono, seluas 1716,80 Ha
f. Kecamatan Buduran, seluas 1233,51 Ha
g. Kecamatan Sidoarjo, seluas 1406,52 Ha
h. Kecamatan Candi, seluas 2172,41 Ha
i. Kecamatan Tanggulangin, seluas 940,73 Ha
j. Kecamatan Porong, seluas 577,09 Ha
k. Kecamatan Jabon, seluas 60,00 Ha
l. Kecamatan Krian, seluas 868,23 Ha
m. Kecamatan Balongbendo, seluas 290,01 Ha
n. Kecamatan Tarik, seluas 604,22 Ha
o. Kecamatan Prambon, seluas 509,17 Ha
p. Kecamatan Wonoayu, seluas 396,38 Ha
q. Kecamatan Tulangan, seluas 653,98 Ha
r. Kecamatan Krembung, seluas 204,93 Ha
(4) Pembangunan permukiman/perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

37
a. Pembangunan perumahan/permukiman di Kabupaten Sidoarjo diarahkan dalam
rangka mewujudkan suatu kondisi lingkungan kawasan perumahan/permukiman
yang layak huni, indah, aman, nyaman dan asri dengan memperhatikan kelayakan
teknis, lingkungan, sosial dan ekonomis yang dapat meminimalkan timbulnya
dampak-dampak negatif;
b. Pembangunan perumahan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan tempat
tinggal yang layak bagi masyarakat dan/atau untuk pemukiman kembali
(ressettlement) sebagai akibat dari pembangunan prasarana dan sarana
Kabupaten;
c. Pembangunan perumahan dilakukan dengan pengembangan perumahan yang
sudah ada maupun pembangunan perumahan baru;
d. Pembangunan perumahan baru dilakukan secara vertikal dan horisontal dengan
pemanfaatan lahan secara optimal pada kawasan-kawasan di luar kawasan lindung
dengan fungsi kegiatan permukiman;
e. Pembangunan perumahan oleh perusahaan disebar secara merata dan terpadu
yaitu pada SSWP I, SSWP II, SSWP III, dan SSWP IV;
f. Pada pembangunan perumahan real estate, pelaksana pembangunan
perumahan/pengembang wajib menyediakan fasilitas umum (prasarana
lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial) dengan proporsi 40% (empat puluh
persen) dari keseluruhan luas lahan perumahan, dan selanjutnya diserahkan
kepada Pemerintah Daerah;
g. Alokasi pembagian prosentase fasilitas umum untuk prasarana lingkungan, utilitas
umum dan fasilitas sosial secara teknis akan diatur dengan Peraturan Bupati;
h. Pembangunan perumahan secara vertikal dilakukan dengan pembangunan rumah
susun baik pada kawasan perumahan baru, maupun kawasan padat hunian yang
dilakukan secara terpadu dengan lingkungan sekitarnya;
i. Pengembangan lokasi perumahan lama dan perkampungan Kabupaten ditekankan
pada peningkatan kualitas lingkungan, dan pembenahan prasarana dan sarana
perumahan;
(5) Pengaturan lebih lanjut mengenai Pembangunan Permukiman/Perumahan diatur
dengan Peraturan Bupati.

Pasal 63

(1) Kawasan fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 huruf f merupakan
kawasan yang dominasi pemanfaatan ruangnya sebagai tempat melakukan aktifitas
pelayanan umum kepada masyarakat.
(2) Penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial diarahkan menjadi satu kesatuan
dengan pengembangan kawasan permukiman baru.

Pasal 64

(1) Kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 huruf g
adalah kawasan yang dominasi pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan komersial
perdagangan dan jasa pelayanan.
(2) Kegiatan perdagangan dan jasa dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Lokasi pendirian pasar tradisional dikembangkan di perkotaan wilayah kecamatan.
b. Lokasi pendirian pusat perdagangan, perbelanjaan, toko modern diarahkan pada
pusat-pusat pertumbuhan.
c. Pada kawasan perdagangan/pusat perbelanjaan modern hendaknya menyediakan
5 – 10% dari luas lahannya untuk kegiatan PKL atau UKM.
d. Kawasan perdagangan dan jasa direncanakan secara terpadu dengan kawasan
sekitarnya.
e. Pada kawasan perdagangan terpadu wajib menyediakan prasarana lingkungan,
utilitas umum, area pedagang informal, dan fasilitas sosial dengan proporsi 40%
dari keseluruhan luas lahannya yang selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah
Daerah.

38
f. Kegiatan usaha perdagangan informal diarahkan terintegrasi pada lokasi
perdagangan dan jasa.
g. Kegiatan usaha perdagangan informal keberadaannya tidak boleh pada jaringan
jalan yang dapat mengganggu fungsi lalu lintas.

