Anda di halaman 1dari 21

TUGAS UAS

RESUME MATERI GEOTHERMAL

Oleh :
YORDAN IRSYADIE AZIEZ
111.140.044
KELAS C

MATA KULIAH GEOTHERMAL


PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
PENDAHULUAN
Energi Panas Bumi
Energi panas bumi, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah
permukaan bumi dan fluida yang terkandung didalamnya. Panas bumi atau geothermal
merupakan energi panas yang tersimpan di dalam permukaan bumi. Istilah geothermal
diambil dari bahasa Yunani, geo berarti bumi dan therme berarti panas. Energi ini banyak
dimanfaatkan untuk memproduksi listrik, menghangatkan bangunan dan mencairkan salju
dari jalanan.
Tak ada catatan pasti mengenai kapan manusia mulai memanfaatkan energi panas
bumi untuk kehidupan. Mungkin sejak awal kemunculannya manusia telah memanfaatkan
sumber panas bumi untuk keperluan sederhana seperti mandi air panas, memasak, dan
pengobatan. Penggunaan secara lebih kompleks diketahui dari catatan arkeologi sekitar 2000
tahun yang lalu. Bangsa Romawi telah memanfaatkan panas bumi yang keluar dari mata air
panas untuk membangun pemandian di kota-kota. Salah satu yang masih bisa dilihat
reruntuhannya ada di fasilitas pemandian air panas Badenweiler di Rhine Rift Valley, bagian
selatan Jerman.
Penggunaan pertama energi panas bumi untuk pembangkit listrik mulai pada awal
abad ke-20. Pada tahun 1904 didirikan pembangkit pertama di Lardarello, Italia. Pembangkit
tersebut mulai beroperasi pada tahun 1913 menghasilkan listrik sebesar 250 kW. Kemudian
pada tahun 1915 kemapuannya meningkat menjadi 15 MW. Pernah hancur di era perang
dunia II, pembangkit Lardarello dibangun kembali dan masih beroperasi hingga saat ini
menghasilkan listrik sebesar 545 MW atau setara dengan 1,6% kebutuhan listrik Italia. Energi
panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di Italy sejak tahun 1913 dan di New
Zealand sejak tahun 1958. Pemanfaatan energi panas bumi untuk sektor non‐listrik (direct
use) telah berlangsung di Iceland sekitar 70 tahun.
Meningkatnya kebutuhan akan energi serta meningkatnya harga minyak, khususnya
pada tahun 1973 dan 1979, telah memacu negara‐negara lain, termasuk Amerika Serikat,
untuk mengurangi ketergantungan mereka pada minyak dengan cara memanfaatkan energi
panas bumi. Saat ini energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di 24
Negara, termasuk Indonesia. Disamping itu fluida panas bumi juga dimanfaatkan untuk
sektor non‐listrik di 72 negara, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air,
pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah, pengeringan
kayu, kertas dll.
Proses Pembentukan Panas Bumi
Panas bumi atau geothermal terbentuk akibat adanya proses lempeng tektonik yang
terjadi sejak planet ini diciptakan Allah. Bumi kita ini dapat dikatakan terbentuk dari 3
lapisan yakni crust sebagian lapisan terluar bumi yang sering disebut sebagai kerak bumi atau
kulit bumi, mantel atau selubung bumi, dan core atau inti bumi.
Kulit bumi di daratan (continent) biasanya akan lebih tebal daripada yang di dasar
lautan. Tebalnya kulit bumi di daratan sekitar 35 kilometer, untuk dasar lautan hanya sekitar
5 kilometer. Lapisan kulit bumi ini merupakan batuan yang memiliki massa jenis (density)
sekitar 3 gr/cm3. Selubung bumi memiliki ketebalan sekitar 3000 kilometer, sedangkan inti
bumi memiliki ketebalan hingga 3500 kilometer.
Panas bumi terbentuk akibat adanya proses lempeng tektonik. Contoh lempeng
tektonik adalah bumi Indonesia yang memiliki 3 lempeng aktif yakni lempeng Pasific,
lempeng Indo-Australia (India-Australia) dan lempeng Eurasia. Tumbukan antar ketiga
lempeng ini akan mengakibatkan terjadinya energy panas bumi.
Lempeng tektonik bersifat mengalirkan panas dari bagian inti bumi. Pada area ini
banyak terbentuknya gunung-gunung berapi yang memiliki reservoir panas hingga mencapai
lebih dari 5400°C. Bumi mengandung banyak bahan radioaktif semisal uranium-235,
uranium-238, dan thorium 232. Bahan-bahan radioaktif ini mengalami peluruhan dan
menimbulkan panas yang sangat tinggi, dan panas ini selalu menekan kesegala arah dan
berusaha untuk keluar ke area yang tekanannya lebih rendah, namun demikian tertahan oleh
sekeliling mantel bumi. Panas inti bumi ini melelehkan bebatuan atau magmatisasi yang
kemudian memanaskan kandungan air yang ada didalam bumi, air itu menjadi panas. Air
yang panas ini mengalir deras ke permukaan bumi dalam bentuk sumber air panas atau
sumber uap panas.
Tahapan Pengembangan Panas Bumi
Di Indonesia, tahapan kegiatan pengembangan panas bumi diatur dalam Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Kegiatan operasional panas bumi terdiri
dari survei, eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi, dan pemanfaatan. Menurut (Wards S.H
dkk, 1982), tahapan eksplorasi panas bumi beserta biayanya adalah sebagai berikut :
1. Tahap Studi Literatur yang meliputi pengumpulan daya sekunder, analisa foto udara,
studi geomorfologi, geologi regional, geomagnet regional dan laporan geologi lainnya
yang berkaitan. Kegiatan ini diperlukan dana 20.000 dolar AS.
2. Tahap Studi Tinjau pada suatu areal yang luas yang ditentukan dari hasil studi
literatur. Kegiatannya meliputi pengambilan contoh untuk analisa kimia dan isotop
dari contoh air, pemetaan geologi pendahuluan dengan sekala tertentu, dan
pengukuran gradient geothermal. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menaksir
temperatur dan kondisi geologi faktual di lapangan panas bumi. Tahap ini
memerlukan biaya 90.000 dolar AS.
3. Tahap Pemetaan areal Prospek dengan sekala semi rinci pada areal terpilih yang
mempunyai peluang besar untuk memperoleh sumber uap panas bumi dari hasil
eksplorasi tahap sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemetaan struktur
geologi dengan tujuan mendapatkan data patahan dan areal reservoar panas bumi.
Biaya yang diperlukan 15.000 dolar AS.
4. Penilaian areal prospek yang meliputi kegiatan pengukuran gradien geothermal
dengan metoda pemboran dengan biaya 100.000 dolar AS, kegiatan pengamatan
unsur kimia jarang, mineral ubahan dan pengukuran temperatur dengan biaya 25.000
dolar AS. Tujuannya memperoleh data geologi bawah permukaan.
5. Sistem modeling dengan kegiatan evalluasi data yang diperoleh sebelumnya sehingga
dapat tersusun model panas bumi daerah prospek. Pekerjaan ini memerlukan dana
10.000 dolar AS.
