Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Konduksi atau hantaran merupakan proses aktif yang bekerja sendiri dan memerlukan penggunaan
energi oleh saraf. Konduksi inpuls saraf walaupun cepat, namun berlangsung lebih lambat daripada
listrik, karena jaringan saraf merupakan konduktor pasif yang relatif sangat buruk. Saraf memerlukan
potensial eberapa volt untuk dapat menghasilkan impuls, sebab sel saraf mempunyai ambang yang
rendah terhadap rangsangan (impuls).

Kata epilepsi berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang berarti serangan dan menunjukkan bahwa
sesuatu dari luar yang menimpa dirinya sehingga ia jatuh. Epilepsi tidak dianggap sebagai suatu
penyakit, tetapi lebih diyakini sebagai suatu kutukan roh jahat atau kekuatan gaib yang merasuki
seseorang.

Epilepsi sudah dikenal sekitar 2000 tahun SM di daratan China, namun Hipocrateslah yang pertama
mengenalkan epilepsi sebagai suatu penyakit dalam bukunya “On the Sacred Disease” yang menyatakan
bahwa terjadinya epilepsi bukan karena kekuatan supranatural, tetapi berasal dari dalam diri penderita
itu sendiri.

Di Indonesia, epilepsi lebih dikenal dengan istilah-istilah berikut ini: sawan, ayan, dan gila babi. Sehingga
sampai saat ini pengobatannya masih menggunakan cara-cara mistik. Epilepsi merupakan suatu masalah
neurologis yang relatif lebih sering terjadi dan dapat menyerang semua kelompok usia, juga segala jenis
bangsa dan keturunan di seluruh dunia. Lebih kurang 70 % dapat terjadi sebelum usia 20 tahun, dan
lebih sering terjadi pada masa kanak-kanak.

Epilepsy dan status epileptikus merupakan bagian dari gejala konvulsif. Epilepsy adalah gejala kompleks
dar banyak gangguan berat dari fungsi otak dengan karakteristik kejang berulang.

Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan, hlangnya tonus otot
atau gerakan, serta gangguan perlaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi.sehingga epilepsy bukan
penyakit tetapi suatu gejala

B. Manfaat

Dengan mempelajari asuhan keperawatan epilepsy dan status epileptikus kita semua dapat
mengetaui serta memahami tentang asuhan keperawatan epilepsy dan status epileptikus pada
umumnya dan dapat dijadikan acuan untuk melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang
mengalami gangguan epilepsy dan status epileptikuskhususnya.

C. Tujuan

a. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar
jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan Neurobehavior II tentang asuhan
keperawatan klien dengan epilepsi.

b. Tujuan khusus

Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui bagaimana penyebab,
patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi yang mungkin terjadi, serta penatalaksanaan dari klien yang
mengalami epilepsi

D. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari epilepsi.

2. Apakah yang menyebabkan terjadinya epilepsi.

3. Bagaimana patofisiologi epilepsi.

4. Apa saja tanda dan gejala dari epilepsi.

5. Bagaimana penatalaksanaan medis untuk klien epilepsi.

6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami epilepsi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-
serangan, berulang-ulang yang disebabkan oleh lepasan muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang
bersifat reversibel dengan berbagai etiologi, dengan ciri khas serangan yang timbul secara tiba-tiba dan
menghilang secara tiba-tiba pula.

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan
listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-
serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)

B. ETIOLOGI

Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:

1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol

4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

5. Tumor Otak

6. Kelainan pembuluh darah

7. Riwayat keturunan epilepsy

8. Riwayat gangguan metabolism dan nutrisi/gizi

9. Riwayat gangguan sirkulasi serebral

secara umum epilepsi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Epilepsi Primer atau epilepsi idiopatik yang sampai pada saat ini belum ditemukan penyebabnya dan
sebagian besar terjadi pada anak-anak. Pada kasus ini tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak.

2. Epilepsi Sekunder, penyebabnya diketahui, antara lain:

- Faktor herediter, yang mengalami kelainan, seperti neurofibromatosis, hipoparatiroidisme,


hipoglikemia.

- Faktor genetik, pada kejang demam.

- Kelainan kongenital otak, atropi, agenesis korpus kolosum.


- Gangguan metabolik, seperti hipoglikemi, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.

- Infeksi, radang yang disebabkan virus atau bakteri pada otak dan selaputnya, seperti toxoplasmosis,
meningitis.