Pasal 65

(1) Kawasan mix use sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf h adalah kawasan
yang terdapat beberapa kegiatan di dalamnya, seperti perumahan, perdagangan, jasa,
fasilitas perkotaan, dan industri non polutan.
(2) Kegiatan pada kawasan mix use dapat dilakukan secara vertikal maupun secara
horisontal.
(3) Kawasan mix use mempunyai ciri-ciri kepadatan bangunan tinggi, dihubungkan oleh
adanya sirkulasi dan penggunaan lahan campuran.
(4) Kawasan mix use direncanakan pada kawasan selebar 100 meter di kanan dan kiri
jalan arteri primer dan kolektor primer, kawasan agropolitan perikanan, kawasan
agropolitan pertanian.
(5) Pengembangan kawasan mix use dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Mix use pada hirarki yang berbeda satu level masih memungkinkan seperti
kawasan permukiman dengan perdagangan dan jasa atau kawasan perdagangan
dan jasa dengan industri
b. Mix use dengan industri tergantung dari jenis industrinya seperti : perakitan
(elektronika), pengemasan.
c. Mix use dengan industri diperbolehkan asalkan berasal dari sektor yang hampir
sama, pemrosesan dan kawasan non polutan
d. Mix use dengan industri boleh dengan catatan proses produksi berdekatan, efek
negatifnya tidak ada dan lokasi sesuai.
(6) Rencana pengembangan Kawasan Mix Use di Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai
berikut:
a. Kawasan Mix Use Jabon, dengan komposisi Perumahan beserta sarana dan
prasarana OR dan public space lainnya 15% (yang terdiri dari 50% terbangun dan
50% ruang terbuka); Industri 60% (50% terbangun dan 50% ruang terbuka);
Perdagangan dan jasa 10% (60% terbangun dan 40% ruang terbuka); serta
pergudangan 15% (50% terbangun dan 50% ruang terbuka)
b. Kawasan Mix Use Sidoarjo, Buduran dan Candi, dengan komposisi perumahan
60% (50-60% terbangun dan 40-50% ruang terbuka); Industri termasuk industri
kecil 20% (50% terbangun dan 50% ruang terbuka); Jasa dan perdagangan 15%
(60% terbangun dan 40% ruang terbuka); serta pergudangan 5% (50% terbangun
dan 50% ruang terbuka). Industri yang diperbolehkan dikembangkan di kawasan
ini hanya industri yang mendukung industri agro perikanan.
c. Kawasan Mix Use Sedati, dengan komposisi perumahan 40% (50% terbangun dan
50% ruang terbuka), industri 20% (terbangun 50% dan ruang terbuka 50%); Jasa
dan Perdagangan 35% (60% terbangun dan 40% ruang terbuka), serta
pergudangan 5% (50% terbangun dan 50% ruang terbuka). Industri yang
diperbolehkan dikembangkan di kawasan ini hanya industri yang mendukung
industri agro perikanan.
d. Kawasan Mix Use Waru, dengan komposisi Perumahan 15% (yang terdiri dari
50% terbangun dan 50% ruang terbuka); Industri 20% (50% terbangun dan 50%
ruang terbuka); Perdagangan dan jasa 60% (60% terbangun dan 40% ruang
terbuka); serta pergudangan 5% (50% terbangun dan 50% ruang terbuka)
e. Kawasan Mix Use Sukodono, dengan komposisi Perumahan 20% (yang terdiri dari
60% terbangun dan 40% ruang terbuka), industri 30% (70% terbangun dan 30%
ruang terbuka), 20% Perdagangan dan Jasa (60% terbangun dan 40% ruang
Terbuka), serta 10% Pergudangan (70% terbangun dan 30% ruang terbuka), 20%
untuk lapangan OR dan RTH (public space). Industri yang diperbolehkan
dikembangkan di kawasan ini hanya industri yang mendukung industri agro
pertanian
f. Kawasan Mix Use Wonoayu, dengan komposisi Perumahan 20% (yang terdiri dari
60% terbangun dan 40% ruang terbuka), industri 20% (70% terbangun dan 30%

39
ruang terbuka), 15% Perdagangan dan Jasa (60% terbangun dan 40% ruang
Terbuka), serta 15% Pergudangan (70% terbangun dan 30% ruang terbuka), 20%
untuk lapangan OR dan RTH (public space). Industri yang diperbolehkan
dikembangkan di kawasan ini hanya industri yang mendukung industri agro
pertanian.

Pasal 66

(1) Rencana ruang di dalam bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 huruf i
merupakan jaringan dan prasarana penggunaan ruang di dalam bumi, misalkan jalur
sub way, utilitas (air bersih), jaringan dan prasarana eksploitasi bahan tambang dan
migas, goa-goa bunker untuk hankam, dsb.
(2) Jika dalam eksplorasi ditemukan sumberdaya-sumberdaya alam baru, maka dapat
dilakukan revisi tata ruang secara parsial jika sumberdaya-sumberdaya alam yang
ditemukan memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat dan tidak
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan .
(3) Rencana penggunaan ruang untuk utilitas meliputi :
a. Jaringan air bersih di Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Waru, Kecamatan Taman,
Kecamatan Gedangan, Kecamatan Krian dan Kecamatan Balong Bendo
b. Rencana penggunaan ruang untuk jaringan dan prasarana eksploitasi bahan
tambang dan migas di Kecamatan Porong dan Tanggulangin

BAB V
PENETAPAN RENCANA KAWASAN STRATEGIS

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 67

Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang


mempunyai pengaruh besar terhadap : tata ruang di wilayah sekitarnya; kegiatan lain di
bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

Bagian Kedua
Arahan Rencana Pengembangan Kawasan Strategis

Pasal 68

(1) Jenis kawasan strategis antara lain adalah kawasan strategis untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya, pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.
(2) Yang termasuk kawasan strategis untuk kepentingan pertahanan dan keamanan
antara lain adalah Bandara Juanda di Kecamatan Sedati serta kawasan militer di
kecamatan Porong dan Waru.
(3) Yang termasuk kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi antara lain
adalah KAPUK, Gemopolis di Kecamatan Sedati, Waterfront City di Kecamatan Tarik,
Siborian (Jabon – Sidoarjo – Krian), kawasan agropolitan pertanian dan perikanan, serta
Pasar Induk Jemundo.
(4) Yang termasuk kawasan strategis untuk kepentingan sosial dan budaya, antara lain,
adalah, kawasan konservasi warisan budaya, seperti Kompleks Candi, Pabrik Gula yang
notabene adalah peninggalan Belanda, pengembangan kota baru, serta penanganan
dampak sosial adanya bencana lumpur panas Lapindo.

40
(5) Yang termasuk kawasan strategis untuk kepentingan pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi antara lain adalah kawasan pertambangan minyak dan gas
bumi termasuk pertambangan minyak dan gas bumi lepas pantai.
(6) Yang termasuk kawasan strategis untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup, antara lain adalah kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan hidup di
pantai Timur Sidoarjo.

Bagian Ketiga
Kawasan Bandar Udara Juanda

Pasal 69

(1) Kawasan strategis Bandara Juanda terdapat di Kecamatan Sedati.


(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari bangunan Bandar Udara
Juanda beserta fasilitasnya dan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
(KKOP).
(3) Kawasan yang termasuk dalam Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
(KKOP) penggunaannya harus menyesuaikan aturan yang berlaku.

