Anda di halaman 1dari 32

BAB II

PROSES PADA LINGKUP KERJA P2B

2.1 Transaksi Energi Listrik di Sisi Distribusi

PLN Distribusi dalam melakukan Transaksi energi membeli kwh disisi incoming
trafo pada PLN P2B, setiap tanggal 01 jam 10.00 wib pada setiap bulannya.
PLN Distribusi yang dalam hal ini diwakili oleh area mendistribusikan ke seluruh
pelanggan dan di jual kepada pelanggan dengan dicatat pada 5 (lima hari kerja) dengan
asumsi jika dalam kurun 1 (satu) bulan 30 hari, maka akan dicatat setiap tanggal 25 s.d
tanggal 30, namun jika dalam kurun 1 (satu) bulan 31 hari kerja, maka akan dicatat
setiap tanggal 26 s.d. 31 pada setiap bulannya. Proses transaksi energi listrik merupakan
tanggung jawab dari Asman Transaksi Energi yang berada di area. Distribusi langsung
ke pelanggan merupakan tugas rayon. Pihak rayon akan membuat laporan kwh jual
yang berasal dari pembacaan meter dari pelanggan setiap akhir bulan yang kemudian
akan diberikan kepada area bagian transaksi energi listrik yang kemudian diteruskan ke
APP tepatnya ke Supervisor GI.
Setiap bulannya pihak teknik dari rayon akan membaca stan meter yang berada di
GI untuk membaca kwh beli dari rayonya untuk dibandingkan dengan kwh jual. Setelah
itu pihak rayon akan mendapat laporan pembacaan stan meter dari GI untuk mengetahui
data kwh beli dan susut pada rayon tersebut.
Laporan Kwh jual dari rayon

Laporan Kwh jual dari rayon

Membaca stan meter


Mencatat Kwh beli untuk rayonya

Laporan Pembacaan stan meter


Dan data Kwh beli

Laporan Pembacaan stan meter


Perbandingan kwh beli dan kwh
jual (susut)

Gambar 1. Flowchart Transaksi Energi Listrik

2.2 kWh JUAL


kWh jual adalah total kWh yang ada di pelanggan pada satu rayon. Dari hasil
tersebut rayon akan mendapatkan pemasukan uang yang dibayarkan dari setiap
pelanggan. Pembayaran akan dilakukan pada setiap bulan secara rutin kepada rayon.
Banyak cara pembayarannya, salah satunya dengan cara pembayaran langsung
melewati petugas rayon bagian loket pembayaran yang sudah disediakan. Supervisor
administrasi akan menhitung total kWh yang sudah dikonsumsi oleh setiap pelanggan
rayon. Perhitungan kWh jual menggunakan rumus berikut ini.

Stand meter akhir – Stand Meter Awal

Akan tetapi tidak hanya itu saja yang diperhitungkan. Ada biaya abonemen yang
harus ditanggung tiap bulannya. Besar biaya abonemen tergantung pada golongan
pelanggannya. Apakah pelanggan golongan rumah tangga atau yang lainnya.
Kemudian penjumlahan total kWh disetiap pelanggan itulah yang dinamakan kWh
jualnya.

Adapun cara untuk pembacaan stand meter pada setiap pelanggan. Pembacaan
ini dilakukan oleh carter (Baca Meter) yang ditugaskan oleh supervisor administrasi.
Carter ini akan survey ke tempat pelanggan langsung untuk mencatat stand meter yang
ada dipelanggan. Tindakan seperti ini hanya dilakukan untuk pelanggan yang
konvensional, yaitu kWh meter masih menggunakan sistem pasca bayar. Beda
perlakuannya jika pelanggannya menggunakan kWh yang sudah menggunakan sistem
prabayar. Pelanggan hanya cukup beli pulsa prabayar dan diisikan kepada kWh
meternya sendiri. Jadi Carter tidak perlu meninjau kembali pada sistem kWh prabayar
ini. sehingga supervisor administrasi tidak perlu mengeluarkan uang tambahan lagi
untuk menugaskan carternya. Maka dari itulah jika ada pasang baru diwajibkan untuk
memasang kWh sistem prabayar ini.