- Trauma, contusio cerebri, hematoma subarachnoid, hematoma subdural.

- Neoplasma otak dan selaputnya.

- Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit kolagen.

- Keracunan (timbal, kamper/kapur arus, fenotiazine).

- Lain-lain, seperti: penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral.

C. PATOFISIOLOGI

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim
pesan (impuls motorik).Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yang lain melalui
sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine
ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu
sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga
seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian
tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan
demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Factor predisposisi :

·Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

·Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

· Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol

· Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

· Tumor Otak

· kelainan pembuluh darah

· riwayat keturunan epilepsy

· rwayat gangguan metabolism dan nutrisi/gizi

· riwayat gangguan sirkulasi serebral

PATHWAY
Gangguan pada system listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak

Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang, dan tidak terkontrol
((disritmia )

Respon pasca kejang ( postikal )

Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan

Kejang umum

Kejang parsial

Aktivitas kejang umum lama akut, tanpa perbakan kesadaran penuh diantara serangan

Penurunan kesadaran

5.Resiko tinggi injuri

Kejang berulang

Peka rangsang

Status epileptikus

Gangguan prilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi

1.Ketakutan

2.Koping individu tidak efektif

Respon psikologis :

·Ketakutan

·Respon penolakan

·Anoreksia

·Depresi

·Menarik diri

3.Nyeri akut
4.Deficit perawatan diri

Respon fisik :

·Konfusi dan sulit bangun

·Keluhan sakit kepala dan sakit otot

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan

2. Kelainan gambaran EEG

3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen


4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya).

Menurut Commission of Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy
(ILAE) tahun 1981, epilepsi diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Epilepsi parsial (fokal, lokal)

a. Sawan parsial sederhana, kesadaran tetap normal:

Dengan gejala motorik

- Fokal motorik tidak menjalar.

- Fokal motorik menjalar (epilepsi Jackson)

- Versif, disertai geakan memutar tubuh, mata, kepala.

- Postural, disertai lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu.

- Fonasi, disertai dengan arus bicara terhenti atau menimbulkan bunyi-bunyian tertentu.

Dengan gejala soatosensoris atau sensoris spesial (melibatkan pancaindera)

- Somatosensoris, timbul rasa kesemutan atau ditusuk jarum.

- Visual, terlihat kilatan cahaya

- Auditorius, terdengar sesuatu

- Olfaktorius, tercium sesuatu

- Disertai vertigo

Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otoonom, sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, dilatasi
pupil.

Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur), antara lain

- Disfasia, mengulang suku kata, kata atau bagian kalimat.

- Dimensia, gangguan fungsi ingatan seperti pernah mengalami, merasakan, melihat atau sebaliknya
tidak pernah.

- Kognitif, gangguan orientasi waktu.

- Afektif, merasa sangat senang, susah, marah, takut.


- Ilusi, perubahan persepsi benda yang dilihat,

- Halusinasi kompleks (berstruktur), seperti mendengar ada yang berbicara, musik, melihat suatu
fenomena tertentu.

b. Epilepsi parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)

- Serangan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

Dengan gejala parsial sederhana disertai dengan menurunnya kesadaran

Dengan automatisme, gerakan-gerakan tak terkendali dan tidak disadari

- Dengan penurunan kesadaran sejak permulaan serangan, hanya dengan penurunan kesadaran,
automatisme.

c. Epilepsi parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)

- Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum

- Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum

- Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks, lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.

2. Epilepsi umum (konvulsif dan non konvulsif)

a. Epilepsi lena (absence), kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola
mata dapat memutar ke atas, tidak ada reaksi saat diajak bicara, biasanya berlangsung setengah menit,
dan sering dijumpai pada anak. Ciri khasnya: hanya penurunan kesadaran, dengan komponen kronik
ringan, dengan komponen atonik, dengan komponen tonik, dengan automatisme, dengan komponen
autonom (kombinasi).

b. Epilepsi lena tak khas, dapat disertai dengan gangguan tonus yang lebih jelas; permulaan dan
berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

c. Epilepsi mioklonik, terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau
semua otot, sekali atau berulang.

d. Epilepsi klonik, tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelonjot.

e. Epilepsi tonik, tidak ada komponen klonik, otot hanya menjadi kaku.