Bagian Keempat
Kawasan Militer

Pasal 70

(1) Kawasan Militer (KM) terdiri dari Kawasan Tangsi Militer Kawasan Latihan Militer,
Kawasan Penyimpanan Mesiu/ Amunisi.
(2) Kawasan militer berada pada sebagian Kecamatan Waru, Gedangan, Buduran dan
Sedati.
(3) Pada Kawasan Militer tidak diijinkan pemanfaatan lahan untuk kegiatan lain

Bagian Kelima
Kawasan Industri Kecil dan Menengah

Pasal 71

(1) Kawasan Industri Kecil dan Menengah dimaksudkan untuk menyediakan lokasi
aktivitas produksi masyarakat dalam skala kecil dan menengah seperti kerajinan dan
lain-lain.
(2) Kawasan Industri Kecil dan Menengah dikembangkan dengan memperhatikan potensi
ekonomi yang ada di sebagian Kecamatan Tulangan, Candi, Jabon, Sidoarjo,
Krembung, Krian, Waru dan Tanggulangin.

Bagian Keenam
Kawasan Gemopolis

Pasal 72

(1) Gemopolis merupakan kawasan yang direncanakan sebagai kawasan industri


sekaligus perdagangan perhiasan.
(2) Gemopolis direncanakan sebagai kawasan dengan kegiatan yang berskala
internasional.
(3) Lokasi kawasan strategis Gemopolis direncanakan terletak di sebagian Kecamatan
Waru dan di sebagian Kecamatan Sedati.

41
Bagian Ketujuh
Kawasan Water Front City

Pasal 73

(1) Kawasan Water Front City merupakan kawasan yang semua aktivitasnya berorientasi
sungai dan di rencanakan dikembangkan di Mlirip Kecamatan Tarik.
(2) Penggunaan Kawasan Water Front City harus memperhatikan daya dukung dan
keberlangsungan ekosistem setempat.
(3) Sebagai konsep pengembangan kawasan, water front city juga diarahkan
penerapannya di kawasan yang memiliki area perairan seperti sungai dan pantai.

Bagian Kedelapan
Siborian

Pasal 74

(1) Siborian adalah kependekan dari Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Jabon, dan By
Pass Krian yang dikembangkan untuk kawasan industri dan perdagangan.
(2) Pengembangan kawasan Sidoarjo yaitu berada di sepanjang Jalan Lingkar Timur
Sidoarjo untuk pengembangan industri dan perdagangan.
(3) Pengembangan kawasn Jabon yaitu kawasan mix use untuk kegiatan industri.
(4) Pengembangan By Pass Krian untuk kawasan industri dan perdagangan.

Bagian Kesembilan
Kawasan Agropolitan Tanaman Pangan dan Hortikultura

Pasal 75

(1) Kawasan Agropolitan Tanaman Pangan dan hortikultura direncanakan dikembangkan


di bagian Barat Kabupaten Sidoarjo;
(2) Pengembangan tanaman agropolitan pertanian dan hortikultura disamping untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, meningkatkan nilai perekonomian, juga untuk
mensuport kegiatan industri yang ada.
(3) Kawasan Agropolitan Tanaman Pangan dan Hortikultura meliputi beberapa desa di
Kecamatan Balongbendo (Desa Jeruk Legi dan Desa Penambangan), Kecamatan
Prambon (Desa Kedungsugo), Kecamatan Krian (Desa Tropodo), Kecamatan Tarik
(Desa Kalimati dan Desa Kemuning), dan Kecamatan Wonoayu (Desa Mulyodadi).
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang penataan dan pengelolaan Kawasan Agropolitan
Tanaman Pangan dan Hortikultura diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kesepuluh
Kawasan Agropolitan Perikanan

Pasal 76

(1) Kawasan Agropolitan Perikanan direncanakan dikembangkan di bagian timur


Kabupaten Sidoarjo dengan komoditi unggulan udang windu dan bandeng.
(2) Kawasan Agropolitan Perikanan meliputi beberapa desa di Kecamatan Sedati,
Kecamatan Buduran, Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Candi, Kecamatan Porong,
Kecamatan Tanggulangin, dan Kecamatan Jabon.

42
Bagian Kesebelas
Kawasan Kota Baru

Pasal 77

(1) Kawasan Kota Baru diarahkan pada Kecamatan Sukodono.


(2) Pembangunan kota baru ditujukan untuk mengembangkan wilayah Barat Kabupaten
Sidoarjo.

Bagian Keduabelas
Kawasan Terdampak Lumpur

Pasal 78

Kawasan terdampak lumpur di sebagian Kecamatan Porong, sebagian Kecamatan Jabon


dan Kecamatan Tanggulangin pengembangan dan pemanfaatannya didasarkan pada
kondisi geologi lingkungan setempat dan dilakukan secara hati-hati.

Bagian Ketigabelas
Kawasan Strategis Pesisir

Pasal 79

(1) Kawasan Strategis Pesisir direncanakan dikembangkan di Kecamatan Sedati ;


(2) Pengembangan Kawasan Strategis Pesisir harus berbasis ekologi.

Bagian Keempatbelas
Kawasan Wisata dan penelitian Pulau Dem

Pasal 80

(1) Kawasan Wisata pesisir Pulau Dem dikembangkan untuk daerah wisata dan penelitian
yang berbasis ekologi.
(2) Pengembangan Kawasan Wisata pesisir Pulau Dem harus memperhatikan arahan
penggunaan ruang sebagai kawasan konservasi.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 81

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang


beserta pembiayaannya.
(2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penggunaan sumber daya alam lain
(3) Dalam rangka mewujudkan pemanfatan ruang Pemerintah Kabupaten Sidoarjo
menyediakan pencadangan lahan dimasing-masing wilayah untuk pemanfaatan
fasilitas umum dan ruang terbuka hijau.