6. Tahap Pembuatan Foto Udara Berwarna dengan sasaran membuat peta dasar rupa
bumi (topografi). Tujuannya untuk membuat peta dasar yang akan digunakan untuk
pemetaan geologi rinci dan kegiatan eksplorasi lainnya.
7. Tahap Deliniasi Areal Prospek yakni penggambaran areal prospek dengan kegiatan
pemetaan geologi sekala rinci (1:6000) dan pengukuran tahan jenis (geolistrik) dan
potensial diri. Biaya yang diperlukan mencapai 70.000 dolar AS.
8. Tahap Modelling, dengan menggunakan metode numerik dan komputerisasi dengan
biaya 20.000 dolar AS.
9. Pemboran Uji dengan tujuan menguji hasil eksplorasi yang dilakukan sebelumnya
dengan pemboran uji dengan kedalaman antara 500-800 m. Biaya yang diperlukan
240.000 dolar AS
10. Evaluasi pemboran dengan melakukan analisa isotop dengan tujuan perkiraan
temperatur reservoar, sistem hidrotermal, perkiraan permeabilitas batuan inti bor dan
serbuk pemboran, pengamatan mineral ubahan, litologi, logging geofisika. Biaya yang
diperlukan mencapai 55.000 dolar AS. Penyelidikan struktur geologi dengan
menggunakan metode sismik pantul dengan biaya antara 60.000 – 125.000 dolar AS.
Pekerjaan ini dilakukan bila keyakinan penyelidikan sebelumnya masih diragukan.
11. Tahap Sistem Modeling dengan tujuan evaluasi data permukaan dan bawah
permukaan yang diperoleh dari pemboran. Pekerjaan khusus ini memerlukan waktu 2
bulan dengan menyerahkan pekerjaan ke pihak ke-3 (konsultan ahli senior 2 orang)
dengan biaya 40.000 dolar AS.
12. Pemboran Uji Produksi berdasarkan hasil evaluasi seluruh data yang diperoleh
termasuk masukan dari konsultan. Biaya yang diperlukan 3.750.000 dolar AS untuk 3
sumur dengan total kedalaman 1.525 meter.
13. Uji Produksi terhadap hasil pemboran uji produksi dengan kegiatan melakukan
analisa isotop, mineral ubahan dan logging dengan dana 35.000 dolar AS.
14. Tahap Modeling Reservoar dengan menggunakan perekayasaan reservoar dengan
biaya 40.000 dolar AS.
15. Studi Kelayakan untuk pengembangan dan kontruksi.
Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk setiap daerah prospek panas
bumi diperlukan dana sekitar 4,5 juta dolar AS.
Selain sumur produksi panas bumi, diperlukan instalasi pembangkit tenaga uap seperti
pada pembangkit listrik batu bara. Fungsinya adalah untuk mengonversi energi panas bumi
yang dibawa uap untuk memutar turbin generator. Energi listrik yang dihasilkan oleh
generator selanjutnya akan didistribusikan konsumen. Beberapa komponen utama
pembangkit panas bumi antara lain adalah:
1. Sumur dan pipeline. Uap diproduksi dari sumur produksi dan diinjeksikan kembali
melalui sumur injeksi
2. Separator dan demister. Uap yang berasal dari sumur produksi sebelum masuk
separator dan demister, diatur terlebih dahulu jumlah uap yang akan digunakan oleh
control valve. Separator berfungsi untuk memisahkan uap dari moisture air. Separator
yang digunakan berjenis cyclone dimana aliran uap diarahkan dan berputar
menimbulkan gaya sentrifugal. Karena gaya buoyancy yang kecil maka uap akan naik
keatas dan air terlempar ke dinding dan dibuang melalui drain. Demister berfungsi
untuk memisahkan uap dari material padat. Uap dilewatkan pada kisi-kisi penampang
yang sangat kecil sehingga material-material padat terjebak dan uap yang akan masuk
kedalam turbin kering dan bersih.
3. Rock Muffler. Rock muffler merupakan bangunan yang terbuka dan terdiri dari batu-
batuan yang berguna untuk meredam suara dari kebisingan uap. Sejumlah uap
dibuang ke atmosfir saat unit tidak beroperasi atau pada saat penurunan beban. Rock
muffler juga berfungsi untuk mengontrol uap yang akan dibuang. Pada saat unit tidak
beroperasi (trip) uap yang berasal dari cluster seluruhnya akan dibuang ke rock
muffler, akan terlihat uap dengan kapasitas yang besar terbuang.
4. Pompa. Pompa berfungsi untuk mengalirkan air.
5. Cooling tower. Cooling tower berfungsi sebagai penyedia sumber air pendingin untuk
digunakan pada kondenser untuk mengkondensasi uap yang keluar dari turbin. Selain
itu air di cooling tower juga berfungsi untuk mengalirkan air ke aux cooling water dan
fire water. Sebagian besar air dari cooling tower disupply dari hotwell pump da aux
cooling water. Apabila level pada cooling tower berkurang maka penambahan air
akan dilakukan oleh Raw Water Facility. Selain itu, pada bagian atas dari cooling
water terdapat fan yang salah satu fungsinya untuk menyemburkan hasil dari gas
extraction.
6. Non Ccondensable Gas Removal. Adanya sejumlah gas dan udara yang tidak
terkondensasi (NCG) akan mengurangi laju perpindahan panas. Pengurangan laju
perpindahan panas antara uap bekas dan air pendingin akan menyebabkan penurunan
vakum di dalam kondensor yang berarti mengurangi kemampuan kerjanya.
Mengurangi dan membuang NCG dapat meningkatkan power output dari plant dan
mengurangi capital cost dan biaya maintenance.
7. Water Treatment System. raw water akan masuk ke dalam 2 tank untuk diberi
perlakuan khusus agar air dalam kondisi yang baik. Setelah mendapat perlakuan
khusus maka air akan disimpan dalam wadah penampung. Wadah penampung ini
akan menyalurkan air ke hotwell, chemical dosing (mengatur PH), untuk distribusi air
(penggunaan sendiri ex: WC), dan komponen cooling water.
8. Chemical Dosing System. Sistem ini berfungsi untuk mengatur PH air yang akan di
supply menuju raw water dan reinjeksi pump. PH yang diinginkan adalah berkisar
dipoint 7 (keadaan normal). Pengaturan PH dilakukan dengan menggunakan zat basa
kuat NaOH.
9. Kondenser. Berfungsi untuk mongkondensasi uap.
10. Turbin dan Generator. Berfungsi untuk mengonversi energi uap menjadi energi listrik.
11. Transformator. Transformator tenaga berfungsi untuk menaikkan (step-up) dan
menurunkan (step down) tegangan. Tegangan output dari power plant yang akan di
transmisi melalui jarak yang jauh harus di naikkan dahulu melalui transformator step-
up. Dengan demikian pada daya yang konstan, tegangan di naikkan maka arus akan
menjadi kecil, dalam hal ini dapat memperkecil kerugian tegangan.
Setelah pembangkit panas bumi siap diproduksi, energi listrik dapat dijual dengan harga
yang disesuaikan dengan investasi yang telah dikeluarkan. Namun, ada ketentuan untuk
harga listrik per kWh sehingga investasi panas bumi ini dianggap kurang menguntungkan.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan baru yang mendukung pengembangan energi panas
bumi di Indonesia.
MANIFESTASI PANAS BUMI

