Anda di halaman 1dari 6

PAPER BUKU ETIKA – K.

BERTENS

BAB IV: NILAI DAN NORMA

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Etika Pemerintahan

Disusun Oleh :

Widya Ningtyas – 1701410140065

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
A. Nilai pada Umumnya
Dipandang dalam perspektif sejarah filsafat yang sudah panjang, nilai merupakan suatu
tema filosofis yang berumur agak muda. Baru pada akhir abad ke-19 tema ini mendapat
kedudukan mantap dalam uraian-uraian filsafat akademis. Sekurang-kurangnya secara eksplisit.
Tapi secara implisit nilai sudah lama memegang peranan dalam pembicaraan filsafat, sejak Plato
menempatkan ide “baik” paling atas dalam hierarki ide-ide. Dan sesudah Plato, kategori “baik”
praktis tidak pernah lagi terlepas dari fokus perhatian filsafat, khususnya etika. Tapi kira-kira
satu abad yang lalu nilai mendapat tempat eksplisit dan menimbulkan cabang filsafat baru
dengan nama “aksiologi” atau “teori nilai”.
Salah satu cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai adalah dengan
memperbandingkannya dengan fakta. Akan tetapi pada hakikatnya nilai selalu berkaitan dengan
penilaian seseorang, sedangkan fakta mrnyangkut ciri-ciri objektif saja. Perlu dicatat lagi bahwa
fakta selalu mendahului nilai.terlebih dahulu ada fakta yang berlangsung baru kemudian menjadi
mungkin penilaian terhadap fakta itu.
Berdasarkan analisis sederhana ini dapat kita simpulkan bahwa nilai sekurang-kurangnya
memiliki tiga ciri berikut ini:
1. Nilai berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak ada nilai
juga.
2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subjek ingin membuat sesuatu. Dalam
pendekatan yang semata-mata hanya teoritis tidak akan ada nilai.
3. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subjek pada sifat-sifat yang
dimiliki oleh objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek pada dirinya.
Terdapat banyak macam nilai. Contohnya nilai ekonomi, nilai estetis, nilai dasar san lain-
lain.

B. Nilai Moral
a. Hakikat Nilai Moral
Yang dibicarakan tentang nilai pada umumnya berlaku juga untuk nilai moral. Namun
perlu digaris bawahi bahwa dalam arti tertentu nilai moral tidak merupakan suatu kategori nilai
tesendiri disamping kategori-kategori nilai yang lain. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai
jenis lain. Setiap nilai memeroleh satua “bobot moral”, bila diikut sertakan dalam tingkah laku
moral. Nilai-nilai yang kita sebut sampai sekarang bersifat “pramoral”. Nilai-nilai itu
mendahului tahap moral, tapi bisa mendapat bahot moral, karena diikutsertakan dalam tingkah
laku moral.

b. Ciri-ciri Nilai Moral Dibandingkan dengan Nilai Non-moral


1. Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Yang khusus menandai nilai moral ialah
bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral
mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggunng jawab.
Suatu nilai moral hanya bisa di wujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab orang yang besangkutan. Itu berarti bahwa perbuatan itu berasal dari inisiatif
bebas orang itu. Larena itu harus kita katakana bahwa manusia sendiri menjadi sumber nilai
moralnya.

2. Berkaitan dengan Hati Nurani


Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan imbauan dari hati nurani. Salah satu ciri khas
nilai moral ialah bahwa hanya nilai ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh kita
bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai
moral.

3. Mewajibkan
Ciri nilai moral berikutnya adalah mewajibkan kita secra absolute dan dengan tidak bisa
ditawar-tawar. Disini kita bisa memanfaatkan pembedaan terkenal yang dikemukakan filsuf
Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), antara imperative hipotesis dan imperative kategoris.
Dalam nilai moral terkandung suatu imperative (perintah) kategoris, sedangkan nilai-nilai
lainnya hanya berkaitan dengan imperatif hipotesis. Artinya, bila kita ingin merealisasikan nilai-
nilai lain, kita haru menempuh jalan tertentu sedangkan nilai moral mewajibkan kita begitu saja,
tanpa syarat.
Kewajiban absolute nilai moral yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari
kenyataan bahwa nilai-nilai ini berlaku bagi manusia sebagai manusia. Dengan cara lain dapat
dikatakan bahwa kewajiban absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan
bahwa nilai-nilai ini menyangkut pribad manusia sebagai keseluruhan, sebagai totalitas.

