Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI KOMUNIKASI POLITIK SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI

PEMENANGAN PARTAI POLITIK

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kejadian-kejadian penting dalam kehidupan manusia masa lampau, perlu dikomunikasikan


kepada generasi-generasi berikutnya, yang tidak ikut mengalami, banyak sekali manfaatnya,
paling tidak sebagai ilmu pengetahuan.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, orang makin sering mengamati bahwa minat dan partisipasi
generasi muda Indonesia (termasuk para pelajar dan mahasiswa) dalam kegiatan-kegiatan
politik tampak kian menurun, setidak-tidaknya seperti yang terlihat di ata permukaan. Padahal,
sebagai makhluk politik (zoon politicon), manusia (tua dan muda) pasti tertarik dengan
kejadian-kejadian dan proses politik, apalagi jika menyangkut langsung kepentingan dan masa
depannya. Namun demikian banyak orang yang mempunyai pengamatan bahwa generasi muda
kita tidak lagi berantusias berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik. Dengan kalimat lain,
ada gejala apaisme dikalangan generasi muda kita, mengapa demikian?

Barang kali tidak mudah memberikan jawaban yang memuaskan terhadap pertanyaan ini.
Tetapi kita dapat memperoleh sebagai jawabannya jika kita menoleh kembali kebelakang,
kemasa ketika bulding blocks Orde Baru mulai diletakkan. Apa yang kota lihat sekarang ini di
bidang politik, sudah tentu tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan Orde Baru sendiri.

Secara ringkas, dapat kita sebutkan beberapa asumsi dasar yang diyakini oleh para penegak
Orde Baru yang berkaitan dengan pembangunan politik, yang sampai sekarang tampaknya
masih dianggap valid oleh sementara orang. Pertama, politik di zaman Orde Lama ditandai
dengan perjuangan ideology antarpapol yang menjurus pada disentegrasi nasional.
Pertentangan berdasarkan perbedaan ideology merupakan pertentangan yang sangat sulit untuk
direkonsiliasikan, sehingga berlakulah pertarungan habis-habisan (zero sum game). Salah satu
harus menang, dan yang lain kalah. Padahal, dalam konteks masyarakat Indonesia,
pertentangan ideologis tidak akan menguntungkan bangsa Indonesia sebagai suatu keselruhan.
Konsep Naskom adalah usaha presiden Soekarno untuk merekonsiliasikan nasionalisme,
Islam, dan Komunisme. Sebagaimana kita ketahui, dalam kenyataan konkret konsep Naskom
justru memperuncing pertentangan pelbagian kekuatan social-politik di Indonesia.
Berdasarkan asumsi ini, dikemuakan satu tesis bahwa zaman Orde Baru, perjuangan yang
cenderung mengutamakan ideology (ideologische srtijd) harus digantikan dengan semangat
menomorsatukan program i(programma strijd). Jika parpol maupun kekuatan social politik
lainnya mampu mendasarkan perjuangannya pada kompetesi program, maka tidak aka nada
lagi kecenderungan disintegatif kehidupan politik nasional. Menurut tesis ini, deideologisasi
harus didorang dalam kehidupan politik bangsa.

Kedua, partai-partai politik pada masa orde lama melakukan kegiatan di tingkat rakyat kelas
bawah (grass root), dan kenyataan inidianggap sebagai salah satu sebab tersendotnya energy
masyarakat kedalam konflik-konflik politik yang tidak produktif. Untuk mengatasi hal ini
diajukan tesis “ masa mengambang”. Dengan dengan membatasi kegiatan parpol, diharapkan
massa selalu mengambang dalam artian politik, dan hanya waktu menjelang pemilu, masa
tersebut diharapkan dapat berpartisipasi dalam proses politik, terutama untuk meramaikan
“pesta demokrasi”.pada hakikatnya, konsep “massa mengambang” dimaksudkan untuk
melakukan dopolitisasi secara halus terhadap masyarakat, agar masyarakat lebih mudah
diarahkan kepada program-program pembangunan.