Bukti kegiatan panasbumi dinyatakan oleh manifestasi-manifestasi di permukaan,


menandakan bahwa fluida hidrotermal yang berasal dari reservoar telah keluar melalui
bukaan -bukaan struktur atau satuan – satuan batuan berpermeabilitas. Beberapa manifestasi
menjadi penting untuk diketahui karena dapat digunakan sebagai indikator dalam penentuan
suhu reservoar panasbumi, diantaranya :
1. Mata air panas, dapat terbentuk dalam beberapa tingkatan mulai dari rembesan hingga
menghasilkan air dan uap panas yang dapat dimanfaatkan secara langsung (pemanas ruangan
/ rumah pertanian atau air mandi) atau penggerak turbin listrik dan yang paling penting
adalah bahwa dengan menghitung / mengukur suhunya dapat diperkirakan besaran keluaran
energi panas (thermal energy output) dari reservoir di bawah permukaan.
2.Sinter silika, berasal dari fluida hidrotermal bersusunan alkalin dengan kandungan
cukup silika diendapkan ketika fluida yang jenuh silika amorf mengalami pendinginan dari
100 oC ke 50°C. Endapan ini dapat digunakan sebagai indikator yang Intik bagi keberadaan
reservoir bersuhu > 175oC
3.Travertin, adalah jenis karbonat yang diendapkan di dekat atau permukaan, ketika air
meteorik yang sedang bersirkulasi sepanjang bukaan-bukaan struktur mengalami pemanasan
oleh magma dan bereaksi dengan batuan karbonat. Biasanya terbentuk sebagai timbunan /
gundukan di sekitar mata air panas bersuhu sekitar 30°C-100°C, dapat digunakan sebagai
indikator suhu reservoir panasbumi berkapasitas energi kecil yang terlalu lemah untuk
menggerakkan turbin listrik tetapi dapat dimanfaatkan secara langsung.
4.Kawah dan endapan hidrotermal. Kedua jenis manifestasi ini erat hubungannya dengan
kegiatan erupsi hidrotermal dan merupakan indikator kuat dari keberadaan reservoir
hidrotermal aktif Kawah dihasilkan oleh erupsi berkekuatan supersonik karena tekanan uap
panas yang herasal dari reservoir hidrotermal dalam (kedalaman ± 400 m, suhu 230oC)
melampaui tekanan litostatik, ketika aliran uap tersebut terhambat oleh lapisan batuan tidak
permeabel (caprock). Sedangkan endapan hidrotermal (jatuhan) dihasilkan oleh erupsi
berkekuatan basaltik dari reservoir hidrotermal dangkal (kedalaman ± 200 m, suhu I95°C),
ketika transmisi tekanan uap panas melebihi tekanan litostatik karena tertutupnya bukaan-
hukaan batuan yang dilaluinya.
5.Warm Ground Gas-gas dan uap air yang naik kepermukaan akan menaikkan suhu
disekitar daerah termal area sehingga suhu didaerah ini akan Iebih tinggi daripada daerah
disekitarnya dan juga lebih tinggi dari suhu udara didekat pernmkaan bunti yang
kadang-kadang mencapai 30°C- 40°C.
6.Steaming Ground. Uap air yang keluar dalam jumlah sedikit melalui pori dalam tanah
atau batuan yang kenampakannya hanya berupa uap putih dan hangat dan tidak tidak
terdengar bunyi dari tekanan uap yang tinggi seperti pada fumarol.
7.Fumarol. Uap panas (vapour) yang keluar melalui celah-celah dalam batuan dan
kemudian berubah menjadi uap air (steam), yang umumnya mengandung gas SO2 yang
relatif tinggi serta gas CO2.
8.Acid Hot Spring. Mata air panas dengan pH asam (pH < 6) yang terbentuk dari hasil
kondensasi gas-gas magmatik dan uap panas (vapour) didekat permukaan bumi kemudian
melarut dan bercampur dengan air meteorik dan kemudian keluar menjadi mata air dengan
pH asam.
9.Neutral Hot Spring. Mata air panas dengan pH netral atau mendekati netral (pH 6 -7).
Mata air ini diassosiasikan sebagai direct discharge fluida dari reservoir kepermukaan bumi.
Umumnya mengandung ion klorida yang tinggi sehingga sering kali disebut air klorida.
Disekitar mata air panas ini sering dijumpai endapan silika sinter dan mineral —mineral
sulfida seperti galena, pyrit dll.
10.Hot pool. Merupakan daerah ubahan erupsi hidrothermal yang pada umumnya
mengandung air panas dan uap panas atau bisa jugs campuran dari keduanya.
11.Hot Lake. Merupakan danau vulkanik yang terletak pada daerah aktivitas geotermal
yang masih memperlihatkan adanya gejala-gejala post vulkanik yang dibuktikan dari suhu air
yang relatif panas dan memperlihatkan adanya kenampakan gelembung- gelembung udara
pada permukaan air.
12.Mudpool . Kolam lumpur yang kenampakannya sedikit mengandung uap dan gas
CO2, tidak terkondensasi, umumnya fluida berasal dari kondensasi uap. Penambahan cairan
lumpur uap menyebabkan gas CO2 keluar.
13.Geyser. Sejenis mata air panas yang menyembur secara periodik, mengeluarkan air
panas dan uap air ke udara.
14.Hydrot. Eruption. Suatu proses erupsi vulkanisme yang mana material-material yang
dikeluarkan berupa mineral- mineral atau batuan ubahan hidrotermal.
15. Concealed outflow, seepage. Merupakan air rembesan dari suatu proses panasbumi
biasanya air rembesan ini mengalir disungai sungai.
GEOTHERMOMETER
Geothermometer adalah suatu metode yang digunakan untuk memperkirakan
temperatur bawah permukaan bumi (reservoir) berdasarkan konsep ketergantungan
kesetimbangan kimia (larutan maupun gas) terhadap temperatur. Metode ini biasa digunakan
dalam asesmen potensi panasbumi suatu daerah maupun dalam penelitian ilmiah lain. Suatu
set kesetimbangan kimia yang telah terdefinisi persamaan kesetimbangannya terhadap
temperatur biasa disebut geotermometer. Contohnya geotermometer Na-K, silika, gas, isotop
dan sebagainya.
Sebagai contoh sederhana, kelarutan garam akan semakin besar bila temperatur juga
semakin tinggi. Maka dengan mengetahui komposisi garam tersebut, akan dapat diketahui
temperatur kesetimbangan saat garam tersebut terlarut. Tentu saja, proses yang terjadi di
dalam bumi jauh lebih kompleks ketimbang apa yang terjadi dalam beaker glass di
laboratorium, sehingga nantinya dalam interpretasi data geothermometry perlu adanya
asumsi-asumsi dan sinkronisasi antar berbagai hasil perhitungan geothermometer.