Bagian Kedua
Pemanfaatan Ruang Wilayah

43
Paragraf 1
Kebijakan dan Strategi Operasionalisasi RTRW

Pasal 82

(1) Perumusan kebijakan dan strategi operasionalisasi pemanfaatan ruang dilaksanakan


oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Sidoarjo
(2) Struktur organisasi tugas dan kewenangan BKPRD ditetapkan oleh Keputusan Bupati
Sidoarjo

Keterpaduan Kebijakan Sektoral (RPJP)


Pasal 83

(4) Pemanfaatan ruang Kabupaten Sidoarjo dilaksanakan secara sinergis antara RTRW
dengan peraturan perundangan lainnya yang terkait
(5) Penataan ruang dilaksanakan secara menerus dan sinergis antara perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Paragraf 2
Prioritas dan Tahapan Pembangunan

Pasal 84

(1) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun berdasarkan atas kemampuan


pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek mengganda sesuai dengan arahan
umum pembangunan daerah
(2) Program Pembiayaan terdiri atas:
a. Program utama
b. Sumber pembiayaan
c. Instansi pelaksana
d. Waktu pelaksanaan dalam 4 tahapan pelaksanaan (5 tahunan)

Bagian ketiga
Indikasi Program Pembangunan Sektoral

Pasal 85

Indikasi program pembangunan sektoral terdiri dari sektor pekerjaan umum, sektor
perumahan, pertanian, perhubungan, pertanahan, kelautan dan perikanan, kehutanan,
pariwisata, industri, dan perdagangan.

Bagian Keempat
Sektor Pekerjaan Umum

Pasal 86

Indikasi program sektor pekerjaan umum pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program Pembangunan jalan baru yang antara lain meliputi jalan lingkar luar timur,
jalan lingkar luar barat dan jalan lingkar barat;
b. Program pembangunan jalan tol Waru – Aloha ( Lanjutan dari jalan Tol Waru - Tanjung
Perak Surabaya);
c. Pembangunan interchange jalan Tol Surabaya – Gempol di Desa Masangan Wetan
Kecamatan Sukodono;

44
d. Program relokasi Jalan Tol (bagian dari ruas jalan tol Surabaya – Gempol).
e. Program relokasi Jalan Porong (Arteri Primer);
f. Program pembangunan jaringan jalan dan jembatan penghubung antara wilayah
Kabupaten Sidoarjo dengan Kabupaten Gresik, Mojokerto, Pasuruan, dan Kota
Surabaya;
g. Program relokasi rel kereta api di Candi – Porong (bagian dari ruas rel kereta api
Sidoarjo – Malang);
h. Program Perubahan Fungsi jaringan jalan antara lain, fungsi jalan Arteri Primer
Surabaya – Malang menjadi fungsi Arteri sekunder;
i. Program revitalisasi jaringan rel Sidoarjo – Tarik;
j. Program pembangunan jalan pendamping (frontage road) arteri primer;
k. Program pengendalian banjir melalui pembangunan rumah pompa;
l. Program peng-alihfungsian saluran irigasi menjadi saluran drainase pada area
pertanian yang diubah menjadi non pertanian;
m. Program rekayasa saluran drainase pada area sekitar lokasi bencana lumpur Porong;
n. Peningkatan jaringan irigasi di area pertanian (agropolitan);
o. Program pengembangan jaringan distribusi air bersih;
p. Program peningkatan dan penurunan fungsi jalan.

Bagian Kelima
Sektor Perumahan

Pasal 87

Indikasi program sektor perumahan pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program pembangunan kawasan perumahan baru
b. Program peningkatan lingkungan perumahan kampung perkotaan
c. Program peningkatan lingkungan perumahan kampung perdesaan
d. Program pengembangan rumah susun sederhana dan apartemen
e. Program penataan RTH
f. Penyusunan Masterplan RTH
g. Program penyediaan Tempat Pemakaman Umum (TPU)
h. Program pengelolaan sampah pendekatan 3R

Bagian Keenam
Sektor Pertanian

Pasal 88

Indikasi program sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan pada pemanfaatan


Rencana Tata ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program pembangunan dan pengembangan kawasan sentra produksi (KSP);
b. Program pengembangan kawasan agropolitan tanaman pangan dan hortikultura;
c. Program peningkatan produktivitas pertanian, perkebunan dan peternakan;
d. Program pengembangan mekanisasi pertanian;
e. Program pembangunan fasilitas kegiatan pertanian antara lain Pasar Induk Agrobis
(PIA) di desa Jemundo Kecamatan Taman;
f. Program makanan bergizi dan berimbang
g. Program pemberdayaan kelompok tani dalam peningkatan produksi
h. Program peningkatan penanganan pasca panen dan pengelolaan hasil
i. Program peningkatan standar mutu produk
j. Program pemanfaatan teknologi tepat guna spesifikasi ramah lingkungan
k. Program peningkatan prasarana produk
l. Program revitalisasi sistem penyuluhan
m. Program penumbuhan dan penguatan kelembagaan petani

45
n. Program pemberdayaan petani dalam teknologi serta informasi
o. Program Fasilitasi kemitraan untuk petani dan pengusaha, pelatihan petani dan pelaku
agribisnis
p. Program pembelian gabah
q. Program pengembangan cadangan pangan

Bagian Ketujuh
Sektor Perhubungan

Pasal 89

Indikasi program sektor perhubungan pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program pengembangan sistem transportasi massal antara lain busway dan KA
komuter;
b. Program pengembangan angkutan sungai dan laut;
c. Program pembangunan terminal cargo di Kecamatan Krian dan Kecamatan Jabon;
d. Program peningkatan dan pengembangan terminal angkutan umum regional
Purabaya;
e. Program pengembangan pelabuhan rakyat.