f. Epilepsi tonik-klonik, serangan dapat diawali dengan aura, klien mendadak jatuh pingsan, otot
seluruh badan kaku, kejang kaku berlangsung selama kira-kira setengah menit diikuti kejang kelonjot
diseluruh badan. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat
lamanya. Bila pembentukan ludah meningkat saat kejang, muut menjadi berbusa karena hembusan
napas kuat. Mungkin pula klien miksi. Setelah kejang selesai, klien dapat bangun dengan kesadaran yang
masih rendah atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan menjadi pegal, lelah dan nyeri kepala.

g. Epilepsi atonik, otot seluruh badan mendadak lemas, sehingga klien terjatuh. Kesadaran tetap baik
dan dapat juga menurun sebentar.

h. Status epileptikum, aktifitas kejang yang erlangsung terus menerus lebih dari 30 menit tanpa
pulihnya kesadaran.

3. Epilepsi tak tergolongkan

Ialah bangkitan pada bayi yang berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan
seperti berwenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sejenak.

E. KLASIFIKASI KEJANG

Kejang Parsial

· Parsial Sederhana

Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran Misal: hanya satu jari atau tangan yang bergetar,
mulut tersentak Dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi,
bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman

· Parsial Kompleks

Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran.Dengan gejala kognitif, afektif, psiko
sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, tetapi
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat.

Kejang Umum (grandmal)

Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi kekauan intens
pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi
otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:

· Kejang Tonik-Klonik

· Kejang Tonik

· Kejang Klonik

· Kejang Atonik

· Kejang Myoklonik
· Spasme kelumpuhan

· Tidak ada kejang

· Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.

F. KOMPLIKASI

· Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.

· Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.

G. PENATALAKSANAAN

v Dilakukan secara manual, juga diarahkan untuk mencegah terjadinya kejang, penatalaksanaan berbeda
dari satu klen dengan klien lainnya.

v Farmakoterapi

· Anti kovulsion untuk mengontrol kejang

v Pembedahan

· Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler

v Jenis obat yang sering digunakan

· Phenobarbital (luminal) : Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.

· Primidone (mysolin) : Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.

· Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin) : Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak
dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.

· Carbamazine (tegretol).

ü Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri


atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.

ü Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan
tingkahlaku.

ü Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang
dan gangguanfungsi hati.

· Diazepam.

ü Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).


ü Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v.
atau intra rektal.

· Nitrazepam (Inogadon).

ü Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.

· Ethosuximide (zarontine).

ü Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal

· Na-valproat (dopakene)

ü Obat pilihan kedua pada petit mal

ü Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.

ü Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.

ü Efek samping mual, muntah, anorexia

· Acetazolamide (diamox).

ü Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.

ü Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang
akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

· ACTH

ü Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan,
perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.

b. Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge
atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG
dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan
sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG
yang normal).
Pemeriksaan radiologis

c. Foto tengkorak

untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal,
tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.

d. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub
arachnoid serta gambaran otak.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan,
neoplasma / hematome/ abses.

I. STATUS EPILEPTIKUS

Ø Definisi

status epileptikus adalah sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa
adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang
yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status
epileptikus.

Ø Etiologi

Alkohol, Anoksia, Antikonvulsan-withdrawal, Penyakit cerebrovaskular, Epilepsi kronik, Infeksi


SSP, Toksisitas obat-obatan, Metabolik, Trauma, tumor

Ø Klasifikasi

1. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial dalam
mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat
berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial
kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial
dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti
olehhyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin
berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH
serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.
2. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase tonik dan diikuti
oleh aktivitas klonik pada periode kedua.

3. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti fase
klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.

4. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi
sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak
biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan
toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.

5. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya
perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state)
dengan respon yang lambat seperti menyerupai“slow motion movie” dan mungkin bertahan dalam
waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa
anak-anak.

Ø Komplikasi status epileptikus

a. Otak

§ Peningkatan Tekanan Intra Kranial

§ Oedema serebri

§ Trombosis arteri dan vena otak

§ Disfungsi kognitif

b. Gagal Ginjal

§ Myoglobinuria, rhabdomiolisis

c. Gagal Nafas

§ Apnoe

§ Pneumonia

§ Hipoksia, hiperkapni
d. Pelepasan Katekolamin

§ Hipertensi

§ Oedema paru

§ Aritmia

§ Glikosuria, dilatasi pupil

§ Hipersekresi, hiperpireksia

e. Jantung

§ Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme

f. Metabolik dan Sistemik

§ Dehidrasi

§ Asidosis

§ Hiper/hipoglikemia

§ Hiperkalemia, hiponatremia

§ Kegagalan multiorgan

g. Idiopatik

§ Fraktur, tromboplebitis, DIC

Ø PENATALAKSANAAN

Berdasarkan penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570 pasien yang mengalami status
epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada tabel di bawah), dimana Lorazepam 0,1
mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil menghentikan kejang sebanyak 65 persen.