Studi Kasus Paper: Isotop Kalsit-Grafit Geothermometer Terapan Untuk


Memperkirakan Kondisi Metamorfik Puncak Pada Batu Marmer Dari Provinsi Borborema,
Timur Laut Brazil. (Paper Terlampir).

Marmer memiliki komposisi tertentu yang tidak berguna untuk penerapan


geothermometer umum mineral (Yardley, 1989). Umumnya, kondisi metamorfosa pada
batuan ini dievaluasi secara luas dengan menggunakan kurva stabilitas P-T atau P-T-XCO2
untuk parageneses mineral mereka, yang biasanya mengandung calcite (atau dolomit) dan
mineral umum lainnya seperti talc, tremolite, diopside, forsterite, dan wollastonite. (Winkler,
1979; Yardley, 1989). Kesulitan untuk memiliki kumpulan mineral yang dikalibrasi dengan
baik untuk penerapan geothermometry mineral adalah karakteristik kelereng yang diketahui.
Geothermometri isotop didasarkan pada pemisahan dua isotop stabil dari suatu unsur
antara dua fase mineral, dan prinsip umumnya adalah bahwa fraksinasi isotop untuk
pertukaran isotop antara mineral adalah fungsi dari suhu, seperti dalam formula 1 / T2.
Kondisi untuk menerapkan isotop geothermometer adalah isotopic equilibrium. Isolasi
ekuilibrium pertukaran harus ditetapkan selama reaksi yang produknya berada dalam
ekuilibrium kimia dan mineralogi. Karakteristik yang paling penting dari pertukaran isotop
adalah ketidakpekaan tekanan pada partisi isotop. Ini merupakan keuntungan yang cukup
besar dibandingkan dengan geothermometer lainnya yang menunjukkan ketergantungan
tekanan. Studi fraksinasi isotop karbon dalam sistem karbonat-CO2-grafit-CH4 penting tidak
hanya di bawah kondisi suhu rendah, tetapi juga pada suhu tinggi. Dengan demikian,
fraksinasi dari 13C dan 12C.
Isotop antara kalsit dan grafit telah menjadi geothermometer yang berguna yang
diterapkan pada berbagai macam suhu, bahkan lebih tinggi dari 800 dan 900 oC (Hoefs,
2009). Untuk mengevaluasi ekuilibrium isotop antara grafit dan grafit, tekstur dan pola
permukaan grafit dapat diamati. Grafit kristal, kristal heksagonal atau semi-heksagonal,
dengan permukaan yang dipoles dan pantulan tinggi, mengindikasikan kesetimbangan isotop
dan dengan demikian mempertahankan kondisi puncak metamorf. Di sisi lain, bentuk kristal
yang kurang, kristal tidak beraturan, menunjukkan permukaan kasar (pertumbuhan berlebih
pada grafit awal), menyarankan disekuilibrium isotop setelah kondisi puncak metamorfik
(Wada & Suzuki, 1983).
HIDROGEOLOGI GEOTHERMAL

Studi Kasus Paper: Zona Aliran Hidrologi Pada Supercritical Intrusi Magmatik di
Sumur IDDP - Wawasan Model Numerik (Paper Terlampir).