Ketiga, Orde Lama tidak berhasil melakukan pembangunan, karena stabilisasi politik tidak
dapat diselenggarakan dengan mantap. Demikian juga sebelumnya, dimasa demokrasi
parlementer, labilitas politik telah menghambat embangunan ekonomi. Hal ini dapat
menerangkan dengan mudah, mengapa sekarang terdapat kecenderungan politik yang
membatasi kecenderungan pelbagian kebebasan, terutama kebebasan berbicara, kebebasan
berkumpul dan kebebasan pers, berhubungan adanya asumsi dasar yang dianut bahwa stabilitas
politik harus dijaga sebaik-baiknya agar pembangunan ekonomi tidak terganggu. Proses
penyederhanaan keparataian yang terjadi di masa Orde Baru sudah tentu juga dilakukan dalam
rangka mencapai stabilitas politik. Akan tetapi, dalam hubungan ini selalu diingat suatu
rumusan umum bahwa ekonomi yang bebas tidak pernah dapat berjalan seiring dengan politik
yang ditekan.

ketiga, asumsi dasar diatas, beserta tesis-tesis yang menyertainya, telah menjadi landasan
perekayasaan politik (political engineering) di masa Orde Baru dengan hasil-hasilnya yang
telah kita ketahui bersama, antara lain stabilitas politik, demokrasi tampa oposisidan birokrasi
patrimonial yang sangat kuat, bahkan terlalu kuat.
Dilihat dari sudut lain, proses politk di Indonesia sudah menjadikan Indonesia sebagai Negara
korporatis yang hamper sempurna. Dibandingkan dengan Filipina atau Pakistan, misalnya,
korporatisme Indonesia jauh lebih kuat dan berhasil.

Sudah lebih setengah abad negara dan bangsa ini merdeka, dan banyak sekali hal-hal yang
menarik terjadi di bangsa ini. Contoh dari kejadian yang ada di negara ini adalah tentang partai
politik. Sejak awal berdirinya, Indonesia merupakan negara kesatuan yang mana partai politik
banyak sekali. Namun partai politik dari tahun ke tahun sering mengalami perubahan kearah
yang lebih baik lagi.

Salah satu peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan berdirinya partai politik
adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Bab I Pasal (1) yang berbunyi : “ partai politik
adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia
secara sukalera atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum. “[1].

Pembentukan, pemeliharaan dan pengembangan partai politik pada dasarnya merupakan salah
satu pencerminan hak warga negara untuk berkumpul, berserikat dan menyatakan pendapat.
Melalui partai politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang
arah kehidupan dan masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Partai politik juga
merupakan komponen yang penting dalam system demokrasi.[2]

Dalam sebuah partai politik, memiliki kepentingan-kepentingan yang akan dicapai. Oleh
karena itu, partai politik harus memiliki komunikasi politik sebagai salah satu strategi
pemenangan partai politik.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan partai politik?

2. Apa yang dimaksud dengan komunikasi politik?

3. Bagaimana komunikasi politik bisa dipakai sebagai strategi pemenangan partai politik?.
BAB II

LANDASAN TEORITIS

Beberapa konsep dan teori yang akan digunakan untuk menganalisis masalah tersebut di atas
adalah sebagai berikut:

Menurut Mac Iver, partai politik adalah suatu perkumpulan terorganisir untuk menyokong
suatu prinsip atau kebijaksanaan, yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan cara-cara yang
sesuai dengan cara-cara yang sesuai dengan konstitusi atau UUD, agar menjadi penentu cara
melakukan pemerintaha. Perkumpulan-perkumpulan itu diadakan karena adanya kepentingan
bersama. Oleh karena itu, seringkali suatu perkumpulan atau ikatan diadakan untuk memenuhi
atau mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat. Selain mempunyai kepentingan
bersama, suatu perkumpulan khususnya partai politik, akan munul karena anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nlai-nilai, dan cita-cita yang sama.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Bab I Pasal (1) dijelaskan mengenai
pengertian partai politik, yang berbunyi : “ partai politik adalah organisasi politik yang
dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukalera atas dasar
persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat,
bangsa, dan negara melalui pemilihan umum. “[3]

