Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENELITIAN SURVEY

Agresivitas mahasiswa UMM


MATA KULIAH PSIKOLOGI SOSIAL

KELOMPOK 3
Nadhila Annifa
Dhita Silvia
Bayu Jajulinur
Nurul Apriyani
Elen Dahlia
Navis

Dosen Pengampu: 12
Instruktur: Sella Egar Tanissa

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Secara umum agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang
dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, obyek lain atau
bahkan dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk
vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangat
kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik
(Sarason, 1967) (Tri Dayakisni, Hudaniah, 2009).

Istilah agresi seringkali di sama artikan dengan agresif. Agresif


merupakan kata sifat dari agresi. Perilaku agresi seringkali pula dikaitkan
dengan tindakan merugikan orang lain namun fakta yang ada tidak semua
perilaku merugikan orang lain disebut perilaku agresi karena, unsur
penting yang ada di dalam agresi adalah kesengajaan dalam
melakukannya. Contohnya, saat di dalam bus yang penuh sesak seseorang
menginjak kaki orang lain yang berada disekitarnya, sehingga orang
tersebut berteriak dan merasakan sakit. Dalam kasus ini, orang yang
menginjak kaki tersebut tidak dapat dikatakan melakukan agresi. Berbeda
halnya saat bus sedang lengang tetapi seseorang dengan sengaja menginjak
kaki orang lain sehingga orang tersebut berteriak dan mengalami
kesakitan, maka dengan jelas perilaku tersebut dapat dikatakan sebuah
perilaku agresi.

Ada berbagai macam bentuk perilaku agresi menurut para ahli,


Baron dan Byrne (2000) membedakan bentuk perilaku agresi menjadi dua,
yaitu agresif fisik yang dilakukan dengam cara melukai atau menyakiti
badan dan agresif verbal yang dilakukan dengan mengucapkan kata-kata
kotor atau kasar. Sementara itu, menurut Brigham (1991), bentuk agresif
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: 1.) Offensive aggression, yaitu
perilaku agresi yang muncul tidak secara langsung akibat perilaku orang
lain dan lebih dipengaruhi oleh factor internal. 2.) Retaliatory aggression,
yaitu perilaku agresi sebagai respon terhadap perilaku orang lain yang
menantang. 3.) Instrumental aggression, yaitu perilaku agresi yang
digunakan sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan tertentu, seperti
memperoleh keuntungan ekonomis. 4.) Angry aggression, yaitu bentuk
perilaku agresi yang melibatkan keadaan emosional seseorang yang
sedang marah, misalnya pada kasus perkelahian dalam kerusuhan. Dan
menurut Bush dan Perry (1992) bentuk perilaku agresi dibedakan menjadi
empat, yaitu: 1.) Agresi Fisik, bentuk perilaku agresif yang dilakukan
dengan cara menyerang secara fisik, dengan tujuan melukai atau
membahayakan orang lain. 2.) Agresi Verbal, perilaku agresi yang
dilakuan dengan kata-kata. 3.) Kemarahan, suatu bentuk agresi tidak
langsung, berupa perasaan benci kepada orang lain maupun suatu hal
karena seseorang tidak dapat mencapai tujuannya. 4.) Permusuhan, salah
satu komponen kognitif dalam perilaku agresi yang terdiri atas keinginan
untuk menyakiti dan melawan ketidakadilan. Dalam beberapa kasus,
memang tidak mudah membedakan istilah perilaku agresi, karena
mengingat motivasi subjek dalam melakukan tindak agresi sulit untuk
diidentifikasi (Komaruddin Hidayat, Khoiruddin Bashori, 2016).

1.2 Rumusan masalah


1.) Bagaimana perilaku agresi fisik pada mahasiswa?
2.) Bagaimana cara mengontrol amarah pada mahasiswa?
3.) Bagaimana perilaku agresi verbal pada mahasiswa?
4.) Bagaimana perilaku permusuhan dapat terjadi pada
mahasiswa?