Zona kontak antara intrusi magmatik dan cairan meteorik yang beredar sangat
menarik baik untuk memahami struktur termal dan kontrol hidrologi sistem panas bumi
entalpi tinggi serta untuk memperbaiki prospek masa depan produksi tenaga panas bumi pada
suhu dan kondisi tekanan magmatik yang mendekati.
Meskipun ada banyak model konseptual dan numerik yang kompleks untuk zona ini,
mereka sama-sama memiliki penurunan tajam permeabilitas pada suhu di atas suhu transisi
rapuh-plastik, yang menghasilkan batas di mana panas ditransfer secara konduktif dari
gangguan pada cairan meteorik. Selain itu, penelitian telah mengetahui bahwa perubahan non
linier pada sifat fluida suhu dan tekanan bergantung pada peran penting dalam
mengoptimalkan transportasi energi. Kami melaporkan simulasi numerik dari evolusi transien
aliran fluida dan transportasi panas pada sistem panas bumi entalpi tinggi di sekitar
pendinginan intrusi, termasuk akar 'superkritis' yang dalam. Kami menggunakan aliran fluida
CSMP ++ dan kode transport panas, dan menganalisis suhu, tekanan, entalpi, distribusi
keadaan fasa, serta kontribusi cairan magmatik.
Untuk ruang magma yang dangkal (kedalaman ~ 2 km) dan dengan asumsi bahwa
permulaan reduksi permeabilitas terjadi di atas 550 ° C (wajar untuk basal), simulasi tersebut
memprediksi bahwa fluks besar cairan fase tunggal dari kerapatan seperti uap (superheated
uap atau cairan superkritis, tergantung pada tekanan hidrostatik eksternal) akan hadir di
sekitar gangguan. Hasil distribusi fasa fluida, suhu dan entalpi fluida di atas intrusi umumnya
sesuai dengan pengamatan dari Proyek Pengeboran Deep Islandia, Well 1 (IDDP-1), dan
menunjukkan bahwa model hidrologi tersebut mungkin berguna untuk menginformasikan
eksplorasi panas bumi di masa depan di dekat Kondisi yang menakjubkan.
RESERVOIR PANAS BUMI
Reservoir panas bumi adalah suatu tempat terakumulasinya sumber energi panas yang
terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya.
Karakterisasi dan potensi dari reservoir panas bumi perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi
tersebut harus di laksanakan pada setiap tahap kegiatan, yaitu mulai dari tahap survey
pendahuluan, eksplorasi, penilaian kelayakan hingga ke tahap eksploitasi dan saat
pemanfaatannya. Semakin banyak data yang diperoleh, semakin baik tingkat kepastian dan
semakin kecil resiko yang akan dihadapi.
Secara umum, data lapangan yang diperoleh terdiri dari data geologi, geokimia,
geofisika dan data sumur, apabila telah dilakukan pemboran sumur. Evaluasi data dilakukan
untuk mendapatkan banyak informasi, salah satunya yaitu untuk memperikan kemampuan
reservoir untuk berproduksi dan memasok uap yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik
selama minimal 25 tahun.
Bab ini akan membahas tentang karakteristik reservoir panas bumi dan beberapa
metode yang umum digunakan dalam mengevaluasi reservoir panas bumi serta
memperkirakan besarnya sumberdaya dan cadangan (potensi listrik).

Karakteristik Reservoir Panas Bumi


Menurut Edwards (1982), reservoir panas bumi dibedakan menjadi empat jenis, yaitu
reservoir hidrothermal (hydrothermal reservoir), reservoir bertekanan tinggi (geopressured
reservoir), reservoir batuan panas kering (hot dry rock Reservoir), dan reservoir magma
(magma reservoir). Dari empat jenis reservoir panas bumi tersebut, reservoir yang paling
banyak dimanfaatkan hingga sekarang yaitu reservoir hidrothermal. Reservoir hidrothermal
adalah sistem panas bumi dimana reservoirnya mengandung uap, air, atau campuran
keduanya, tergantung tekanan dan temperatur reservoirnya.
Sistem hidrothermal umumnya terletak di perbatasan lempeng tektonik, antara lain
sistem hidrothermal di Italy, New Zeland, Indonesia, Philipina, Jepang, Amerika, Mexico, El
Savador, dan beberapa negara lainnya. Sistem ini terbentuk karena adanya interaksi antara
lempeng – lempeng tektonik tersebut, yang merupakan batangan batuan setebal 64 – 145 km
yang mengapung di atas astenosfer. Lempeng – lempeng ini bergerak secara perlahan dan
terus – menerus. Di beberapa tempat lempeng – lempeng bergerak memisah sementara di
beberapa tempat lainnya lempeng – lempeng tersebut saling mendorong dan salah satu
diantaranya akan menunjam di bawah lempeng lempeng lainya. Ujung dari lempengan
tersebut hancur meleleh, akibat adanya panas di dalam astenosfer dan panas akibat gesekan
lempeng – lempeng tersebut. Adanya batuan panas ini menyebabkan temperatur di daerah
tersebut menjadi lebih besar dari gradien temperatur rata – rata. Sehingga dapat mencapai 70
– 800 C/Km, bahkan di suatu tempat besarnya gradien temperatur sangat tinggi sekali hingga
tidak lagi dinyatakan dalam 0C/Km tetapi dalam 0C/cm.
Menurut White (1967), fluida yang terkandung dalam reservoir hidrothermal berasal
dai air permukaan, antara lain air hujan (air meteorik) yang meresap masuk ke bawah
permukaan dan terpanaskan oleh suatu sumber panas.air tersebut akan masuk melalui rekahan
– rekahan ke dalam batuan permeable. Sumber panas akan mengalir secara konduksi melalui
batuan, dan secara konveksi melalui fluida.
Sistem hidrothermal memilik empat komponen utama, yaitu sumber panas, daerah
resapan untuk menangkap air hujan dan atau air lelehan salju (air meteorik), batuan reservoir
(batuan tempat fluida), dan fluida / air yang membawa panas dari reservoir ke permukaan
bumi.
Batuan pada sistem hidrothermal umumnya adalah batuan rekahan. Apabila struktur
geologi memungkinkan maka air tersebut akan mengalir melalui rekahan – rekahan dan atau
batuan permeable, dan kemudian muncul di permukaan, yaitu pada saat temperatur air telah
mencapai temperatur titik didihnya. Bila hal itu terjadi maka fluida akan berupa campuran
uap-air atau mungkin berupa uap saja atau air saja. Hal ini menyebabkan jenis – jenis
manifestasi panas bumi permukaan menjadi snagat beragam, ada mata air panas, geyser atau
mata air panas yang menyembur ke permukaan hingga tingginya mulai dari stu hingga
beberapa puluh meter setiap selang waktu dari beberapa menit hingga beberapa jam atau hari,
kolam lumpu panas, kolam air panas, serta manifestasi panas bumi lainnya yang masing –
masing mempunyai karakteristik yang berbeda – beda walaupun letaknya berdekatan.
Adanya keaneragaman dari sifat batuan dan intensitas panasnya, menyebabkan sistem
panas bumi mempunyai karakteristik yang unik. Menurut Hochstein (1990), berdasarkan
pada besarnya temperatur maka sistem panasbumi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
sistem atau resevoir bertemperatur tinggi (>2250C), sistem atau reservoir bertemperatur
sedang (1250C sampai 2250C), dan sistem atau reservoir bertemperatur rendah (1250C).
Apabila telah dilakukan pemboran sumur, jenis reservoir atau sistem panas bumi
dapat diperkirakan dari landaian tekanan dan temperatur hasil pengukuran di dalam sumur.
Temperatur saturasi kemudian diplot terhadap kedalaman. Kurva biasa disebut sebagai
“Kurva BPD”, dimana BPD adalah singkatan dari Boiling Point with Depth. Penentuan jenis
reservoir selanjutnya ditentukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, apabila landaian
temperatur dari pengukuran di sumur terletak di sebelah kiri kurva BPD, maka fluida hanya
terdiri dari satu fasa saja, yaitu air. Kedua, apabila landaian temperatur dari pengukuran
sumur terletak di sebelah kanan dari kurva BPD, maka fluida hanya terdiri satu fasa saja,
yaitu uap. Ketiga, apabila landaian temperatur berimpit dengan kurva BPD, maka fluida
terdiri dua fasa, yaitu uap dan air.
Kedalaman rekahan dapat diperkirakan pada waktu pemboran dan dari data hasil
pengujian sumur. Pada pemboran, adanya rekahan dapat diindikasikan oleh dua hal, yaitu
terjadinya hilang sirkulasi lumpur, atau oleh adanya peningkatan kandungan Klorida di dalam
lumpur. Kepastian adanya rekahan diperoleh dari uji hilang air.

