Anda di halaman 1dari 15

IV.

NUTRISI HIDROPONIK

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Nutrisi hidroponik adalah pupuk hidroponik lengkap yang
mengandung semua unsur hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman
hidroponik. Pupuk tersebut diformulasi secara khusus sesuai dengan jenis
dan fase pertumbuhan tanaman. Larutan nutrisi merupakan komponen
utama yang sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman secara
hidroponik. Nutrisi yang ditambahkan pada sistem hidroponik untuk
menggantikan ketersediaan unsur hara yang umumnya berada di dalam
larutan tanah (budidaya secara umum) sehingga tanaman tetap dapat hidup
dan berproduksi.
Nutrisi hidroponik pada umumnya menggunakan nutrisi A dan
nutrisi B ataupun campuran nutrisi A dan B. Nutrisi ini kita dapatkan
dalam keadaan siap pakai di toko khusus hidroponik. Cara bercocok tanam
secara hidroponik sudah banyak dipakai oleh beberapa masyarakat untuk
memanfaatkan lahan yang tidak terlalu luas. Banyak keuntungan dan
manfaat yang dapat diperoleh dari sistem hidroponik. Sistem ini dapat
menguntungkan petani dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil
pertaniannya dan juga dapat memaksimalkan lahan pertanian yang ada
karena tidak membutuhkan lahan yang banyak.
Banyak formula yang dapat digunakan sebagai nutrisi hidroponik.
Sebagian besar formula tersebut menggunakan berbagai kombinasi bahan
yang biasa digunakan sebagai sumber hara makro dan mikro. Unsur hara
makro meliputi kalium nitrat, kalsium nitrat, kalium fosfat, dan
magnesium sulfat. Hara mikro biasanya ditambahkan ke dalam nutrien
hidroponik guna memasok unsur-unsur mikro penting, di antaranya adalah
Fe (besi), Mn (mangan), Cu (tembaga), Zn (seng), B (boron), Cl (klorin),
dan Ni (nikel). Oleh karena itu, pada praktikum ini bertujuan untuk
membuat komposisi larutan nutrisi yang disesuaikan dengan kebutuhan
dari tiap-tiap jenis tanaman yang dibudidayakan.
2. Tujuan
Praktikum Hidroponik acara Nutrisi Hidroponik ini mempunyai
tujuan sebagai berikut :
a. Mengenal jenis garam teknis yang biasa digunakan dalam pembuatan
larutan nutrisi untuk hidroponik
b. Membuat komposisi larutan nutrisi mix AB untuk budidaya tanaman
sayuran (komponen hasil berupa bagian batang dan daun)
c. Mengukur tingkat kepekatan larutan nutrisi berdasarkan indikator nilai
konduktivitas listrik (EC)
d. Menganalisis hubungan antara kepekatan larutan nutisi (berdasarkan
volume larutan pekat A dan B yang digunakan tiap 1000 ml larutan
nutrisi) dengan nilai EC.
3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Hidroponik acara Nutrisi Hidroponik ini dilaksanakan