Komunikasi politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor
politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan dan kebijakan pemerintah.
Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara yang memerintah dan yang
diperintah.[4]

Menurut Littlejohn di dalam komunikasi terdapat level atau tingkatan komunikasi yakni
komunikasi antar personal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi
massa. Komunikasi antar personal adalah komunikasi yang melibatkan antar sesama
orang/individu dan biasanya face to face. Komunikasi kelompok adalah komunikasi atau
hubungan antara individu di dalam kelompok kecil, dan biasanya dilakukan dalam
merencanakan pengambilan keputus. Komunikasi organisasi lebih kompleks lagi, karena
hubungannya tidak hanya melibatkan antar individu akan tetapi juga antara individu dengan
kelompok-kelompok. Sedangkan komunikasi massa adalah komunikasi yang melibatkan ranah
publik, dan memuat banyak hubungan, yakni hubungan antarpersonal, kelompok, dan
organisasi.[5]

Source-Message-Channel-Receiver Theory. S-M-C-R merupakan singkatan


dariSource (sumber) - Message (pesan) - Channel (saluran/media)
- Receiver(penerima/komunikan). Pada rumus S - M - C - R, khusus mengenai C (channel)
yang berarti saluran atau media, menurut Sappir mengandung dua pengertian,
yakni primerdan sekunder. Saluran primer adalah media yang merupakan lambang, misalnya
bahasa, gambar atau warna yang digunakan dalam komunikasi tatap muka (face to face
communication), sedangkan saluran primer adalah media berwujud, baik media massa
misalnya surat kabar, televisi atau radio, maupun media non masa, misalnya surat, telepon atau
poster.[6] Kemudian komunikasi politik di negara-negara sedang berkembang seperti
Indonesia biasanya menggunakan dua sistem komunikasi dominan, yaitu media massa modern
dan sistem komunikasi tradisional (Schramm 1964). Untuk mempengaruhi masyarakat, maka
sangat perlu untuk memilih sarana komunikasi yang tepat, sesuai dengan keperluan dan kepada
siapa pesan politik ingin disampaikan. Untuk masyarakat perkotaan kelas menengah,
komunikasi politik melalui media massa sangat efektif karena pola hidup mereka yang sibuk
tidak memberi mereka peluang untuk melakukan komunikasi langsung dengan orang lain.
Apalagi kalau mereka tidak punya kepentingan langsung dengan sang komunikator. Bagi
mereka, media massa cetak dan elektronik merupakan sarana paling efektif untuk mengetahui
dan menyampaikan umpan balik setiap pesan politik yang ada. Sementara untuk masyarakat
pedesaan, apalagi masyarakat pedalaman yang secara literal tidak memiliki tradisi baca, pesan
politik hanya bisa disampaikan oleh sistem komunikasi tradisional. Dalam konteks ini, seperti
diungkap oleh Astrid Susanto (1978), komunikasi yang paling efektif adalah dengan
menggunakan sistem komunikasi lokal yang sesuai dengan budaya mereka. Pendekatan-
pendekatan interpersonal dengan tokoh-tokoh lokal yang menjadi pengatur lalu lintas opini
menjadi kunci keberhasilan dalam sistem komunikasi tradisional ini.

Menurut para pakar model komunikasi Lasswell merupakan salah satu model yang paling awal
dalam perkembangan teori komunikasi. Lasswell menyatakan bahwa: Cara terbaik untuk
menerangkan proses komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan: Who Says What, In
Which Channel, To Whom, With What Effect ( Siapa Mengatakan Apa, Melalui Saluran Apa,
Kepada Siapa, Dengan Efek Apa). Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah berupa unsur-unsur
proses komunikasi,
yaituCommunication (komunikasi), Message (pesan), Media (media), Receiver(komunikan/p
enerima), dan Effect (efek). Lebih lanjut Lasswell mengemukakan bahwa fungsi komunikasi
meliputi:

1. The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan). Fungsi ini merupakan


kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa dalam suatu
lingkungan, seperti penggarapan dan penyampaian berita.

