Anda di halaman 1dari 26

PERSEPSI NATIONAL BRANDING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA

EKSPOR KE JEPANG DAN AUSTRALIA


Indonesian National Branding Perception for Supporting Export Performance to
Japan and Australia
Sri Rahayu 1), Reni Kristina Arianti 2)

1) Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat


2) Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Negeri, BP2KP, Kementerian Perdagangan - RI,
Jl. M.I. Ridwan Rais No.5 Jakarta Pusat
wongayu_vanlawang@yahoo.com

Naskah diterima: 24/9/2013, Direvisi:2/6/2014, Disetujui diterbitkan: 9/12/2014

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kaitan persepsi national branding dengan upaya
meningkatkan kinerja ekspor yang diukur dari nilai-nilai budaya dan nilai ekonomis produk
Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif melalui survei kepada
responden yang berdomisili di Tokyo dan Sydney dengan menggunakan teknik convenience
sampling. Hasil penelitian memberikan gambaran persepsi masyarakat internasional, khususnya
Jepang dan Australia, terkait nilai budaya yang menjadi cerminan bangsa Indonesia, serta
sudut pandang nilai ekonomis berdasarkan brand equity dari produk ekspor yang didasarkan
pada persepsi terhadap product country image, dan product association to the country of origin.
Kata kunci: National Branding, Persepsi National Branding, Nilai Budaya, Nilai Ekonomis,
Citra Produk
Abstract
This study aims to find relationship of the national branding perception and effort to enhance
the export performance, from cultural and economic value perspective of Indonesian products.
This study utilized a quantitative approach through survey for selected respondents in Tokyo
and Sydney, using convenience-sampling technique. The research finding provides an overview
of how the international community, especially those who lives in Japan and Australia, perceives
the cultural and economic value of Indonesia based on brand equity, product country image,
and product association to the country of origin.
Keywords: National Branding, Perception of National Branding Indonesia, Cultural Value,
Economic Value, Product Country Image.
JEL Classification: F1, F2, F6, M1, M2

PENDAHULUAN menurun. Menurut Pusdatin (BPPKP,


Indonesia sebagai negara yang kaya 2012) dan BPS (2013) penurunan ekspor
akan sumber daya alam memiliki potensi migas mencapai angka 8,63% pada Mei
besar untuk menjadi salah satu negara 2013. Turun hampir 100% jika dibanding-
pengekspor terbesar di dunia dalam kan dengan penurunan nilai ekspor migas
berbagai kategori migas dan non migas. pada Juni 2012 yang hanya mencapai
Namun sayangnya dari tahun ke tahun angka 4,54%. Hal yang sama juga terjadi
nilai ekspor Indonesia disinyalir terus pada nilai ekspor kategori non-migas.

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 183
Nilai ekspor non-migas terjun bebas ke mengenai persepsi yang terbentuk
angka 9,26% pada Mei 2013 atau terhadap budaya Indonesia sebagai
mencapai 11,98 USD dari penurunan cerminan dasar perilaku atau potensi
4,44% pada Juni 2012. suatu bangsa. Demikian pula halnya
Penurunan nilai ekspor tersebut tidak dengan gambaran deskriptif persepsi
serta merta menjadi penilaian bahwa terhadap nilai ekonomis Indonesia
volume ekspor Indonesia juga mengalami berdasarkan pola konsumsi terhadap
penurunan. Fakta menunjukkan bahwa produk Indonesia yang secara spesifik
volume ekspor Indonesia terus meningkat, dikenal, diasosiasikan bahkan
demikian pula halnya dengan minat digunakan secara terus menerus.
negara lain terhadap Indonesia, hanya Identifikasi terhadap national
saja konflik gejolak harga komoditas, atau branding Indonesia, bisa jadi bukan suatu
nilai produk Indonesia yang dihargai hal yang strategis untuk mendukung
rendah, karena belum berupa produk jadi kinerja ekspor. Meskipun demikian,
bernilai tambah diduga membuat nilai penting untuk diketahui bahwa asosiasi
ekspor secara agregat menurun. produk berdasarkan negara penghasilnya
Untuk menjawab dugaan terhadap merupakan hal yang paling berdampak
nilai produk Indonesia yang diduga terhadap keputusan konsumen dalam
dihargai rendah, dilakukan penelitian memilih produk yang akan dikonsumsi/
terhadap sejumlah responden untuk digunakan. Terlebih di era globalisasi,
mengidentifikasi persepsi terhadap negara-negara asing saling bersaing
national branding Indonesia berdasarkan untuk mendapatkan perhatian dan
sudut pandang budaya dan nilai ekonomis kepercayaan (dari calon konsumen,
produk berdasarkan tingkat penggunaan. i n v e s t o r, t u r i s , m e d i a ) , d a l a m
Identifikasi terhadap national branding menunjukkan jati diri sebagai sebuah
dipilih karena, brand dipertimbangkan bangsa yang positif dan kompetitif
sebagai salah satu alat yang dapat (Giannopoulos, Piha, dan Avlonitis, 2011).
mengukur preferensi atas dasar Keller dan Lehmann (2006) mengutarakan
kemampuan brand menciptakan nilai bahwa, alih-alih perusahaan yang
(value) ke semua bagian dari distribution memproduksi sebuah produk, negara
channel, termasuk di dalamnya adalah atau wilayah geografis dimana produk
konsumen akhir pengguna produk t e r s e b u t d i h a s i l k a n j u g a d a pa t
(Aaker 1991; Cobb-Walgren, Rubel, dan diasosiasikan sebagai brand equity
Donthu 1995). dari produk itu sendiri. Dengan kata lain,
Identifikasi terhadap nilai produk image suatu negara dapat tercermin
Indonesia melalui alat ukur national berdasarkan produk yang dihasilkan, dan
branding juga diharapkan dapat sebaliknya (Martin dan Eroglu, 1993;
memberikan gambaran deskriptif Baldauf, 2009).

184 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
National branding telah mengalami Sudut pandang nilai ekonomis
pergeseran tujuan dari hakikat awalnya, terhadap produk ekspor Indonesia diukur
yaitu destination branding, yang berdasarkan persepsi masyakat
umumnya hanya berupaya untuk internasional dalam menilai reputasi dari
mentarget investasi dalam bentuk merek dagang (reputable brand) dan
pariwisata dengan mendatangkan turis reputasi dari industri penghasil produk
mancanegara (Bagramian, Üçok-Hughes, tersebut (reputable industries). Lebih
dan Visconti, 2012; Visconti et all., 2012). lanjut persepsi dari keduanya diukur
National branding kini merupakan berdasarkan kategori persentase
cerminan dari sejarah, tradisi, budaya, penggunaan produk ekspor melalu
keterampilan, dan produktivitas dari ekuitas produk (brand equity), gambaran
masyarakat suatu bangsa yang dikemas positioning dari bauran pemasaran
untuk kemudian diteruskan dalam produk (product, price, place, and
bentuk-bentuk penyedia jasa, pemasok, promotion), serta persepsi asosiasi negara
endorser, dan bahkan karakter dalam asal terhadap komoditas produk
komersialisasi suatu produk dari bangsa unggulan dan produk potensial Indonesia
itu sendiri (Ucok-Hughes, 2013). (Keller, 2012; Baldauf, 2009).
National branding menurut Sun
(2009) digambarkan sebagai image dan TINJAUAN PUSTAKA
reputasi suatu bangsa yang dibangun National Branding
atas dasar persepsi yang dibentuk dan
Istilah national branding sudah ada
didefinisikan oleh orang-orang di luar
sejak tahun 1998, sejak seorang konsultan
negara tersebut; persepsi mereka
Inggris bernama Simon Anholt
umumnya dipengaruhi oleh stereotyping,
mengejutkan dunia bisnis dan politik
pemberitaan di media, juga pengalaman dengan menyatakan bahwa tempat dan
pribadi. Atribut yang digunakan dalam negara dapat dilihat sebagai sebuah
mengukur national branding adalah faktor merek (Ostapenko, 2010). Sekarang ini,
budaya dan nilai ekonomis, dimana national branding secara luas telah diakui
diyakini bahwa persepsi terhadap budaya oleh seluruh dunia, bahkan pengaruh
suatu bangsa dapat mempengaruhi national branding mampu “mengucurkan”
preferensi dalam memenuhi hak-hak sejumlah dana negara yang tidak sedikit
dalam rangka mencapai tujuan pribadi ke dalam bentuk kampanye komunikasi
(Lee dan Kacen, 2008). Hal tersebut di beberapa lokasi vital negara seperti
mendukung temuan Kimberly et al (1995) bandara internasional, saluran televisi
yang menunjukkan bahwa perbedaan internasional, iklan komersil, dan lainnya
budaya dilihat sangat penting dalam (Kaneva, 2012).
Meskipun bangsa dan negara
mempengaruhi pilihan konsumen
digunakan secara bergantian dalam
terhadap produk dan jasa.

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 185
literatur, ada perbedaan antara national (Anholt, 2003; Dinnine 2008; Dzenovska,
brand/image dan country brand/image. 2005, Florek dan Conejo, 2006,
National branding dapat diinterpretasikan Ostapenko, 2010). Namun, geografi suatu
dalam beberapa cara yang berbeda. negara, sejarah, seni dan musik, merek
National branding memiliki tujuan yang produk, stereotip, dan faktor lainnya juga
jelas yaitu menggunakan the nation’s memiliki dampak yang kuat pada national
image untuk mempromosikan produk image (Kotler dan Gertner, 2002;
dalam negeri dan meningkatkan ekspor. Papadopoulos dan Heslop, 2002). Selain
Bentuk kedua dari national branding itu untuk dapat memposisikan suatu
adalah place branding - untuk mem- negara sebagai merek global dengan
promosikan negara (atau mungkin sebuah ekuitas merek yang unggul, diakui, dan
kota di negara) sebagai tujuan wisata. menguntungkan, perlu waktu dan biaya
Namun konsep yang kedua ini adalah yang tidak sedikit (Ostapenko, 2010).
komponen dari pemasaran pariwisata. Anholt (2003), menyatakan bahwa
National branding strategis bertujuan national branding adalah cara untuk
untuk mempromosikan citra bangsa yang membentuk persepsi terhadap suatu
positif bagi negara dan rakyat, untuk target kelompok masyarakat tertentu
membangun identitas merek suatu melalui 6 aspek yaitu: pariwisata,
negara, untuk menarik wisatawan, untuk ekspor, masyarakat, pemerintahan,
meningkatkan ekspor
Buletin Ilmiah produk, serta
Litbang Perdagangan, kebudayaan dan warisan
Vol.8 No. 2 Tahun budaya, serta
2014, DESEMBER 2014
meningkatkan investasi asing langsung investasi dan imigrasi.

Pariwisata Ekpor

Nation
Masyarakat Brand Pemerintahan

Kebudayaan dan Warisan Budaya Investasi dan Imigrasi

Gambar 1. Aspek National Branding Versi Simon Anholt ‘Brand New Justice’.
Gambar
Sumber: 1. Aspek
Anholt (2003)National Branding Versi Simon Anholt ‘Brand New Justice’
Sumber: Anholt (2003)
Meskipun demikian pesan yang pengembangan produk dan pemasaran
sesungguhnya ingin disampaikan oleh daripada mengejar taget branding hanya
Anholt (2011) adalah jika sebuah negara sebatas nama, simbol, desain (The
ingin membangun peningkatan citra American Marketing Assosiation dalam
secara internasional negara tersebut Kotler, 2012), yang dikombinasikan
harus lebih berkonsentrasi pada sebagai identitas sebuah negara.

186 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
Tidak ada jalan pintas untuk membentuk pariwisata, yang akan membawa
persepsi internasional terhadap suatu kemajuan posisi national branding yang
bangsa, terlebih kepada 6 aspek tersebut diinginkan. Tindakan simbolis dapat
pada Gambar 1, melainkan dengan saling berupa inovasi struktur, undang-undang,
konsisten untuk mengkoordinasikan ide- reformasi investasi, dan kebijakan yang
ide yang relevan terkait pengembangan layak diberitakan yang membuat publik
produk, perumusan kebijakan, yang internasional terkejut atau melihatnya
secara bertahap akan dengan sendirinya sebagai sebuah langkah dramatis,
meningkatkan reputasi suatu negara. seperti misalnya pemerintah Estonia
Anholt (2010) merangkum proses menyatakan internet akses menjadi
tersebut dalam tiga komponen utama, hak asasi manusia, Spanyol melegalkan
yaitu: strategi, substansi, dan tindakan pernikahan sejenis, atau bahkan
s i m b o l i s . St r a t e g i d a l a m i s t i l a h Bhutan yang menerapkan denda yang
sederhana adalah menentukan jati diri sangat mahal pada bentuk-bentuk
bangsa, dan menempatkannya di posisi perusakan cagar budaya dalam rangka
yang tepat. Meskipun hal itu akan menghormati kebudayaannya.
sangat sulit jika masih ada ego sektoral Pemikiran Anholt (2010, 2011) selaras
demi mengakomodasi berbagai dengan penelitian yang dilakukan oleh
kebutuhan dan keinginan sektor-sektor Sun (2009) yang membangun konsep
pemerintahan tertentu. Subtansi adalah national brand berdasarkan indikator;
bagaimana mengeksekusi strategi Cultural Factors, Economic Factors,
dalam kaitannya dengan enam elemen Infrastructural Factors, Political Factors,
ekspor (ekonomi), pemerintahan (hukum dan Geographical Factors untuk
dan politik), kebudayaan (sosial, budaya, mendapatkan outcome berupa; economic
dan pendidikan baru), investasi, dan dan non-economic outcomes.

Determinants: Outcomes:
Nation Brand 1. Economic Outcomes
1. Cultural factors
2. Economic factors Tourism
(e.g., economic Exports
development of a country. Foreign direct investment
reputable brands owned
by a country. reputable 2. Non-economic
industries in a country) Outcomes
3. Infrastructural factors
4. Political Factors Political Capital
5. Geographical Factors National Pride

Gambar 2. Conceptual Model National Branding Versi Sun (2009).


Sumber: Sun (2009)

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 187
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.8 No. 2 Tahun 2014, DESEMBER 2014

Pariwisata Ekpor
Economic dan non-economic outcome yang lebih tinggi diduga berasal dengan
tersebut diperjelas oleh Sun dan Paswan Nation citra suatu negara yang lebih positif.
(2011) pada penelitian selanjutnya, Masyarakat Brand Konsep national branding yang
Pemerintahan
khususnya bagaimana kualitas economic ditawarkan Echtner and Ritchie Model
outcomes berpengaruh Kebudayaan dan terhadap
Warisan Budaya (2003),Investasi
adalah: dan Imigrasi
kualitas non-economic, dalam hal ini 1. Spirit of the people; Value, History,
adalah bagaimana sebuah national E c o n o m y, C u l t u r e , P e o p l e ’s
Gambar 1. Aspek National Branding Versi Simon Anholt ‘Brand New Justice’
branding (non-economic
Sumber: Anholt (2003) outcomes) experience
dapat tercipta melalui kualitas dari 2. P o s i t i o n i n g d i a m o n d ; C o r e
produknya (economic outcomes). Temuan competencies, Competitor, dan
dari penelitiannya adalah pernyataan 3. Stakeholders; Trade partners
bahwa persepsi terhadap kualitas Ketiga teori diatas memiliki irisan di
produk (baik dalam bentuk produk akhir, indikator budaya dan nilai ekonomis
maupun produk investasi, dan pari- dalam membangun national branding
wisata) merupakan variabel kunci dalam suatu bangsa. Sehingga penelitian ini
membentuk sebuah citra negara. membuat irisan yang paling mewakili
Meskipun hubungan antara persepsi beberapa teori terkait indikator tersebut
terhadap kualitas produk dan citra negara dalam mengukur national branding
dapat berlaku dua arah, namun Sun Indonesia dan mengelaborasinya
Gambar 2. Conceptual
menyakini bahwa produk dengan kualitas Model National Branding
menjadi Versi Sun (2009)
kerangka konseptual seperti
Sumber: Sun (2009) digambarkan pada Gambar 3.

Spirit of the people


(Echtner and Ritchie Masyarakat
Model, 2003) (Anholt, 2009)
Culture
(Sun , 2009)
Kebudayaan dan Warisan
Budaya(Anholt, 2003) National
Brand Equity Branding
(Aaker, 1997, 2011)

Ekspor Economy
Marketing Mix (Anholt, 2009) (Sun, 2009)
(Aaker, 1997)

Gambar 3. Irisan Teori National Branding dari Beberapa Sumber


Gambar 3. Irisan Teori National Branding dari Beberapa Sumber.
Sumber: Anholt( 2003); Echtner and Ritchie Model (2003); dan Sun (2009)
Sumber: Anholt( 2003); Echtner and Ritchie Model (2003); dan Sun (2009)