pada tanggal 2 Oktober 2017 pukul 07.00-09.00 WIB dan bertempat di
rumah kaca B Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka
Budidaya tanaman dengan media tanah, tanaman dapat memperoleh
unsur hara dari dalam tanah, tetapi pada budidaya tanaman secara hidroponik,
tanaman memperoleh unsur hara dari larutan nutrisi yang dipersiapkan khusus.
Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam keadaan
mengalir Nutrisi sangat penting untuk keberhasilan dalam menanam secara
hidroponik, karena tanpa nutrisi tentu saja tidak bisa menanam secara
hidroponik Setiap jenis nutrisi memiliki komposisi yang berbeda-beda
(Perwitasari et al 2012).
Sistem hidroponik dikelompokkan dua, yaitu kultur media dan kultur
larutan nutrisi. Kultur media tidak menggunakan air sebagai media, tetapi
menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyediakan nutrisi, air,
dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti halnya fungsi tanah.
Sebaliknya pada kultur larutan nutrisi, penanaman tidak dilakukan
menggunakanmedia tanam atau media tumbuh, sehingga akar tanaman
tumbuh di dalam larutan nutrisi atau di udara Kebutuhan nutrisi merupakan
hal yang paling berpengaruh didalam budidaya hidroponik terhadap
pertumbuhan tanaman. Bercocok tanam sistem hidroponik mutlak
memerlukan upuk sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Pupuk diberikan
dalam bentuk larutan yang mengandung unsur makro dan mikro didalamnya
(Subandi et al 2015).
Nutrisi yang diberikan pada tanaman harus dalam komposisi yang tepat.
Bila kekurangan atau kelebihan, akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman
terganggu dan hasil produksi yang didapatkan kurang maksimal. Larutan
nutrisi hidroponik mengandung semua nutrisi mikro dan makro dalam jumlah
sesuai, pupuk hidroponik juga bersifat lebih stabil dan cepat larut dalam air
karena berada dalam bentuk lebih murni (Lestari 2012).
Nutrisi budidaya hidroponik diberikan dalam bentuk larutan yang harus
mengandung unsur makro dan mikro (Susila, 2006). Unsur makro yaitu
Nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan
sulfur (S). Unsur mikro yaitu mangan (Mn), cuprum (Cu), molibdin (Mo),
zincum (Zn) dan besi (Fe). Perbedaan jenis, sifat, dan kelengkapan kimia
bahan baku pupuk yang digunakan tentu akan sangat berpengaruh terhadap
kualitas pupuk yang dihasilkan (Siregar et al 2015).
Kebutuhan hara berdasar suplai dari luar, larutan nutrisi yang diberikan
terdiri atas garam-garam makro dan mikro yang dibuat dalam larutan stok A
dan B. Larutan nutrisi stok A terdiri atas unsur N, K, Ca, dan Fe, sedangkan
stok B terdiri atas unsur P, Mg, S, B, Mn, Cu, Na, Mo, dan Zn. Selain itu,
nutrisi yang terdiri dari unsur hara makro dan mikro merupakan hara yang
mutlak diperlukan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman
(Samanhudi dan Harjoko 2014).
Unsur hara makro dalam nutrisi AB Mix sangat berpengaruh dalam
pertumbuhan tanaman, terutama unsur hara N dan P. Meningkatnya
penyerapan unsur P mampu meningkatkan pertumbuhan vegatatif tanaman.
Unsur P mampu membentuk energi berupa ATP yang berperan dalam
penyerapan unsur hara. ATP kemudian dijadikan sumber energi bagi tanaman
dalam menyerap unsur hara lain yang diantaranya adalah N yang dibutuhkan
dalam meningkatkan tinggi tanaman. Selain unsur hara makro N dan P, unsur
hara mikro seperti Mo dan Zn juga perpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman. Zn berperan dalam pembelahan sel-sel meristem, dan Mo berperan
terhadap pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya tinggi tanaman
(Mairusmianti 2012).
Electronic conductivity (EC) mencerminkan konsentrasi ion total