2. The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi


kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan). Fungsi ini merupakan
kegiatan interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di
lingkungan, seperti propaganda-propaganda atau tajuk rencana.

3. The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi
warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain). Fungsi ini merupakan kegiatan
pengkomunikasian informasi, nilai, dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang
lain atau dari anggota suatu kelompok kepada pendatang baru, seperti kegiatan
pendidikan/pembelajaran.
BAB III

IMPLEMENTASI KOMUNIKASI POLITIK SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI


PEMENANGAN PARTAI POLITIK

A. PENGERTIAN PARTAI POLITIK

Sebagaimana yang telah disampaikan diatas, bahwa partai politik adalah suatu perkumpulan
terorganisir untuk menyokong suatu prinsip atau kebijaksanaan, yang oleh perkumpulan itu
diusahakan dengan cara-cara yang sesuai dengan cara-cara yang sesuai dengan konstitusi atau
UUD, agar menjadi penentu cara melakukan pemerintaha. Perkumpulan-perkumpulan itu
diadakan karena adanya kepentingan bersama. Oleh karena itu, seringkali suatu perkumpulan
atau ikatan diadakan untuk memenuhi atau mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat.
Selain mempunyai kepentingan bersama, suatu perkumpulan khususnya partai politik, akan
munul karena anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nlai-nilai, dan cita-cita yang sama.

Pembentukan, pemeliharaan dan pengembangan partai politik pada dasarnya merupakan salah
satu pencerminan hak warga negara untuk berkumpul, berserikat dan menyatakan pendapat.
Melalui partai politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang
arah kehidupan dan masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Partai politik
merupakan komponen yang sangat penting dalam system politik demokrasi. Dengan demikian,
penataan kepartaian harus bertumpu pada kaidah-kaidah kedaulatan rakyat, yaitu memberikan
kebebasan, kesetaraan, dan kebersamaan.

Melalui kebebasan yang bertanggung jawab, segenap warga negara memiliki hak untuk
berkumpul dan berserikat guna mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata. Kesetaraan
merupakan prinsip yang memungkinkan segenap warga negara berpikir dalam kerangka
kesederhanaan sekalipun kedudukan, fungsi dan peran masing-masing berbeda. Kebersamaan
merupakan wahana untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara sehingga segala bentuk
tantangan lebih mudah dihadapi. Partai politik dapat mengambil peran penting dalam
menumbuhkan kebebasan, kesetaraan dan kebersamaan sebagai upaya untuk membentuk
bangsa dan negara yang padu.

Partai plitik sebagai peserta pemilihan umum mempunyai kesempatan memperjuangkan


kepentingan rakyat secara luas, mengisi lembaga-lembaga negara, dan untuk membentuk
pemerintahan.
Partai politik melalui pelaksanaan fungsi pendidikan politik, social politik, perumusan dan
penyaluran kepentingan serta komunikasi politik secara riil, akan meningkatkan kesadaran dan
partisipasi politik masyarakat, merekatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat,
merekatkan berbagai kelompok dan golongan dalam masyarakat, mendukung integrasi dan
persatuan nasional, mewujudkan keadilan, menegakkan hukum, menghormati hak asasi
manusia, serta menjamin terciptanya stabilitas keamanan.

B. PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK

Komunikasi merupakan penyebab dan pengakhir pertentangan. Komunikasi adalah sebagian


besar dari kegiatan dalam hidup. Komunikasi merupakan landasan pembentukan pengertian,
landasan pembentukan kelompok. Tetapi jstru karena komunikasi, menentukan maka karena
terlalu sering dan bisa dijalankan, dirasakan juga sebagai hal yang biasa.

