Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah pernafasan yang lazim digunakan mencakup 2 proses:
pernafasan luar (eksterna) yaitu penyerapan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida dari tubuh secara keseluruhan serta pernafasan dalam
(interna), yaitu penggunaan oksigen dan pembentukan karbondioksida
oleh sel-sel serta pertukaran gas antar sel-sel tubuh dengan media cair
sekitarnya. Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas (paru-paru)
dan sebuah pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi terdiri dari dinding
dada, otot-otot pernafasan, pusat pernafasan di otak yang mengendalikan
otot pernafasan.
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh. Sumbatan jalan nafas merupakan
salah satu penyebab kematian utama yang kemungkinan masih dapat
diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala
sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa
menggunakan alat yang canggih.
Sumbatan jalan nafas dapat dijumpai baik di dalam rumah sakit
maupun di luar rumah sakit. Di luar rumah sakit misalnya penderita
tersedak makanan padat sehingga tersumbat jalan nafasnya, sedangkan di
dalam rumah sakit misalnya penderita tidak puasa sewaktu akan
dilaksanakan pembedahan sehingga dapat terjadi aspirasi yang dapat
menyumbat jalan nafasnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan resusitasi dan resusitasi paru?
2. Bagaimana fisiologi pernafasan?
3. Bagaimana tindakan Kegawat daruratan dalam sistem respirasi?

1|Askep Gadar Kardiopulmonal


1.3 Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari resusitasi dan resusitasi paru.
2. Untuk memgetahui fisiologi pernafasan.
3. Untuk mengetahui apa saja tindakan untuk kegawat daruratan dalam
sistem respirasi.

2|Askep Gadar Kardiopulmonal


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kegawatdaruratan dalam sistem respirasi
Kegawatdaruratan dalam sistem respirasi terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Kegawatdaruratan pada gangguan jalan napas (airway)
2. Kegawatdaruratan pada gangguan ventilasi (breathing)

2.1.1 Kegawatdaruratan pada gangguan jalan napas (airway)


1. Obstruksi jalan napas
 Tanda-tanda sumbatan jalan napas
Pada keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali
ada tidaknya sumbatan jalan napas dapat dilakukan dengan cara
lihat (look), dengar (listen), dan raba (feel).
a. Lihat (look)
Tentukan apakah pasien mengalami agitasi atau
penurunan kesadaran. Agitasi menunjukkan kesan adanya
hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh karena
sumbatan jalan napas, sedangkan penurunan kesadaran
member kesan adanya hiperkarbia yang mungkin
disebabkan oleh hipoventilasi akibat sumbatan jalan napas.
Perhatikan juga gerak dada dan perut saat bernapas,
normalnya pada posisi berbaring waktu inspirasi dinding
dada dan dinding perut bergerak keatas dan waktu ekspirasi
dinding dada dan dinding perut turun. Pada sumbatan jalan
napas total dan parsial berat, waktu inspirasi dinding dada
bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik sedangkan
waktu ekspirasi terjadi sebaliknya. Gerak nafas ini disebut
see saw atau rocking respiration.
Adanya retraksi sela iga, supra klavikula atau
subkostal merupakan tanda tambahan adanya sumbatan
jalan napas. Sianosis yang terlihat di kuku atau bibir

3|Askep Gadar Kardiopulmonal


menunjukkan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang
tidak adekuat. Pada penderita trauma perlu dilihat adanya
deformitas daerah maksilofasial atau leher serta adanya
gumpalan darah, patah tulang, gigi, dan muntahan yang
dapat menyumbat jalan nafas.

b. Dengar (listen)
Didengar suara nafas dan ada tidaknya suara
tambahan. Adanya suara napas tambahan berarti ada
sumbatan jalan nafas parsial. Suara nafas tambahan berupa
dengkuran (snoring), kumuran (gargling), atau siulan
(crowing/stridor). Snoring disebabkan oleh lidah menutup
orofaring, gargling karena secret, darah, atau muntahan dan
crowing/stridor karena anya penyempitan jalan napas
karena spasme, edema, dan pendesakan.

3 Raba (feel)
Dirabakan hawa ekspresi yang keluar dari lubang
hidung atau mulut, dan ada tidaknya getaran di leher waktu
bernapas. Adanya getaran di leher menunjukkan sumbatan
parsial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah
ada fraktur di daerah maksilofasial, bagaimana posisi
trachea.

Obstruksi jalan napas dapat disebabkan oleh:


1. Lidah menyumbat orofaring
Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi
terlentang, tonus otot jalan napas atas, otot genioglossus hilang, sehingga
lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan napas
baik total atau parsial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui
dan dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan napas

4|Askep Gadar Kardiopulmonal


(triple airway maneuver), pemasangan alat jalan napas faring (pharyngeal
airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (Laryngeal mask
airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube).

Manuver tripel jalan napas


1. Kepala di ekstensikan pada sendi atlanto-oksipital
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3. Mulut dibuka
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas
bebas, sehingga gas atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau
mulut.

Jalan napas faring


Jika triple manuever kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan
napas mulut-faring lewat mulut (oropharyngeal airway) atau jalan napas
hidung-faring lewat hidung (naso-pharyngeal airway).
Oropharyngeal airway : berbentuk pipa gepeng lengkung seperti
huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai
dengan dinding lebih keras untuk mencegah kalau pasien menggigit
lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin.
Naso-pharyngeal airway : berbentuk pipa bulat berlubang
tengahnya dibuat dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan
harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung pipa diolesi
dengan jelly.