larutan yang mempengaruhi penyerapan nutrisi, pertumbuhan tanaman,
produktivitas dan kualitas tanaman. Komposisi ideal larutan nutrisi tidak
hanya bergantung pada konsentrasi nutrisi. Faktor lain yang mempengaruhi
ideal larutan nutrisi yaitu sistem hidroponik, lingkungan, tahanp fenologis,
jenis tumbuhan, dan kultivar (Calori et al 2017).
Pengukuran EC dan pH nutrisi merupakan hal yang rutin dilakukan
pada budidaya tanaman secara hidroponik. EC dan pH nutrisi
mengindikasikan tingkat ketersediaan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan EC
tanaman ditentukan oleh varietas, umur tanaman, dan mikroklimat
(Rohmaniyah et al 2015).
Setiap jenis pupuk berbeda dalam hal jenis dan banyaknya unsur hara
yang dikandungnya, serta setiap jenis dan umur tanaman berbeda dalam
jumlah konduktivitas listriknya atau EC (Electrical Conductivity). Oleh
karena itu pengujian berbagai nilai EC dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesesuaian dan kebenaran kandungan haranya. Hal ini bertujuan agar EC tidak
terlalu tinggi maupun rendah sehingga pertumbuhan tanaman tetap optimal
(Yusrianti 2012).
Sayuran daun membutuhkan nutrisi pada tingkat kepekatan larutan
dengan EC sekitar 1,5 – 2,5. Jika kepekatan larutan nutrisi dengan EC terlalu
tinggi, maka tanaman sudah tidak sanggup menyerap hara lagi karena telah
jenuh. Aliran hara hanya lewat, tanpa diserap akar. Batasan jenuh dari
kepekatan larutan nutrisi untuk sayuran daun adalah dengan EC 4,2
(Hamli et al 2015).
Kisaran pH dalam budidaya hidroponik yang optimal berkisar antara
5,5-6,5 dengan angka optimal pada pH 6. Di bawah angka 5,5 dan di atas
angka 6,5, beberapa unsur mulai mengendap sehingga tidak dapat diserap oleh
akar dan akibatnya tanaman mengalami defisiensi unsur terkait. Sayuran daun
menghendaki nilai EC yang optimal pada kisaran 1,2 1,9 mS/cm
(Bhatia 2012).
Tingkat EC untuk tanaman-tanaman yang cepat panen lebih mudah
ditentukan tingkat EC yang dibutuhkan. Rekomendasi EC untuk tanaman
sayur yang masih dalam tahap persemaian yaitu antara 1-1,2 dS/m.
Persyaratan EC pada sayur setelah persemaian akan lebih tinggi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman (Chiipanthenga et al 2012).
EC menggambarkan tingkat kepekatan hara pada nutrisi, sehingga
apabila nilai EC sama dengan 0 maka dapat diartikan tidak terdapat nutrisi
dalam larutan tersebut. EC mempengaruhi pertumbuhan tanaman hidroponik.
Ketersediaan unsur hara pada proses metabolisme sangat berperan penting
dalam pembentukan protein, enzim, hormon, dan karbohidrat, sehingga akan
meningkatkan proses pembelahan sel pada jaringan-jaringan tanaman, proses
tersebut akan berpengaruh pada pembentukan tunas, pertumbuhan akar, dan
daun, sehingga akan meningkatkan bobot brangkasan basah tanaman dan
bobot brangkasan kering tanaman konsentarsi nutrisi yang tinggi di dalam
tandon dapat meningkatkan tekanan osmosis yang akan menyebabkan
tanaman mengalami plasmolisis atau keluarnya cairan sel dari jaringan
tanaman sehingga akan menghambat pertumbuhan tanaman. Nilai EC larutan
nutrisi harus disesuaikan dengan umur tanaman dan fase pertumbuhan
(Siswadi dan Yuwono 2013).
Electrical Conductivity (EC) untuk tanaman belum dewasa berkisar 1 -
1,5 mS cm-1, sedangkan untuk tanaman dewasa berkisar 2,5 – 4 mS cm-1. EC
yang terlampau tinggi menyebabkan tanaman sudah tidak sanggup menyerap
hara lagi karena telah jenuh. Aliran larutan hara hanya lewat tanpa diserap
akar. Batasan jenuh untuk sayuran daun adalah EC 4,2 mS/cm. Di atas angka
tersebut, pertumbuhan tanaman akan stagnan. Bila EC jauh lebih tinggi maka
akan terjadi toksisitas atau keracunan dan sel-sel akan mengalami plasmolisis
(Laksono dan Sugiono 2017).

Peningkatan kadar nutrisi dari 6 sampai 10 ml/L air meningkatkan


pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Makin tinggi konsentrasi larutan
berarti makin pekat kandungan garam mineral dalam larutan tersebut.
Kepekatan larutan nutrisi dipengaruhi oleh kandungan garam totalserta
akumulasi ion-ion yang ada dalam larutan nutrisi. Pemberian kadar nutrisi
yang tidak sebanding dengan kebutuhan tanaman mengakibatkan tanaman
kerdil, daun menguning, luas daun tanaman rendah (Indrawati et al 2012).

C. Metodologi Praktikum
1. Alat
a. Timbangan
b. Ember
c. Gelas takar
d. EC meter
e. Alat tulis
f. Penggaris
2. Bahan
a. Kalsium nitrat
b. Kalium nitrat
c. Fe-EDTA
d. Kalium dihidro fosfat
e. Amonium sulfat
f. Magnesium sulfat
g. Cupri sulfat
h. Zinc sulfat
i. Asam borat
j. Mangan sulfat
k. Amonium molibdat
l. Air
3. Cara Kerja
a. Menimbang kemikalia dengan jumlah sesuai komposisi (untuk
menghasilkan larutan nutrisi ebanyak 300 L).
b. Komposisi A terdiri atas : Kalsium nitrat, Kalium nitrat, Fe-EDTA
c. Komposisi B terdiri atas : Kalium dihidro fosfat, Kalium dihidro
fosfat, Magnesium sulfat, Cupri sulfat, Zinc sulfat, Asam borat,
Mangan sulfat, Amonium molibdat.
d. Membuat pekatan A dan pekatan B masing-masing sebanyak 30 L
dengan garam teknis.
e. Mengukur nilai EC dari air yang akan digunakan sebagai pelarut.
f. Melarutkan tiap-tiap komposisi garam A dan B masing-masing ke
dalam 30 L air, sehingga tersedia larutan pekat A dan B dalam 1 L
larutan nutrisi siap pakai.
g. Membuat grafik hubungan antar volume larutan pekat A dan B yang
digunakan tiap 1000 ml larutan nutrisi (X) dengan nilai EC (Y).
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Komposisi Larutan Nutrisi Hidroponik
No. Unsur Fungsi
1. Kalium Nitrat Sumber K dan N
Kalium : meningkatkan proses fotosintesis,
mengefisienkan penggunaan air,
mempertahankan turgor, membentuk batang
yang lebih kuat, sebagai aktivator sistem
enzim, dan memperkuat perakaran.
Nitrogen : meningkatkan pertumbuhan
tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun,
meningkatkan kadar protein dalam tanaman,
dan membentuk klorofil.
2. Kalsium Nitrat Sumber Ca dan N
Kalsium : merangsang pembentukan bulu
akar, memperkeras dan memperkuat batang,
merangsang pembentukan biji, dan
mencegah rontok bunga dan buah.
Nitrogen : meningkatkan pertumbuhan
tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun,
meningkatkan kadar protein dalam tanaman,
dan membentuk klorofil.
3. Fe-EDTA Sumber Fe
Ferrum : Zat penting bagi pembentukan
klorofil serta berperan dalam pembentukan
karbohidrat, lemak, dan protein
4. Kalium fosfat Sumber K dan P
Kalium : meningkatkan proses fotosintesis,
mengefisienkan penggunaan air,
mempertahankan turgor, membentuk batang
yang lebih kuat, sebagai aktivator sistem
enzim, dan memperkuat perakaran.
Fosfor : merangsang pembungaan dan
pembuahan, merangsang pertumbuhan akar,
merangsang pembentukan biji, memperbesar
pembelahan sel tanaman dan memperbesar
jaringan sel
5. Magnesium sulfat Sumber Mg dan S
Magnesium : sebagai inti klorofil dan
berperan dalam pembentukan buah
Sulfur : Membantu pembentukan anakan,
unsur penting dalam beberapa jenis protein,
dan sebagai bagian penting pada tanaman-
tanaman penghasil minyak
6. Mangan Sulfat Sumber Mn dan S
Mangan : pembentukan protein dan vitamin
C, mempertahankan kondisi hijau daun pada
daun yang tua, aktivator enzim, dan
komponen penting untuk proses asimilasi
Sulfur : Membantu pembentukan anakan,
unsur penting dalam beberapa jenis protein,
dan sebagai bagian penting pada tanaman-
tanaman penghasil minyak
7. Cupri sulfat Sumber Cu dan S
Cuprum : aktivator enzim, membantu proses
fotosintesis, pembentukan klorofil, dan
berperan dalam fungsi reproduksi tanaman
Sulfur : Membantu pembentukan anakan,
unsur penting dalam beberapa jenis protein,
dan sebagai bagian penting pada tanaman-
tanaman penghasil minyak
8. Zinc sulfat Sumber Zn dan S
Zinc : aktivator enzim, pembentukan
klorofil, dan membantu proses fotosintesis
Sulfur : Membantu pembentukan anakan,
unsur penting dalam beberapa jenis protein,
dan sebagai bagian penting pada tanaman-
tanaman penghasil minyak
9. Asam borat Sumber B
Boron : proses pembentukan, pembelahan,
dan diferensiasi, serta pembagian tugas sel.
10. Amonium molibdat Sumber N dan Mo
Nitrogen : meningkatkan pertumbuhan
tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun,
meningkatkan kadar protein dalam tanaman,
dan membentuk klorofil
Molibdenum : pembawa elektron untuk
mengubah nitrat menjadi enzim
Sumber : Logbook

Tabel 4.2 Hasil pengamatan EC pada Perimbangan Penggunaan larutan


Pekatan A dan B
Vol. Larutan Vol. Larutan Vol. Air EC laruta
No
pekat A (ml) pekat B (ml) (ml) nutrisi
1 10 10 980 1,32
2 15 15 970 1,74
3 20 20 960 2,50
4 25 25 950 2,90
5 30 30 940 3,40
6 10 10 980 1,33
7 15 15 970 1,60
8 20 20 960 2,40
9 25 25 950 2,6
10 30 30 940 3,35
11 10 10 980 1,26
12 15 15 970 1,64
13 20 20 960 2,7
14 25 25 950 2,9
15 30 30 940 3,3
Sumber : Logbook

Grafik 1. Hubungan Antara Volume Pekatan A dan B tiap 1000 ml air dengan
nilai EC

Tabel 4.3 Dokumentasi Nutrisi


Gambar 4.1 Unsur hara untuk Gambar 4.2 Unsur hara
pekatan A untuk pekatan B

Gambar 4.3 Pekatan A dan B Gambar 4.4 Pengukuran


nilai EC

Sumber : Hasil Pengamatan


2. Pembahasan
Larutan nutrisi merupakan salah satu bahan pokok yang harus
terpenuhi ketika melakukan budidaya tanaman secara hidroponik. Larutan
nutrisi diperlukan karena pada sistem hidroponik media tanam yang
digunakan adalah media non tanah. Tanaman yang di tanam dengan media
tanah dapat memperoleh nutrisi (unsur hara) dari larutan tanah yang
bersumber dari adanya proses dekomposisi bahan organik tanah oleh
mikroba tanah maupun dari penambahan pupuk. Nutrisi tanaman pada
sistem hidroponik seluruhnya bersumber dari larutan nutrisi yang
diberikan.
Nutrisi (unsur hara) esensial tanaman terdiri dari unsur hara esensial
makro dan unsur hara esensial mikro. Unsur hara makro merupakan unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar. Unsur hara
makro merupakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah
yang sedikit, apabila jumlah unsur hara mikro terlalu berlebihan akan
mengakibatkan keracunan (toksis) pada tanaman. Unsur yang termasuk ke
dalam unsur hara makro yaitu N, P, K, Ca, Mg, dan S, sedangkan unsur
yang termasuk dalam unsur hara mikro yaitu B, Cl, Mn, Mo, Zn, Fe, dan
Cu. Akasiska et al. (2013) menyatakan bahwa nutrisi pada hidroponik
adalah pupuk lengkap yang mengandung semua unsur hara makro dan
mikro yang diperlukan tanaman sebagai sumber makanan yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Larutan nutrisi hidroponik terdiri dari larutan A dan larutan B.
Larutan A yang digunakan dalam praktikum hidroponik terdiri dari garam
kalium nitrat, kalsium nitrat, dan Fe-EDTA. Larutan B yang digunakan
dalam praktikum hidroponik terdiri dari garam kalium fosfat, magnesium
sulfat, mangan sulfat, cupri sulfat, zinc sulfat, asam borat, dan ammonium
molibdat. Garam-garam tersebut digunakan karena mengandung unsur-
unsur esensial yang dibutuhkan oleh tanaman.
Unsur nitrogen (N) merupakan unsur yang dibutuhkan tanaman
untuk pembentukan protein didalam tubuh tanaman. Unsur ini berperan
dalam pembentukan klorofil dan enzim-enzim lain sebagai katalisator
proses metabolisme tanaman. Indikator tanaman terpenuhi maupun
kekurangan unsur ini dapat terlihat pada bagian daun tanaman. Nitrogen
merupakan unsur yang paling banyak diberikan pada tanaman yang
dipanen pada saat fase vegetatif.
Unsur fosfor (P) adalah penyusun membran sel (fosfolipid) dan
merupakan unsur yang menyusun energi tanaman dalam bentuk ATP untuk
pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Dahlan et al (2012)
menyatakan bahwa proses pembentukan daun tidak terlepas dari peranan
unsur hara seperti nitrogen dan fosfor yang terdapat pada medium tumbuh
dan yang tersedia bagi tanaman. Kedua unsur hara ini berperan dalam
pembentukan sel-sel baru dan komponen utama penyusunan senyawa
organik dalam tanaman seperti asam amino, asam nukleat, klorofil, ADP,
ATP. Tanaman yang mengalami defisiensi kedua unsur tersebut maka
metabolisme tanaman terganggu sehingga proses pembentukan daun
menjadi terhambat.
Unsur kalium (K) pada tanaman berperan dalam pembentukan akar
sehingga efisiensi penyerapan unsur hara dan air tinggi. Anjeliza (2013)
menyatakan bahwa kalium berpengaruh pada meristem atau titik tumbuh
di ujung akar sehingga volum akar bertambah yang akhirnya dapat
memacu pertumbuhan. Kekurangan K mungkin menyebabkan sistem
translokasi yang lemah, organisasi sel yang tidak baik, dan hilangnya
permeabilitas sel.
Unsur kalsium (Ca) pada tanaman berperan untuk merangsang
pembentukan bulu akar, memperkeras dan memperkuat batang,
merangsang pembentukan biji, dan mencegah rontok bunga dan buah.
Unsur magnesium (Mg) pada tanaman berperan untuk sebagai inti klorofil
dan berperan dalam pembentukan buah sehingga apabila terjadi defisiensi
(kahat) unsur ini daun akan tampak kekuningan (klorosis). Unsur sulfur
(S) pada tanaman berperan membantu pembentukan anakan, unsur penting
dalam beberapa jenis protein, dan sebagai bagian penting pada tanaman-
tanaman penghasil minyak.
Unsur hara mikro pada larutan nutrisi untuk tanaman tetap
dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman
serta mendukung peran unsur hara makro. Menurut Sudarmi (2013),
secara umum fungsi unsur hara mikro adalah sebagai penyusun jaringan
tanaman, sebagai katalisator (stimulant), mempengaruhi proses oksidasi
dan reduksi tanaman, membantu mengatur kadar asam, mempengaruhi
nilai osmotic tanaman, mempengaruhi pemasukan unsur hara, dan
membantu pertumbuhan tanaman. unsur hara mikro karena dibutuhkan
dalam jumlah sedikit dan harus ada untuk pertumbuhan tanaman, maka
penambahannya harus hati-hati karena jika kelebihan dapat bersifat racun
bagi tanaman.
Kepekatan nutrisi hidroponik menggambarkan konsetrasi unsur hara
yang terkandung di dalam larutan tersebut. Semakin pekat nutrisi maka
dapat dipastikan konsetrasi unsur haranya tinggi. Pendekatan yang
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi unsur hara di dalam larutan
nutrisi yaitu dengan menggunakan ukuran EC (Electric Conductivity).
Siswadi dan Yuwono (2013) menyatakan bahwa EC menggambarkan
tingkat kepekatan hara pada nutrisi, sehingga apabila nilai EC sama
dengan 0 maka dapat diartikan tidak terdapat nutrisi dalam larutan
tersebut.
EC larutan nutrisi diukur dengan menggunakan EC meter.
Pengukuran EC didasarkan pada konsentrasi kation dan anion unsur
didalam larutan nutrisi. Berdasarkan hasil pengamatan pengukuran EC
larutan nutrisi hidroponik dapat diketahui bahwa pada larutan nutrisi
dengan penambahan larutan A dan B 20 ml nilai EC nya sebesar 1,3 mS,
pada larutan nutrisi dengan penambahan larutan A dan B 30 ml nilai EC
nya sebesar 1,7 mS, pada larutan nutrisi dengan penambahan larutan A dan
B 40 ml nilai EC nya sebesar 2,5 mS, pada larutan nutrisi dengan
penambahan larutan A dan B 50 ml nilai EC nya sebesar 2,78 mS, dan
pada larutan nutrisi dengan penambahan larutan A dan B 60 ml nilai EC
nya sebesar 3,35 mS. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi larutan A dan B yang ditambahkan pada setiap 1000 ml larutan
nutrisi maka EC nya semakin besar.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara Nutrisi Hidroponik yang telah
dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Nutrisi hidroponik mengandung unsur hara esensial makro dan mikro.
b. Unsur hara makro yaitu N, P, K, Ca, Mg, dan S sedangkan unsur hara
mikro yaitu B, Cl, Mn, Mo, Zn, Fe, dan Cu.
c. Kepekatan larutan nutrisi menggambarkan konsentrasi unsur hara yang
terkandung di dalam larutan.
d. Pendekatan untuk mengukur konsentrasi larutan yaitu menggunakan
Electric Conductivity (EC).
e. Berdasarkan hasil pengukuran EC dapat diketahui semakin tinggi
larutan A dan B yang ditambahkan pada setiap 1000 ml larutan nutrisi
maka EC nya semakin besar.
2. Saran
Berdasarkan praktikum acara Nutrisi Hidroponik yang telah
dilaksanakan maka di sarankan :
a. Co-ass lebih jelas dalam menerangkan praktikum baik dari segi praktik
maupun teori.
b. EC meter ditambah unitnya agar saat praktikum berlangsung praktikan
tidak saling menunggu dan mengakibatkan waktu praktikum menjadi
tidak efektif.
c. Praktikan lebih serius dalam menjalankan praktikum sehingga tidak
bingung saat membuat laporan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Akasiska R, Samekto R, Siswadi. 2014. Pengaruh konsentrasi nutrisi dan media