Jika digabungkan dengan politik, maka tersusunlah sebuah kata komunikasi politik. Secara
sederhana komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan
pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan
dan kebijakan pemerintah. Komunikasi politik juga dapat diartikan sebagai komunikasi antara
yang memerintah dan yang diperintah

Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politikyang kongkretsebenarnya telah dilakukan oleh


siapa saja. Tidak heran jika adayang menjuluki komunikasi politik sebagai neologisme, yakni
ilmu yang sebenarnya tidak lebih dari istilah belaka.

Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari, tidak satupun
manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian
komunikasi politik.

Gabriel Almond (1960) nmengemukakan bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi
yang selalu ada dalam setiap system politik.

Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan dengan proses komunkasi


pada umumnya ( komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia) dengan alur dan
komponen:

1. Komunikator/ pengirim pesan

2. Encoding : proses penyusuan ide menjadi symbol/ pesan


3. Message / pesan

4. Media/ saluran

5. Decoding: proses pemecahan/ penerjemahan symbol-simbol

6. Komunikasi/ receiver : penerimaan pesan

7. Feed back : umpan balik/respon

Dalam penyampaian pesannya, komunikasi politik memiliki saluran/jaringan tertentu, antara


lain:

1. Komunikasi massa : komunikasi satu kepada banyak, / komunikasi melalui media masa

2. Komunikasi tatap muka

3. Komunikasi organisasi

4. Komunikasi interpersonal

C. KOMUNIKASI POLITIK SEBAGAI SALAHSATU STRATEGI PEMENANGAN


PARTAI POLITIK

Beberapa implementasi komunikasi politik yang dapat dijadikan acuan sebagai salah satu
strategi pemenangan partai politik adalah:

1. Bergerak dan membangun komunikasi politik di Semua level

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa menurut Littlejohn, komunikasi dapat
dilakukan dalam beberapa tingkatan/level, dari individu, kelompok, organisasi hingga
komunikasi massa. Strategi komunikasi yang dilakukan di semua level dan lini untuk
membangun opini publik sebagai salah satu cara pemenangan partai politik.

2. Penggunaan Media Massa Modern dan Media Komunikasi Lokal

Menurut Gabriel Almond, semua bentuk interaksi manusia melibatkan komunikasi. Media
massa seperti televisi, radio, surat kabar dan majalah ikut mempengaruhi struktur komunikasi
dalam masyarakat. Dalam pembangunan opini publik, media massa merupakan salah satu
media yang sangat strategis. Sedangkan menurut Mcquail media paling baik digunakan secara
terncana untuk menimbulkan perubahan dengan menerapkannya dalam program yang berskala
besar.[7] Di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, media massa merupakan media
yang dapat menjangkau secara luas ke seluruh pelosok dan penjuru masyarakat tanpa orang
atau tokoh harus hadir di tengah-tengah masyarakat. Melalui media massa pembangunan opini
publik dapat dilakuakan tanpa harus tokoh poltik hadir di masyarakat.

Di samping mengunakan media massa, dapat juga menggunakan media pertemuan langsung
dengan masyarakat. Pertemuan langsung ini dapat dikemas dengan bentuk pertemuan lokal,
sehingga jenis pertemuannya sangat berfariasi sesuai dengan kondisi lokal dimana pertemuan
itu berlangsung.

Sejalan dengan pendekatan lokal ini, bahasa komunukasi yang dibangun juga dengan
menggunakan term-term low contex. Artinya bahasa komunikasi yang digunakan cenderung
dengan bahasa-bahasa yang sederhana, tidak dengan bahasa tinggi atau yang ilmiah,
menggunakan istilah-sitilah.

3. Politik Pencitraan

Menurut Schuller inti politik sukses adalah membangun kepercayaan publik. Kandidat perlu
dikenal dulu baru mereka percaya. Pencitraan tokoh merupakan pintu bagi masyarakat untuk
memilih kandidat di pemilihan lokal. Pencitraan merupakan gambaran yang dimiliki oleh orang
banyak tentang diri, pribadi, atau organisasi atau produk.[8] Political image yang dapat diusung
oleh partai politik adalah membangun image kepada masyarakat bahwa partai politik tersebut
merupakan partai yang sederhana, bersahabat, bersahaja, dan diterima oleh semua kalangan.
Pencitraan ini dapat dimunculkan melalui pemasangan baligo, spanduk dan lain sebagainya.