2.3 kWh BELI


kWh beli adalah kWh yang harus dibayarkan kepada pihak P3B oleh Rayon
melalui perantara APD. Setiap penyulang yang ditanggung oleh satu rayon akan
dijumlahkan selisih stand meter pada setiap bulannya. Akan tetapi tidak sepenuhnya
setiap penyulang digunakan untuk keperluan sendiri. Adakalanya rayon lain
membutuhkan kWh, sehingga hal tersebut juga mempengaruhi perhitungan kWh beli
dalam setiap rayon. Dan berikut ini adalah perhitungan kWh belinya.

kWh Beli = ( Jumlah kWh beli setiap penyulang – kWh PCT )

kWh PCT ini adalah batas yang membatasi kerja setiap rayon kepada rayon lain.
PCT ini akan mengukur besar kWh yang diekspor. Sehingga bagi rayon yang menerima
impor harus membayar kWh tersebut kepada rayon lain. Sehingga kWh beli ini murni
total konsumsi kWh dalam satu rayon. Adapun tata cara untuk menerima dan memberi
kWh kepada rayon lain, yaitu sebagai berikut;

1. Rayon yang membutuhkan energi listrik tambahan menghubungi rayon yang


mempuyai energi lebih
2. Kemudian rayon yang mempunyai energi lebih mengkonfirmasi kepada rayon
yang kekurangan untuk disulang
3. Sambungkan salah satu penyulang yang digunakan untuk ekspor
menggunakan alat PCT
4. Kemudian untuk mengetahui berapa energi yang diekspor kita menggunakan
kWh yang diletakkan di awal penyulang dan kWh di PCT
5. Kemudian kita hitung selisih stan meter di hulu penyulang dan di lokasi PCT
6. Untuk masalah biaya akan diperiksa dan dicatat tiap bulan tanggal 1
2.4 Susut
Susut adalah selisih antara kWh beli dan jual. Susut ini sangat merugikan rayon
tersebut. Semakin besar susut, semakin besar pula kerugian yang ditanggung oleh
rayon. Secara rumus, susut adalah sebagai berikut;

Susut = (kWh Beli – kWh Jual/kWh Beli) x 100 %

Susut setiap tahun harus selalu ditargetkan. Karena hal tersebut mempengaruhi
kinerja rayon tersebut. Setiap tahun persentase susut ini harus turun. Besar susut ini bisa
dikurangi salah satu caranya yaitu P2TST (Proses Panjat Tiang Sampai Tuntas). Proses
tersebut untuk memperbaiki semua komponen yang ada dalam satu tiang dalam satu
penyulang secara total. Semua peralatan yang kurang memenuhi standar akan diganti
dan diperbaiki. Sehingga diharapkan rugi akibar susut akan semakin kecil.
2.5 Proses Bisnis Area Pengatur Beban (APB)
KWh METER

Pada single line diagram, kWh meter diletakkan pada busbar incoming 20 kV dan
pada busbar transmisi. Sedangkan di lapangan, kWh berada di control room seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini :

Keterangan Gambar :
1. Alat Ukur
 Ampere Meter
Untuk mengukur besaran arus dengan satuan ampere.
 KV Meter
untuk mengukur besaran tegangan dengan satuan kilo volt.
 MW Meter
untuk mengukur besaran daya aktif dengan satuan mega watt.
 MVAR Meter
untuk mengukur besaran daya reaktif dengan satuan mega var.
 KWh Meter Terima
untuk mengukur besarnya KWh yang diterima.
 KWh Meter Kirim
untuk mengukur besarnya KWH yang dikirim.
2. Announciator atau Papan Indikasi
 Papan Indikasi
untuk mengetahui indikasi peralatan apa yang kerja atau mengalami kelainan.
 Reset lock-out ry 79
untuk mereset relay recloser yg kerja.
 Reset indikasi ry 79
untuk mereset indikasi relay recloser.
 Lamp Test
untuk menguji lampu indikasi.
 Stop Alarm
untuk mematikan / mereset alarm.
 Stop Flicker
untuk menghentikan sinyal flicker.
 Reset
untuk menghilangkan / mereset indikasi.
 Stop Buzzer
untuk mematikan / mereset alarm apabila MCB DC trip.
 Lampu indikasi MCB DC trip
untuk indikasi apabila MCB DC trip.
3. Tombol Selector Switch
 Switch Voltmeter
untuk mengetahui tegangan pada tiap phase (R, S, T).
 Switch 43 RL (Lokal-Remote)
 Lokal berarti pembukaan dan penutupan PMS Bus dilakukan / dikerjakan
oleh petugas JARGI dikontrol panel GI.
 Remote berarti pembukaan dan penutupan PMS Bus dilakukan / dikerjakan
oleh petugas Dispatcher Region melalui SCADA.
 Switch 43 RL (Lokal-Remote)
 Lokal berarti pembukaan dan penutupan PMS Bus dilakukan / dikerjakan
oleh petugas JARGI dikontrol panel GI.
 Remote berarti pembukaan dan penutupan PMS Bus dilakukan / dikerjakan
oleh petugas Dispatcher Region melalui SCADA.
 Synchronism berfungsi untuk mensinkronkan tegangan Line dan Bus.
4. Control Switch
 Control Switch PMS BUS A
untuk pembukaan dan penutupan PMS BUS A 150 kV Remote dari panel
kontrol.
 Control Switch PMS BUS B
untuk pembukaan dan penutupan PMS BUS B 150 kV Remote dari panel
kontrol.
 Control Switch PMT
untuk pembukaan dan penutupan PMT 150 kV Remote dari Panel Kontrol.
 Control Switch PMS LINE
untuk pembukaan dan penutupan PMS LINE Remote dari Panel Kontrol.
Catatan : Untuk fasilitas control switch PMS Tanah tidak ada jadi untuk
memasukkannya dilakukan di switchyard.