Karakteristik Reservoir Panas Bumi Di Indonesia


Pada tahun 1972, dilakukan survei yang menunjukkan bahwa terdapat 217 area
prospek panas bumi yang tersebar hampir diseluruh wilayah kepulauan Indonesia, kecuali
Kalimantan (Gambar 2). Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral menyatakan bahwa
status saat ini terdapat 256 area prospek panas bumi di Indonesia, yaitu 84 area di Pulau
Sumatera, 76 area di Pulau Jawa, 51 area di Pulau Sulawesi, 21 area di Nusatenggara, 3 area
di Irian Jaya, 15 prospek di Maluku dan 5 prospek di Kalimantan. Sistem panas bumi di
Indonesia umumnya sistem hidrothermal yang memiliki temperatur tinggi (>2250C).
Sumber energi panas terbentuk bumi karena adanya tumbukan antara lempeng
Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan antara lempeng India-
Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara menghasilkan zona
penunjam di kedalaman 160 -210 km di bawah Pulau Jawa-Nusatenggara dan sekitar 100 km
di bawah Pulau Sumatera.
Pada kedalaman yang lebih besar, jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat
basa dan lebih cair dengan kandungan gas magnetik yang lebih tinggi. Sehingga hasilnya
ialah erupsi gunung api yang lebih kuat dan endapan vulkanik yang lebih tebal serta
terhampar luas. Sistem panas bumi di Pulau Sumatera umumnya berakaitan dengan gunung
api andesitisriolitis (sumber magma bersifat lebih asam dan kental), sedangkan di Pulau Jawa,
Nusatenggara dan Sulawesi umumnya berasosiasi dengan kegiatan vulkanik bersifat
andesitis-basaltis (sumber magma bersifat lebih cair). Akibat adanya sistem penunjam yang
berbeda, menyebabkan munculnya sumber – sumber panas bumi yang berkaitan dengan
gunung – gunung api muda. Sistem panas bumi di Pulau Sumatera lebih dikontrol oleh sistem
patahan regional. sedangkan di Pulau Jawa sampai Sulawesi, sistem panas buminya lebih
dikontrol oleh sistem pensesaran yang bersifat lokal.
Di lihat berdasarkan karakteristiknya, sistem panas bumi yang terletak di jalur gunung
api di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusatenggara, Maluku, dan ujung utara Pulau Sulawesi
umumnya mempunyai temperatur yang cukup tinggi. Pada daerah ini, sistem panas bumi
dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu sistem panas bumi yang berkaitan dengan
gunung api aktif saat sekarang (resen) dan sistem panas bumi yang berkaitan dengan gunung
api kuarter yang sudah tidak aktif dan berumur lebih tua.

Studi Kasus Paper: Simulasi Numerik Pada Reservoir Geothermal Barat Laut
Sabalan, Iran.

Model numerik tiga dimensi dari sistem panas bumi Sabalan barat dikembangkan
berdasarkan model konseptual yang diambil dari analisis data lapangan yang ada. Sebuah
model numerik reservoir dinyatakan dengan sistem grid prisma persegi panjang 12km × 8km
dengan tinggi 4.6km, memberikan luas 96km2. Model ini memiliki 14 lapisan horizontal
yang memiliki ketebalan antara 100m sampai 1000m yang terbentang dari maksimum 3600
sampai -1000m a.s.l. Lima belas jenis batuan digunakan dalam model untuk menentukan
permeabilitas horizontal yang berbeda dari 5,0 × 10 -18 sampai 4,0 × 10-13 m2 berdasarkan
model konseptual. Pemodelan keadaan alami reservoir dilakukan, dan hasilnya menunjukkan
kesepakatan yang baik dengan suhu dan tekanan yang diukur di sumur. Simulasi numerik
dilakukan untuk memprediksi kinerja reservoir dengan mengalokasikan sumur produksi dan
reinjeksi di lokasi yang ditentukan. Dua skenario eksploitasi yang berbeda diperiksa untuk
keberlanjutan waduk selama tiga puluh tahun ke depan. Efek lokasi reinjeksi dan jumlah
sumur makeup yang dibutuhkan untuk mempertahankan produksi cairan yang ditentukan
dievaluasi. Hasilnya menunjukkan bahwa mengetuk ulang di Situs B paling efektif untuk
pemeliharaan tekanan sistem.
PEMANFAATAN PANAS BUMI