188 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
B u d a y a m e r u pa k a n v a r i a b e l dengan strategi pemasaran yang telah
independen yang pertama dikemukakan distandarisasi di seluruh batas-batas
Sun (2009) dalam membangun model budaya (Zou dan Cavusgil, 1996).
national branding, hal tersebut beririsan Hofstede (2001) mengemukakan
dengan aspek masyarakat, serta variabel “individualism” dalam struktur
kebudayaan dan warisan budaya yang budaya, variabel tersebut dapat mem-
dikemukakan oleh Anholt (2003). Aspek pengaruhi preferensi dalam memenuhi
masyarakat beririsan dengan spririt of the hak-hak dalam rangka mencapai tujuan
people yang dikemukakan dalam model pribadi (Lee dan Kacen, 2008). Hal
Echtner dan Ritchie (2003). tersebut didukung oleh temuan Kimberly
Variabel Independen kedua yang et al. (1995) yang menunjukkan bahwa
dikemukakan oleh Sun (2009) adalah perbedaan budaya merupakan faktor yang
economy yang didasarkan pada indikator sangat penting dalam mempengaruhi
seperti pembangunan ekonomi, reputable pilihan konsumen terhadap produk dan
brand, dan reputable industries. jasa. Roth (2002) bahkan menegaskan
Pembangunan ekonomi terkait salah bahwa layanan yang menekankan pada
satunya dengan perkembangan nilai beberapa pengalaman pribadi meng-
ekspor produk unggulan dan non hasilkan nilai-nilai personal yang pada
unggulan Indonesia. Untuk mengukurnya akhirnya dapat mengesampingkan
secara mikro dari tingkat ekuitas, maka paparan yang berusaha ditekankan
ditambahkan brand equity dan marketing oleh media komunikasi terhadap suatu
mix untuk melihat kaitan antara persepsi hal tertentu. Lebih lanjut Lee dan
yang terbentuk terhadap produk-produk Kacen (2008) menegaskan bahwa
ekspor Indonesia (Baldauf, 2009). budaya secara subjektif cenderung
mempengaruhi niat beli konsumen.
Culture Irisan teori pada Gambar 3
Levitt (1983), mengemukakan bahwa mengemukakan konsep national branding
globalisasi telah menciptakan world Echtner dan Ritchie (2003) melalui spirit
market yang lebih homogen dengan of the people, untuk mengetahui persepsi
meningkatnya jumlah konsumen dari terhadap value and history, economic
lokasi geografis dan latar belakang sustainability and growth, people’s
budaya yang berbeda namun memiliki experience, dan suitable tagline sebagai
preferensi yang sama. Dengan muncul- salah satu hal dasar yang mencermikan
nya globalisasi dan orang di seluruh “wajah” Indonesia yang penting untuk
dunia memiliki kecenderungan hidup diketahui. Paling tidak hal tersebut dapat
dalam pola yang lebih seragam telah dijadikan salah satu dasar untuk menilai
memfasilitasi munculnya merek global apakah masyarakat internasional

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 189
memiliki persepsi positif terhadap Setiap konsumen memiliki kesan
national branding Indonesia dari sudut stereotip tentang produk suatu negara,
pandang budayanya. evaluasi mereka dan purchase intentions
terhadap produk dari negara tertentu
Brand Equity
akan dipengaruhi oleh persepsi yang
Brand Awareness
sudah ada sebelumnya tentang produk
Kesadaran merek adalah
tersebut. Sejumlah produk akan
kesanggupan seorang calon pembeli
diuntungkan terkait dengan sikap positif
untuk mengenali atau mengingat kembali
yang dimiliki oleh konsumen terhadap
bahwa suatu merek merupakan bagian
negara yang otomatis akan membantu
dari kategori produk tertentu, bagaimana
membentuk pembentukan citra positif
sebuah merek dapat membedakan image
produk tersebut.
yang terbangun antara suatu produk
Penelitian sebelumnya diketahui
dengan produk pesaingnya (Aaker, 1997,
beberapa faktor yang dapat mem-
2011). Menurut Simamora (2001), peran
pengaruhi preferensi konsumen untuk
brand awareness tergantung pada
memilih produk dari negara tertentu, di-
sejauh mana kadar kesadaran yang
antaranya Consumer Perceived Brand
dicapai suatu merek.
Equity (CPBE) mengacu pada persepsi
Perceived Quality konsumen terhadap kualitas keseluruhan
Persepsi kualitas merupakan persepsi suatu produk (Aaker, 1991; Baldauf,
konsumen terhadap keseluruhan kualitas 2009). Kualitas keseluruhan produk
atau keunggulan suatu produk atau jasa tersebut harus mampu memberikan
layanan berkenaan dengan maksud yang pernyataan yang akurat tentang kualitas
diharapkan konsumen. Persepsi terhadap sebenarnya dari suatu merek tertentu
kualitas keseluruhan dari suatu produk dibandingkan dengan merek alternatif
atau jasa tersebut dapat menentukan nilai yang tersedia di pasar; seperti misalnya
dari produk atau jasa tersebut dan daya tahan produk (durable), terpercaya/
berpengaruh langsung kepada keputusan dapat diandalkan (reliable), memiliki fitur
pembelian dan loyalitas konsumen yang lengkap/memiliki banyak variasi,
terhadap suatu merek (Aaker, 1997). serta berkualitas tinggi.
Terlebih persepsi terhadap kualitas yang Brand Association
diiringi dengan peningkatan hubungan
Brand association merupakan segala
baik (Aaker, 2011). Hal ini penting
kesan yang muncul dan terkait dengan
mengingat bentuk kualitas produk bukan
ingatan konsumen mengenai suatu merek
sekedar produk akhir namun juga produk
(Aaker, 1997, 2011). Brand association
terkait 6 kategori national branding
mencerminkan pencitraan suatu merek
yang disebutkan sebelumnya oleh Alholt,
terhadap suatu kesan tertentu dalam
yaitu produk investasi.

190 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
kaitannya dengan kebiasaan, gaya Price
hidup, manfaat, atribut, produk, geografis, Yoo, Donthu dan Lee (2000) me-
harga, pesaing, selebriti, dan lain- ngemukakan pendapatnya yang sama
lainnya. Meskipun umumnya kesan tentang tingkat harga, yang umumnya
tersebut hanya sebatas persepsi yang diasumsikan memberikan isyarat
mungkin mencerminkan (atau mungkin ekstrinsik penting bagi pembeli dalam
tidak mencerminkan) realitas objektif menilai suatu produk (Aaker 1991; Rao
dari suatu produk maupun jasa yang dan Monroe, 1989). Bagi konsumen,
membedakan dan memberikan ciri harga yang lebih tinggi dapat menjadi
khusus dibandingkan pesaingnya. indikator tingginya kualitas produk. Hal
Brand Loyalty yang sama juga berlaku untuk konsumen,
dimana konsumen akan lebih memilih
Loyalitas merek merupakan ukuran
produk dengan harga yang lebih rendah
kedekatan/keterkaitan pelanggan pada
jika diasumsikan faktor-faktor lain penentu
sebuah merek. Ukuran ini meng-
keputusan pembelian dianggap tetap.
gambarkan tentang mungkin tidaknya
konsumen beralih ke merek lain, terutama Place
jika merek tersebut mengalami perubahan Place merupakan salah satu bauran
baik yang menyangkut harga ataupun pemasaran yang berfungsi untuk
atribut lainnya. memastikan ketersediaan produk
dipasaran menggunakan jalur distribusi
Marketing Mix (4-P)
dan alternatif penempatan produk sesuai
Product kategori (Kotler, 2009). Dalam hal ini
Perkembangan zaman saat ini terdapat beberapa pihak yang saling
menuntut konsumen bersikap pintar, terkait dan bertanggung jawab yaitu;
cermat, efisien dan efektif dalam memilih Produsen/Perusahaan/Industri, Distributor,
produk yang diinginkan. Dengan adanya Retail besar, sampai dengan Agen kecil.
sikap itu, maka konsumen tidak akan Promotion
kecewa dengan apa yang telah mereka Promosi merupakan suatu kegiatan
beli (action). Dalam kehidupan sehari- marketing yang berfungsi meningkatkan
hari konsumen dihadapi dengan berbagai penjualan suatu produk seperti periklanan
kebutuhan yang tiada henti, karena yang sukses dalam menghasilkan brand
memang pada dasarnya manusia tidak equity dan mempengaruhi penjualan.
lepas dari kebutuhan dan tidak akan Besarnya investasi pada promosi
terpuaskan dari kebutuhan mereka. Oleh bertindak sebagai sinyal kualitas produk
karena itu konsumen akan menyesuaikan dan juga dipandang sebagai indikator
tipe barang apa yang mereka butuhkan untuk suatu brand yang baik.
dengan kriteria kualitas tertentu.

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 191
METODE PENELITIAN yang diperoleh melalui pengumpulan data
Metode Analisis adalah sebagai berikut:
1. Uji reliabilitas dan validitas pada
Pendekatan utama yang dilakukan
tahap pre-test kuesioner meng-
dalam penelitian ini adalah paradigma
gunakan cronbach’s coefficient
kuantitatif atau paradigma positivistik
alpha. Ukuran reliabilitas yang
(Denzin, 2003). Desain penelitian di-
digunakan adalah menggunakan
persempit sebagai single cross sectional
cronbach’s coefficient alpha. Adapun
design (Malhotra, 2009) dengan
rumus koefisien reliabilitas alpha
menggunakan teknik convenience
cronbach (Nurgiyantoro et al., 2002)
sampling (Aaker, 2001). Meskipun
adalah sebagai berikut:
demikian responden harus memenuhi
kriteria tertentu untuk dapat layak menjadi
responden, diantaranya: (1) berusia 18
tahun ke atas atau sudah menikah; (2)
Dimana r: koefisien reliabilitas yang
mengetahui Negara Indonesia; dan (3)
dicari; k: jumlah butir pertanyaan;
diutamakan pernah mengkonsumsi
•i2:varians atribut-atribut variabel
produk buatan Indonesia, jika tidak,
yang ditunjukkan dari nilai rata-rata
kriteria 1 dan 2 harus terpenuhi.
skor dari seluruh jawaban responden
Penelitian dilakukan pada periode
terhadap atribut; •2: varians skor total
Januari hingga Agustus tahun 2013 di
atribut.
masing-masing satu kota di Jepang dan
Koefisien reliabilitas alpha cronbach
Australia yaitu Tokyo dan Sydney.
bernilai antara 0 – 1, meskipun
Pengumpulan data dilakukan melalui
demikian suatu variabel dianggap
survei dengan menggunakan kuesioner.
reliabel jika memiliki koefisien alpha
Keseluruhan responden berjumlah 258
cronbach lebih dari atau sama
orang terbagi menjadi 125 responden
dengan 0,7 (Hair et al., 2009). Ukuran
Tokyo, dan 133 responden Sydney.
validitas menggunakan standar nilai
Pemilihan lokasi survei dilakukan dengan
Kaiser Meyer Olkin (KMO) dan
justifikasi bahwa kedua kota tersebut
Bartlett’s. Uji validitas konstruk
termasuk sebagai kota megapolitan
dilihat berdasarkan beberapa
dunia, dengan jumlah penduduk
indikator sebagai berikut (Hair et al.,
terbesar di masing-masing wilayah
2009, Malhotra, 2009):
benuanya dan statusnya sebagai mitra
dagang utama Indonesia. a. KMO (Kaiser-Meyer-Olkin)
Teknik yang digunakan untuk Ukuran kecukupan sampling
menerangkan dan menganalisis data KMO adalah index yang

192 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
digunakan untuk menguji variabel lain dalam analisis (Hair,
kecocokan faktor analisis. Nilai et al, 2009). Index communali-
KMO antara 0,5 – 1,0 ties lebih besar sama dengan
mengindikasikan bahwa analisa 0.5 ( > 0.5 ) menandakan bahwa
faktor telah memadai, sedangkan variabel masih dapat diprediksi
nilai KMO kurang dari 0,5 (< 0,5) dan dianalisis lebih lanjut.
mengindikasikan bahwa analisa Semakin kecil communalities
faktor tidak memadai. sebuah variabel, berarti semakin
b. MSA (Measure of Sampling lemah hubungannya dengan
Adequacy) faktor yang terbentuk.
Index MSA berkisar antara 0 - 1, d. Factor Loading
nilai MSA yang mendekati 1 Factor loading adalah besarnya
(satu) berarti variabel diprediksi korelasi suatu indikator dengan
sempurna tanpa error. Nilai MSA faktor yang terbentuk (Malhotra,
lebih besar sama dengan 0,5 2009). Korelasi antar indikator
(> 0,5) menandakan variabel ditentukan oleh besarnya factor
masih dapat diprediksi dan dapat loading. Kriteria validitas suatu
dianalisis lebih lanjut. Nilai MSA indikator dinyatakan valid
yang kurang dari 0,5 (< 0,5) membentuk suatu faktor jika
menandakan variabel tidak dapat memiliki factor loading yang lebih
diprediksi dan dianalisis lebih besar sama dengan 0,5
lanjut. Jika terdapat konstruk (Malhotra, 2009) atau akan lebih
yang demikian maka konstruk baik jika factor loading lebih besar
harus dibuang baru kemudian atau sama dengan 0,7.
dilakukan pengujian ulang 2. Analisis distribusi frekuensi untuk
sampai tidak ada lagi konstruk melihat susunan data dalam suatu
y ang memiliki nilai MSA tabel yang telah diklasifikasikan
kurang dari 0,5. menurut kategori-kategori tertentu
c. Communalities (Neuman, 2011). Hal ini dilakukan
Communalities adalah estimasi untuk menyimpulkan informasi
dari shared atau common tentang suatu indikator melalui
variance diantara variabel- penghitungan data mentah atau
variabel. Common variance persentase dari distribusi frekuensi.
adalah varian dalam sebuah Pada penelitian yang menggunakan
variabel yang digunakan skala interval dan likert juga
bersama (shared) dengan dapat dilakukan pengukura n

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 193
tendensi sentral yaitu nilai rata-rata yaitu menguji realibilitas dan validitas
(mean) dan modus atau nilai yang atas konstruk pada kuesioner yang
sering muncul (frequently occuring dijadikan alat ukur.
number) maupun median atau Malhotra (2009) menyatakan bahwa
nilai tengah. batas minimal jumlah sampel yang dapat
3. Analisis notulensi/hasil diskusi yang diterima untuk dapat menguji sebuah
diperoleh melalui FGD dikumpul- instrument adalah berkisar antara 15 –
kan sebagai data sekunder untuk 30 responden, oleh karena itu penelitian
memperkuat dan mengkonfirmasi ini mengambil jumlah sampel dengan
hasil temuan yang diperoleh dari batas atas yakni 30 responden.
survei pada penelitian ini. Data Hasil Uji Reliabilitas
sekunder terdiri dari berbagai Uji reliabilitas adalah sejauh mana
macam literatur yang mendukung suatu konstruk mampu memberikan hasil
penelitian ini dan membuat model/ yang konsisten jika dilakukan pengukuran
kerangka penelitian. Selain itu, berulang kali. Alasan lain adalah untuk
dalam rangka memperkuat dan menghindari terjadinya kesalahan acak
mengkonfirmasi hasil temuan yang yang dapat menyebabkan inkonsistensi
diperoleh dari survei, maka dilakukan data sehingga reliabilitas konstruk
FGD kepada pemangku kepentingan menurun. Dengan demikian maka
yang selama ini terlibat dalam reliabilitas dapat diidentifikasikan
proses perdagangan luar negeri sebagai sejauh mana pengukuran
Indonesia. FGD dilakukan di Bali terbebas dari kesalahan acak.
dan Bandung dengan nara-sumber Koefisien reliabilitas alpha cronbach
yang terlibat diantaranya: bernilai antara 0 – 1, meskipun
Pemerintah Daerah, Bea Cukai, demikian suatu variabel dianggap
Asosiasi Pengusaha (KADIN dan reliable jika memiliki koefisien alpha
APPINDO), Asosiasi Pengusaha cronbach lebih dari sama dengan 0,7
Travel dan Wisata, industri tekstil, (Hair et al., 2009). Variabel dengan
industri kayu, akademisi, dan koefisien alpha cronbach kurang dari
stakeholder terkait lainnya. 0,6 secara umum mengindikasikan
reliabilitas yang kurang memuaskan dan
HASIL DAN PEMBAHASAN batasan nilai alpha cronbach yang
Hasil Uji Instrumen umum digunakan adalah > 0,7 dan
Agar variabel-variabel penelitian ini batasan nilai > 0,6 diijinkan untuk
dapat dipertanggung-jawabkan secara exploratory research. Nilai alpha
ilmiah, maka dilakukan uji instrumentasi cronbach < 0,6 mengindikasikan bahwa

194 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.8 No. 2 Tahun 2014, DESEMBER 2014
reliabilitas dari instrumen yang digunakan Berikut merupakan hasil uji reliabilitas
kurang memenuhi. (Hair et al, 2009). yang didapatkan dari hasil pre-test:

Tabel 1. Nilai Ekspor Indonesia ke Masing-masing Negara Tujuan

Koefisien reliabilitas Cronbach’s


Variabel Kriteria Uji
Alpha

Spirit of The People 0,582 Reliable

Product Country Image 0,604 Reliable

Product Perceived Quality 0,802 Reliable

Product Marketing Mix 0,896 Reliable

Sumber: Hasil olahan (2013)


Tabel 4. Hasil Uji Validitas
Hasil Uji Validitas
Variabel Uji validitas konstruk dilihat Kriteria
Component
KMO MSA Communalities
Laten UjiIndikator
validitas adalah mengukur sejauh MatrixKMOValiditas
berdasarkan batasan nilai minimal
mana Perception
perbedaan of skor skala pengamatan sebesar 0,5; diikuti dengan batas minimal
country
y a n g value
m e nand
c e rhistory
minkan perbedaan .739Measure of0,928
index 0,963
Sampling Adequacy Valid
sebenarnya antara objek berdasarkan (MSA) sebesar 0,5; dan nilai
Perception of economic
karakteristik yang .832
communalities 0,896
> 0,5; 0,946
serta variansi yang Valid
Spirit of the sustainability andsedang
growth diukur,
0,723 dapat dijelaskan oleh masing-masing
people dibandingkan
Perceptions ofdengan
people’s kesalahan
sistem atik dan kesalahan acak .677 adalah minimal
dimensi 0,945 sebesar 0,972
60%. Valid
experinece
(Malhotra, 2009). Pengujian validitas Berikut merupakan hasil uji validitas
Perception of suitable
konstruk menggunakan factor analysis .468didapatkan dari
yang 0,875 0,936
hasil pre-test: Valid
tagline
(Hair et al., 2009).

International
Product .545 0,764 0,874 Valid
Consumption behavior
Country 0,581
Image Preference in consuming
.564 0,779 0,883 Valid
Indonesian Product

Product Reliability .877 0,582 0,763 Valid

Product Product Durability .708 0,860 0,927 Valid


Perceived 0,774
Quality Product (High) Quality .727 0,837 0,915 Valid
Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 195
Product Features .902 0,585 0,765 Valid
Product Country Image 0,604 Reliable

Product Perceived Quality 0,802 Reliable

Product Marketing Mix 0,896 Reliable

Tabel 2. Hasil Uji Validitas


Tabel 4. Hasil Uji Validitas
Variabel Component Kriteria
KMO MSA Communalities
Laten Indikator Matrix Validitas

Perception of country
.739 0,928 0,963 Valid
value and history
Perception of economic
.832 0,896 0,946 Valid
Spirit of the sustainability and growth
0,723
people Perceptions of people’s
.677 0,945 0,972 Valid
experinece
Perception of suitable
.468 0,875 0,936 Valid
tagline

International
Product .545 0,764 0,874 Valid
Consumption behavior
Country 0,581
Image Preference in consuming
.564 0,779 0,883 Valid
Indonesian Product

Product Reliability .877 0,582 0,763 Valid

Product Product Durability .708 0,860 0,927 Valid


Perceived 0,774
Quality Product (High) Quality .727 0,837 0,915 Valid

Product Features .902 0,585 0,765 Valid

Competitive Prices .818 0,693 0,832 Valid

Product Attractive Packaging .812 0,794 0,891 Valid


Marketing 0,792
Mix Availability .773 0,809 0,900 Valid

Intense Marketing
.770 0,774 0,880 Valid
Campaigns

Sumber: Hasil olahan (2013)

* Berdasarkan uji validitas yang dilakukan, terdapat beberapa konstruk dari variabel yang memiliki nilai yang
kurang mencukupi pada nilai communalities dan nilai component matrix. Meskipun demikian indikator lain
yang juga mendukung uji validitas dari konstruk tersebut masih memenuhi kriteria nilai yang ditetapkan.
Oleh karena itu variabel-variabel tersebut masih tetap diikutsertakan pada analisis selanjutnya.

196 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
Hasil Penelitian yang pernah mengunjungi Persepsi
Id en t i f i k as i Nat i o n al B r an d i n g Indonesia. Hampir seluruh responden
Indonesia dari Sudut Pandang Budaya menikmati pengalaman mereka saat
mengunjungi Indonesia bahkan mereka
Gambar 4 menunjukkan identifikasi
berkeinginan untuk berkunjung kembali
National Branding Indonesia dari sudut
(87,5%). Meskipun demikian kemacetan
pandang budaya. Data yang ditunjukkan
adalah salah satu hal yang disebutkan
adalah data mayoritas yang menjadi
sebagai pengalaman yang kurang
jawaban responden (jika dijumlahkan
menyenangkan. Berdasarkan persepsi
> 50%) dari 125 responden di Tokyo,
terhadap sudut pandang budaya, maka
Berdasarkan hasil olahan data tersebut,
national branding Indonesia menurut
Indonesia dipersepsikan sebagai “Negara
responden Tokyo adalah; Negara
yang progressive dan Diversity”. Bali
berkembang yang progressive, dengan
adalah yang paling sering disebut oleh
keragaman dan karakter masyarakat
57,6% atau setara dengan 72 responden
yang ramah.

81.60% 87.50%

57.78% 58.33%
28.80% 24.80%

Progressive Diverse Developing Bali I ejoyed it and Friendly


Country want to visit
again
Thinking about Current Area Visited Experience Perceptions
Republic of Indonesia economic during your visit towards
development of to Indonesia Indonesian
the Republic of people
Indonesia

Gambar 4. Persepsi National Branding Indonesia Melalui Sudut Pandang


Budaya Menurut Responden Tokyo.
Sumber: Hasil olahan (2013)

Gambar 5 menunjukkan persepsi negatif yang menyatakan bahwa


bahwa Indonesia memiliki
71.43% national Indonesia adalah negara yang
78.95% “perlu
60.15% 64.91%
branding budaya sebagai negara yang untuk lebih berkembang” dan cenderung
ramah juga disetujui oleh 78,95%25.74% “berbahaya”
20.59% dengan masyarakat yang
responden di Sydney. Meskipun “berpikiran pendek dan fanatik”.
demikian terdapat beberapa jawaban
Diverse Developing Jakarta Bali I ejoyed it and Friendly
Country want to visit again

Thinking about Current economic Area Visited Experience during Perceptions


Republic of development of your visit towards
Indonesia the RepublicNational
Persepsi of Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina
to Indonesia Arianti
Indonesian people 197
Indonesia
71.43% 78.95%
60.15% 64.91%

25.74% 20.59%

Diverse Developing Jakarta Bali I ejoyed it and Friendly


Country want to visit again

Thinking about Current economic Area Visited Experience during Perceptions


Republic of development of your visit towards
Indonesia the Republic of to Indonesia Indonesian people
Indonesia

Gambar 5. Persepsi National Branding Indonesia Melalui Sudut Pandang


Budaya Menurut Responden Sydney.
Sumber: Hasil olahan (2013)
Jakarta dan Bali adalah yang paling berkunjung kembali. Meskipun demikian
sering disebut
Jakarta danoleh 42,9% yang
Bali adalah responden
paling pelayanan yang kurang
berkunjung kembali. baikdemikian
Meskipun adalah
yang pernah
sering disebutmengunjungi Indonesia.
oleh 42,9% responden salah satuyang
pelayanan hal kurang
yang baik
disebutkan
adalah
64,9% responden
yang pernah menikmati pengalaman
mengunjungi Indonesia. sebagai pengalaman
salah satu hal yangyang kurang
disebutkan
mereka
64,9% saat mengunjungi
responden Indonesia
menikmati pengalaman menyenangkan
sebagai (Gambar yang
pengalaman 6). kurang
bahkan mereka
mereka saat berkeinginan
mengunjungi untuk
Indonesia menyenangkan (Gambar 6).
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.8 No. 2 Tahun 2014, DESEMBER 2014
bahkan mereka berkeinginan untuk

88%
82% 79%
71%
65%
60% 58%
56%

29% 26%
25%
21%

Progressive Diversity Developing Bali Jakarta Enjoy visit and Friendly


want come back

Tokyo Australia

Gambar 6. National Branding Indonesia berdasarkan Sudut Pandang Budaya


Menurut Responden kawasan Asia Pasifik.
Gambar 6. National Branding Indonesia berdasarkan Sudut Pandang Budaya
Sumber: Hasil olahan (2013)
Menurut Responden kawasan Asia Pasifik
Sumber: Hasil olahan (2013)
Bali dan Jakarta adalah amunisi keterkenalan wisatanya dan Jakarta
pertama
Bali yang
dan dapat ditawarkan
Jakarta sebagai
adalah amunisi dengan keragaman
keterkenalan peluang
wisatanya danbisnis dan
Jakarta
national
pertama branding Indonesia.
yang dapat Bali sebagai
ditawarkan dengan investasi. Keseluruhan
dengan keragaman dari bisnis
peluang Indonesia
dan
national branding Indonesia. Bali dengan investasi. Keseluruhan dari Indonesia

73%

198 59%
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER
58% 2014 : 183-208
57%

41% 43% 42%


yang bersahabat, baik dari lingkungan, Id en t i f i k as i Nat i o n al B r an d i n g
masyarakat, dan alamnya, berdampak Indonesia berdasarkan Sudut Pandang
pada kunjungan kembali ke Indonesia. Nilai Ekonomis Produk
Meskipun demikian, persepsi negatif Persepsi berdasarkan nilai ekonomis
yang terbentuk terhadap Indonesia juga diukur melalui variabel brand equity,
patut menjadi perhatian utama seperti; brand positioning, dan brand associations
kemacetan, dan pelayanan publik yang terhadap produk-produk yang dihasilkan
kurang memuaskan. Menyikapi hal oleh Indonesia. Identifikasi nilai ekonomis
tersebut, penting untuk pemerintah produk Indonesia di wilayah Asia Pasifik,
kedepannya dapat lebih meningkatkan diwakili oleh responden di Tokyo dan
sektor pelayanan publik. Sydney sebagai unit sampel wilayah
Temuan pada gambar 4 dan 5, meng- sasaran di Asia Pasifik.
indikasikan bahwa national branding
a) Equity
Indonesia berdasarkan sudut pandang
Berdasarkan variabel brand equity,
budaya yang dipersepsikan oleh
awareness terhadap produk Indonesia
responden Tokyo dan Sydney adalah
dapat dikatakan cukup baik. Sedikitnya
bahwa Indonesia merupakan negara yang
41% responden Tokyo dan 27%
“diverse”, “progressive”, dan “friendly”.
responden Sydney pernah dan masih
Dalam upaya mendukung kinerja
mengkonsumsi produk Indonesia
ekspor, salah satu cara yang tepat untuk
(Gambar 7). Meskipun kategori produk
mempromosikan national branding
yang dikonsumsi masih lebih banyak
Indonesia adalah dengan menggunakan
berupa bahan mentah dibandingkan
persepsi tersebut (“diverse”, “progressive”,
produk akhir, tetap saja produk Indonesia
dan “friendly”) sebagai muatan utama.
masih memiliki peluang yang cukup
Hal tersebut penting, mengingat
besar untuk ikut memperebutkan
Indonesia belum memiliki konsistensi
“pasar” di kawasan Asia Pasifik. Untuk
dan integrasi promosi terhadap national
meningkatkan kinerja ekspor, disaran-
branding yang dapat digunakan secara
kan pemerintah memberlakukan
terus menerus oleh pelaku industri
kebijakan yang ketat untuk melarang/
ekspor. Beberapa dari muatan promosi
membatasi penjualan bahan komoditi
Indonesia terpecah pada institusi
mentah, yang didukung dengan
(sektor) pencetusnya masing-masing,
kebijakan pemberdayaan usaha kecil
juga pada muatan promosi masing-
dan menengah untuk lebih terampil
masing pelaku ekspor (diolah dari hasil
mengolah bahan mentah menjadi
FGD Bali, Bandung, dan Jakarta, 2013).
produk akhir yang berkualitas.

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 199
21%

Progressive Diversity Developing Bali Jakarta Enjoy visit and Friendly


want come back

Tokyo Australia

Strategi peningkatan daya saing pameran luar negeri, tanpa terlebih dahulu
Gambar
dengan 6. National
mendorong Branding
hilirisasi Indonesia
produk dan berdasarkan
melakukan Sudut Pandang Budaya
pemberdayaan terhadap
Menurut
diversifikasi pasar Responden
tujuan kawasan potensi
ekspor dapat Asia Pasifik
produksi dalam negeri, sehingga
Sumber: Hasil olahan (2013)
membantu UKM dalam memaksimal banyak dari bahan mentah Indonesia
produktifitas. Selama ini dukungan dari yang berkualitas, diekspor langsung
pemerintah dalam meningkatkan kinerja sebagai bahan dasar produksi akhir di
ekspor sebatas mengadakan pameran- negara lain (Putu, 2013).

73%

59% 58% 57%

41% 43% 42%

27%

Use Not Use Visit Not Visit


Tokyo Australia
Gambar 7. Penggunaan Produk Indonesia dan Kunjungan ke Indonesia
oleh Responden.
Sumber: Hasil olahan (2013)
Gambar 7. Penggunaan Produk Indonesia dan Kunjungan ke Indonesia oleh
Responden
Berdasarkan tingkat penggunaan atau tidak mengenal produk buatan
Sumber: Hasil olahan (2013)
terhadap produk Indonesia, terdapat Indonesia (Gambar 8); ditambah dengan
temuan bahwa produk Indonesia tidak fakta bahwa produk Indonesia sulit
dikonsumsi bukan karena konsumen tidak ditemukan, khususnya di toko-toko umum.
tertarik atau merasa cukup dengan produk Sangat disayangkan bahwa hal tersebut
dalam negerinya saja. Melainkan karena disinyalir karena kurangnya promosi yang
mereka tidak mengetahui secara spesifik gencar oleh produsen dalam negeri.

Persepsi National Branding


Tokyosebagai Upaya
AustraliaMeningkatkan Kinerja
42% Ekspor ke Jepang dan Australia
Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 5
29% 27%
22% 23%
19% 18%
11%

Lack Promotion Hard To Find Never Know What N/A in Store


The Products
Gambar 8. Alasan Responden Tidak Menggunakan/Mengkonsumsi
Produk Indonesia.
Gambar 8. Alasan Responden Tidak Menggunakan/Mengkonsumsi Produk
Sumber: Hasil olahan (2013)
Indonesia
Sumber: Hasil olahan (2013)

200 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
Tabel 3. Perceived Quality dan Promotion Mix Produk Indonesia
dibandingkan Produk Pesaingnya
Tokyo Australia 42%
29% 27%
22% 23%
19% 18%
Hal ini jelas menunjukkan bahwa 11% kawasan Asia Pasifik, khususnya Tokyo
potensi ekspor Indonesia masih cukup dan Sydney sangat mempengaruhi
kuat jika saja para produsen mau tingkat konsumsi jangka panjang. Saat
Lack Promotion
“berkorban” sedikit Hard To
lebih berat Find Never
untuk ini Know What N/A
preferensi in Store produk dari
terhadap
mengeluarkan biaya promosi, tentu saja The Products
Indonesia yang berada di peringkat
didukung oleh pemerintah dalam ketujuh dan kedelapan, bersaing
m e k a n i s me k e b ij a k a n , m i s a ln y a dengan Thailand, Vietnam, dan
Gambar
pengurangan 8. Alasan
pajak Responden Tidak Menggunakan/Mengkonsumsi
untuk produk/brand Malaysia, setelah Jepang, Produk
Amerika
Indonesia yang Indonesia
berhasil “go internasional”. Serikat, Perancis, Australia, Korea
Sumber: Hasil olahan (2013) Selatan, Taiwan, dan Cina (Tabel 3).
b) Positioning
Gambaran persepsi dan positioning
produk Indonesia oleh masyarakat di

Tabel 3. Perceived Quality dan Promotion Mix Produk Indonesia


dibandingkan
Tabel 3. Perceived Quality ProdukMix
dan Promotion Pesaingnya
Produk Indonesia dibandingkan
Produk Pesaingnya

Durable & Reliable Feature & Quality Promotion Avaibility Competitive Price Packaging

No Tokyo Sdyney Tokyo Sdyney Tokyo Sdyney Tokyo Sdyney Tokyo Sdyney Tokyo Sdyney

1 Taiwan China Malaysia Cina Australia Malaysia Australia US Korsel India Australia India

2 Thailand Thailand Australia Indonesia France Korsel France India Taiwan Australia Taiwan Indonesia

3 Malaysia Indonesia France Malaysia Taiwan Taiwan Taiwan China US France US Malaysia

4 Australia Australia Korsel Taiwan China US Korsel France India Japan Korsel Australia

5 France France US Thailand US China China Japan Indonesia US Japan France

6 Korsel Korsel Thailand Australia Korsel France US Malaysia Malaysia Vietnam France Taiwan

7 US Japan Japan France Japan Japan Japan Korsel Thailand Indonesia India Thailand

8 Japan US Indonesia Korsel India Australia India Taiwan Vietnam Malaysia Indonesia China

9 Indonesia India India Japan Malaysia India Malaysia Thailand India Taiwan China Korsel

10 China Malaysia Vietnam US Thailand Thailand Thailand Indonesia China Thailand Malaysia Japan

11 India Vietnam India Vietnam Indonesia Vietnam Vietnam China Thailand US

12 Vietnam Vietnam Indonesia Vietnam Indonesia Korsel Vietnam Vietnam

Sumber: Hasil olahan (2013)

45%
37%
TokyoReni Kristina Arianti
Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Australia 201
26%
6 Korsel Korsel Thailand Australia Korsel France US Malaysia Malaysia Vietnam France Taiwan

7 US Japan Japan France Japan Japan Japan Korsel Thailand Indonesia India Thailand

8 Japan US Indonesia Korsel India Australia India Taiwan Vietnam Malaysia Indonesia China

9 Indonesia India India Japan Malaysia India Malaysia Thailand India Taiwan China Korsel

10 China Malaysia Vietnam US Thailand Thailand Thailand Indonesia China Thailand Malaysia Japan
Association
11 India Vietnam India Vietnam produk
Indonesia Vietnam Indonesia
Vietnam yang
China terkesan
Thailand US
Preferensi
12 Vietnam pada tabel 3Vietnam
terbentuk,
Indonesia berkualitas
Vietnam Indonesia standar, tidak
Korsel presisi,
Vietnam dan
Vietnam
atas dasar persepsi terhadap asosiasi imitasi/tiruan (Gambar 9).