5. Test Block
sebagai fasilitas untuk pengujian Meter (Besaran arus dan tegangan).
Operasi sistem Jawa Bali di bagi dalam dua hirarki:
1. Java Control Centre (JCC), yang betempat di Gandul sebagai pengendali sistem Jawa
Bali yang bertanggung jawab terhadap manajemen energi serta pengendalian operasi sistem
penyaluran 500 kV.
2. Region Control Centre (RCC) atau Area Pengatur Beban/ APB dibagi menjadi 5 wilayah,
yaitu APB Jakarta dan Banten, APB Jawa Barat, APB Jawa Tengah dan DIY, APB Jawa
Timur, dan APB Bali.
P2B Jawa Bali mengelola 1 (satu) Inter Regional Control Center (IRCC) yaitu Java Control
Centre /JCC) dan 5 (lima) Region Control Center (RCC). JCC bertanggung jawab untuk
mengoperasikan interkoneksi sistem 500 kV. Selain itu JCC, juga bertanggung jawab atas
pengaturan komposisi pembangkitan di sistem Jawa Bali. Sedangkan RCC bertanggung jawab
untuk mengoperasikan jaringan 150 dan 70 kV serta pengaturan tegangan di wilayahnya.

APB Jawa Timur

Tugas APB Jawa Timur


Tugas dari Java Control Center adalah :

 mengatur manajemen energy


 mengontrol tegangan extra tinggi
 memantau frekuensi sistem jawa bali
 memantau tenasfer energy antara regional control center
Tugas dari Region Control Center adalah :

 mengontrol tegangan tinggi (150 kV & 70kV)


 memantau sistem kelistrikan di wilayah regional
 pusat control di wilayah regional

Single line diagram diwilayah APB Jawa Timur


SCADA

PENGERTIAN SCADA
SCADA merupakan singkatan dari Supervisory Control and Data Acquisition.
SCADA merupakan sebuah sistem yang mengumpulkan informasi atau data-data dari
lapangan dan kemudian mengirimkan-nya ke sebuah komputer pusat yang akan mengatur
dan mengontrol data-data tersebut.
SCADA PADA SISTEM TENAGA LISTRIK
Fasilitas SCADA diperlukan untuk melaksanakan pengusahaan tenaga listrik
terutama pengendalian operasi secara realtime. Suatu sistem SCADA terdiri dari sejumlah
RTU (Remote Terminal Unit), sebuah Master Station / RCC (Region Control Center), dan
jaringan telekomunikasi data antara RTU dan Master Station.
RTU dipasang di setiap Gardu Induk atau Pusat Pembangkit yang hendak dipantau.
RTU ini bertugas untuk mengetahui setiap kondisi peralatan tegangan tinggi melalui
pengumpulan besaran-besaran listrik, status peralatan, dan sinyal alarm yang kemudian
diteruskan ke RCC melalui jaringan telekomunikasi data. RTU juga dapat menerima dan
melaksanakan perintah untuk merubah status peralatan tegangan tinggi melalui sinyal-
sinyal perintah yang dikirim dari RCC.
Dengan sistem SCADA maka Dispatcher dapat mendapatkan data dengan cepat
setiap saat (real time) bila diperlukan, disamping itu SCADA dapat dengan cepat
memberikan peringatan pada Dispatcher bila terjadi gangguan pada sistem, sehingga
gangguan dapat dengan mudah dan cepat diatasi / dinormalkan. Data yang dapat diamati
berupa kondisi ON / OFF peralatan transmisi daya, kondisi sistem SCADA sendiri, dan
juga kondisi tegangan dan arus pada setiap bagian di komponen transmisi. Setiap kondisi
memiliki indikator berbeda, bahkan apabila terdapat indikasi yang tidak valid maka
operator akan dapat megetahui dengan mudah.