4. Bersifat Formal
Kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan mengikut sertakan nilai-nilai lain dalam
seuatu tingkah laku moral. Tidak ada nilai-nilai moral yang “murni”, terlepas dari nilai-nilai lain.
Hal itulah yang kita maksudkan dengan mengatakan bahwa nilai moral bersifat formal. Max
Scheler mengungkapkan hal yang sama bahwa nilai-nilai moral membonceng nilai-nilai lain.

C. Norma Moral
Norma moral menentukan apakah perilaku kita baik atau buruk dari sudut etis. Karena itu
norma moral adalah norma tertinggi yang tidak bisa ditaklukan pada norma lain. Sebaliknya,
norma moral menilai norma-norma lain.
Seperti norma lain, norma moral juga dapat dirumuskan dalam bentuk positif atau
negatif. Dalam bentuk positif norma moral tampak sebagi perintah yang menyatakan apa yang
kita harus lakukan. Sedangkan dalam bentu negatif norma moral tampak sebagi larangan yang
menyatakan apa yang tidak boleh dilakukan.
Beberapa pertanyaan yang sering dikemukakan berhubungan dengan norma moral akan
kita jawab sebagai berikut:
1. Relativisme Moral Tidak Tahan Uji
Relativisme moral tidak tahan uji, apabila diperiksa secara kritis. Kritik ini dapat
dijalankan dengan memerlihatkan konsekuensi-konsekuensi yang mustahil, seandainya
relativisme moral itu benar. Konsekuensi tersebut diantaranya:
a. Seandainya relativisme moral benar, maka tidak bisa terjadi bahwa dalam suatu
kebudayaan mutu etis lebih tinggi atau rendah daripada dalam kebudayaan lain
b. Seandainya relativisme moral benar, maka kita hanya perlu memerhatikan kaidah-kaidah
moral suatu masyarakat untuk mengukur baik tidaknya perilaku manusia dalam
masyarakat itu.
c. Seandainya relativisme moral benar, maka tidak mungkin terjadi kemajuan di bidang
moral.
Perbuatan moral yang didasarkan atas nilai dan norma berbeda-beda tidak semua sama
baiknya. Melawan relativisme moral yang ekstem itu kita tegaskan: norma moral tidak relatif,
melainkan absolut. Tapi perlu kita ingat bahwa relativisme moral ada benarnya juga: tidak selalu
dan dimana-mana norma moral yang dipakai sama. Tetapi yang penting ialah perubahan norma
tidak menempuh arah apa saja. Bila kita telaah dengan cermat, perubahan norma terjadi selalu
menuju ke penyempurnaan norma. Itu berarti bahwa perubahan norma ditentukan oleh norma
yang lebih tinggi.
Yang penting bagi kita ialah dalam perubahan norma sepertu itu arah perkembangan tidak
bisa dibalik. Karena itu sudah jelas bahwa dalam norma moral itu ada sesuatu yang absolute,
sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar.

2. Norma Moral Bersifat Objektif dan Universal


Jika kita setuju bahwa norma moral pada dasarnya absolute maka dapat diterima juga
bahwa norma itu bersifat objektif dan universal.

a. Objektivitas Norma Moral


Nilai moral tidak terlepas dari penilaian oleh manusia, karena sifat subjektif ini hati
nurani memainkan peranan yang begitu penting di bidang moral. Tapi menyetujui sifat subjektif
ini sama sekali tidak menyangkal objektivitas norma moral. Karena secara objektif mengarahkan
diri kita untuk melakukan kewajiban, kita harus taat pada norma ,oral. Norma itu sendiri sama
sekali bukan ciptaan subjek manusiawi.
Walaupun norma moral bersifat objektif itu tidak berarti bahwa kebebasan dengan
demikian ditiadakan. Sebaliknya, keharusan yang melekat pada norma moral mengendalikan
kebebasan. Objektifitas norma tidak boleh dimengerti sebagai paksaan yang mengingkirkan
kebebasan kita, sebagaimana yang dikhawatirkan Sarte. Norma moral menjadi norma sungguh-
sungguh karena diterima dengan bebas.
b. Universalitas Norma Moral
Norma moral bersifat universal artinya harus berlaku dimana-mana. Suatu arilan dalam
pemikiran moral yang menolak adanya norma universal adalah “etika situasi1” menurut para
pengikutnya tidak mungkin norma moral berlaku umum karena setiap situasinya berbeda.
Perilaku manusia selalu berlangsung dalam situasi konkret. Tidak ada dua situasi yang persis

1
Etika situasi ini juga sebenarnya dianut oleh eksistensialisme menurut brntuk ekstremnya (khususnya Sartre)
dalam kawasan berbahasa Inggris etika situasi menjadi terkenal dengan buku Joseph Fletcher, Situstion Ethics,
Philadelphia, Westminster Press, 1966.
sama. Dalam bentuk ekstremnya etika situasi ini tidak dapat dipertahankan, tapi tidak bisa
disangkal juga bahwa di sini pun terkandung unsure kebenaran.