45%
37%
Tokyo Australia
26%
13% 13% 13%
9% 8% 7% 10% 4%
3%

Standard Quality Not High Imitiated Exclusive Ethnic, Hard to Find Focus on Focus on design
Presision Exotic, Unique Function

Gambar 9. Persepsi terhadap Produk Indonesia.


Sumber: Hasil olahan (2013)

Untuk dapat meningkatkan kinerja memiliki preferensi yang sama. Oleh


ekspor, mau tidak mau pemerintah perlu karena itu disinyalir tidak lagi ada
mengupayakan sebuah strategi untuk kungkungan budaya yang jelas-jelas
menetapkan sebuah standardisasi menolak hantaman produk impor dari
internasional terhadap produk Indonesia negara manapun untuk berkompetisi.
yang disahkan melalui sertifikasi Yang terpenting adalah bagaimana
bertaraf nasional dan internasional, produk tersebut mampu untuk mengikuti
mengingat bagi masyarakat international, tren dengan menghadirkan produk-
standarisasi sangat penting (Dwi, 2013). produk yang lebih modern dan up-to-date
Hal tersebut patut dijadikan challange dan yang terpenting dari semuanya
bagi pemerintah untuk lebih meningkatkan yaitu tetap berkualitas lebih baik dari
preferensi produk Indonesia di mata dunia produk lainnya.
secara bertahap. Karena sesuai teori Terkait kualitas ini menjadi tugas
Levitt (1983) bahwa globalisasi telah utama pemerintah untuk mengubahnya
menciptakan world market yang lebih melalui berbagai aktivitas yang bersifat
homogen dengan meningkatnya jumlah mikro atau menyentuh langsung ke
konsumen dari lokasi geografis dan latar konsumen akhir seperti kampanye,
belakang budaya yang berbeda namun product trial. Karena interaksi langsung

202 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
umumnya lebih bisa menciptakan moment berbagai media, baik pemberitaan atau
of truth konsumen terhadap produk/brand dalam bentuk iklan komersial yang
yang digunakan. Untuk jangka panjang menunjukkan perubahan kualitas produk
perlu diciptakan kontra persepsi melalui Indonesia ke arah yang lebih baik.

Analisa SWOT pemerintah dalam menentukan kebijakan


Secara garis besar, berikut analisa ekspor yang dilandaskan pada “amunisi”
SWOT yang dapat dijadikan acuan telaah nilai ekonomis produk Indonesia.

a. Harga yang kompetitif a. Promosi dan Distribusi produk lemah


b. Produk yang cukup bervariatif dan cukup b. Ketahanan produk yang rendah
dapat diandalkan c. Kurangnya Product/brand awareness
c. Memiliki reputasi yang baik dari sudut d. Minimnya sosialisasi terhadap Product
pandang budaya knowledge
d. Memiliki reputasi dan Persepsi yang bai k
khususnya di sektor pariwisata

Strength Weakneses

Opportunity Threat

a. Memiliki peluang yang cukup untuk


meningkatkan volume penggunaan a. Produk kategori mirip dengan pesaing
produk seperti Cina, Malaysia, Vietnam,
b. Dengan pendampingan teknologi dan Thailand, dan lainnya sehingga produk
SDM mampu menciptakan produk akhir bisa digantikan atau disubtitusi
berkualitas karena didukung dengan b. Kompetisi yang gencar dengan sesama
supply bahan mentah yang memadai negara asia

Gambar 10. Analisis SWOT Nilai Ekonomis Produk Ekspor Indonesia.


Sumber: Hasil olahan (2013)

Dapat dilihat pada Gambar 10, dan Australia ada pada harga yang
bahwa kekuatan produk ekspor Indonesia kompetitif dan produk yang bervariatif.
menurut persepsi masyarakat Jepang Jika didukung dengan pendampingan

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 203
teknologi dan SDM yang mampu dikenal oleh sebagian masyarakat
menciptakan produk akhir yang lebih Jepang dan Australia. Ditambah lagi
berkualitas, maka produk Indonesia dengan bayang-bayang negara
masih memiliki peluang untuk tetangga yang juga memiliki kategori
meningkatkan volume ekspornya komoditi unggulan yang sama.
untuk masyarakat Jepang dan Australia.
Hal tersebut menjadi penting KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
mengingat, produk ekspor Indonesia KEBIJAKAN
memiliki kelemahan di sisi ketahanan Berdasarkan hasil penelitian
produk dan minimnya kegiatan promosi terlihat bahwa gambaran persepsi
dan distribusi dalam rangka mem- umum masyarakat Jepang dan Australia
perkenalkan produk Indonesia di mata terhadap national branding Indonesia
masyarakat internasional. Terlebih jika dari sudut pandang budaya adalah:
mengingat bahwa Indonesia memiliki a) Value and History; secara keseluruhan
pesaing yakni Tiongkok, Malaysia, Indonesia sudah memiliki modal dasar
Vietnam dan Thailand yang juga yang cukup kuat untuk menggaungkan
memiliki ketegori produk yang sama national branding-nya di mata
dengan tingkat kompetisi yang sangat masyarakat Jepang dan Australia.
gencar, khususnya melalui jalur-jalur Hal yang paling mencerminkan Indonesia
promosi dan distribusi produknya. Pada saat ini menurut responden adalah
akhirnya, persepsi terhadap produk “diverse”, “progressive”, dan “friendly”.
Indonesia yang kurang berkualitas Persepsi tersebut dapat membantu
sebaiknya disikapi oleh pemerintah pemerintah dalam meningkatkan kinerja
dengan kebijakan pemberdayaan usaha ekspor dengan menjadikannya sebagai
kecil dan menengah melalui peningkatan tools dan variables dalam proses integrasi
keterampilan, dan teknologi, untuk strategi promosi tentang Indonesia yang
memaksimalkan produktifitas. digunakan oleh seluruh stakeholder
Demikian pula kebijakan pemerintah terkait, karena kinerja ekspor seharusnya
untuk produsen produk akhir yang ingin bukan hanya tanggung jawab dari satu
“go internasional” dengan menciptakan institusi semata. Sedangkan persepsi
standardisasi dan sertifikasi bertaraf negatif yang muncul dapat disikapi
nasional dan internasional. Serta dengan mengedepankan upaya-upaya
kewaspadaan untuk mengawasi 10 nyata melalui aktivitas kontra persepsi
(sepuluh) komoditi utama dan komoditi untuk mengurangi citra negatif tersebut
potensial Indonesia yang tidak cukup dalam upaya meminimalkan hambatan-

204 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
hambatan politik, ekonomi, dan sosial baik, sehingga produk Indonesia sulit
yang terkait dengan persoalan resiko untuk ditemukan layaknya produk dari
keamanan di Indonesia; b) Economic negara Tiongkok. Juga tidak dilengkapi
sustainability and growth, Indonesia dengan kemasan yang sangat menarik
dipersepsikan sebagai “negara untuk menutupi kekurang-handalan
berkembang” yang cukup menjanjikan. produk Indonesia.
Meskipun demikian, persepsi negatif Berdasarkan analisis SWOT
yang kerap muncul tentang Indonesia terhadap hasil riset persepsi national
tidak dapat dipungkiri dapat berpengaruh branding di masyarakat Jepang dan
terhadap usaha meningkatkan investasi Australia, disimpulkan bahwa sampai
asing ke Indonesia. Langkah-langkah saat ini persepsi positif yang terbentuk
strategis untuk meminimalkan hambatan- terhadap national branding Indonesia
hambatan politik, ekonomi, dan sosial melalui representasi produk ekspornya
yang terkait dengan persoalan korupsi, cukup positif. Hal itu khususnya jika
dan resiko keamanan di Indonesia harus dilihat dari penerimaan terhadap produk
dilakukan; dan c) People’s experience, dan peluang yang masih dimiliki
mayoritas orang Jepang dan Australia dalam peningkatan volume penggunaan.
mengunjungi Indonesia untuk tujuan Meskipun demikian, national branding
wisata dan bisnis. Daerah yang kerap juga memiliki representasi yang cukup
dikunjungi adalah Bali. Hampir seluruh negatif. Hal itu didasarkan pada tingkat
responden penelitian, yang pernah keterkenalan produk ekspor Indonesia
berkunjung ke Indonesia, menikmati yang cukup lemah karena minimnya
pengalaman saat mengunjungi Indonesia kegiatan promosi dan distribusi produk
bahkan berkeinginan untuk berkunjung untuk memperkenalkan keunggulan-
kembali. Hal tersebut dikarenakan keunggulan produk Indonesia di mata
karakter bangsa Indonesia yang ramah masyarakat Jepang dan Australia.
dan bertoleransi tinggi.
Ditinjau berdasarkan nilai ekonomis,
DAFTAR PUSTAKA
produk ekspor Indonesia secara rata-rata
Aaker, D.,A. (1997). Manajemen Ekuitas
cukup bersaing dari sisi ketahanan dan Merek: Memanfaatkan Nilai dari Suatu
kualitas disandingkan dengan pesaing Merek, Jakarta: Mitra Utama.
sekelasnya yakni Tiongkok, India, dan Aaker, D.,A. (1991). Managing Brand Equity,
San Francisco: Free Press.
Malaysia. Namun permasalahan
Aaker, D.,A. (2001). Marketing Research.
terbesar adalah keunggulan tersebut
New York: John Willey & Sons Ltd.
tidak didukung dengan distribusi yang