KOMPONEN DASAR SCADA


 Komponen-komponen pusat pengendalian, Control Centre, berupa computer-
komputer;
 Komponen-komponen perangkat interface dengan rangkaian proses di gardu induk
maupun di gardu distribusi seperti RTU, perangkat komunikasi, perangkat pekerjaan
adaptasi dan perangkat-perangkat pencatu daya;
 Perangkat meter-meter dan terminal pelanggan untuk otomatsasi.
 Sarana telekomunikasi yang diperlukan untuk memungkinkan dua atau lebih
terminal dapat saling berkomunikasi.
a) Control Center
Control centre merupakan bagian dari system pengendalian yang akan
dibangun setelah gardu-gardu yang akan disupervisi disiapkan dan semua kebutuhan
infrastruktur seperti sarana telekomunikasi dan bangunan-bangunan gardu induk dan
lain-lain telah tersedia.
Pengembangan perangkat-perangkat RTU untuk keperluan gardu induk, gardu
hubung dan gardu distribusi secara bertahap mengikuti perkembangan jaringan
dengan tetap memperhatika keperluan dan urgensi dari setiap titik remote control.
Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan instalasi dari perencanaan system SCADA
dapat dilaksanakan secara setahap demi setahap tanpa perlu melaksanakannya secara
keseluruhan pada waktu yang sama terutama bila dipertimbangkan pelaksanaan
otomatisasi pada bagian-bagian jaringan tertentu belum mendesak.
b) Perangkat-perangkat RTU
Pada setiap pengimplementasian RTU untuk gardu induk maka semua jaringan
out going dan incoming 20 kV serta semua jaringan transmisi 150 kV dan
pembangkit-pembangkitnya harus dapat dipantau dan di-remote control baik status
perlatan-peralatannya maupun besaran-besaran listriknya. Sedangkan pada gardu
hubung semua pemutus-pemutus daya LBS harus dapat dimonitor dan di-remote
control.
c) Perangkat-perangkat Meter Pelanggan Peserta Perangkat Interface
Perlu dilakukan pengembangan dan penggantian meter yang dilengkapi dengan
perangkat elektronik untuk memungkinkan dilaksanakannya komunikasi elektronis
pelanggan dengan remote centre, pembacaan meter, remote control, dan lain
sebagainya.
Penerapan otomatisasi pelanggan tersebut akan dilaksanakan dengan terlebih
dahulu pada jaringan spindle 20 kV yang banyak pelanggan-pelanggan besarnya
dengan menggunakan sarana telekomunikasi distribution line carrier. Hal ini
mengingat konfigurasi distribution line carrier yang tersambung pada suatu spindle
akan dapat melayani semua pelanggan yang tersambung ke spindle tersebut dengan
komunikasi broadcasting.
d) Keuntungan-keuntungan Penerapan Sistem SCADA/EMS
Secara umum keuntungan-keuntungan yang dapat kita peroleh dengan
menerapkan system SCADA/EMS pada kelistrikan, yaitu :
 Dengan menggunakan system SCADA/EMS pada system kelsitrikan dapat
diperoleh dengan system pengoperasian dengan organisasi yang lebih ramping
dan sederhana. Pada prinsipnya, dengan adanya system SCADA/EMS system
gardu induk tanpa orang seharusnya dapat dilakukan, dimana hal ini dapat
mengurangi biaya-biaya yang cukup signifikan sebagai bahan pertimbangan
dalam penerapan system SCADA.
 Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari pengoperasian system kelistrikan
dengan menggunakan system SCAD/EMS adalah system pengoperasian yang
lebih ekonomis. Dengan menggunakan system SCADA/EMS system
pengoperasian kelistrikan dapat menghemat keseluruhan biaya operasi, misalya
dengan load forecast dan unit-unit komitmen yang lebih baik, optimasi rugi-rugi
transmisi maupun pembangkit dan lain sebagainya yang secara keseluruhan akan
mengoptimumkan sumber daya secara ekonomis.