1.3 Tujuan penelitian


1..) Untuk mengetahui perilaku agresi fisik pada mahasiswa
2.) Untuk mengetahui cara mengontrol amarah pada mahasiswa
3.) Untuk mengetahui perilaku agresi verbal pada mahasiswa
4.) Untuk mengetahui perilaku permusuhan dapat terjadi pada
mahasiswa

1.4 Manfaat penelitian


1.) Dapat mengetahui perilaku agresi fisik pada mahasiswa
2.) Dapat mengetahui cara mengontrol amarah pada mahasiswa
3.) Dapat mengetahui perilaku agresi verbal pada mahasiswa
4.) Dapat mengetahui perilaku permusuhan dapat terjadi pada
mahasiswa
BAB II
TEORI

2.1 Teori Agresi


a) Teori Bawaan
1). Teori Naluri Freud dalam teori psikoanalis klasiknya mengemukakan bahwa
agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Naluri agresi atau tanatos ini
merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Jika naluri seks berfungsi untuk
melanjutkan keturunan, naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis. Kedua
naluri tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari
kepribadian yang disebut Id yang pada prinsipnya selalu ingin agar
kemampuannya dituruti 9prinsip kesenangan atau pleasure pinciple). Akan tetapi,
sudah barang tentu tidak semua keinginan Id dapat dipenuhi. Kendalinya terletak
pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan super-ego yang mewakili
norma-norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang berhadapan dengan
kenyataan. Karena dinamika kepribadian seperti itulah, sebagian besar naluri
agresi manusia diredam (repressed0 dalam alam ketidaksadaran dan tidak muncul
sebagai perilaku yang nyata.
2). Teori Biologi. Teori biologi mencoba menjelaskan prilaku agresif, baik dari
proses faal maupun teori genetika (ilmu keturunan). Yang mengajukan proses faal
antara lain adalah Moyer (1976) yang berpendapat bahwa perilaku agresif
ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat.
b) Teori Lingkungan
Inti dari teori ini adalah bahwa perilaku agresi merupakan reaksi terhadap
peristiwa atau stimulasi yang terjadi di lingkungan.
1). Teori Frustasi-Agresi Klasik
Teori yang dikemukakan oleh Dollard dkk. (1939) dan Miller (1941) ini intinya
berpendapat bahwa agresi dipicu oleh frustasi. Frustasi itu sendiri artinya adalah
hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan. Dengan demikian, agresi merupakan
pelampiasan dan perasaan frustasi.
2). Teori Frustasi – Agresi Baru
Dalam perkembangannya kemudian terjadi beberapa modifikasi terhadap teori
Frustasi – Agresi yang klasik. Salah satu modifikasi adalah dari Burnstein &
Worchel (1962) yang membedakan antara frustasi dengan iritasi. Jika suatu
hambatan terhadap pencapaian tujuan dapat dimengerti alasannya, yang terjadi
adalah iritasi (gelisah, sebal), bukan frustasi (kecewa, putus asa).
3). Teori belajar Sosial
Teori lain tentang agresi dalam lingkungan adalah teori belajar sosial. Berbeda
dari teori bawaan dan teori frustasi-agresi yang menekankan faktor-faktor
dorongan dari dalam, teori belajar sosial lebih memperhatikan faktor tarikan dari
luar. Bandura (1979) juga mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun
perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam
lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media massa
c) Teori Kognisi
Kategorisasi diri seperti yang dikemukakan oleh Kawakami & Dion (1995) dan
sudah diuraikan pada bagian tentang deprivasi relative ini merupakan penjelasan
juga dari teori kognisi. Sebagaimana telah diuraikan pada teori kognisi yang
berintikan pada proses yang terjadi pada kesadaran dalam membuat penggolongan
(kategorisasi), pemberian sifat-sifat (atribusi), penilaian, dan pembuat keputusan.
d) Teori Etologi
Lorenz, sebagai tokoh etologi berpendapat bahwa agresivitas adalah instink
berkelahi yang dimiliki oleh makhluk hidup yang ditujukan pada spesies yang
sama. Perkelahian
diantara anggota spesies tidaklah merupakan kejahatan, karena fungsinya untuk
menyelamatkan kehidupan salah satu spesies terhadap gangguan atau ancaman
dari spesies yang lain. Dengan demikian angresivitas yang merupakan perilaku
naluriah