Bagian Kedelapan
Sektor Pertanahan

Pasal 90

Indikasi program sektor pertanahan pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program identifikasi dan pengaturan penguasaan dan pemanfaatan tanah olor di
kawasan pantai timur Sidoarjo
b. Program identifikasi dan pengaturan penguasaan dan pemanfaatan tanah pertanian di
kawasan barat Sidoarjo

Bagian Kesembilan
Sektor Kelautan dan Perikanan

Pasal 91

Indikasi program sektor kelautan dan perikanan pada pemanfaatan Rencana Tata ruang
Wilayah Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program pengaturan penguasaan dan pemanfaatan areal budidaya tambak
b. Program peningkatan produktivitas hasil perikanan
c. Program pengembangan kawasan agropolitan perikanan (KAPUK Kawasan
Pengembangan Utama Komoditi Perikanan)
d. Program pembangunan pelabuhan rakyat di kawasan pesisir.
e. Program peningkatan prasarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Pusat Pendaratan
Ikan (PPI) di kawasan pesisir.
f. Program pemanfaatan areal kolam air tawar.
g. Program pengembangan sentra pembenihan ikan.
h. Program pengembangan usaha perikanan tangkap
i. Program pengembangan perikanan darat
j. Program pemberdayaan kelompok tani dalam peningkatan produksi
k. Program peningkatan penanganan pasca panen dan pengelolaan hasil
l. Program peningkatan standar mutu produk
m. Program pemanfaatan teknologi tepat guna spesifikasi ramah lingkungan

46
n. Program peningkatan prasarana produk
o. Progran revitalisasi sistem penyuluhan
p. Program penumbuhan dan penguatan kelembagaan petani
q. Program pemberdayaan petani dalam teknologi serta informasi
r. Program Fasilitasi kemitraan untuk petani dan pengusaha, pelatihan petani dan pelaku
agribisnis
s. Penyusunan kebijakan pengelolaan limbah cair
t. Program pengelolaan dan penanganan limbah yang dibuang ke sungai
u. Koordinasi dan kerjasama wilayah hulu dan hilir DAS

Bagian Kesepuluh
Sektor Kehutanan

Pasal 92

Indikasi program sektor kehutanan pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program peningkatan dan pelestarian hutan mangrove
b. Program pengembangan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 30% dari areal
DAS

Bagian Kesebelas
Sektor Pariwisata

Pasal 93

Indikasi program sektor pariwisata pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program pengembangan obyek wisata (wisata alam, wisata budaya, wisata minat
khusus dan wisata bahari)
b. Program pengembangan sarana dan prasarana wisata
c. Program pengembangan wisata bahari (Kawasan Strategis Pesisir)

Bagian Kedua belas


Sektor Industri

Pasal 94

Indikasi program sektor industri pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program penyiapan lahan untuk kawasan industri estate
b. Program penyiapan infrastruktur pendukung industri dan perdagangan
c. Program relokasi industrin non kawasan yang berada di area-area yang tidak
diperuntukkan sebagai kawasan industri
d. Program pengembangan dan pembinaan industri kecil

Bagian Ketiga belas


Sektor Perdagangan

47
Pasal 95

Indikasi program sektor perdagangan pada pemanfaatan Rencana Tata ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo, terdiri dari :
a. Program peningkatan dan perbaikan fasilitas pasar tradisional
b. Program pengaturan dan pembangunan fasilitas perdagangan
c. Program pengaturan dan pembinaan kegiatan perdagangan di kawasan perdesaan
d. Program pengembangan kawasan ekonomi khusus perdagangan di sekitar bandara
Juanda

Bagian Keempat belas


Tahapan Pembangunan Sektoral, Pelaksana dan Pembiayaan

Pasal 96

Pelaksanaan pembangunan sektoral dilaksanakan secara bertahap, yaitu :


a. Program Lima Tahun Pertama
b. Program Lima Tahun Kedua
c. Program Lima Tahun Ketiga
d. Program Lima Tahun Keempat

Pasal 97

(1) Program Lima Tahun Pertama, terdiri dari Pembebasan lahan untuk pembangunan
jalan baru; Penyiapan KASIBA dan LISIBA; Program penyiapan lahan untuk kawasan
industri estate; Program pembangunan jaringan jalan dan jembatan penghubung
antara wilayah Kabupaten Sidoarjo dengan Kabupaten Gresik, Mojokerto, Pasuruan,
dan Kota Surabaya; Program rekayasa saluran drainase pada area sekitar lokasi
bencana lumpur Porong; Program relokasi rel kereta api di Candi – Porong (bagian
dari ruas rel kereta api Sidoarjo – Malang); Program revitalisasi jaringan rel Sidoarjo –
Tarik; Program identifikasi dan pengaturan penguasaan dan pemanfaatan tanah olor
di kawasan pantai timur Sidoarjo; Program identifikasi dan pengaturan penguasaan
dan pemanfaatan tanah pertanian di kawasan barat Sidoarjo; Program pengaturan
penguasaan dan pemanfaatan areal budidaya tambak; Program peningkatan
produktivitas hasil perikanan; Program peningkatan dan pelestarian hutan mangrove;
Program pengembangan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) seluas 5% dari areal
DAS, Program pengembangan usaha perikanan tangkap.
(2) Program Lima Tahun Kedua terdiri dari Program peningkatan lingkungan perumahan
kampung perkotaan; Program peningkatan lingkungan perumahan kampung
perdesaan; Program peningkatan prasarana Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di pesisir
Kecamatan Sidoarjo; Program pengembangan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS)
seluas 5% dari areal DAS; Program pengembangan sarana dan prasarana wisata;
Program penyiapan infrastruktur pendukung industri; Program Pembangunan jalan
jalan lingkar barat; Program pembangunan jalan tol Waru – Aloha; Program
pengembangan angkutan sungai; Program pengembangan usaha perikanan tangkap
(3) Program Lima Tahun Ketiga terdiri dari Program Pembangunan jalan jalan lingkar luar
timur; Program pembangunan jalan pendamping (frontage road) arteri primer; Program
pengendalian banjir melalui pembangunan rumah pompa; Peningkatan jaringan irigasi
di area pertanian (agropolitan); Program pengembangan rumah susun sederhana;
Program pembangunan dan pengembangan kawasan sentra produksi (KSP) ;
Program pengembangan kawasan agropolitan perikanan (KAPUK Kawasan
Pengembangan Utama Komoditi Perikanan); Program pengembangan obyek wisata
(wisata religi, wisata alam, wisata budaya, wisata konvensi, dan wisata belanja);
Program pengembangan dan pembinaan industri kecil; Program pengaturan dan
pembinaan kegiatan perdagangan di kawasan perdesaan; Program pengembangan