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 205
Aaker, D.,A. (2011). Brand Relevance, Making Dwi. (2013). Wawancara dalam FGD National
Competitor Irrelevant. San Francisco: Branding Indonesia dengan APINDO.
John Willey & Sons Ltd. Bandung.
Anholt, S (2010) "Places: Identity, Image and Dzenovska, D. (2005). Remaking the Nation
R e p u ta t i o n ” . L o n d o n : P a l g r a v e of Latvia: Anthropological Perspectives
Macmillan. on Nation Branding. In Place Brandin.
1:2, pp. 173-186.
Anholt, S (2011) "Beyond the Nation
Brand:The Role of Image and Identity in Echtner, C. M. & J.R.B Ritchie. (2003). The
International Relations," Exchange: The Meaning and Measurement of
Journal of Public Diplomacy: Vol. 2: Iss. Destination Image. The Journal of
1, Article 1. Tourism Studies. 14(1): 37-48.
Anholt, S. (2003). Brand New Justice. The Florek dan F. Conejo. (2006). Export Flagships
Upside Of Global Branding. London: in Branding Small Developing Countries:
Butterworth- Heinemann. The Cases of Costa Rica and Moldova.
Place Branding and Public Diplomacy,
Anholt, S. (2004). Nation-brands and the
3 (1), 53-72. Future Priorities. Marketing
value of provenance. In N. Morgan, A.
Science. 25 (6), pp 740-59.
Pritchard, & R. Pride (Eds.). Destination
branding: Creating the unique destination Giannopoulos, A. A., Piha, L. P., & Avlonitis,
proposition. Burlington, MA: Elsevier. G. J. (2011). Destination branding": what
for? From the notions of tourism and
Badan Pusat Statistik. (2013). Data Kinerja
nation branding to an integrated
Ekspor dan Impor Indonesia. Jakarta
framework. In Berlin International
Bagramian, R., Üçok Hughes, M., & Visconti Economics Congress, Berlin.
L. M. (2012). Bringing the Nation to the
Hair, J.F., W.C. Black, B.J. Babin, R.E.
Nation Branding Debate: Evidence From
Anderson, R.L. Tatham. (2009),
Ukraine. Proceedings of the Academy
Multivariate Data Analysis. 7th Edition,
of Marketing Science World Marketing
Pearson Prentice Hall, New Jersey.
Congress – Cultural Perspectives in
Marketing Conference. Hofstede, G. (2001). Culture's Consequences,
C o m pa r i n g Va l u e s , B e h a v i o r s ,
Baldauf, A., S. Karen, C. Adamantios,
Institutions, and Organizations across
Diamantopoulos, Petra, Katharina.
Nations. Thousand Oaks, CA: Sage
(2009). The Impact of Product-Country
Publications.
Image and Marketing Efforts on Retailer-
Perceived Brand Equity: An Empirical Kaneva, N. (2012). Nation branding in post-
Analysis. Journal of Retailing, 85 (4,) communist Europe: identities, markets,
437–452 and democracy. Branding Post-
Communist Nations: Marketing National
Cobb-Walgren, C.J., C.A. Ruble, & N. Donthu.
Identities in the New Europe, 3-22.New
(1995). Brand Equity, Brand Preference,
York and London:Routledge.
And Purchase Intent. Journal of
Advertising. 24: 25-40. Keller, K.L, & D.R. Lehmann. (2006). Brands
and Branding: Research Findings and
Denzin, N.K. (2003). Perform a n c e
Future Priorities. Marketing Science. 25
Ethnography. Critical Pedagogy and the
(6), pp 740-59
Politics of Culture. SAGE Publications,
Inc. Keller, K.L. (2012). Strategic Brand
Management: Building, Measuring, and
Dinnine, K. (2008). Nation Branding:
Managing Brand Equity, 4th Edition.
Concepts, Issues, Practise. Oxford. UK:
Pearson Prentice Hall, New Jersey.
Butterworth-Heinemann.

206 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208
Kimberly, A.B., D.A. Susan, G.S. Roger and Pusat Data dan Informasi Kementerian
T.M. William. (1995). The Crucial Perdagangan. (2012). Data
Interrelationship between Manufacturing Perkembangan Ekspor dan Impor
Strategy and Organizational Culture. Indonesia. BPPKP. Kementerian
Management Science. 41(10) ,pp1565- Perdagangan Republik Indonesia.
1580.
Putu. (2013). Wawancara dalam FGD
Kotler dan Gertner, D. (2002). Country as National Branding Indonesia dengan
Brand, Product, and Beyond: A Place Pengusaha UKM Kulit. Bali.
Marketing and Brand Management
Rao, A.R. dan K.B. Monroe. (1989). The Effect
Perspective. Journal of Brand
of Price, Brand Name, and Store Name
Management, 9 (4/5), 249-61.
on Buyer’s Perceptions of Product
Kotler, P. (2009). Manajemen Pemasaran. Quality: An Integrative Review. Journal
Jakarta: Erlangga. of Marketing Research. Vol XXVI (August
1989), 351-7.
Lee, J. A. dan J.J. Kacen. (2008). Cultural
Influences On Consumer Satisfaction Roth, A.E. (2002). The Economist as
With Impulse And Planned Purchase Engineer: Game T h e o r y,
Decisions. Journal of Business Research, Experimentation, and Computation as
61, 265-272. Tools for Design Economics. Princeton
University Press.
Levitt, T. (1983). The Globalization of Markets.
Harvard Business Review. Harvard Simamora, B. (2001). Remarketing for
University. 61 (3), May/June 1983 pp.92- Business Recovery, Sebuah Pendekatan
102 R i s e t . J a k a r ta : G r a m e d i a P U .
Malhotra, N. K. (2009). Merketing Research: Sun, Q. (2009). An Analytical Model of The
An Applied Orientation 6th. Prentice-Hall Determinants and Outcomes of Nation
Of India Pvt. Limited. Branding. Dissertation for Degree of
Doctor of Philosophy, University of North
Martin, M.I. & S. Eroglu. (1993). Measuring
Texas.
a Multi-Dimensional Construct: Country
Image. Journal of Business Research, Sun, Q., dan Paswan, A. (2011). Country
28 (3). P-191-210. Branding Using Product Quality. Journal
of Brand Management, 19 (2), 143–157.
Neuman, W.L. (2011). Basic of Social
Research: Qualitative and Quantitative Sun, Q., dan Paswan, A. (2012). Country
Approaches (3rd Edition). USA: Allyn Branding Through Olympic Games.
and Bacon. Journal of Brand Management, 19 (8),
641–654.
Nurgiyantoro, B., Gunawan dan Marzuki.
(2002). Statistik Terapan Untuk Penelitian Uçok-Hughes, M., & Bagramian, R. (2013).
Ilmu-Ilmu Sosial. Gadjah Mada University Nation Branding in Emergent Markets:
Press. Yogyakarta. A Visual Analysis of Ukrainian Marketing
Campaigns. Journal of Global Business
Ostapenko, N. (2010). Nation branding of
Issues, 7(1).
Russia through the Sochi Olympic
Games of 2014. Journal of Management Visconti, L. M., Hughes, M. U., Bagramian,
Policy and Practice, 11(4), 60-63. R., & Student, M. B. A. (2012). Diversity
Appreciated? A Visual Longitudinal
Papadopoulos, N. dan L. Heslop. (2002).
Analysis of Ukraine’s Nation Branding
Country Equity And Country Branding:
Campaigns. Advances in Consumer
Problems And Prospects. Journal Of
Research, 40.
Brand Management, 9(4/5): 294–314

Persepsi National Branding Sebagai Upaya...., Sri Rahayu, Reni Kristina Arianti 207
Yoo, B., N. Donthu, dan S. Lee. (2000). An Zou, S. dan S.T. Cavusgil. (1996). Global
Examination of Selected Marketing Mix Strategy: A Review and An Integrated
Elements and Brand Equity. Journal of Conceptual Framework. European
the Academy of Marketing Science, 28 Journal of Marketing, 30 (1), 52-69.
(2), 195–211.

208 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL. 8 NO. 2, DESEMBER 2014 : 183-208

Anda mungkin juga menyukai