Peningkatan keandalan system. Factor-faktor pertimbangan


pengimplementasian SCADA/EMS bukan hanya terdiri atas pertimbangan
ekonomis semata-mata melainkan juga factor sekuriti dan keandalan. Sejauh ini
diakui masih sulit menjelaskan keuntungan-keuntungan diatas secara kuantitatif
dalam arti nilai ekonomis yang akan diperoleh bila system dilengkapi dengan
SCADA/EMS. Biasanya bila terjadi gangguan serius yang menyebabkan
pemadaman total (black out), baru akan terfikirkan betapa pentingnya sarana dan
fasilitas yang dapat digunakan untuk membantu mengoperasikan dan
menganalisa keandalan system. Dari berbagai pendapat disepakati keandalan
system akan bisa dinaikkan mulai 20% hingga 50% bila system kelistrikan
dioperasikan dengan system SCADA/EMS. Angka tersebut diharapkan akan
semakin meningkat seiring dengan kemajuan fungsi-fungsi perangkat lunak
aplikasi yang terus berkembang

Pada APB Jawa timur menggunakan Konfigurasi Level 5


Konfigurasi master station transmisi level 5 ditunjukan pada Gambar 1.

01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 12

SD
SD SD
SD

SD SD SD
SD

SD

PROLIANT
8000

ESC
SD

PROLIANT
8000
SD

PROLIANT
8000
ESC

ESC

SD

SD

DLT

SD

DLT

DLT

A B C D E F G H
SELECTED
ON-LINE

A B C D E F G H
SELECTED
ON-LINE

SD

19
CONSOLE

LOOP
SD
OK

BRI DSU
B1
B2

LP

S/T CPU
S3

CONSOLE

LOOP

12
WIC 0 OK FDX 100 LNK WIC 1 OK
AUX
OK

BRI DSU
B1
B2

LP

Cisco 1720 S/T CPU


S3

WIC 0 OK FDX 100 LNK WIC 1 OK


AUX

Cisco 1720

17
13

LCD 3 bh 18
Inter Center Link
( IEC 870-6 (ICCP) )

14
A B C D E F G H
SELECTED
ON-LINE 14

15 16
A B C D E F G H
SELECTED
ON-LINE

RTU
IEC 870-5-101, DNP 3.0 PROLIANT
8000
SD

Serial
ESC

SD

RTU DLT

IEC 870-5-104 V24 point


Ethernet to point

20 21 22 23
Gambar 1. Konfigurasi master station transmisi level 5
Keterangan Gambar 1:

1. Workstation dispatcher (2 set) dan Workstation supervisor (1 set)

2. Workstation enjiner & update database (2 set)

3. Workstation DTS (2 set)

4. Server SCADA (1 set redundant)

5. GPS (1 set redundant)

6. Server EMS (1 set redundant)

7. Server data historikal dan update database (1 set redundant)

8. Server DTS (1 set redundant)

9. Projection multimedia (2 set)

10. Server kontroller (1 set)

11. Layar tayang

12. Switch Gigabit Ethernet LAN

13. Server sub sistem komunikasi (1 set redundant)

14. Switch 100 Megabit Ethernet LAN

15. Workstation di luar control center

16. Static display

17. Printer laser hitam putih (1 buah)

18. Printer laser berwarna (1 buah)

19. Gateway atau Router+Firewall (1 set)

20. Server frekuensi (1 set)

21. Monitoring frekuensi (2 set)


22. Kinerja SCADA, Operasi (1 set)

23. Offline database server (1 set)

Master Station
Persyaratan umum
Peralatan yang terpasang di master station harus mempunyai syarat sebagai berikut:

a. Keamanan, keandalan, dan ketersediaan sistem komputer;


b. Kemudahan, kelangsungan, dan keakuratan pengiriman, penyimpanan, dan pemrosesan data;
c. Kebutuhan dan kapabilitas sistem komputer;
d. Kemudahan untuk dioperasikan dan dipelihara;
e. Kemampuan untuk dikembangkan.
Kapasitas master station
Master station yang dibangun harus mempunyai kapasitas minimum Input/Output (I/O) sebanyak
3 kali dari jumlah I/O yang terpasang.