3. Menguji Norma Moral


Cara menguji norma moral ada banyak, tetapi kita hanya akan mempelajari dua. Tes yang
pertama adalah konsistensi. Suatu norma harus konsisten, sebab kallau tidak pasti tidak bisa
berfungsi sebagai norma. Konsistensi adalah tuntutan dari logika.
Tes yang kedua adalah yang paling penting kita miliki untuk menguji benar tidaknya
norma moral, yaitu generalisasi norma. Norma moral adalah benar jika bisa digeneralisasikan
dan tidak benar jika tidak bisa digeneralisasilan2.

4. Norma Dasar Terpenting: Martabat Manusia


Dalam mengusahakan refleksi tentang martabat manusia ini sekali lagi kita mengikuti
pandangan filsuf Jerman, Immanuel Kant. Menurutnya kita harus menghormati martabat
manusia, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya.
Tapi manusia sendiri adalah tujuan sendiri yang tidak boleh ditaklukkan pada tujuan lain, karena
manusia adalah makhluk bebas dan otonom sanggup mengambil keputusannya sendiri. Manusia
adalah pusat kemandirian. Ini kita maksudkan , kalau kota katakana bahwa manusia adalh
pesona. Dialah satu-satunya makhluk yang memiliki hakekat intrinsik dan karena itu harus
dihormati sebagi tujuan pada dirinya.
Dalam konteks ini menurut Kant harus dibedakan antara “harga” dan “martabat”. Harga
dimiliki oleh sesuatu yang kita cari sebagai tujuan, tetapi pada prinsipnya hal itu selalu bisa
diganti dengan hal lain. Untuk sesuatu yang mempunyai harga selalu tersedia sebuah ekuivalen,
artinya sesuatu yang bisa menjadi penggantinya. Tapi yang mempunyai martabat adalah unik dan
tidak dapat disetarafkan atau diganti dengan sesuatu yang lain.
Martabat manusia juga tidak bisa terlepas dari martabat alam. Karena alam juga
merupakan suatu tujauan pada dirinya dan akibatnya tidak dapat dijadikan sarana begitu saja
bagi tujuan manusia. Karena dengan bertolak dari martabat manusia saja tidak pernah dapat kita
susun suatu etika lingkungan hidup. Yang harus dihormati adalah manusia yang menyatu dengan
alam dan tidak biasa diterima jika alam dikorbankan kepada kepentingan manusia yang berat
sebelah.

2
Dalam bahasa Inggris teknis ini adalag universalizabiliy = kenyataan bahwa norma dapat diberlakuakan untuk
semua orang.
KESIMPULAN
Salah satu cara yang digunakan untuk menjelaskan apa itu nilai adalah dengan
memperbandingkannya dengan fakta. Akan tetapi pada hakikatnya nilai selalu berkaitan dengan
penilaian seseorang, sedangkan fakta mrnyangkut ciri-ciri objektif saja. Perlu dicatat lagi bahwa
fakta selalu mendahului nilai.terlebih dahulu ada fakta yang berlangsung baru kemudian menjadi
mungkin penilaian terhadap fakta itu. Berdasarkan analisis sederhana ini dapat kita simpulkan
bahwa nilai memiliki tiga ciri yaitu:
1. Nilai berkaitan dengan subjek.
2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subjek ingin membuat sesuatu.
3. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subjek pada sifat-sifat yang
dimiliki oleh objek.
Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lain. Ciri-ciri nilai moral diantaranya
sebagai berikut berkaitan dengan tanggung jawab kita, maksudnya nilai moral berkaitan dengan
pribadi manusia. Yang khusus menandai nilai moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan
pribadi manusia yang bertanggung jawab; Berkaitan dengan hati nurani maksudnya nilai-nilai
moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggunng
jawab. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan imbauan dari hati nurani; Ciri nilai moral
berikutnya adalah mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa ditawar-tawar; Yang
terakhir adalah bersifat formal, maksudnya kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan
mengikut sertakan nilai-nilai lain dalam seuatu tingkah laku moral.
Norma moral menentukan apakah perilaku kita baik atau buruk dari sudut etis. Seperti
norma lain, norma moral juga dapat dirumuskan dalam bentuk positif atau negatif. Dalam bentuk
positif norma moral tampak sebagi perintah yang menyatakan apa yang kita harus lakukan.
Sedangkan dalam bentu negatif norma moral tampak sebagi larangan yang menyatakan apa yang
tidak boleh dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai