Anda di halaman 1dari 31

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Erosi tanah merupakan suatu proses berpindah atau hilangnya
sebagian atau seluruh tanah dari lapisan permukaan tanah (Arsyad 2010).
Penyebab utama erosi ini adalah karena penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan kemampuannya, pengolahan tanah yang salah, dan tidak
dilakukannya kegiatan konservasi tanah danair dengan baik. Erosi tanah dapat
menurunkan produktivitas hasil, kesuburan tanah, kualitas tanah, banjir, dan
cekaman kekeringan di musim kemarau.
Konservasi tanah merupakan penempatan tiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya
sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan
tanah. Konservasi tanah dilihat hanya sebagai kontrol terhadap kerusakan
akibat erosi dan memelihara kesuburan tanah. Utomo (2004) menyatakan
bahwa pemakaian istilah konservasi tanah sering diikuti dengan istilah
konservasi air disebabkan keduanya yang saling terkait. Secara umum, tujuan
konservasi tanah adalah meningkatkan produktivitas lahan secara maksimal,
memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan upaya pencegahan
kerusakan tanah akibat erosi. Konservasi tanah dan air atau yang sering
disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk
menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air.
Kegiatan perencanaan konservasi tanah dilakukan dengan mengetahui
terlebih dahulu laju erosi yang akan terjadi. Akan tetapi pengukuran laju ini
memerluka waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit sehingga dilakukan
pendugaan erosi dimana metode yang umum digunakan adalah metode
USLE. Metode USLE ini mempertimbangkan beberapa faktor antaranya
erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng,
pengelolaan tanaman, dan konservasi tanah. Praktikum konservasi tanah dan
air ini akan berusaha memahami dan mempelajari beberapa penduga erosi
dan rekomendasi yang tepat sebagai praktik konservasi yang diperlukan.
1
2

B. Tujuan Praktikum
Tujuan pelaksanaan praktikum konservasi tanah dan air ini antara lain
untuk :
1. Memahami cara mengukur (prediksi) erosi dengan metode USLE dan
nilai toleransi erosi pada suatu lahan.
2. Mengetahui status erosi pada suatu lahan dan memberikan rekomendasi
praktik konservasi atau pengelolaan yang diperlukan.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kekuatan air hujan dan limpasan permukaan sangat berbeda-beda dalam


mengerosi tanah. Daya mengerosi (erosivitas) merupakan ciri dari kekuatan-
kekuatan yang mampu mengerosi seperti air hujan dan limpasan permukaan.
Bahaya erosi (erosion hazard) menggambarkan derajad potensi erosi di suatu
daerah dan mencerminkan efek gabungan dari erosivitas dan erodibilitas. Bahaya
erosi dipengaruhi oleh empat faktor yaitu erosivitas air hujan (intensitas
maksimum selama 30 menit), erodibilitas tanah (sifat adesif dan kohesif material
tanah), keadaan penutup tanah selama setahun, serta kemiringan dan panjang
lereng (Arief 2010).
Faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi besarnya laju erosi secara
keseluruhan ada lima yaitu iklim, tanah, topografi, vegetasi penutup tanah, dan
kegiatan manusia. Faktor iklim yang paling menentukan adalah hujan yang
dinyatakan dengan nilai erosivitas hujan. Laju erosi besar kecilnya banyak
tergantung kepada sifat-sifat tanah yang dinyatakan sebagai faktor erodibilitas
tanah yaitu kepekaan tanah terhadap erosi. Faktor erodibilitas tanah yaitu
kecepatan erosi per indeks erosi hujan sutu tanah dari petak percobaan standar
yaitu petak percobaan yang panjangnya 22,1 meter yang terletak pada lereng
dengan kemiringan 9 % dan tanpa tanaman. Erodibilitas tanah atau faktor
kepekaan erosi tanah yang merupakan daya tahan tanah baik terhadap
penglepasan dan pengangkutan terutama tergantung pada sifat-sifat tanah seperti
tekstur, stabilitas agregat, kekuatan geser, kapasitas infiltrasi, kandungan bahan
organik dan kimiawi yang juga tergantung pada posisi topografi, kemiringan
lereng, dan gangguan oleh manusia. Faktor yang mempunyai pengaruh besar
terhadap variasi erodibilitas tanah adalah suhu tanah, tekstur tanah, dan
kelengasan tanah (Yudhistira et al. 2011).
Dua unsur pokok topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran
permukaan dan erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Unsur lain yang juga
berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng. Kemiringan lereng
4

yang semakin besar selain akan menyebabkan semakin besarnya jumlah dan
kecepatan run off juga memperbesar energi angkut air. Panjang lereng dihitung
mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke
dalam saluran atau sungai atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian
rupa sehingga kecepatan aliran air berubah, hal ini berarti semakin banyaknya air
yang mengalir dan besarnya kecepatan aliran di bagian bawah lereng
dibandingkan di bagian atasnya maka semakin besar kemungkinan erosi yang
terjadi (Satriawan dan Fuady 2014).
Faktor vegetasi penutup tanah dan pengolahan tanaman (C) yaitu nisbah
antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu erhadap erosi dari tanah yang identik tanpa tanah. Faktor
tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (P) meliputi pengolahan dan
penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, dan teras menurut
kontur. Faktor tindakan konservasi merupakan nisbah antara besarnya erosi dari
tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus tersebut terhadap erosi
dari tanah yang di olah searah lereng dalam keadaan yang identik
(Ardiansyah et al. 2013).
Faktor C merupakan perbandingan antara besarnya erosi dari tanah yang
bertanaman dengan pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak
ditanami dan tanpa pengelolaan. Nilai faktor C dipengaruhi oleh banyak
parameter diantaranya adalah parameter alami misalnya iklim dan fase
pertumbuhan tanaman, sedangkan parameter pengelolaan tanah menurut kontur,
atau penanaman dalam stripping atau teras. Faktor P adalah nisbah antara tanah
tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap
tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan
catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Faktor
penggunaan lahan dan pengelolaan lahan sering dinyatakan sebagai satu kesatuan
parameter, yaitu faktor CP. Faktor CP secara umum dipengaruhi oleh jenis
tanaman (tataguna lahan) dan tindakan pengelolaan lahan (teknik konservasi)
yang dilakukan, seperti penanaman mengikuti kontur, strip cropping, dan
pembuatan teras (Sutapa 2010).
5

USLE (Universal Soil Loss Equation) adalah model penduga erosi dengan
menggunakan data curah hujan, tanah, topografi, dan pengelolaan lahan. Model
penduga erosi USLE telah secara luas digunakan di Indonesia. Model USLE
disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah (DAS) juga
digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan pemilihan teknik konservasi
tanah dan air yang akan diterapkan walaupun banyak kalangan menilai bahwa
ketepatan penggunaan model tersebut dalam memprediksi erosi DAS masih
diragukan karena model USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan
tanah dari erosi lembar dan erosi alur, tidak mampu memprediksi pengendapan
sedimen pada suatu landscape dan tidak menghitung hasil sedimen dari erosi
parit, tebing sungai, dan dasar sungai (Harsoyo 2010).
Prediksi erosi adalah suatu metode untuk memperkirakan atau menduga laju
erosi yang terjadi pada lahan yang dipergunakan untuk usaha tertentu. Pendugaan
besarnya erosi yang terjadi pada suatu wilayah dapat diperkirakan dengan dua
cara yaitu pengukuran langsung di lapangan dengan mengukur kenampakan yang
dapat dilihat secara langsung seperti terbentuknya alur atau parit dan pendugaan
menggunakan persamaan tertentu dengan memasukkan nilai-nilai faktor yang
mempengaruhi erosi yang telah dikonversi dalam bentuk nilai tertentu. Persamaan
yang sering digunakan untuk prediksi erosi salah satunya adalah persamaan
Universal Soil Loss Equation (USLE) (Paarang et al. 2016).
Erosi tanah yang melebihi kategori diperbolehkan (permissible erosion)
dapat menjadi bencana bagi masyarakat karena dapat mengakibatkan kerusakan
pada lahan tempat tinggal, terganggunya jalur lalu lintas, rusaknya lahan
pertanian, kerusakan jembatan, saluran irigasi, dan prasarana fisik lainnya. Erosi
yang diperbolehkan (permissible erosion) merupakan laju erosi yang tidak
melebihi laju pembentukan tanah. Besar erosi yang diperbolehkan diukur dengan
kriteria kedalaman tanah efektif, kondisi pelapukan lapisan bawah tanah
(substratum), permeabilitas tanah lapisan bawah dan berat volume tanah
(Purwantara dan Nursa’ban 2012).
6

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum konservasi tanah dan air ini dilaksanakan dengan rincian
sebagai berikut :
1. Pengamatan di Lapangan mengenai Tekstur dan Struktur Tanah, Tanaman
yang ada dan Tindakan Konservasi yang Telah dilakukan, serta
Pengukuran Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng
Pengamatan di lapangan dilaksanakan pada Minggu, 6 November
2016 pukul 08.00 - 11.30 WIB bertempat di Desa Sobokerto, Kecamatan
Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.
2. Analisis Tekstur Tanah secara Kuantitatif di Laboratorium dengan
Metode Analisis Granuler Cara Pipet
Analisis dilaksanakan pada Rabu, 16 November 2016 pukul 18.00 -
21.00 WIB bertempat di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Analisis Bahan Organik Tanah
Analisis dilaksanakan pada Rabu, 16 November 2016 pukul 18.00 -
21.00 WIB bertempat di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Analisis Permeabilitas Tanah
Analisis dilaksanakan pada Rabu, 9 November 2016 pukul 15.00 -
16.00 WIB bertempat di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Alat
1. Pengamatan di Lapangan mengenai Tekstur dan Struktur Tanah, Tanaman
yang ada dan Tindakan Konservasi yang Telah dilakukan, serta
Pengukuran Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng
a. Peta dasar Sobokerto c. Klinometer
(rupabumi) d. Bor tanah
b. Rol meter e. Kompas
7

f. Ring sampel j. Kamera


g. Pisau k. Alat tulis
h. Plastik kapasitas 1 kg l. GPS
i. Tali rafia

2. Analisis Tekstur Tanah secara Kuantitatif di Laboratorium dengan


Metode Analisis Granuler Cara Pipet

a. Gelas piala 800 ml h. Gelas ukur 200 ml


b. Penyaring berkefeld i. Stpowatch
c. Ayakan 50 mikron j. Oven berkipas
d. Gelas ukur 500 ml k. Pemanas listrik
e. Pipet 20 ml l. Neraca analitik ketelitian
f. Pinggan aluminium
empat desimal
g. Dispenser 50 mkl

3. Analisis Bahan Organik Tanah


a. Labu takar 50 ml
b. Gelas piala 50 ml
c. Gelas ukur 25 ml
d. Pipet drop
e. Pipet ukur
4. Analisis Permeabilitas Tanah
a. Ring sampel
b. Bak perendam
c. Permeameter
d. Gelas piala
e. Jam/stopwatch
f. Penggaris
g. Gelas ukur
C. Bahan
1. Pengamatan di Lapangan mengenai Tekstur dan Struktur Tanah, Tanaman
yang ada dan Tindakan Konservasi yang Telah dilakukan, serta
Pengukuran Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng
a. Contoh tanah terusik
b. Contoh tanah tidak terusik
c. Contoh tanah dalam ring sampel
d. Aquadest
2. Analisis Tekstur Tanah secara Kuantitatif di Laboratorium dengan
Metode Analisis Granuler Cara Pipet
a. Contoh tanah kering angin lolos 2 mm sebanyak 10 g
b. H2O2 30%
c. H2O2 10% (H2O2 30% diencerkan tiga kali dengan air bebas ion)
8

d. HCl 2 N
e. Larutan Na4P2O7 4%
f. Aquadest
3. Analisis Bahan Organik Tanah
a. Ctka Ø 0.5 mm
b. K2CrO7 1 N
c. H2SO4 pekat
d. H3PO4 85%
e. FeSO4 1 N
f. Indikator DPA
g. Aquadest

4. Analisis Permeabilitas Tanah


a. Contoh tanah tidak terusik dalam ring sampel
D. Cara Kerja
1. Pengumpulan Data Curah Hujan
a. Mengumpulkan data curah hujan berupa data sekunder yang
diperoleh dari stasiun penangkar hujan atau klimatologi atau bagian
statistic kantor kecamatan.
b. Mengkalibrasi satuan pengukuran dari cm menjadi mm.
2. Pengamatan di Lapangan mengenai Tekstur dan Struktur Tanah, Tanaman
yang ada dan Tindakan Konservasi yang Telah dilakukan, serta
Pengukuran Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng

a. Melakukan pengamatan di lapang mengenai tekstur dan struktur


tanah secara kualitatif, macam tanaman dan cara budidaya tanaman,
tindakan konservasi yang telah dilakukan, panjang lereng
(mengggunakan rol meter), dan kemiringan lereng (menggunakan
hand clinometers).
b. Mengambil sampel tanah (tidak terusik) berupa bongkahan maupun
menggunakan ring sampel untuk dibawa ke laboratorium dianalisis
tekstur, kadar bahan organik, dan permeabilitas tanah.
3. Analisis Tekstur Tanah secara Kuantitatif di Laboratorium dengan
Metode Analisis Granuler Cara Pipet
a. Menimbang 10 g ctka Ø 2 mm kemudian masukkan ke dalam gelas
piala 500/1000 ml.
b. Menambahkan 50 ml aquadest dan 15 ml H2O2 30% (diamkan
sampai reaksi mereda).
9

c. Menambahkan 20 ml H2O2 30% dan panaskan sampai mendidih


sekitar 5 menit.
d. Menambahkan 20 ml HCl 2N setelah dingin dan panaskan sampai
mendidih sekitar 5 menit.
e. Mendinginkan dan mengencerkan dengan aquades sampai 500/1000
ml, setelah mengendap disaring (diulang sampai tanah/larutan bebas
asam).
f. Memindahkan tanah ke tabung reaksi 500/1000 ml dan tambahkan
larutan Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml.
g. Mengaduk dan mendiamkan selama 1 menit kemudian mengambil
sebanyak 20/25 ml dengan pipet pada kedalaman 20 cm,
(menyiapkan cawan kosong dicatat sebagai b dalam gram),
memasukkan dalam cawan penguap dan mengoven sampai kering
kemudian menimbangnya sebagai c dalam gram (debu + liat +
peptisator).
h. Mengambil sebanyak 20/25 ml setelah 3,5 jam pada kedalaman 5 cm
(liat + peptisator) dengan pipet, (menyiapkan cawan kosong dicatat
sebagai d dalam gram), memasukkan dalam cawan penguap dan
mengoven sampai kering kemudian menimbangnya sebagai e dalam
gram (debu + liat + peptisator).
i. Menyaring sisa filtrat yang ada kemudian diayak dengan ayakan 300
mm, yang tertinggal di ayakan kemudian dikeringkan dan ditimbang
sebagai pasir kasar. Untuk memisahkan pasir kasar dan pasir halus
menyiapkan cawan kosong dinyatakan sebagai f dalam gram
kemudian dimasukkan dalam cawan penguap dan dioven sampai
kering kemudian ditimbang sebagai g dalam gram (pasir kasar +
pasir halus + peptisator).
j. Melakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :

fk =

PEP = 0,0095

1) Clay + debu= (c-b-PEP) x x fk x


10

2) Clay = (e-d-PEP) x x fk x

3) Debu = (clay + debu) – clay


4) Pasir total = 100 – clay – debu

5) Pasir kasar = (g-f-PEP) x fk x

6) Pasir halus = pasir total – pasir kasar


4. Analisis Bahan Organik Tanah
a. Menimbang ctka Ø 0,5 mm sebanyak 0,5 g (1 g untuk tanah pasiran)
dan memasukkan ke dalam labu takar 50 ml.
b. Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N
c. Menambahkan dengan hati-hati lewat dinding 10 cc H2SO4 pekat
setetes demi setetes hingga menjadi berwarna jingga. Apabila warna
menjadi kehijauan menambah K2Cr2O7 dan H2SO4 kembali dengan
volume diketahui (melakukan dengan cara yang sama terhadap
blangko).
d. Menggojog dengan memutar dan mendatar selama 1 menit lalu
mendiamkannya selama 30 menit.
e. Menambah 5 ml H3PO4 85% dan mengencerkan dengan aquadest
hingga volume 50 ml dan menggojog sampai homogen.
f. Mengambil 5 ml larutan bening dan menambah 15 ml aquadest serta
indikator DPA sebanyak 2 tetes, kemudian menggojognya bolak-
balik sampai homogen.
g. Menitrasi dengan FeSO4 1 N hingga warna hijau cerah
Perhitungan:

Kadar C = x 10 x x 100%

Kadar bahan organik = x kadar C

B : Blanko
A : Baku
KL : Kadar lengas
5. Analisis Permeabilitas Tanah
11

a. Mengambil contoh tanah tidak terusik dari lapisan tanah atas di


lapangan yang akan diukur laju erosinya.
b. Merendam air contoh tanah bersama ring sampelnya dalam bak
perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak perendam selama 24
jam.
c. Memindahkan contoh tanah dalam ring sampel yang telah direndam
sampai jenuh air ke permeameter kemudian mengalirkan air ke
selang masuk permeameter dan diatur aliran airnya hingga keluar
permeameter tidak merusak struktur sampel tanah dalam ring sampel
yang terpasang tadi.
d. Menampung air yang keluar dari permeameter pada gelas piala
setelah aliran konstan.
e. Melakukan pengukuran yaitu menampung air yang keluar dari
permeameter memakai gelas piala dalam jeda waktu tertentu
misalnya 1 menit (gunakan stopwatch). Air ini lalu ditakar dengan
menggunakan gelas ukur.
f. Melakukan pengukuran seperti ini sebanyak 5 kali dan hitung rata-
ratanya.
Perhitungan :

K= cm/jam

Keterangan :
K : Permeabilitas (ml/jam)
Q : Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml)
L : Tebal contoh tanah (cm)
T : Waktu pengukuran (jam)
H : Tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah bagian
atas (cm)
A : Luas permukaan sampel tanah (cm2)
6. Penghitungan Prediksi Erosi
a. Mengitung erosivitas hujan menggunakan data hujan di suatu
wilayah.
b. Menghitung erodibilitas tanah berdasarkan data yang diperoleh dari
analisis yang telah dilakukan.
c. Menghitung nilai prediksi erosi (A) dengan menggunakan metode
USLE berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dengan terlebih
dahulu mengetahui nilai C (faktor pengelolaan tanaman), nilai P
12

(faktor tindakan konservasi tanah), nilai L (panjang lereng), S


(kemiringan lereng), R (nilai indeks erosivitas hujan), dan K (nilai
erodibilitas tanah). Rumus perhitungan A = R. K. L. S. C. P.
13
IV. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA

A. Nilai Erosivitas Hujan R


Tabel 4.1 Erosivitas hujan (R) tahun 2017
No. Bulanan CH (cm) HH CHm (cm) EI
1. Januari 36,0 22 8,4 537,236
2. Februari 53,3 18 9,5 411,522
3. Maret 24,05 16 4,5 165,400
4. April 33,5 16 4,8 230,130
5. Mei 9,8 5 15,4 527,930
6. Juni 11,5 7 6,6 143,316
7. Juli 1,1 2 3,6 79,351
8. Agustus 3,7 1 0 0
9. September 1,7 3 0 0
10. Oktober 18,8 11 7,3 52,526
11. November 43,8 18 4,7 88,468
12. Desember 29,3 15 5,3 175,091
R tahunan 2.446,969
Sumber : Data Sekunder

B. Nilai Erodibilitas
Tabel 4.2 Nilai erodibilitas tanah (K)
Sampel Tekstur
Tanah Pasir
Nilai
No (Jenis Liat Debu Sangat Nilai M a b c
K
Penggunaan (%) (%) Halus
Lahan) (%)
1 Tegal 30,805 15,522 38,306 3.724,629 2,306 4 6 0,450
2 Sawah 55,380 25,333 0,744 1.163,556 1,940 4 5 0,200
3 Hutan 35,963 36,092 7,755 2.807,814 2,849 4 5 0,327
Rakyat
Sumber : Laporan Sementara
C. Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS)
Tabel 4.3 Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS)
No Jenis Penggunaan Lahan X (m) S (%) LS
1 Tegal 9,43 5 0,298
2 Sawah 13,01 7,5 0,591
3 Hutan Rakyat 8,04 60 15,767
Sumber : Laporan Sementara

xii
D. Nilai Pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi (P)
Tabel 4.4 Nilai Pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi (P)
Jenis
Pola Tanam Tutupan
Penggu Tutupan Nilai Nilai Nilai
No /Teknik lahan X
naan Lahan C P CP
Konservasi Nilai C
Lahan
Pola Tanam: Ubi
Ubi
tumpang gilir ubi kayu
kayu =
kayu, kangkung, = 0,8
15%
cabai Kang
Kangku
1 Tegal Teknik kung 0,885 0,5 0,443
ng =
Konservasi: = 0,9
25%
contour cropping Caba
Cabai =
dengan i=
60%
kemiringan 0,8% 0,9
Padi
Pola Tanam: Padi = =
monokultur padi, 100% 0,01
padi, bera Padi = Padi
2 Sawah 0,34 0,04 0,014
Teknik 100% =
Konservasi: teras Bera = 0,01
bangku sempurna 100% Berat
=1
Jati +
Pola Tanam: hutan
Jati + seres
: jati + seresah
seresah ah =
Hutan tegalan : singkong
3. = 60% 1,11 0,926 0,4 0,370
Rakyat Teknik
Singkon Sing
Konservasi: teras
g = 40% kong
tradisional
= 0,8
Sumber : Laporan Sementara
E. Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan Model USLE

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan Model USLE


Jenis Luas Erosi
A
Penggu Laha satuan
No R K LS CP (Ton/ Ha/
naan n lahan
Th)
Lahan (ha) (Ton/Ha)
1 Tegal 1 2.446,969 0,450 0,298 0,443 145,365 145,365
2 Sawah 1 2.446,969 0,2 0,591 0,014 4,049 4,049
3 Hutan 1 2.446,969 0,329 15,767 0,370 4.696,508 4.696,508
Rakyat
Sumber : Laporan Sementara

xii
F. Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (Edp)

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Erosi yang diperbolehkan (Edp)


Jenis
No Penggunaan KE (mm) FK UGT T (mm/Th) T ( Ton/Ha/Th)
Lahan
1 Tegal 409 1 250 1,636 199,101
2 Sawah 350 0,95 250 1,330 20,083
3 Hutan Rakyat 1500 0,90 250 5,400 84,600
Sumber : Laporan Sementara

xii
V. PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lahan


Lokasi pengamatan Konservasi tanah dan air berada di desa Sobokerto
Ngemplak kabupaten Boyolali. Titik koordinat dari lokasi lintang selatan 7 o ,
30, 204’ dan lintang utara 110o, 44, 235’ untuk tegal Lintang selatan 7o 30’
239” dan Lintang utara 110o 44’307” untuk hutan rakyat lintang Lintang
selatan 7o 44’ 239” dan Lintang utara 110o 44’377”. Jenis penggunaan lahan
yang diamati adalah penggunaan lahan sawah, tegal, dan hutan rakyat dengan
luas masing-masing 1 hektar. Teknik pengamatan dilakukan dalam 3 titik
untuk setiap jenis penggunaan lahan. Sawah memiliki panjang lereng rata-rata
13,01 m dan kemiringan 7,5% (datar). Tegal memiliki panjang lereng rata-
rata 9,43 m dan kemiringan 5% (datar). Hutan rakyat memiliki panjang lereng
rata-rata 8,04 m dan kemiringan 60% (sangat curam). Sawah ditanami dengan
tanaman padi secara monokultur dengan dua kali masa tanam dan satu kali
bera. Tegal ditanami dengan tanaman ubi kayu, kangkung, dan cabai yang
ditanam secara tumpang gilir. Hutan rakyat ditanami dengan pola hutan
tanaman jati dan seresah serta pola tegal tanaman singkong.
B. Faktor Erosivitas Hujan
Hujan memiliki energi kinetik yang mampu memecah agregat tanah dan
menimbulkann aliran permukaan yang menyebabkan penggerusan pada tanah
yang dilalui sehingga terjadinya erosi pada tanah. Kemampuan hujan
menimbulkan erosi terhadap tanah disebut dengan erosivitas hujan (R). R
adalah faktor erosivitas hujan atau faktor curah hujan dan aliran permukaan,
yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan yang merupakan perkalian antara
energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30).
Tarigan dan Mardianto (2013) menyatakan indeks erosivitas merupakan
pengukur kemampuan suatu hujan untuk menimbulkan suatu erosi yang
diketahui melalui tebal curah hujan, semakin tebal hujan yang terjadi maka
nilai erosivitas juga akan tinggi yang berarti bahwa kemampuan hujan untuk

xii
menimbulkan erosi sangat besar. Arief (2010) juga menyatakan bahwa
kekuatan air hujan dan limpasan permukaan sangat berbeda-beda dalam
mengerosi tanah.
Perhitungan faktor erosivitas hujan memerlukan data curah hujan yang
meliputi curah hujan bulanan, jumlah hari hujan dalam satu bulan, dan jumlah
curah hujan maksimum dalam bulan tersebut. Erosivitas tahunan yang
digunakan dalam perhitungan erosi diperoleh dari penjumlahan erosivitas
bulanan. Arsyad (2009) menyatakan bahwa metode penghitungan erosivitas
curah hujan tergantung pada jenis data curah hujan yang tersedia. Perhitungan
erosivitas yang dilakukan dengan menggunakan Rumus Bols dikarenakan
data curah hujan yang diketahui meliputi jumlah curah hujan bulanan rata-
rata, jumlah hari hujan dalam bulan tertentu, dan curah hujan harian rata-rata
maksimal pada bulan tertentu yang merupakan variabel perhitungan faktor
erosivitas menurut Bols.
Fakhrudin dan Yulianti (2010) menyatakan bahwa indeks erosivitas
hujan tinggi menunjukkan bahwa curah hujan berperan cukup besar terhadap
nilai potensi erosi tanah. Curah hujan yang tinggi mnyebabkan semakin
banyak butiran air hujan yang menghempas permukaan tanah, sehingga
mengakibatkan hancurnya agregat tanah yang kemudian terbawa oleh aliran
permukaan. Kondisi yang demikian merupakan awal terjadinya erosi tanah
yang dapat menimbulkan degradasi kualitas tanah. Perhitungan besarnya nilai
indeks erosivitas hujan yang berdasarkan metode Bols sebesar 2.446,969
cm/tahun.
C. Faktor Erodibilitas Tanah
Indeks erodibilitas tanah menurut Herawati (2010) menunjukkan
tingkat kerentanan tanah terhadap erosi, yaitu retensi partikel terhadap
pengikisan dan perpindahan tanah oleh energi kinetik air hujan. Erodibilitas
tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan
pengolahan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Arifin
(2010) menyatakan bahwa besarnya nilai indeks erodibilitas tanah ditentukan
oleh kandungan bahan organik tanah dan beberapa sifat fisik tanah. Sifat-sifat

xii
fisik tanah yang digunakan untuk menentukan indeks erodibilitas suatu tanah
tersebut adalah tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah.
Tekstur tanah akan sangat menentukan sifat-sifat tanah yang lain seperti
kecepatan infiltrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah yang dapat
menentukan terjadi tidaknya aliran permukaan. Tekstur tanah yang semakin
kasar maka nilai K akan cenderung semakin besar yang berarti bahwa
semakin tinggi nilai K maka tanah tersebut akan semakin peka atau mudah
tererosi sebaliknya semakin halus tekstur suatu tanah, nilai K akan semakin
rendah yang berarti tanah tersebut resisten terhadap erosi. Hasil analisis
tekstur tanah diperoleh tanah sawah mengandung liat 55,380 %, debu 25,333
%, dan pasir sangat halus 0,744 % dengan nilai M 1.163,556 yang termasuk
tekstur lempung sedang. Tanah tegal mengandung liat 30,805 %, debu 15,522
%, dan pasir sangat halus 38,306 % dengan nilai M 3.724,629 yang termasuk
tekstur geluh lempung berdebu. Tanah hutan rakyat mengandung liat 35,963
%, debu 36,092 %, dan pasir sangat halus 7,755 % dengan nilai M 2.807,814
yang termasuk tekstur lempung berdebu. Pasir halus dan debu merupakan
partikel-partikel tanah yang berpengaruh pada kepekaan tanah terhadap erosi.
Tanah akan lebih mudah tererosi apabila mempunyai kandungan debu lebih
tinggi disertai dengan bahan organik rendah.
Hasil analisis menunjukkan fraksi tanah yang mendominasi tanah
sawah adalah clay, tanah tegal pasir sangat halus, dan tanah hutan rakyat
debu. Tanah dengan unsur dominan liat ikatan antar partikel-partikel tanah
tergolong kuat, liat juga memiliki kemampuan memantapkan agregat tanah
sehingga tidak mudah tererosi. Hal ini sama juga berlaku untuk tanah dengan
dominan pasir (tanah dengan tekstur kasar), kemungkinan untuk terjadinya
erosi rendah karena laju infiltrasi besar sehingga menurunkan laju air
limpasan (Asdak 2010). Fraksi tanah yang paling mudah tererosi adalah debu
dikarenakan selain mempunyai ukuran yang relatif halus, fraksi debu juga
tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan tanpa adanya bantuan
bahan perekat sehingga mudah dihancurkan oleh energi hujan. Nilai
erodibilitas (K) pada lahan sawah sebesar 0,200 ton/ha/tahun (rendah), tegal

xii
0,450 ton/ha/tahun (tinggi), dan hutan rakyat 0,327 ton/ha/tahun (agak
tinggi). Nilai erodibilitas (K) dipengaruhi oleh suhu tanah, tekstur tanah dan
kelengasan tanah.
D. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng
Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua sifat topografi yang
paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Faktor panjang
lereng adalah jarak horizontal dari permukaan atas yang mengalir ke bawah
dimana gradien lereng menurun hingga ke titik awal atau ketika limpasan
permukaan (run off) menjadi terfokus pada saluran tertentu (Asdak 2010).
Kemiringan lereng akan mempengaruhi besarnya limpasan permukaan,
semakin besar kemiringan lereng maka akan meningkatkan jumlah dan
kecepatan aliran. Peningkatan jumlah dan kecepatan aliran akan memperbesar
energi kinetik sehingga kemampuan untuk mengangkut butir-butir tanah juga
akan meningkat. Lereng suatu lahan yang semakin panjang akan
menyebabkan semakin banyak air permukaan yang terakumulasi sehingga
aliran permukaan menjadi lebih tinggi kedalaman maupun kecepatannya.
Nilai LS pada penggunaan lahan sawah adalah 0,591 dengan panjang
lereng 13,01 m dan kemiringan 7,5 % (datar). Nilai LS pada penggunaan
lahan tegal adalah 0,298 dengan panjang lereng 9,43 m dan kemiringan 5 %
(datar). Nilai LS pada penggunaan lahan hutan rakyat adalah 15,767 dengan
panjang lereng 8,04 m dan kemiringan 60 % (sangat curam).
Tarigan dan Mardiatno (2013) menyatakan bahwa semakin curam kemiringan
lereng akan semakin meningkatkan jumlah dan kecepatan aliran permukaan
sehingga memperbesar energi kinetik dan meningkatkan kemampuan untuk
mengangkut butir-butir tanah. Panjang lereng umumnya diperpendek dengan
pembuatan teras sedangkan untuk menanggulangi kecepatan aliran karena
tingkat kemiringan lereng dapat dilakuakan dengan penanaman tanaman yang
berseling sehingga mampu memerah aliran permukanaan dan memperlambat
laju aliran permukaan.

xii
E. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi
Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam
bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan
maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering
dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan.
Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan
keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat memelihara kestabilan
struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
mengurangi evaporasi melalui penutupan lahan oleh seresah dan tajuk,
meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan
porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah
terjadinya erosi.
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah melindungi
permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal
dan memperkecil diameter air hujan), menurunkan kecepatan dan volume air
run off, menahan partikel-partikel tanah pada tempetnya melelui sistem
perakaran dan serasah yang dihasilkan dan mempertahankan kapasitas tanah
dalam menyimpan air; serta meningkatkan laju infiltrasi dan perkolasi air
dalam tanah. Vegetasi secara umum dapat mencegah erosi, namun setiap jenis
tanaman dan banyaknya tajuk terhadap erosi berbeda-beda. Menurut Asdak
(2010) tajuk tanaman yang belum terbentuk dan dalam keadaan lahan yang
gembur (baru diolah) sehingga tenaga kinetik dari hujan dan limpasan
permukaan menyebabkan tanah menjadi mudah terkelupas dan partikel-
partikel mudah terangkut ke tempat yang lebih rendah.
Tanaman yang rimbun menyebabkan kemungkinan erosi lebih kecil
dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh jarang. Pengaruh vegetasi
terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu intersepai air hujan oleh tanaman,
mengurangi kecepatan aliran dan energi perusak air serta meningkatkan
efektivitas mikroorganisme yang berperan dalam proses humifikasi. Vegetasi
juga dapat meningkatkan agregasi dimana akar-akar tanaman dengan selaput

xii
koloidnya menyebabkan agregat menjadi stabil dan pengaruh transpirasi
dimana terjadi peningkatan kehilangan air tanah melalui penguapan sehingga
kemampuan menyerap air meningkat. Sistem perakaran dapat mengurangi
erosi yaitu sistem perakaran yang luas dan padat dapat mengurangi erosi.
Berdasarkan hasil pengamatan pada lahan sistem tegalan yang
mempunyai pola tanam penanaman tumpang gilir yaitu penanaman ubi kayu,
kangkung dan cabai. Nilai C yang diperoleh dari lahan tegalan adalah 0,885.
Nilai P yang diperoleh dari lahan tegalan adalah 0,5, sementara nilai CP pada
lahan sistem tegalan sebesar 0,443. Tindakan konservasi tanah yang
dilakukan dengan cara Contour cropping dengan kemiringan 0-8%, hal
tersebut untuk mengurangi tingkat erosi dan kemiringan lereng. Nilai C
diperoleh dari vegetasi yang menutup tanah, sedangkan nilai P diperoleh dari
tindakan pengelolaan atau konservasi tanah yang dilakukan.
Pengamatan yang dilakukan pada lahan sawah yang memiliki pola
tanam tunggal yaitu penanaman padi, padi, dan bera diperoleh data nilai C
yang diperoleh dari lahan sawah adalah 0,34, nilai P yang diperoleh yaitu
0,004 dan nilai CP yang diperoleh adalah 0,014. Tindakan konservasi tanah
yang dapat dilakukan berdasarkan nilai P yaitu dengan cara teras bangku
sempurna, hal tersebut untuk mengurangi tingkat erosi dan kemiringan lereng.
Pengamatan pada lahan hutan rakyat dengan pola tanam tumpang sari yaitu
penanaman jati dan singkong diperoleh data nilai C yang diperoleh 0,926,
nilai P yang diperoleh adalah 0,4 dan nilai CP yang diperoleh adalah 0,370.
Tindakan konservasi tanah yang dapat dilakukan berdasarkan nilai P yaitu
dengan cara teras bangku, hal tersebut untuk mengurangi tingkat erosi dan
kemiringan lereng.
F. Prediksi Erosi dan Tindakan Konservasi yang Tepat
Prediksi jumlah tanah tererosi menggunakan USLE ini sangat berlaku
umum dengan menggunakan data sekunder, dan terbatas pada kepanjangan
lereng 22,1 meter serta kemiringan lereng 9 persen. Prediksi jumlah tanah
tererosi pada lahan-lahan curam (kemiringan tinggi yaitu lebih dari 15%)
maka perlu dilakukan modifikasi model USLE. Faktor yang mempengaruhi
besarnya erosi adalah curah hujan, tanah, lereng (topografi), vegetasi, dan

xii
aktifitas manusia. Faktor-faktor tersebut merupakan komponen-komponen
dalam pendekatan USLE.
Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang
umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Menurut Suripin (2002)
USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar
(sheet erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut
dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian tapi tidak dapat
untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan sedimen dari
erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai. Alasan utama penggunaan model
USLE karena model tersebut relatif sederhana dan input parameter model
yang diperlukan mudah diperoleh. Kelemahan model USLE adalah tidak
dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai input
parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen
dalam suatu unit lahan khususnya untuk faktor erosivitas (R) dan kelerengan
(LS).
Hasil analisis perhitungan prediksi erosi diperoleh pada lahan sawah
18,647 ton/ha/th (ringan), lahan tegalan 145,365 ton/ha/tahun (sedang), dan
lahan hutan rakyat 4.695,508 ton/ha/th (sangat berat). Usaha untuk konservasi
yang tepat pada lahan sawah antara lain dengan pembuatan teras bangku
sempurna. Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong
panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi
deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Efektivitas teras bangku
sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman
penguat teras di bibir dan sampingan teras. Rumput dan legum pohon
merupakan tanaman yang baik untuk digunakan sebagai penguat teras.
Tanaman murbei sebagai tanaman penguat teras banyak ditanam di daerah
pengembangan ulat sutra. Teras bangku adakalanya dapat diperkuat dengan
batu yang disusun, khususnya pada tampingan.

xii
Tindakan konservasi pada lahan tegal adalah dengan contour cropping
kemiringan 8%, yaitu dengan penanaman tanaman menurut garis kontur.
Sementra pada lahan hutan rakyat metode konservasi yang tepat adalah teras
tradisional yaitu tidak ada pengubahan pada lahan jadi sesuai posisiaslinya.
Fitriyah dan Fuad (2014) menyatakan di daerah perbukitan yaitu pada tata guna
lahan pertanian lahan kering diusulkan upaya pembuatan teras bangku yang
ditanami dengan tanaman penguat teras. Teras bangku dibangun sepanjang
kontur pada interval yang sesuai dan ditanami dengan gebalan rumput untuk
penguat teras yang berperan untuk melindungi permukaan tanah dari daya
dispersi dan daya penghancur oleh butir-butir hujan dan memperlambat aliran
permukaan serta melindungi tanah permukaan dari daya kikis aliran
permukaan.
G. Hasil Erosi yang Diperbolehkan (Edp)
Erosi yang masih diperbolehkan adalah laju erosi yang dinyatakan
dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan
atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi
pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya
produktivitas yang tinggi secara lestari. Menurut Kartasapoetra (2008) tujuan
menghitung erosi yang masih diperbolehkan (soil loss tolerance) yaitu untuk
mengetahui besarnya erosi yang mungkin dapat diimbangi atau lebih
diimbangi dengan tindakan atau perlakuan manusia yang dapat membantu
lajunya pembentukan tanah, sehingga besarnya erosi selalu dibawah laju
pembentukan tanah. Dasar untuk menentukan tingkat erosi yang masih
diperbolehkan dengan memperhatikan kedalaman tanah, sifat-sifat fisik tanah
yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit,
penyusunan kandungan bahan organik, kehilangan unsur hara dan masalah
yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan. Arsyad (2009) memaparkan
perhitungan laju erosi yang diperbolehkan berdasar atas kedalaman ekuivalen
tanah dan jangka waktu kelestarian sumber daya tanah yang diharapkan.
Jenis tanah sawah yang diamati memiliki nilai faktor kedalaman 0,95
dan kedalaman efektif 350 mm. Tanah tegal yang diamati memiliki nilai faktor

xii
kedalaman 1 dan kedalaman efektif 409 mm. Tanah hutan rakyat yang
diamati memiliki nilai faktor kedalaman 0,90 dan kedalaman efektif 1500 mm.
Umur guna tanah untuk kepentingan pelestarian digunakan waktu 250 tahun.
Perhitungan laju erosi yang diperbolehkan (T) berdasar atas kedalaman
ekuivalen tanah dan jangka waktu kelestarian sumber daya tanah yang
diharapkan tetinggi didapatkan pada sistem lahan tegal yaitu 199,101
to/ha/tahun (berat) sedangkan yang terendah adalah lahan sawah sebesar
20,083 ton/ha/th (ringan). Hutan rakyat memiliki nilai erosi yang
diperbolehkan senilai 84,6 ton/ha/th (sedang). Nilai T yang semakin rendah
menunjukkan potensi erosi yang juga semakin besar pada lahan. Nilai T yang
besar dipengaruhi oleh banyaknya vegetasi atau tutupan lahan yang dapat
menekan laju erosi.

xii
VI.KOMPREHENSIF

USLE merupakan salah satu rumus yang dapat diguankan untuk perencana
memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola
hujan tertentu untuk setiap macam-macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan
lahan (tindakan konservasi lahan). Persaman tersebut dapat juga memprediksi
erosi pada lahan- lahan. Penghitungan bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh faktor
curah hujan, panjang lereng, kemiringan lereng, tanah, serta penutupan lahan
berikut tindakan pengelolaannya. Faktor utama penyebab erosi yaitu curah hujan
dan adanya aliran permukaan. Rumus erosi menurut USLE adalah A= R. K. L. S.
C. P.
Unsur dalam penyusun rumus USLE tersebut saling berkaitan satu dengan
lainya. Erosivitas ( R) merupakan daya dari air hujan untuk dapat terjadi erosi,
erodibilitas (K) kemudahan tanah untuk dapat terjadi erosi. Kekuatan air hujan
atau energy kinetik air hujan dapat menyebabkan terjadinya erosi jika menerpa
tanah tanpa tutupan lahan. Fraksi tanah akan hancur dan menyebabkan erosi.
panjang lereng (L) lereng yang semakin panjang akan menyebabkan erosi
semakin besar karena air akan mengalir lurus tanpa ada yang menghambat dan
kecepatan aliran permukaan sehingga erosi semakin besar terjadinya. Kemiringan
lerenag (S) lereng yang panjang dan kemiringan sangat curam akan
menyebabkan erosi mudah terjadi apalagi jika lereng tersebut tidak memiliki
tutupan laha ataupun pengelolaan tanaman dalam lahan tersebut (C). Lahan yang
gundul akan memudahkan terjadinya aliran permukaan karena air hujan langsung
jatuh menerpa tanah dan merusak fraksi tanah sehingga terjadi pengangkutan
fraksi tersebut dan terjadilah aliran permukaan karena air tidak dapat terinfiltrasi
secara sempurna karena pori tertutup oleh fraksi tanah yang hancur tadi.
Pengelolaan tanaman yang tepat dapat memper kecil terjadinya erosi pada tanah
tersebut. Pengelolaan tanaman yang dapat dilakukan dengan menanam tanaman
yang dapat menunjang konservasi tanah seperti penanaman rotasi tanam dan
menanam tanaman tahunan untuk menjaga tanah dari erosi. Konservasi
dilambangkan dengan (P). Faktor penyebab dipengaruhi oleh energi yang
ditimbulkan oleh kecepatan aliran air, debit air yang mengalir dan juga

26
xii
mudah tidaknya material-material (partikel-partikel terangkut). Semakin besar
energi yang ada, semakin besar tenaga yang ditimbukan untuk menggerus
material (tanah , batuan) yang dilalui. Demikian juga semakin besar debit
(volume) aliran semakin banyak pula bahan-bahan yang terangkut. Mudah
tidaknya material terangkut tergantung dari ukuran besar butir, bahan-bahan yang
halus akan lebih mudah terangkut daripada bahan-bahan yang lebih besar (Tim
Peneliti BP2TPDAS IBB, 2002).
Erosi tanah dapat terjadi sebagai akibat aliran radiasi, angin atau air,
dan seringkali karena kombinasi ketiga-tiganya. Tanah sangat peka terhadap
radiasi, khususnya di daerah beriklim kering. Ketika suhu tanah terlalu tinggi
atau tanah terlalu kering, misalnya setelah terjadi penggundulan dari vegetasi
atau penutup mulsa, kehidupan tanah menjadi terancam, pertumbuhan dan
berfungsinya akar menjadi tidak optimal, dan humus pada lapisan atas terurai.
Sebagai akibatnya permukaan tanah liat akan tertutup karena terpaan air hujan,
sedangkan tanah pasir akan kehilangan ikatannya. Keadaan seperti ini akan
mengakibatkan meningkatnya erosi oleh air dan angin. Pengaruh negatif
radiasi dan suhu yang tinggi dapat dikurangi dengan mencegah cahaya
matahari agar tidak langsung mengenai permukaan tanah. Ini bisa dilakukan
dengan menutup tanah langsung dengan vegetasi atau mulsa, atau dengan
memberi naungan (Reijntjes et al, 1999).
Kemampuan hujan untuk dapat menghancurkan agregat tanah ditentukan
oleh besarnya energi kinetik dari air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah.
Tinggi rendahnya intensitas hujan akan mencerminkan besar kecilnya energi
kinetik yang dihasilkan yang dapat menentukan besar kecilnya erosi yang akan
diakibatkannya. Semakin tinggi intensitas hujan maka akan semakin banyak
proses pelepasan butiran tanah dari agregatnya melalui erosi percikan (Splash
Erosion). Intensitas hujan yang tinggi maka limpasan permukaan akan tinggi
pula. Kombinasi antara percikan air hujan dan laju limpasan permukaan
merupakan dua kekuatan yang saling mempengaruhi untuk menyebabkan
terjadinya erosi tanah. Penataan lahan dan tanaman dapat membantu
memperkecil erosi sekaligus dapat meningkatkan produktivitas tanah, karena jika