48
kawasan ekonomi khusus perdagangan di sekitar bandara Juanda; Program
pengembangan usaha perikanan tangkap
(4) Program Lima Tahun Keempat terdiri dari Program Pembangunan jalan jalan lingkar
luar barat; Program pembangunan fasilitas kegiatan pertanian antara lain Pasar Induk
Agrobis (PIA) di desa Jemundo Kecamatan Taman; Program pengembangan sistem
transportasi massal antara lain busway dan KA komuter; Program pembangunan
pelabuhan rakyat di pesisir Kecamatan Sedati; Program relokasi zona industri yang
berada di area-area yang tidak diperuntukkan sebagai kawasan industri; Program
pengembangan usaha perikanan tangkap

Pasal 98

Pelaksana program sektoral adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terkait

Pasal 99

Sumber pembiayaan program pembangunan adalah APBD Kabupaten Sidoarjo, APBD


Propinsi Jawa Timur, APBN, dan kerjasama dengan swasta baik dalam negeri dan luar
negeri.

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 100

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan


sesuai dengan rencana tata ruang.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo dilakukan melalui
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Peraturan Zonasi

Pasal 101

(1) Pengaturan zonasi merupakan pengklasifikasian wilayah ke dalam klasifikasi zonasi


untuk kemudian diikat dengan peraturan tertentu sesuai dengan klasifikasi zonasi.
(2) Klasifikasi zonasi yaitu jenis dan hierarkhi zona yang disusun berdasarkan kajian
teoritis, kajian perbandingan maupun kajian empirik.
(3) Klasifikasi zonasi merupakan perampatan (generalisasi) dari kegiatan atau
penggunaan lahan yang mempunyai karakter dan atau dampak yang sejenis atau
yang relatif sama.

Pasal 102

Tujuan penyusunan klasifikasi zonasi adalah untuk :


a. Mengatur penggunaan lahan pada setiap kawasan;
b. Mengurangi dampak negatif dari penggunaan lahan tersebut;
c. Mengatur kepadatan dan intensitas zona;
d. Mengatur ukuran (luas dan tinggi) bangunan; dan
e. Mengklasifikasikan, mengatur dan mengarahkan hubungan antara penggunaan lahan
dengan bangunan.

49
Pasal 103

Jenis peruntukan yang membutuhkan pengaturan zonasi adalah sebagai berikut:


a. perdagangan/jasa
b. pemerintahan, pertahanan dan kemananan (militer)
c. perumahan
d. fasilitas pelayanan
e. industri dan pergudangan
f. transportasi
g. ruang terbuka hijau
h. kawasan lindung

Pasal 104

(1) Pengaturan zonasi ditujukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan guna
lahan di luar pertanian.
(2) Pengaturan zonasi dilakukan berdasarkan asas dominasi dan hirarki
(3) Asas dominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pengaturan kegiatan
yang diperbolehkan atau tidak dalam statu zona berdasarkan mayoritas kegiatan yang
terdapat pada zona tersebut
(4) Asas hirarki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pengaturan kegiatan yang
diperbolehkan atau tidak dalam suatu zona berdasarkan kedudukan kegiatan tersebut
terhadap sarana dan prasarana penunjang kawasan

Pasal 105

Pengaturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 meliputi:


a. fungsi kawasan perkotaan besar sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat
pengolahan dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan,
pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya.
b. fungsi perkotaan sedang dan kecil sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi pengolahan
agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis.
c. kota sebagai pusat pelayanan, pusat prasarana dan sarana sosial ekonomi
mempengaruhi pedesaan dalam peningkatan produktifitasnya.
d. menjaga pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga
keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun, mengembangkan hutan kota
dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat perdesaan di sekitar kawasan perkotaan.
e. Struktur ruang kawasan perkotaan Kabupaten Sidoarjo terdiri atas jaringan jalan dan
bangunan-bangunan penting
f. Jaringan jalan yang membentuk struktur ruang kawasan perkotaan Kabupaten SIdoarjo
terdiri atas jalan arteri primer, jalan arteri sekunder dan jalan kolektor primer
g. Bangunan-bangunan penting yang membentuk struktur ruang kawasan perkotaan
Kabupaten Sidoarjo meliputi gedung pemerintahan, bandara, industri, pusat
perdagangan dan jasa serta fasilitas umum

Pasal 106

Pengaturan zonasi untuk sistem perdesaan ditujukan untuk memberikan ruang bagi
pengembangan guna lahan untuk pertanian.

Pasal 107

Arahan pengelolaan kawasan perdesaan meliputi:


a. fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

50
b. pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan perdesaan
melalui keterkaitan kawasan perkotaan - perdesaan untuk meningkatkan peran
perkembangan kawasan perdesaan.

Pasal 108

Zona transportasi darat adalah zona yang ditujukan untuk :


a. menyediakan lahan untuk pengembangan prasarana transportasi darat
b. mengakomodasi bermacam tipe prasarana transportasi darat dalam rangka mendorong
penyediaan lahan untuk prasarana transportasi darat tersebut
c. menjamin kegiatan transportasi darat yang berkualitas tinggi dan melindungi
penggunaan lahan untuk prasarana transpotasi darat.

Pasal 109

Zona transportasi air adalah zona yang ditujukan untuk :


a. menyediakan lahan untuk pengembangan prasarana transportasi air
b. mengakomodasi bermacam tipe prasarana transportasi air dalam rangka mendorong
penyediaan lahan untuk prasarana transportasi air tersebut
c. menjamin kegiatan transportasi air yang berkualitas tinggi dan melindungi penggunaan
lahan untuk prasarana transpotasi air.