Kinerja master station


Kinerja master station dapat diukur dengan menguji kapasitas maksimum sesuai spesifikasi
dimana peak-nya tidak boleh melebihi 50% dari RAM, tidak boleh melebihi 50% dari
kemampuan CPU, dan tidak boleh melebihi 40% dari kapasitas LAN.

Response time SCADA


Response time paling lambat dari telesignaling 3 detik, telemetering 10 detik, remote control 6
detik mulai dari eksekusi remote sampai dengan perubahan status di master station, remote tap
changer 20 detik, dan remote LFC/AGC 4 detik.

Prioritas Informasi SCADA


Urutan prioritas informasi SCADA mulai dari tingkatan yang tertinggi sampai dengan tingkatan
yang terendah adalah:

a. Telecontrolling;
b. Telesignalling;
c. Telemetering;
d. Pulse akumulator.
Operating system
Operating system untuk server dan workstation menggunakan UNIX, Linux, atau Windows.
Untuk keputusan pemilihan agar mengambil referensi dari berbagai sumber dengan
memperhatikan faktor keamanan dan keandalan.

Akuisisi frekuensi
Untuk membantu dispatcher dalam memantau frekuensi sistem saat terjadi jaringan terpisah
(separated network), maka dilakukan pengukuran frekuensi langsung ke pembangkit melalui link
komunikasi tersendiri.

Sinkronisasi waktu
Untuk membangun analisa sistem tentang urutan waktu dari kejadian-kejadian di sistem tenaga
listrik bersama dengan tindakan-tindakan operasional yang dilakukan oleh dispatcher, maka
diperlukan sinkronisasi waktu diantara master station yang berkaitan kerja atau antara master
station dengan remote station, dengan mengacu pada waktu standar. Pelaksanaan sinkronisasi
waktu tersebut dilakukan periodik setiap 24 jam dengan waktu berbasis GPS di master station.

Perangkat keras
Perangkat keras di master station adalah:

a. Server (SCADA, EMS/DMS, DTS, data historikal, sub sistem komunikasi, dan offline
database);
b. Workstation;
c. Monitor;
d. Printer laser hitam putih dan printer berwarna;
e. Static display;
f. Global Position System (GPS);
g. Layar tayang;
h. Switch;
i. Router;
j. Local Area Network;
k. Storage.

Data historikal
Perekaman data
Data SCADA real time yang diterima oleh master station harus dapat direkam (archiving) untuk
kebutuhan data historikal. Data-data tersebut yaitu:

a. Alarm;
b. Event;
c. Nilai telemetering maksimum per 30 menit atau disesuaikan dengan kebutuhan;
d. Nilai telemetering minimum per 30 menit atau disesuaikan dengan kebutuhan;
e. Nilai telemetering rata-rata per 30 menit atau disesuaikan dengan kebutuhan;
f. Nilai telemetering instatenous per 30 menit atau disesuaikan dengan kebutuhan;
g. Nilai telemetering untuk kebutuhan trend data per 10 detik atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Data tersebut harus disimpan dalam server data historikal minimal selama tiga bulan. Lama
penyimpanan data diatur oleh enjiner.

Data retrieval
Data yang tersimpan dalam server data historikal dapat dilihat oleh pengguna berdasarkan filter
tertentu. Filter dapat berupa waktu, nama substation, nama bay, nama alarm, dan sebagainya.

Transfer data ke offline database


Data di server data historikal harus dapat ditransfer ke offline database server maksimum setiap
satu jam untuk menjamin ketersediaan data di offline database server. Data di offline database
server harus sama dengan data di server data historikal.

Penyimpanan data ke storage


Data di server data historikal harus dapat di-backup ke storage (media penyimpanan) berupa tape
atau optical disc. Backup data ke tape dilakukan setiap satu hari sekali secara otomatis.