Nama obat Dosis (mg/kg) Persentase

1. Lorazepam 0,1 65 %

2. Phenobarbitone 15 59 %

3. Diazepam + Fenitoin 0.15 + 18 56 %


4. Fenitoin 18 -

a. Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan karenanya
memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan terdistribusi pada
depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen
dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10
%) dari Lorazepam adalah sama.

b. Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan Benzodiazepin.


Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg dengan infus
atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50
%), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan
penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah
lokal iritasi : tromboplebitis dan“purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan untuk
mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal.

Ø PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan,
perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.

b. Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge
atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG
dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan
sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG
yang normal).

c. Foto tengkorak

untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal,
tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.

d. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub
arachnoid serta gambaran otak.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan,
neoplasma / hematome/ abses.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPILEPSI

DAN STATUS EPILEPTIKUS

A. PENGKAJIAN

Anamnese

· Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada bayi dan neonatus), jenios kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk RS, nomor register, asuransi
kesehatan, dan diagnosis medis.

· Keluhan Utama: kejang, demam.

· Riwayat kesehatan

Riwayat keluarga dengan kejang

Riwayat kejang demam

Tumor intracranial

Trauma kepal terbuka, stroke

· Riwayat kejang

Berapa sering terjadi kejang

Gambaran kejang seperti apa

Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal

Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang

· Riwayat penggunaan obat

Nama obat yang dipakai

Dosis obat

Berapa kali penggunaan obat

Kapan putus obat

Pemeriksaan fisik

B1 (BREATHING)
Inspeksi apakah klien batuk,produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
penngkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien epilepsy disertai dengan gangguan
system pernapasan.

B2 (BLOOD)

Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien epilepsy tahap lanjut apabila klien
sudah mengalami syok

B3 (BRAIN)

Tingkat kesadaran

Tingkat kesedaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk menilai
disfungsi system persarafan. Beberapa system dogunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan kesadaran.

Pemeriksaan fungsi serebral

Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien, nloai gaya bicara dan observasi ekspresi
wajah, aktivitas motorik pada klien eplepsi tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status mental
seperti adanya gangguan prilaku, alam perasaan dan persepsi

Pemeriksaan saraf cranial

Saraf I. Biasanya pada klien eplepsi tidak ada kelainan dan fungsi penciuman

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan dalam kondisi normal

Saraf III, IV, dan VI. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien epilepsy mengeluh mengalam fotofobia,(
sensitive yang berlebihan terhadap cahaya )

Saraf V. Biasanya tidak didapatkan paralysis otot wajah dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
normal.

System motorik
Kekutan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada eplepsi tahap lanjut mengalami
perubahan

Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, dan periosteum, derajat reflex pada
respons normal

System sensorik

Basanya didapatkan perasaan raba normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal
dipermukaan tubuh, perasaan propriosetif normal, dan perasaan diskriminatif normal. Pada rangsang
cahaya merupakan tanda khas dari epilepsy. Pascakejang sering dkeluhkan adanya nyeri kepala yang
bersifat akut.

B4 (BLADDER)

Pemeriksaan pada system kemih didapatkan berkurangnya volume output urin, hal ini berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal

B5 (BOWEL)

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada klien pada epilepsy menurun karena anoreksia dan adanya kejang

B6 (BONE)

Pada fase akut setelah kejang biasanya ddapatkan adanya penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik
secara umum sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri

Pemeriksaan Diagnostik

· CT Scan

Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral

· Elektroensefalogram(EEG)

Untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan

· Magnetik resonance imaging (MRI)

· Kimia darah:

hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
§ Resiko injury b/d aktivitas kejang berulang

§ Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala skunder respons pasca kejang

§ Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan konfusi, malas bangun sekunder respon
pasca kejang

§ ketakutan b/d terjadinya kejang berulang

§ Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat epilepsy

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Resiko tinggi injuri yang berhubungan dengan kejang berulang

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam perawatan klien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan
penurunan kesadaran