memiliki nilai survival bagi organisme
e) Teori Sosiobiologi
Dalam pandangan teori sosiobiologi, dalam hal ini Barash menyatakan bahwa
perilaku sosial, sama halnya dengan struktur fisik dipengaruhi oleh evolusi.
Menurut teori ini, makhluk hidup dari berbagai spesies cenderung menunjukan
pola-pola perilaku sosial tertentu demi kelangsungan hidupnya. Makhluk
melakukan tindakan agresi karena fungsi tindakan tersebut sebagai usaha untuk
penyesuaian dirinya
2.2 Aspek
Bush dan Denny (1992) mengklasifikasikan agresivitas dalam empat aspek,
yaitu:
a. Agresi fisik (Physical Agression) ialah bentuk perilaku agresif yang dilakukan
dengan menyerang secara fisik dengan tujuan untuk melukai atau membahayakan
seseorang. Perilaku agresif ini ditandai dengan terjadinya kontak fisik antara
agresor dan korbannya.
b. Agresi verbal (Verbal Agression) ialah agresivitas dengan kata-kata. Agresi
verbal dapat berupa umpatan, sindiran, fitnah, dan sarkasme.
c. Kemarahan (anger) ialah suatu bentuk indirect agression atau agresi tidak
langsung berupa perasaan benci kepada orang lain maupun sesuatu hal atau karena
seseorang tidak dapat mencapai tujuannya.
d. Permusuhan (Hostility), merupakan komponen kognitif dalam agresivitas yang
terdiri atas perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan.
Menurut Sadli (dalam Adji, 2002 hlm. 13)
mengemukakan tentang aspek-aspek perilaku agresif yaitu :
a. Pertahanan diri yaitu individu mempertahankan dirinya dengan cara
menunjukkan permusuhan, pemberontakan, dan pengrusakan.
b. Perlawanan disiplin yaitu individu melakukan hal-hal yang menyenagkan tetapi
melanggar aturan.
c. Egosentris yaitu individu mengutamakan kepentingan pribadi seperti yang
ditunjukkan dengan kekuasaan dan kepemilikan. Individu ingin menguasai suatu
daerah atau memiliki suatu benda sehingga menyerang orang lain untuk mencapai
tujuannya tersebut, misalnya
bergabung dalam kelompok tertentu.
d. Superioritas, yaitu individu merasa lebih baik daripada yang lainnya sehingga
individu tidak mau diremehkan, dianggap rendah oleh orang dan merasa dirinya
selalu benar sehingga akan melakukan apa saja walaupun dengan menyerang atau
menyakiti orang lain.
e. Prangka yaitu memnadang orang lain dengan tidak rasional.
f. Otoriter, yaitu seseorang yang cenderung kaku dalam memegang keyakinan,
cenderung memegang nilai-nilai konvensional, tidak bisa toleran terhadap
kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya sendiri atau orang lain dan selalu
curiga.
Schneiders (dalam Aman, 2004, hlm. 12) menjelaskan aspek-aspek
perilaku agresif yaitu :
a. Otoriter yaitu orang memiliki ciri kepribadian kaku dalam memegang nilai-nilai
konvensional dan tidak bisa toleransi terhadap kelemahankelemahan yang ada
dalam diri sendiri maupun orang lain.
b. Superior yaitu individu merasa yang paling baik di banding dengan individu
lain.
c. Egosentris yaitu individu mengutamakan keperluan pribadi tanpa
memperhatikan kepentingan diri sendiri seperti yang ditunjukan dengan
kekuasaan dan kepemilikan.
d. keinginan untuk menyerang baik terhadap, benda maupun manusia, yaitu
mempunyai kecenderungan untuk melampiaskan keinginannnya dan perasaanya
yang tidak nyaman ataupun tidak puas pada lingkungan disekitarnya dengan
melakukan penyerangan terhadap
individu ataupun benda lain disekitarnya.
Menurut Allport dan
Adorno (dalam Koeswara, 1988, hlm. 121-144)
agresif dibedakan menjadi dua aspek, yaitu :
a. Prasangka (Thinking ill others)
Definisi ini mengimplikasikan bahwa dengan prasangka individu atau kelompok
menganggap buruk atau memandang negatif secara tidak rasional. Hal ini bisa
dilihat dari bagaimana individu berprasangka terhadap segala sesuatu yang
dihadapinya.
b. Otoriter yaitu orang-orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian yang cenderung
kaku dalam memegang keyakinannya, cenderung memegang nilai-nilai
konvesional, tidak bisa tolirensi terhadap kelemahanyang ada dalam dirinya
sendirimaupun dalam diri orang lain, cenderung bersifat menghukum, selau curiga
dan sangat menaruh hormat dan pengabdian pada otoritas secara tidak wajar