Remote Station
Konfigurasi
Konfigurasi remote station
Contoh konfigurasi remote station dalam penggunaan gateway, RTU, dan IED dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut ini.
CONTROL CENTER

IEC 870-5-101
IEC 870-5-104 LOCAL
DNP 3.0 HMI

GATEWAY

SWITCH IEC 61850


A B C D E F G H
SELECTED
ON-LINE

IED I/O IED … IED

Gambar 2. Konfigurasi remote station


1.1.1 Konfigurasi remote terminal unit (RTU)
Konfigurasi RTU mengacu pada Gambar 3.

Gambar 3. Konfigurasi RTU


1.1.2 Konfigurasi remote station di unit pembangkit
Konfigurasi remote station di unit pembangkit, dimana terdapat sistem kontrol pembangkit dan
sistem kontrol SCADA yang terpisah satu sama lain, maka konfigurasinya mengacu pada Gambar
4.

Gambar 4. Konfigurasi remote station di unit pembangkit

1.2 Peralatan remote station


1.2.1 Gateway
Gateway dapat berkomunikasi dengan RTU, IED, meter energi, dan relay proteksi. Gateway
harus memiliki port komunikasi redundant. Gateway mampu berkomunikasi secara bersamaan
dengan minimal dua control center dengan protokol yang berbeda dan dapat dihubungkan dengan
Local HMI di gardu induk sebagai pengganti control panel.

1.2.2 Intelligent electronic device (IED)


IED berfungsi untuk melakukan remote control, telemetering, telesignal, proteksi, dan meter
energi yang terpasang pada bay controller dan dapat berkomunikasi dengan RTU atau Gateway
menggunakan protokol sesuai butir Error! Reference source not found..

1.2.2.1 Digital meter


Digital meter yang dipasang di panel sebagai pengganti transducer konvensional dan terhubung
dengan remote station menampilkan:
1. Phase Amps

2. Phase volts

3. Line volts

4. Per phase PF

5. Per phase kW

6. Per phase kVAr

7. Per phase kVA

8. 3 Phase PF

9. 3 Phase kW

10. 3 Phase kVAr

11. 3 Phase kVA

12. Frequency

13. Amps puncak

14. Phase volts Puncak

15. Arus Netral.

Protokol yang digunakan:

IEC 60870-5-104, DNP3, atau Modbus.

1.2.2.2 Meter energi


Meter energi yang akan dihubungkan dengan remote station harus menggunakan protokol IEC
60870-5-104, DNP3, atau Modbus.

1.2.3 Local HMI


Local HMI berfungsi sebagai pengganti control panel, terdiri dari satu buah komputer dilengkapi
dengan aplikasi HMI. Komunikasi antara local HMI dengan gateway menggunakan protokol
standar melalui TCP/IP, yaitu IEC 60870-5-104, IEC 61850, dan DNP 3.0.
1.2.4 Remote terminal unit (RTU)
RTU dapat mengakuisisi digital input, digital output, analog input, dan analog output.

RTU dapat berkomunikasi dengan sub-RTU. RTU harus memiliki port komunikasi redundant.
RTU mampu berkomunikasi secara bersamaan dengan minimal dua control center dengan
protokol yang berbeda dan dapat dihubungkan dengan Local HMI di gardu induk sebagai
pengganti control panel. RTU harus dilengkapi dengan fasilitas dummy breaker yang berfungsi
untuk melakukan simulasi remote control.

1.3 Modul remote station


Remote station dilengkapi dengan modul sebagai berikut:

a. Modul mikroprosesor (CPU);


b. Modul komunikasi;
c. Modul input/output;
d. Modul pulse counter;
e. Modul catu daya.

1.3.1 Modul CPU


Fungsi CPU yaitu:

a. Layanan central;
b. Organisasi aliran data;
c. Sinkronisasi waktu dengan GPS lokal atau GPS di control center;
d. Sinkronisasi komunikasi serial atau field bus;
e. Resolusi realtime: 1 ms;
f. Fungsi gateway.