Criteria hasil : klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari stimulus kejang,
melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan intensitas kejang

Intervensi Rasional

Kaji tngkat pengetahuan klien dan keluarga cara Data dasar untuk intervensi selanjutnya
penanganan saat kejang

Ajarkan klien dan keluarga metode mengontrol Orang tua dengan anak yang pernah mengalami
demam kejang demam harus diintstrusikan tentang
metode untuk mengontrol demam ( kompres
dingin, obat antipiretik )

Anjurkan kontroling pasca cedera kepala Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
utama yang dapat dicegah. Malalui program yang
memberikan keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsy akibat
cedera kepala

Anjurkan keluarga agar mempersiapkan Melindungi klien bla terjadi kejang


lingkungan yang aman sepert batasan ranjang,
papan pengaman, dan alat suction selalu berada
dekat klien

Anjurkan untuk menghndari rangsang cahaya Klien mengalami peka terhadap rangsang cahaya
yang berlebihan yang silau. Dengan menggunakan kaca mata
hitam atau menutup salah satu mata dapat
membantu mengontrol masalah ini

Anjurkan mempertahankan bedrest total selama Mengurang resiko jatuh, jika vertigo, sncope, dan
fase akut ataksia terjadi

Kolaborasi pemberian terapi fenitoin (dilantin) Untuk mengontrol menurunkan respons kejangb
berulang

Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala skunder respons pascakejang

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan keluhan nyeri
berkurang/rasa sakit terkontrol

Kriteri hasil : klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks dank lien memverbalisasikan penurunan
rasa sakit

Intervensi Rasional

Usahakan membuat lingkungan yang aman dan Menurunkan reaksi terhadap rangsangan
tenang eksternal atau sensitivitas terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat

Lakukan manajemen nyeri, dengan metode Membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri
distraksi dan relaksasi napas dalam

Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang
kondisi dengan lembut dan hati-hati dan dapat menurunkan rasa sakit/tidak nyaman

Kolaborasi pemberan analgetik Untuk menurunkan rasa sakit.

Catatan : narkotika merupakan kontraindikasi


karena berdampak tehadap status neurologis
sehingga sukar untuk dikaji

Koping individu tidak efektf yang berhubungan dengan depresi akibat epilepsy

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi harga diri klien meningkat

Criteria hasil : mampu mengkomunikasikan dengan orang-orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui
dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara akurat tanpa harga diri yang
negative

Intervensi Rasional

Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan Menentukan bantuan individual dalam menyusun
hubungan dengan derajat ketidakmampuan rencana perawatan atau pemilihan intervensi

Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi Beberapa klien dapat menerima dan mengatur
pada klien perubahan fungsi secara efektif dengan sedikt
penyesuaian diri, sedangkan yangn lain
mempunya kesulitan membandingkan,
mengenal, dan mengatur kekurangan

Anjurkan klien untuk mengekspresikanperasaan Menunjukkan penerimaan, membantu klien


termasuk hostlty dan kemarahan untuk mengenal dan mula menyesuaikan dengan
perasaan tersebut

Catat ketika klien menyatakan terpengaruh Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh
seperti sekarat atau mengingkari dan atau perasaan negative terhadap gambaran
menyatakan inilah kematian tubuh dan kemampuan yang menunjukan
kebutuhan dan intervensi serta dukungan
emosional

Pernyataan pengakuan terhadap penolakan Membantu klien untuk melihat bahwa perawat
tubuh, mengingatka kembali fakta kejadian menerima kedua bagian sebagai bagian dari
tentang realitas bahwa masih dapat seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk
menggunakan sisi yang sakit dan belajar merasakan adanya harapan dan mulai menerima
mengontrol sisi yang sehat. situasi yang baru

Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan Membantu meningkatkan perasaan harga diri
memperbaiki kebiasaan dan mengontrol lebih dari satu area kehdupan

Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan Menghidupkan kembali perasaan kemandirian
klien melakukan hal untuk dirinya sebanyak- dan membantu perkembangan harga diri serta
banyaknya mempengaruhi proses rehablitasi

Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan Klien dapat beradaptasi tehadap perubahan dan
minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi pengertian tentang peran individu masa
mendatang

Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan Dapat mengindikasikan terjadinya depresi


konsentrasi, letargi, dan withdrawal umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke
dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih
lanjut
Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
konseling bila ada indikasi penting untuk perkembangan perasaan

BAB III

Anda mungkin juga menyukai