Dalam pemanfaatan geothermal sebagai tenaga listrik dapat dilakukan berdasarkan


sumber dari panas bumi tersebut. Jika panas bumi menghasilkan uap air (steam), maka uap
tersebut dapat langsung digunakan untuk menggerakan turbin pembangkit listrik. Jika energi
panas bumi dihasilkan adalah air panas, maka air panas tersebut harus diubah terlebih dahulu
menjadi uap air (steam) dengan alat yaitu Heat Exchanger. Heat Exchanger mampu
mengubah air panas tersebut berubah wujud menjadi uap air, yang kemudian dapat
dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik.
Pemanfaatan panas bumi di Indonesia sendiri masih terbilang belum optimal, karena
sebagian besar listrik yang didistribusikan keseluruh wilayah Indonesia sekitar 88% disupplai
lewat pembangkit listrik berbahan fosil, batu bara, BBM sedangkan pemanfaatan geothermal
hanya sedikit untuk pembangkit listrik di Indonesia. Justru hal ini sebenarnya harus diubah
karena, Indonesia sendiri memiliki potensi sumber energi panas bumi yang banyak dan
berlimpah bahkan untuk skala dunia.
Panas Bumi sebagai energi terbarukan dapat menjamin kehandalan operasional
pembangkit, hal ini dikarenakan fluida panas bumi sebagai sumber tenaga yang digunakan
untuk penggeraknya akan selalu tersedia, terbarukan dan tidak akan mengalami penurunan
jumlah. Disamping selalu tersedia, energi panas bumi ini tidak berpengaruh terhadap
persediaan air tanah karena sisa buangan air disuntikkan ke bumi dengan kedalaman yang
jauh dari lapisan aliran air tanah. Pemanfaatannya pun tidak merusak lingkungan, karena
limbah yang dihasilkan hanya berupa air sehingga tidak mengotori udara dan merusak
atmosfer. Kebersihan lingkungan sekitar pembangkit pun tetap terjaga karena
pengoperasiannya tidak memerlukan bahan bakar, tidak seperti pembangkit listrik tenaga lain
yang memiliki gas buangan berbahaya akibat pembakaran yang dapat mencemari lingkungan
sekitar.
Memang sebagian besar energi panas bumi yang dihasilkan, pemanfaatannya untuk
menghasilkan tenaga listik, seperti yang ada dilokasi panas bumi di bagian timur Indonesia,
lebih dari 200 lokasi panas bumi yang tersedia di Nusa Tengara dan Maluku. Namun, energi
geothermal ini tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai penghasil tenaga listrik saja. Energi
panas bumi pun dapat dimanfaatkan diberbagai sektor Industri di Indonesia seperti
Argoindustri dan sektor industri lainnya. Berikut penjelasan penerapan energi panas bumi
diberbagai Industri di Indonesia.
Berikut beberapa pemanfaatan dari energi panas bumi (geothermal) yang dapat
diterapkan dalam sektor atau industri tertentu di Indonesia (Selain Industri pembangkit
listrik).
1. Argoindustri atau Sektor Pertanian, Perkebunan dan Perikanan
Energi panas bumi dapat diaplikasikan dalam sektor pertanian. Tidak perlu tekhnologi
yang canggih, karena energi panas bumi dapat langsung dimanfaatkan untuk proses
pengeringan hasil pertanian. Hanya membutuhkan tekhnologi yang sederhana dengan
menggunakan alat Heat Exchanger. Energi panas berupa air panas dengan suhu yang sangat
tinggi kemudian dialirkan melalui heat exchanger, kemudian alat ini akan mengalirkan panas
yang berguna untuk proses pengeringan. Pelaku industri hanya perlu menyediakan ruangan
pengering untuk mengeringkan hasil pertanian, perkebunan atau perikanan.
2. Sektor Pariwisata
Energi panas bumi di sektor pariwisata dapat memanfaatkan air panas maupun uap
airnya sebagai obyek wisata pemandian air panas. Manfaat air panas untuk pemandian yang
baik untuk tubuh, dijadikan pengelola pariwisata sebagai daya tarik untuk mengembangkan
bisnis pariwisata.
3. Pemanfaatan Energi Panas Lainnya
Selain bisa dimanfaatkan untuk Industri Argoindustri, sektor pariwisata dan
menghasilkan pembangkit tenaga listrik, energi panas ini juga sering dimanfaatkan berbagai
pihak sebagai sumber pemanas bagi ruangan, gedung, perkantoran atau tempat yang
membutuhkan panas.