Menurut Robert Norton kita berkomunikasi pada dua level yakni penyampaian
informasi dan gaya dalam menyampaikan pesan. Komentar yang diberikan baik secara serius
maupun bercanda akan diinterpretasikan penerima menjadi gaya berkomunikasi di pembicara.
Gaya pesan ini akan terjadi berulang-ulang. Dari gaya berkomunikasi inilah orang akan menilai
bagimana tipe partai tersebut.

Untuk melihat dukungan politik, tidak dapat dilakukan dengan berasumsi. Ini sangat berbahaya
dalam pertarungan politik. Kita harus mengetahuinya secara nyata atau riil di masyarakat.
Salah satu cara untuk mengetahui dukungan politik di masyarakat adalah dengan melalui voter
intelegence. Teknologi politik yang sekarang sudah berkembang akan sangat membantu
melihat prilaku politik masyarakat secara riil dan ilmiah. Berbagai bentuk kegiatan seperti:
pooling, FGD, media analisis, dan penelitian ilmiah merupakan cara yang dapat digunakan
untuk melakukan voter intelegence.

Keterkaitan antara kehidupan kepartaian yang sehat dan proses penyelenggaraan pemilihan
umum akan dapat menciptakan lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang lebih berkualitas.
Untuk merancang keterkaitan sistematik antara system kepartaian, system pemilihan umum
dengan system konstitusional, seperti tercermin dalam system pemerintahan, diperlukan
adanya kehidupan kepartaian yang mampu menampung keberagaman.

Untuk mewujudkan tujuan kemasyarakatan dan kenegaraan yang berwawasan kebangsaan,


diperlukan adanya kehidupan dan system kepartaian yang sehat dan dewasa, yaitu system multi
partai sedarhana.

Dalam system multi partai sederhana akan lebih mudah dilakukan kerjasama menuju sinergi
nasional yang akan menumbuhkan suasana demokratis yang memungkinkan partai politik
dapat berperan secara optimal.

Dalam mengadakan komunikasi, maka setiap orang mempunyai strateginya masing-masing,


yaitu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Apabila strategi menyatakan bahwa dalam
proses komunikasi yang dialaminya, ada perimpitan kepentingan, maka barulah ada
kemungkinan bahwa komunikasi itu berhasil. Mengingat bahwa proses komunikasi berpangkal
pada pikiran dan harapan orang, maka proses komunikasi selalu sukar apalagi untuk mencapai
komunikasi komunikasi yang efektif. Apabila komunikasi berjalan dengan harmonis beberapa
waktu (artinya ada persamaan dalam tujuan terakhir), maka tercapailah partisipasi.[9]

Partai Politik merupakan wadah untuk mencapai tujuan-tujuan, kita harus memdefinisikan
tujuan-tujuan ini dan alat/cara dengan apa tujan itu dicapai. Hal tersebut merupakan fungsi dari
seorang pemimpin. Fungsi perencanaan meliputi mendefinisikan tujuan partai politik,
menetapkan suatu strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan ini, dan mengembangkan suatu
hirarki rencana yang menyeluruh untuk memadukan dan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan.

Para pemimpin politik juga bertanggungjawab untuk merancang struktur partai politik. Kita
sebut fungsi ini pengorganisasian. Fungsi ini mencakup penetapan tugas-tugas apa yang harus
dilakukan, siapa yang harus melakukan, bagaimana tugas-tugas itu dikelompokkan, siapa
melapor kepada siapa, siapa membawahi siapa, dan dimana keputusan harus diambil.

Komunikasi politik juga dapat diperhitungkan sebagai salah satu strategi yang dilakukan oleh
partai politik untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Namun jika mengharapkan tujuan
yang harus dicapai, maka harus terlebih dahulu memperhitungkan hal-hal yang dapat
mempengaruhi proses pencapaian tujuan tersebut[10].