Sungkup laring
Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) ialah alat jalan
napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang ujung
menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti
balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari
polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.

5|Askep Gadar Kardiopulmonal


Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujungnya distalnya berhubungan dengan
esofagus.

Ukuran Usia Berat (kg)


1.0 Neonatus <3
1.3 Bayi 3-10
2.0 Anak kecil 10-20
2.3 Anak 20-30
3.0 Dewasa kecil 30-40
4.0 Dewasa normal 40-60
5.0 Dewasa besar >60

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan


laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya supaya
dapat dipasanga langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan jika
intubasi trakea diramalkan bakal mendapat kesulitan. Pemasangan
hendaknya menunggu anestesia cukup dalam atau menggunakan pelumpuh
otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring. Setelah alat
terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit, maka dapat dipasang
gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut faring.

Pipa trakea
Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas analgetik langsung
kedalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida.
Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang
trakea bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea
bayi dan anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa

6|Askep Gadar Kardiopulmonal


seperti huruf D, maka untuk bayi anak digunakan tanpa cuff dan untuk anak
besar dewasa dengan cuff, supaya tidak bocor.

Intubasi trakea
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan
umumnya digolongkan sebagai berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelaianan anatomis, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan
sekret jalan napas
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Misalnya, saat resusuitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan
efisien, ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.

2. Obstruksi oleh karena cairan


Muntahan, darah dan sekret di tangani dengan penghisap (suction).
Ada 2 macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil
dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga
mulut dianjurkan memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk
menghisap lewat pipa endotrakeal atau trakheostomi menggunakan yang
soft catheter suction tip.

3. Obstruksi pada pasien sadar


Penanganan pada obstruksi benda asing pada pasien sadar adalah dengan
maneuver back blow dan Heimlich.

2.3.2 Kegawatdaruratan pada Gangguan Ventilasi


Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam
mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam

7|Askep Gadar Kardiopulmonal


darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem
pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi
karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napasdan
menjaganyaaar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi masih
ada gangguan ventilasi mak harus dicari penyebab yang lain.
Penyebab lain terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi
dan depresi pada susunan saraf pusat.
Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup
diperlukan jalan nafas yang bebas, kekuatan otot respirasi yang
kuat, dinding thoraks yang utuh, rongga pleura yang negative dan
susunan saraf yang baik.
Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik di atas maka
akan menyebabkan volume inspirasi tidak adekuat, sehingga terjadi
hipoventiasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia.
Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang
akan meningkatkan tekanan intracranial, yang dapat menurunkan
kesadaran dan menekan pusat nafas bila disertai hipoksemia
keadaan akan makin memburuk. Penekanan pusat nafas akan
menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan
memberikan ventilasi dan oksigenasi.
Pusat nafas bekerja secara otomatis dan menurut kendali.
Oleh karena itu, pada penderita dengan gangguan ventilasi dimana
penolonbg belum mampu mnguasai ventilasinya dan masih
memerlukan kooperasi dengan pendirita, sebaiknya penderita tidak
ditidurkan, tetap dalam keadaan sadar.
Gangguan ventiasi dan oksigenasi juga dapat terjadi akibat
kelainan di paru dan kegagalan fungsi paru
Parameter ventilasi:
 PaCO2 (N: 35-45 mmHg)

8|Askep Gadar Kardiopulmonal


 ETCO2 (N: 25-35 mmHg)
Parameter oksigenasi:
 PaO2 (N: 80-100 mmHg)
 SaO2 (N: 95-100%)

9|Askep Gadar Kardiopulmonal


BAB II
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap kehidupan makhluk hidup termasuk manusia memerlukan
oksigen. Kebutuhan oksigen ini tidak terpenuhi, maka manusia tidak akan
bisa melangsungkan hidupnya, karena pada dasarnya manusia yang hidup
didunia ini memerlukan zat makanan, oksigen, dan elektrolit. Dengan
demikian, oksigen dapat dikatakan sebagai suatu unsur dasar
melangsungkan kehidupan.
Berbagai dampak yang ditimbulkan kekurangan oksigen seperti
kelumpuhan organ-organ, ketidaksadaran otak, dan juga dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu, pula solusi yang bisa diterapkan
untuk mengatasi masalah dalam sistem pernapasan, khususnya dalam
kebutuhan oksigen.

3.2 Saran
Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa
menambah pengetahuan tentang masalah kebutuhan oksigenasi yang
banyak menjadi permasalahan didunia kesehatan.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan referensi bagi penulis
selanjutnya. Diharapkan para pembaca bisa memberikan kritik dan saran
untuk dapat menjadikan kami lebih baik lagi dalam penulisan selanjutnya.

10 | A s k e p G a d a r K a r d i o p u l m o n a l
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2004. Keperawatan medikal bedah dengan gangguan
sistem pernafasan, Jakarta: EGC.

Astowo, Pudjo. 2005. Terapi oksigen : Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi. Jakarta : FKUI

Long, BC. 2001. Perawatan Medikal Bedah 8. Bandung. IAPK

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia Anderson. 2004. Buku Potofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8, Jakarta: EGC.

Soemantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan


Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Merdeka. Jakarta.

Sundaru, Heru. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. FKUI.

Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronchiale. Edisi I.
Agung Seto. Jakarta.

11 | A s k e p G a d a r K a r d i o p u l m o n a l

Anda mungkin juga menyukai