A. PENGERTIAN AGRESI
Bagi para ahli Psikologi Sosial, tindakan agresi adalah perilaku yang diniatkan
yang menyebabkan sakit secara fisik ataupun secara psikologis. Oleh Aronson dkk,
agresi didefinisikan sebagai tindakan yang diniatkan untuk tujuan membahayakan atau
menyakiti. Tindakan agresi dapat berupa tindakan fisik maupun verbal; mungkin dapat
mencapai tujuannya namun mungkin juga tidak.
Hal yang penting dalam definisi agresi adalah adanya ‘niat’ (intensi). Misalnya
bila seorang pemabok mengendarai mobil tanpa sengaja menabrak mobil lain dan
menyebabkan luka-luka pada orang lain, ini tidak termasuk agresi, karena tdak
diniatkan.
Menurut Berkowitz (1993), terdapat dua jenis agresi, yaitu hostile aggression dan
instrumental aggression.
Hostile aggression adalah tindakan agresi yang berasal dari perasaan marah dan
bertujuan menimbulkan sakit serta luka.
Instrumental aggression adalah agresi yang dimaksudkan untuk mencapai
tujuan lain, bukan sekedar untuk menyebabkan rasa sakit.
Teori evolusioner
Dalam beberapa tahun terakhir psikolog evolusioner (Buss, 2004; Buss &
Duntley, 2005) mengajukan gagasan bahwa agresi telah diprogram di dalam genetika
pria karena memungkinkan mereka untuk mengabadikan gen mereka. Pria diteorikan
sebagai makhluk yang agresif dengan dua alasan: Pertama, pria berperilaku agresif
untuk menetapkan dominansi mereka diantara pria lainnya. Gagasan ini dilandasi
pemikiran bahwa wanita akan memilih pria yang terlihat bisa memberikan gen terbaik
dan perlindungan terbesar serta sumber daya untuk keturunan mereka. Kedua, laki-
laki menunjukkan ‘cemburu’ untuk memastikan bahwa pasangan mereka tidak
berselingkuh dengan orang lain. Kecemburuan adalah alasan utama pria bersikap
agresif terhadap satu sama lain maupun dengan pasangan mereka (Wilson, Daly, &
Weghorst, 1982; Schützwohl, 2004).
Pada masyarakat kontemporer, dominasi sosial dan akses terhadap wanita,
sebagian besar (tetapi tidak seluruhnya) masih berdasarkan status. Tetapi sekarang,
status diartikan lain. Di sebagian besar masyarakat, kebiasaan mengancam secara fisik
pria lainnya dalam kelompok, bukan lagi hal yang menarik bagi para wanita.
Teori Frustrasi-Agresi:
Gagasan bahwa frustrasi, yaitu persepsi bahwa Anda sedang dicegah untuk
mencapai tujuan, meningkatkan kemungkinan respon agresif.
Eksperimen kalasik yang dilakukan oleh Barker, Dembo, & Lewin (1941)
menyediakan mainan yang sangat menarik bagi anak-anak, dan menciptakan dua
kondisi: kelompok kontrol boleh langsung bermain, dan kelompok eksperimen dibuat
frustrasi dengan menunggu kesempatan bermain. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-
anak yang segera bermain, bermain dengan penuh sukacita; sedangkan pada anak-anak
yang dibuat frustrasi menunggu ketika akhirnya berkesempatan memainkannya,
menjadi sangat merusak: menghancurkan mainan, melemparkannya ke dinding,
menginjak, dsb.
Eksperimen lapangan yang dilakukan oleh Harris (1974) menunjukkan bahwa
beberapa kondisi dapat meningkatkan frustrasi dan selanjutnya meningkatkan
kemungkinan agresi, yaitu: ketertundaan, kedekatan tujuan, dan frustrasi yang tak
diharapkan. Bila semakin dekat tujuan atau objek yang kita inginkan, semakin besar
harapan; semakin besar harapan, semakin besar pula kemungkinan terjadi agresi.
Stimulus agresif:
objek yang diasosiasikan dengan respon agresif, misalnya pestol, yang
Penelitiankeberadaannya
menunjukkan bahwa kehadiran objek
dapat meningkatkan kekerasan dalam
kemungkinan suatu situasi
agresi.
Gambar 2.
Isyarat agresif, misalnya senjata,
cenderung meningkatkan tingkat
agresifitas
--o00o--