Oleh karena itu, dalam melakukan komunikasi politik harus menggunakan SWOT analisis.
Diantaranya ada seberapa besar kekuatan yang ada di dalam partai politik, dan kelemahan apa
saja yang dimiliki oleh partai tersebut. Ini dapat dilihat dari internal partai itu sendiri. Dan yang
selanjutnya adalah peluang apa saja yang dimiliki oleh partai tersebuut, dan hambatan apa saja
yang dihadapi oleh partai tersebut. Ini dapat dilihat dari ekstern partai.

Dengan mengananlisis hal tersebut, maka diharapkan partai dapat mengukur seberapa besar
potensi yang dimilikinya dalam pencapaian tujuuan tersebut.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah penulis menyelesaikan makalai ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Komunikasi
politik berasal dari dua kata dasar, yaitu komunikasi dan politik. Komunikasi adalah proses
penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain, baik dengan cara penggunaan media
sebagai kemasan informasi atau melalui transmisi secara simbolik. Sehingga informasi mudah
dimengerti dan pada akhirnya dimiliki kesamaan persepsi. Sedangkan politik adalah segala
upaya untuk memperoleh, mempertahankan, dan memperluas wilayah kekuasaan.

Beberapa implementasi komunikasi politik yang dapat dijadikan acuan sebagai salah satu
strategi pemenangan partai politik adalah:

1. Bergerak dan membangun komunikasi politik di Semua level

2. Penggunaan Media Massa Modern dan Media Komunikasi Lokal

3. Politik Pencitraan

B. SARAN

Saran dari penulis ajukan ini adalah bahwa komunikasi politik harus digunakan dengan sebaik-
baiknya supaya dappait menguntungkan semua pihak yang terlibat tanpa ada yang dirugikan

Untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan oleh partai politik maka strategi dalam komunikasi
politik harus menggunakan beberapa cara supaya dapat menarik perhatian masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Asegaff, Djafat H. Memabangun, Mempertahankan, Serta Meningkatkan Citra Negara


Bangsa. Bandung: Rosda. 1998

2. Astrid, Phil. Komunikasi dalam Teori Dan Praktek. Bandung: Pancakarya. 1982

3. Dan, Nimmo. Komunikasi Politik. Bandung: Rosda. 1982

4. Mc. Quail, Denis. Teori Komunikasi Massa:suatu pengantar. Jakarta: Erlangga. 1991

5. O.U, Efendi. Ilmu, Teori dan Filsafat Komuniksai. Bandung: Citra Aditya Bakti.1993

6. P. Robbins, Stephen. Perilaku Organisasi jilid I. Jakarta: Prenhallindo. 1996

7. Redaksi Sinar Grafika. Undang-Undang Pemilu 2003. Jakarta: Sinar Grafika, 2003

8. Saeful, Asep. Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan pers. Bandung: Bani Quraisy.
2004

[1] Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Pemilu 2003 ( Jakarta: Sinar Grafika, 2003); hlm
205

[2] Ibid, hlm 220

[3] Ibid, hlm 205

[4] Dan Nimmo, Komunikasi Politik (Bandung: Rosda,1982), hlm 25

[5] Asep Saeful, “ Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers”, Bani Quraisy, Bandung,
2004, hlm 46

[6] O.U.Efendi, “Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi”, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993,
hal 256.

[7] Denis Mcquail, “Teori komunikasi Massa: Suatu Pengantar”, Erlangga, Jakarta, 1991, hal.
97

[8] Djafat H.Asegaff, “Membangun,Mempertahankan, Serta Meningkatkan Citra Negara-


Bangsa”, Rosda Karya, Bandung, 1998, hal. 43.
[9] Phil Astrid, “Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek 2”( Bandung: Pancakarya, 1982), hlm
67

[10] P. Robbins Stephen, “Perilaku Organisasi” ( Jakarta: Prenhallindo, 1996), hlm 5

Diposting oleh Ridwan ridder di 22.01

Anda mungkin juga menyukai