xii
permukaan tanah tertutup oleh tanaman maka pukulan air hujan tidak langsung
dapat menghantam permukaan tanah tersebut sehingga erosi percikan yang
terjadi sangat kecil. Daerah yang telah mengalami penataan lahan dan tanaman
dengan baik maka bahaya erosi dapat dihindarkan (Thamrin dan Hendarto,
1992).
Topografi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
erosi, salah satunya kelerengan. Pemanfaatan lahan tersebut di samping
mengoptimalkan produktivitas lahan juga untuk konservasi tanah. Kelas
lereng yang berbeda akan berbeda pula tingkat erodibilitas lahannya (Harjadi,
1992 cit Harjadi dan Farida, 1996). Kelas dibagai lahan datar diperuntukkan
bagi persawahan, lahan miring untuk agroforestri, lahan curam untuk kawasan
lindung Kelas lereng tersebut juga berakibat perubahan nilai T atau batas
toleransi erosi. Kelas lereng tidak berpengaruh langsung terhadap nilai T yang
diperhitungkan, karena nilai T lebih banyak dipengaruhi oleh jenis tanah dan
penggunaan lahan yang ada pada saat itu (Harjadi dan Farida, 1996).
Tipe batuan merupakan salah satu faktor pembentuk tanah yang
menentukan sifat kimia dan fisika tanah dan jenis tanah mencirikan nilai
erodibilitas tanah (K) dan nilai toleransi erosi (T). Nilai K merupakan suatu nilai
yang menunjukkan kepekaan suatu jenis tanah. Semakin besar nilai K maka
tanah semakin mudah tererosi, sebaliknya semakin kecil nilai K maka tanah
semakin tahan terhadap erosi. Adapun tingkat kepekaan atau ketahanan tanah
terhadap erosi dapat diubah atau diusahakan menjadi lebih mantap atau stabil
yaitu dengan cara merubah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya nilai. Semakin tahan pelapukan tipe batuan penyusun tanah terhadap
cuaca dan suhu lingkungan yang tinggi yang berakibat mudah terintegrasi atau
terdekomposisi, maka nilai K tanah tersebut semakin besar. Hal ini berarti bahwa
sedikit saja tanah tererosi maka lahan tersebut relatif lebih cepat kritis secara
ekonomi atau tingkat produktivitas lahan akan cepat menurun. Faktor yang
berpengaruh nilai K tersebut antara lain : tekstur, struktur, bahan organik
dan permeabilitas tanah (Harjadi dan Indrawati, 1998).
Tanah yang ada disuatu wilayah pasti nantinya akan mengalami suatu
erosi baik sedikit ataupun banyak. Kejadian erosi disuatu wilayah dapat

xii
diperbolehkan asal tidak melebihi nilai erosi yang diperbolehkan (T). nilai dari
erosi yang diperbolehkan menunjukan jumlah tanah yang hilang yang
diperbolehkan pertahun. Kehilangan tanah yang terjadi tidak boleh menurunkan
produktivitas lahan setempat sehingga lahan tetap lestari. Berdasarkan
perhitungan memiliki tingkat erosi yang diperboehkan untuk tegal 199,101
ton/ha/tahun. Sawah 20,083 ton/ha/tahun dan hutan rakyat 84,600 ton/ha/tahun.
Nilai tersebut menunjukan batas dari tanah yang boleh hilang dalam satu tahun
apabila erosi dilapang melebihi nilai tersebut maka perlu dilakukan tindakan
konservasi. Nilai erosi di lapang yang diperoleh dari metode USLE untuk tegal
sebesar 145,365 ton/ha/tahun sawah 18,647 ton/ha/tahun hutan rakyat 4.696,508
ton/ha/tahun. Data tersebut menunjukan bahwa tanah perlu dilakukan konservasi
khususnya hutan dan tegal pada tanah tersebut agar produktivitas tanah tetap
terjaga dan mengurangi degradasi dari tanah tersebut agar tanah tersebut masih
memiliki umur guna yang panjang.
Tindakan konservasi yang dapat dilakukan untuk mencegah erosi tanah
dengan membuat terasering pada tanah tegal maupun hutan, menanam tanah
dengan cover crop, penanaman tanah dengan tanaman tahunan sehingga erosi
dapat diperkecil. Jenis tanaman yang dapat digunakan untuk mencegah erosi pada
tegal yaitu menanam ubi kayu disekitar tepi tegal, dan untuk hutan lebih tepatnya
dengan menanam tanaman tahunan seperti jenis albizia dan dibawahnya ditanam
tanaman semak yang dapat melindungi tanah dari terpaan air hujan secara
langsung yang menyebabkan erosi.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

xii
Kesimpulan yang dapat diperoleh setelah pelaksanaan praktikum
konservasi tanah dan air antara lain :
a. Erosi yang terjadi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh erosivitas hujan,
erodibilitas tanah (tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas tanah,
kandungan bahan organik tanah), panjang dan kemiringan lereng,
pengelolaan tanaman, dan tindakan konservasi.
b. Erosi yang terjadi pada suatu wilayah tidak boleh melebihi nilai erosi
yang diperbolehkan.
c. Perhitungan prediksi erosi yang terjadi di suatu wilayah dapat
menggunakan metode USLE.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan setelah pelaksanaan praktikum konservasi
tanah dan air sebaiknya dalam praktikum lapang peralatan untuk pengamatan
ditambah agar tidak terjadi saling menunggu dan praktikum menjadi semakin
lama dan untuk praktikum laboratorium sebaiknya dilaksanakan tepat waktu.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah T, Lubis KS, Hanum H 2013. Kajian Tingkat Bahaya Erosi di


Beberapa Penggunaan Lahandi Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai (DAS)
Padang. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(1) : 436-446.

xii
Arief A 2010. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta : Kanisius.
Arifin M 2010. Kajian sifat fisik tanah dan berbagai penggunaan lahan dalam
hubungannya dengan pendugaan erosi tanah. Jurnal Pertanian Mapeta
12(2): 72-144.
Arsyad S 2009. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.
Arsyad S 2009. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.
Asdak C 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :
UGM Press.
Fakhrudin M, Yulianti M 2010. Kajian Erosi Sebagai Dasar Konservasi DAS
Cisadane. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010. LIPI :
Pusat Penelitian Limnologi.
Harsoyo B 2010. Review Modeling Hidrologi DAS di Indonesia. Jurnal Sains
dan Teknologi Modifikasi Cuaca 11(1) : 41-47.
Herawati T 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi Di Wilayah Das
Cisadane Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
7(4) : 413-424.
Kartasapoetra 2008. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta : Rineka Cipta.
Paarrang L, Hasanah U, Monde A 2016. Prediksi Erosi Daerah Aliran Sungai
Poboya. Jurnal Mitra Sains 4(1) : 66-75.
Purwantara S, Nursa’ban M 2012. Pengukuran Tingkat Bahaya Bencana Erosi di
Kecamatan Kokap. Jurnal Geomedia 10(1) : 111-128.
Satriawan H, Fuady Z 2014. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Yogyakarta :
Deepublish.
Suripin 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset.
Sutapa IW 2010. Analisis Potensi Erosi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di
Sulawesi Tengah. Jurnal Smartek 8(3) : 169-181.
Tarigan DR, Mardianto D 2013. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap
Kehilangan Tanah pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa
Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten
Kulonprogo. http://lib.geo.ugm.ac.id. Diakses tanggal 10 Desember 2016.
Yudhistira, Hidayat WK, Hadiyarto A 2011. Kajian Dampak Kerusakan
Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir di Desa Keningar Daerah
Kawasan Gunung Merapi. Jurnal Ilmu Lingkungan 9(2) : 76-84.

xii

Anda mungkin juga menyukai