1.3.2 Modul komunikasi


Fungsi modul komunikasi yaitu

a. Dapat berkomunikasi menggunakan protokol sesuai dengan butir Error! Reference source not
found.;
b. Memiliki fungsi http dan ftp (optional);
c. Dapat melakukan switch over port komunikasi secara otomatis.
1.3.3 Modul input/output (I/O)
Jenis I/O pada remote station:

a. Analog Input;
b. Analog Output;
c. Digital Input;
d. Digital Output.
e.
SISTEM SCADA JAWA BALI
DATA SISTEM SCADA
 MASTER STATION terdiri dari 6 Control Center :
a) JCC GANDUL (Gandul, Depok)
Tugas switching 500 Kv Jawa Bali.
b) RCC CAWANG (APB DKI JAKARTA dan BANTEN)
Tugas pengaturan sistem 150/70kV DKI Jakarta dan Banten.
c) RCC CIGELENG (APB Jawa Barat)
Pengaturan sistem 150/70KV Jawa Barat
d) RCC UNGARAN (APB Jawa Tengah dan DIY)
Pengaturan sistem 150/70kV Jawa Tengah dan DIY
e) RCC WARU (APB Jawa Timur)
Pengaturan 150/70kV Jawa Timur
f) RCC BALI (APB Bali)
Pengaturan sistem 150/70kV Bali.
 REMOTE STATION

 Link Komunikasi SCADA


Media komunikasi yang digunakan untuk SCADA Jawa Bali adalah :
a) Fiber Optic
b) PLC
c) Pilot Cable
d) Radio Microwave

KONFIGURASI LINK KOMUNIKASI UNTUK SISTEM SCADA 500 KV

KONFIGURASI SCADA JAWA TIMUR


 EMS (Energy Management System)
EMS merupakan aplikasi untuk melakukan manajemen energi operasi sistem tenaga
listrik yang terintegrasi dengan sistem SCADA.
EMS berfungsi untuk :
a) Monitoring operasi sistem tenaga listrik
b) Menganalisa permasalahan yang berhubungan dengan keamanan operasi sistem
tenaga listrik
c) Mencapai operasi sistem tenaga listrik yang ekonomis.
Kebutuhan aplikasi EMS beroperasi secarareal time dengan data snapshot dari server
SCADA atau sub sistem komunikasi untuk pengukuran dan status saat aplikasi dijalankan
dan data modeling serta data statis dapat diambil dari server historical, EMS dan SCADA.
 AMS (Automatic Meter Reading)
Automatic Meter Reading (AMR) adalah system pembacaan meter jarak jauh secara
otomatis, terpusat, dan terintegrasi dari ruang control melalui media komunikasi telepon
public (PSTN) atau telepon seluler (GSM) menngunakan software tertentu. Sistem AMR
diterapkan pada pelanggan potensial dengan daya terpasang diatas 41.5 KVA.
Konfigurasi peralatan yang digunakan diantaranya :
 Meter elektronik yang terpasang di pelanggan
 Modem dan saluran telepon
 Computer
Dengan system AMR, pelanggan dapat mengetahui nilai dan karakteristik energy listrik
yang dikonsumsi, sehingga dapat melakukan energy management untuk menghemat
biaya listrik.
Sistem AMR (Automatic Meter Reading) merupakan sistem pengambilan data
tersentralisasi, dimana data regular yang berupa :
 Energy (kWh & kVArh)
 Max Demand (VA), dan
 Load Profile (Arus,Tegangan,kW, kVAr, dan kVA)
secara periodik dibaca dari setiap Meter dan dikumpulkan di Master AMR untuk
keperluan billing dan juga untuk analisa profil customer dalam kerangka antisipasi
kebutuhan daya.
Sistem ini pun memiliki beberapa kelemahan.
 kWh meter transaksi yang digunakan tidak satu jenis, sehingga download datanya
harus menggunakan program yang berbeda.
 nilai dari pengukuran per 30 menit
 koneksi ke kWh meter lebih rentan terhadap gangguan.
 Pengumpulan data dan kalkulasi susut transmisi akan memakan waktu yang lama.
 Sistem ini akan efektif jika kalkulasi susut dilakukan per-hari (per-24 jam)
Sistem AMR ini memungkinkan untuk malakukan koreksi pola operasi setiap harinya. Ini
hanya bereffek pada perencanaan pengoperasian pembangkit setiap harinya.
 LFC (Load Frequency Control)
Peralatan yang seacraotomatis merespon sinyalk dari control center secarareal time untuk
mengatur daya aktif keluaran dari generator yang berada dalam suatu area tertentu sebagai
tanggapan terhadap perubahan frekuensi sistem, pembebanan tieline, atau keduanya,
dengan maksud untuk menjada frekuensi sistem yang diinginkan, dan atau mewujudkan
pertukaran daya aktif dengan area lain dalam batas yang dikendaki.

Anda mungkin juga menyukai