2.3 Faktor
Beberapa faktor penyebab perilaku agresi menurut Davidoff (1991), yaitu:
a. Amarah

Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf


parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat
yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah
atau mungkin melakukan agresi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah
mengalami kesenangan dan kegembiraan.
3) Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan factor
keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Wanita yang sedang
mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan
progesterone menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita mudah
tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan.
c. Kesenjangan generasi.
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara remaja dengan
orangtuanya, dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin
minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orangtua dan
remaja diyakini sebagai penyebab timbulnya perilaku agresi pada remaja.
d. Lingkungan, bahwa ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi
perilaku agresi yaitu :
1) Kemiskinan, bila seorang remaja dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan,
maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan.
2) Anonimitas, bahwa terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat
dunia menjadi sangat impersonal. Setiap individu cenderung menjadi anonim
(tidak mempunyai identitas diri) dan bila seseorang merasa anonim ia
cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat
dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.
3) Suhu udara yang panas, tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi
pada siang hari diterik panas matahari, tapi bila musim hujan relative tidak ada
peristiwa tersebut. Aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan
dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas
tapi bila hari diguyur hujan aksi
tersebut juga menjadi sepi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu
lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap perilaku sosial berupa
peningkatan perilaku agresi.
e. Peran belajar model kekerasan
Anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui
televisi dan juga “games”, ataupun mainan yang bertema kekerasan.
f. Frustrasi
Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan
dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya
kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai sehingga
mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.
g. Proses pendisiplinan yang keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama
dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai
pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti itu akan
membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan
membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta
inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi
kepada orang lain.
Menurut Kartono (1988) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi pada
remaja meliputi :
a. Kondisi pribadi remaja yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik
maupun psikis, lemahnya kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar
keagamaan.
b. Lingkungan rumah dan keluarga yang kurang memberikan kasih sayang
dan perhatian orang tua sehingga remaja mencarinya dalam kelompok
sebayanya, kurangnya komunikasi sesama anggota keluarga, status ekonomi
keluarga yang rendah, ada penolakan dari ayah maupun ibu, serta keluarga
yang kurang harmonis.
c. Lingkungan masyarakat yang kurang sehat, keterbelakangan Pendidikan
pada masyarakat, kurangnya pengawasan terhadap remaja serta pengaruh
norma-norma baru yang ada diluar.
d. Lingkungan sekolah, seperti kurangnya fasilitas pendidikan sebagai tempat
penyaluran bakat dan minat remaja, kurangnya perhatian guru, tata cara
disiplin yang terlalu kaku atau norma-norma pendidikan yang kurang
diterapkan.

BAB III
METODE

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode pengumpulan data


menggunakan kuisioner dengan menggunakan skala yang dibuat oleh Gregory D.
Webster (2014).
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang angkatan 2018. Dan jumlah subjek untuk penelitian ini
sebanyak 30 orang, menggunakan Voluntary sampling dalam pengambilan subjek
untuk penelitian ini, Karena tidak ada kriteria khusus Dalam pengambilan subjek.
Dan kami menggunakan Google Form sebagai Media dalam pengambilan data.

Anda mungkin juga menyukai