Pasal 110

Arahan pengembangan prasarana transportasi laut meliputi pengembangan pelabuhan


rakyat

Pasal 111

Zona transportasi udara adalah zona yang ditujukan untuk :


a. menyediakan lahan untuk pengembangan prasarana transportasi udara;
b. mengakomodasi bermacam tipe prasarana transportasi udara dalam rangka
mendorong penyediaan lahan untuk prasarana transportasi udara tersebut;
c. menjamin kegiatan transportasi udara yang berkualitas tinggi dan melindungi
penggunaan lahan untuk prasarana transpotasi udara.

Pasal 112

Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Energi ditujukan untuk melindungi penggunaan
lahan untuk jaringan energi berupa jaringan listrik dan jaringan migas.

Pasal 113

Arahan prasarana migas sebagaimana dimaksud pengelolaanya ada di bawah


instansi/badan/lembaga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 114

Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Sumber Daya Air ditujukan untuk melindungi
kawasan sumberdaya air.
Pasal 115

(1) Tata guna air meliputi kebijakan penatagunaan dan penyelenggaraan air permukaan
dan air tanah.
(2) Arahan pengelolaan tata guna air, dilakukan melalui upaya kelestarian sumberdaya air
terdiri dari:
a. penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian baik air permukaan
dan/atau air tanah.

51
b. pengembangan daerah rawa, untuk pertanian dan/atau untuk budidaya perikanan.
c. pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai, waduk
dan sebagainya serta pengaturan prasarana dan sarana sanitasi.
d. pengaturan dan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri dan pencegahan
terhadap pencemaran atau pengotoran air.
e. pemeliharaan ketersediaan kuantitas dan kualitas air yang berkelanjutan, melalui
pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
pengisian air pada sumber air; pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
pengaturan daerah sempadan sumber air; rehabilitasi hutan dan lahan dan/atau
pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan pelestarian alam.

Pasal 116

Peraturan Zonasi Untuk Sistem Persampahan ditujukan untuk mengatur penyediaan


sarana dan prasarana persampahan dengan arahan sebagai berikut:
a. arahan pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah
secara administratif kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan
penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan;
b. pengalokasian Lokasi Pengelolaan Akhir sesuai dengan persyaratan teknis;
c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah
teknis dan dengan konsep 3R (Reuse, Reduce dan Recycle);
d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung
lingkungan.
e. penyediakan ruang untuk LPS dan/atau LPA terpadu.

Pasal 117

Peraturan Zonasi untuk kawasan Budidaya ditujukan untuk memberikan ruang sekaligus
mengendalikan kegiatan di luar fungsi lindung.

Pasal 118

Pola pemanfaatan kawasan budidaya meliputi :


a. kawasan pertanian.
b. kawasan perikanan.
c. kawasan peternakan dan kesehatan hewan.
d. kawasan perumahan
e. kawasan industri dan pergudangan
f. kawasan pertambangan.
g. kawasan perdagangan.

Pasal 119

(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud meliputi sawah beririgasi


(2) Kawasan sawah beririgasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sawah
dengan sistem irigasi teknis

Pasal 120

(1) Kawasan perikanan, meliputi :


a. perikanan tangkap.
b. perikanan budidaya air payau.
c. perikanan budidaya air tawar.
d. perikanan budidaya laut.

52
Pasal 121

(1) Kawasan perumahan adalah kawasan yang ditetapkan dengan tujuan utama
pemanfaatan ruang untuk perumahan.
(2) Setiap pemanfaatan ruang dan/atau pendirian bangunan gedung, pengalihan fungsi
gedung harus memenuhi seluruh persyaratan dan perizinan yang ditentukan oleh
peraturan perundangan

Pasal 122

(1) Kawasan perdagangan/jasa merupakan kawasan yang ditetapkan dengan dengan


tujuan utama pemanfaatan ruang untuk kegiatan usaha.
(2) Setiap pemanfaatan ruang dan/atau pendirian bangunan gedung, pengalihan fungsi
gedung harus memenuhi seluruh persyaratan dan perizinan yang ditentukan oleh
peraturan perundangan

Pasal 123

(1) Peraturan Zonasi di kawasan Lindung ditujukan untuk melindungi kelestarian


sumberdaya alami dan sumber daya buatan.
(2) Zona kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
pemanfaatan ruang dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan ruang pada Kawasan lindung alam dibatasi hanya untuk kegiatan
yang tidak mengancam keberlanjutan ekosistem setempat ;
b. Pemanfaatan ruang pada Kawasan lindung buatan berupa cagar budaya dibatasi
hanya untuk kegiatan yang tidak menghilangkan karakteristik cagar budaya yang
ada.

Pasal 124

Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan zonasi diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga
Pengaturan Perizinan

Pasal 125

(1) Izin pemanfaatan ruang merupakan izin yang harus dimiliki dimiliki sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa izin lokasi/fungsi ruang dan kualitas
ruang.
(3) Izin pemanfaatan ruang didahului oleh mekanisme advice planning yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang.

Pasal 126

(1) Izin pemanfaatan ruang diatur oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Izin pemanfaatan ruang terkait dengan kawasan pengendalian ketat yang
berhubungan dengan kewenangan propinsi atas izin gurbernur.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Sidoarjo ditolak oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui
prosedur yang benar, batal demi hukum.

53
(5) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang
dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 127
Pemberian Informasi Pemanfaatan Ruang

(1) Untuk memperoleh informasi peruntukan pemanfaatan ruang, masyarakat dapat


memohon kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dalam rangka pemberian informasi peruntukan pemanfaatan ruang kepada
masyarakat sebagaimana ayat (1) pemerintah daerah dapat mengeluarkan advice
planning.
(3) Informasi tata ruang dilakukan melalui media pengumuman atau penyebarluasan
seperti penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada
tempat-tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui pembangunan sistem
informasi tata ruang.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 128

(1) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang insentif dan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Pengenaan Sanksi

Pasal 129

(1) Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan
ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
(2) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai
dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat
pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang.
(3) Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan
zonasi.