tanam terhadap pertumbuhan dan hasil sawi pakcoy (Brassica
parachinensis) sistem hidroponik vertikultur the effect of nutriens
concentration and growing media of pakcoy mustard growth and
yield in vertical hydroponic system. J Inovasi Pertanian 13(2):24-26
Anjeliza. 2013. Pertumbuhan dan produksi tanaman sawi hijau (Brassica juncea
L) pada berbagai desain hidroponik. Makasar: Universitas Hasanudin
Makasar
Bhatia V. 2013. Dietary calcium intake-a critical reappraisal. Indian Journal
12(7):22–27
Calori AH, Factor TL, Feltran JC et al. 2017. Electrical conductivity of the
nutrient solution and plant density in aeroponic production of seed
potato under tropical conditions (winter/spring). Bragantia 76(1):23-
32
Chiipanthenga M, Maliro M, Demo P et al. (2012). Potential of aeroponics system
in the production of quality potato (Solanum tuberosum l.) seed in
developing countries. African Journal of Biotechnology 17(2): 3993-
3999
Dahlan S, Armaini, Wardati. 2012. Pertumbuhan dan serapan nitrogen bibit kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada fase main-nursery di beberapa
medium tumbuh dengan efek sisa pupuk organik. J Agroteknologi
5(3):43-52
Hamli F, Lapanjang IM, Yusuf R. 2015. Respon pertumbuhan tanaman sawi
(Brassica juncea l.) secara hidroponik terhadap komposisi media
tanam dan konsentrasi pupuk organik cair. J Agrotekbis 3(3):290-296
Indrawati R, Indradewa D, Utami SNH. 2012. Pengaruh komposisi media dan
kadar nutrisi hidroponik terhadap pertumbuhan dan hasil tomat
(Lycopersicon esculentum mill.). Yogyakarta : Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Laksono RA, Sugiono D. 2017. Karakteristik agronomis tanaman kailan
(Brassica oleraceae l. var. acephala dc.) kultivar full white 921
akibat jenis media tanam organik dan nilai ec (electrical
conductivity) pada hidroponik sistem wick. J Agrotek Indonesia
2(1):25-33
Lestari G. 2012. Berkebun sayuran hidroponik di rumah. Jakarta : Prima Info
Sarana
Mairusmianti. 2011. Pengaruh konsentrasi pupuk akar dan pupuk daun terhadap
pertumbuhan dan produksi bayam (Amaranthus hybridus)
dengan metode nutrient film technique (nft). Jakarta : Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Perwitasari B, Tripatmasari M, Wasonowati C. 2012. Pengaruh media tanam dan
nutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi (Brassica
juncea l.) dengan sistem hidroponik. Madura : Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo
Rohmaniyah LK, Indradewa D, Putra ETS. 2015. Tanggapan tanaman kangkung
(Ipomea reptans poir.), bayam (Amaranthus tricolor l.), dan selada
(Lactuca sativa l.) terhadap pengayaan kalsium secara hidroponik.
Vegetalika 4(2):63-78
Samanhudi, Harjoko D. 2014. Pengaturan komposisi nutrisi dan media
dalam budidaya tanaman tomat dengan sistem
hidroponik. Surakarta : Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian UNS
Siregar J, Triyono S, Suhandy D. 2015. Pengujian beberapa nutrisi hidroponik
pada selada (Lactuca sativa l.) dengan teknologi hidroponik sistem
terapung thst) termodifikasi. J Teknik Pertanian Lampung 4(1):65-72
Siswadi, Yuwono T. 2013. Uji hasil tanaman sawi pada berbagai media tanam
secara hidroponik. Jurnal Innofarm 2(1):44-50
Subandi M, Salam NP, Frasetya B. 2015. Pengaruh berbagai nilai ec (electrical
conductivity) terhadap pertumbuhan dan hasil bayam (Amaranthus
sp.) pada hidroponik sistem rakit apung (floating hydroponics
system). J Agroteknologi 9(2):136-152
Sudarmi. 2013. Pentingnya unsur hara mikro bagi pertumbuhan tanaman.
Widyatama 2(22):178-181
Yusrianti. 2012. Pengaruh pupuk kandang dan kadar air tanah terhadap produksi
selada (Lactuca sativa L.). Riau : Universitas Riau

Anda mungkin juga menyukai