Studi Kasus Jurnal: Energi Geotermal Terkini: Pengembangan dan Pemanfaatan


Energi Geotermal di Indonesia

Lebih dari 200 gunung berapi terletak di sepanjang Sumatra, Jawa, Bali dan pulau-
pulau di bagian timur Indonesia, yang dikenal sebagai 'Cincin Api'. Indonesia juga dikenal
sebagai sumber potensi panas bumi terbesar di dunia yang diberikan menimbulkan
konsentrasi besar sistem panas bumi bersuhu tinggi. Total potensi yang diperkirakan oleh
Badan Geologi Nasional (NGAI) sekitar 27.000 MW. Dalam hal pengembangan panas bumi
dan pemanfaatannya, Pemerintah Indonesia (GOI) berencana untuk memanfaatkan sumber
energi besar tersebut sebagai energi alternatif utama untuk menggantikan fosil yang mungkin
memenuhi permintaan tenaga listrik Indonesia yang terus meningkat dalam 20 tahun ke
depan.
Asosiasi Panas Bumi Indonesia (INAGA) dan NGAI melaporkan bahwa Indonesia
terdiri dari 256 lokasi potensi panas bumi yang dikelilingi oleh 29 lokasi (2.795 MW) potensi
energi panas bumi dimana 18 lokasi (1.205 MW) direncanakan untuk dikembangkan dan
dioperasikan oleh pengembang yang ada terutama terdiri dari Pertamina Geothermal Energy
dan kemitraannya sementara 3 lokasi (1.590 MW) telah ditenderkan dan 6 lainnya masih
menunggu penawaran baru tersebut.
Lapangan panas bumi saat ini beroperasi dari 7 lokasi dengan kapasitas total minimal
1196 MW terdiri dari Darajat (260 MW), Dieng (60 MW), Kamojang (200 MW), Gunung
Salak (377 MW), Sibayak (12 MW) , Lahendong (60 MW), dan Wayang Windu (227 MW).
Penggunaan langsung panas bumi di Indonesia mulai tumbuh sejak Pertamina Geothermal
Energy (PGE) - anak perusahaan Pertamina, perusahaan minyak dan gas negara - dan
National Research Institute (BPPT) meluncurkan proyek pemanenan Jamur di Kamojang
pada tahun 2000 dan sekarang PGE bekerja sama dengan Koperasi Lokal di Lahendong
(Sulawesi Utara) untuk mengembangkan pengolahan gula aren dan pengolahan kopra putih.
Hal ini tidak termasuk spa dan kolam renang yang dikembangkan jumlahnya tak terhitung.
Beberapa lembaga lain (LSM dan Universitas) juga dalam penelitian kemajuan langsung
menggunakan panas bumi untuk pemurnian Akarwangi (bahan baku untuk parfum).
Penggunaan pompa panas bumi (ground-source) tidak dikenal di negara ini.
Sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan mulai pulih pada
tahun 2003 telah mempengaruhi permintaan dan pertumbuhan sektor listrik di Indonesia. Hal
ini mengakibatkan kehabisan tenaga di seluruh negara yang bervariasi dari waktu ke waktu
dan dari satu tempat ke tempat lain. Selanjutnya, perubahan lingkungan peraturan untuk
industri panas bumi dan komitmen yang kuat dari Pemerintah Indonesia adalah isu utama
yang mempengaruhi pertumbuhan industri panas bumi di Indonesia.
Selama situasi pemulihan energi, Pemerintah Indonesia menetapkan strategi untuk
mempersiapkan Indonesia untuk mandiri di Indonesia memenuhi kebutuhan energinya.
Pemerintah Indonesia secara bertahap meningkatkan tarif listrik nasional, dan menilai
struktur tarif diferensial listrik menurut wilayah untuk mendukung investasi infrastruktur
listrik berkaitan dengan kebutuhan daerah. Di sektor panas bumi, Pemerintah Indonesia terus
mendorong investor dengan menawarkan insentif dalam kegiatan eksplorasi, dan mengurangi
jumlah risiko dengan membiarkan pemerintah menilai kegiatan eksplorasi sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Panas Bumi.
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Panas Bumi No. 27/2003, Pemerintah RI
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi
dan Keputusan Menteri Energi No. 71 Tahun 2008 tentang Harga Energi Panas Bumi - yang
berfokus pada pentingnya pemanfaatan energi panas bumi di atas pemanfaatan energi
terbarukan lainnya. Keputusan ini kemudian direvisi oleh MED No.5 Tahun 2009 tentang
harga energi, dan perlindungan hukum terhadap investor untuk penggunaan maksimal energi
panas bumi di Indonesia. Kebijakan ini dikeluarkan untuk mendukung total Kapasitas
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi sebesar 9.500 MWe pada tahun 2025. Biaya energi
panas bumi yang dihasilkan sedikit lebih rendah daripada yang dihasilkan dari bahan bakar
fosil seperti minyak dan gas bumi, namun tetap tidak bersaing dengan yang dihasilkan. dari
pabrik pemadam kebakaran batubara. Ini sedikit lebih tinggi daripada yang berasal dari
pembangkit listrik tenaga api utama. Dengan demikian, kesempatan untuk mengembangkan
pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia terbuka lebar untuk swasta.
Untuk mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia tersebut, sebuah perusahaan lokal
dan internasional sekarang meningkatkan aktivitas mereka untuk memenuhi permintaan
energi di sektor listrik. Pertamina Geothermal Energy dengan kegiatan sendiri dan mitranya
mengeksplorasi beberapa daerah yang belum diproduksi. Beberapa perusahaan baru lainnya
juga terlibat dalam tahap eksplorasi atau bahkan dalam tahap pengembangan pemanfaatan
tenaga panas bumi. Semua kegiatan mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia untuk
memenuhi tahap kedua proyek percepatan pembangkit 10.000 MW, yang sebagian besar
terdiri dari 60% panas bumi. Dengan demikian, kesempatan untuk mengembangkan
pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia masih terbuka lebar. Akhirnya, mengenai
substansi investasi, Pemerintah Indonesia juga diharapkan dapat mempertahankan risiko
negara Indonesia, untuk menciptakan listrik dasar yang kompetitif harga dasar listrik, untuk
menentukan tingkat bunga pasar-permintaan, mengatur peraturan fiskal yang jelas, dan untuk
menerapkan kesucian kontrak.
DAFTAR PUSTAKA

Chris Timotius, KK. Potensi energi panas bumi di Indonesia. FPTK-UPI.


Geothermal Energy. University of Colorado.
Melting of Iron at Earth’s Inner Core Boundary Based on Fast X-ray Diffraction. Science
Journal.
Neto, Souza. 2009. Calcite-Graphite Isotope Geothermometer Applied To Estimate
Metamorphic Peak Conditions In Marbles From Borborema Province, Northeastern
Brazil.
Noorollahi, Younes. 2011. Numerical simulation of Northwest Sabalan geothermal
reservoir, Iran. Jurnal World Renewable Energy Congress. Linköping.
Panas bumi di Indonesia. Kementerian ESDM.
Sigit Setiawan. 2012. Energi Panas Bumi Dalam Kerangka MP3EI. Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan, LIPI.
Scott, Samuel. 2015. Hydrology of a Supercritical Flow Zone Near a Magmatic Intrusion in
the IDDP-1 Well – Insights from Numerical Modeling. Jurnal Proceeding World
Geothermal Congress. Melbourne.
Stober, I dan Bucher, K. 2013. Geothermal Energi from Theoritical Models to Exploration
and Development. Springer. Hal 17.
Stober, I dan Bucher, K. 2013. Geothermal Energi from Theoritical Models to Exploration
and Development. Springer. Hal 21.
Surya Dharma. 2010. Geothermal Energy Update: Geothermal Energy Development and
Utilization in Indonesia. Jurnal Proceeding World Geothermal Congress. Bali.

Anda mungkin juga menyukai