Bagian keenam
Pengawasan Penataan Ruang

Pasal 130

(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang, dilakukan


pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan
ruang.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tindakan pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya.

54
(4) Pengawasan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
dengan melibatkan peran masyarakat.
(5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan
menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada pemerintah daerah.

Pasal 131

(1) Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian
antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti
terjadi penyimpangan administratif dalam penyelenggaraan penataan ruang, Bupati
mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 132

Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang, pihak yang melakukan
penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 133

(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang, dilakukan pula
pengawasan terhadap kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang
dan kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
(2) Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi aspek pelayanan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang dan standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang kabupaten.

Pasal 134

(1) Pengawasan terhadap penataan ruang dilakukan dengan menggunakan pedoman


bidang penataan ruang.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada pengaturan,
pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap pengaturan,
pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang diatur sesuai dengan peraturan Menteri.

BAB VIII
PERAN MASYARAKAT

Pasal 135

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:


a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

55
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin
apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.

Pasal 136

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:


a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 137

Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 136 dikenakan sanksi administratif.

Pasal 138

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dapat berupa:


a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan/pembangunan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Pasal 139

Ketentuan lebih lanjut kriteria dan tata cara pengenaan sanksi adminstratif sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 138 diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 140

(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten dengan


melibatkan peran masyarakat.
(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan, antara lain, melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan
pemerintah.

Pasal 141

(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat


mengajukan gugatan melalui pengadilan.
(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam
penyelenggaraan penataan ruang.

56
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 142

(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan
prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa
melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 143

(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu
pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan
dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak
pidana dalam bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan
dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan
barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana
dalam bidang penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan
tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan
hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara
Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses
penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

57
BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 144

(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan
barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan
denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Jika tindak pidana mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 145

(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Jika tindak pidana mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan
barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(4) Jika tindak pidana mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 146

Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 147

Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

Pasal 148

(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai
pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Pasal 149

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144, 145, 146 dan 147
dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud pasal 145,
146, 147 dan 148.

58
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.

Pasal 150

(1) Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144, 145, 146, 147 dan 148 disetor ke
Kas Daerah ;
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengenaan denda diatur dengan Peraturan
Bupati.

Pasal 151

(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 144, 145, 146 dan 147 dapat menuntut ganti kerugian secara perdata
kepada pelaku tindak pidana.
(2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

BAB XII
KOORDINASI PENATAAN RUANG

Pasal 152

(1) Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah
Badan bersifat ad-hoc untuk membantu pelaksanaan tugas koordinasi penataan ruang
di daerah.
(2) Pembiayaan kegiatan koordinasi penataan ruang daerah Kabupaten/Kota dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan Sumber-sumber
lain yang sah dan tidak mengikat.
(3) Tugas dan pembiayaan BKPRD akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati

BAB XIII
KERJA SAMA

Pasal 153

(1) Guna penyelenggaraan penataan ruang diperlukan kerja sama dengan


Kabupaten/Kota, Propinsi, Pemerintah Pusat dan Luar Negeri.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang kerja sama diatur dengan Peraturan Bupati

BAB XIV
JANGKA WAKTU PERENCANAAN DAN PENINJAUAN KEMBALI

Pasal 154

(1) Jangka Waktu Rencana Tata Ruang Wilayah adalah 20 (dua puluh) tahun sejak
Peraturan Daerah ini diundangkan ;
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas wilayah yang ditetapkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang
Wilayah ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

59
(4) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetap
menghormati hak yang dimiliki oleh masyarakat.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 155

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.

Pasal 156

(1) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang
melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
(2) Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberikan batas
waktu untuk melakukan penyesuaian.
(3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata
ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur
yang benar, kepada pemegang izin diberikan batas waktu hingga perizinan dan hak
atas tanah berakhir.
(4) Pemberian batas waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 157

Penyusunan RDTRK sebagai penjabaran RTRW ditetapkan paling lambat 3 tahun setelah
Peraturan Daerah ini ditetapkan.

Pasal 158

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka :


1. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota /
Rencana Detail Tata Ruang Kota Sukodono (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo
Tahun 2003 Nomor 2 Seri C);
2. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Buduran;
3. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Tulangan ;
4. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Tanggulangin ;
5. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Krembung ;
6. Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Prambon ;
7. Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Taman (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1991 Nomor 7 Seri C);
8. Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Gedangan (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1991 Nomor 8 Seri C);
9. Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 1991 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Waru (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1991 Nomor 4 Seri C);

60
10. Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 1996 tentang Rencana Umum Kawasan Kota Baru
Sidoarjo (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1996 Nomor 4 Seri C);
11. Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 1996 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota
Wonoayu (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1996 Nomor 5 Seri C);
12. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1997 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota
Sidoarjo(Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1997 Nomor 1 Seri C);
13. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 1997 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota
Tarik (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1997 Nomor 2 Seri C);
14. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1998 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota
Balongbendo (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1998 Nomor 10 Seri C);
15. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1998 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Porong ;
16. Peraturan Daerah Nomor Tahun 1998 tentang Rencana Umum Tata Ruang Dengan
Kedalaman Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pantai di Desa Banjarkemuning dan
Desa Segorotambak Kecamatan Sedati Tahun 1996/1997-2006/2007 ;
17. Peraturan Daerah Nomor 35 Tahun 1998 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Candi (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1998 Nomor 2 Seri C);
18. Peraturan Daerah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Ibukota Kecamatan Krian (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 1998 Nomor 9
Seri C);
19. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
Sedati (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2000 Nomor 14 Seri C);
20. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2000 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota /
Rencana Detail Tata Ruang Kota Jabon (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun
2000 Nomor 15 Seri C);
21. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sidoarjo Tahun 2003 – 2013 (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun
2003 Nomor 9 Seri C);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 159

(1) Hal-hal yang belum diatur dan bersifat pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur
kemudian dalam Peraturan Bupati.
(2) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 1
(satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan.

Pasal 160

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2009 NOMOR 4 SERI E

61
62
1
1

Anda mungkin juga menyukai