Anda di halaman 1dari 2

Perselisihan antara PT Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan Serikat

Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) terjadi karena tuntuan-tuntutan yang
dilayangkan serikat pekerja terkait tambahan insentif pekerja di luar bonus, hingga kini masih
belum menemukan titik temu. Pihak JICT telah membayar besaran bonus yang dibayarkan JICT
sudah sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara manajemen JICT dengan serikat
pekerja, yakni 7,8% dari profit perusahaan. Akibatnya terjadi perselisihan kepentingan antara
pengusaha dengan pekerja, PT JICT membuka kesempatan bagi para pekerja untuk melakukan
mediasi agar aksi mogok kerja pegawai tidak berlarut-larut, kemudian dilakukan mediasi di
Sudinakertrans (Suku Dinas Tenaga Kerja) Jakut. Pasalnya akibat aksi mogok tersebut, aktivitas
bongkar muat pengiriman barang ekspor/impor menjadi terganggu.1

Pertemuan antara SP JICT diwakili sekjen dan beberapa pengurusnya dengan pihak
pengusaha PT JICT diwakili beberapa direksi berlangsung di ruang Rapat Sudin Nakertrans
Jakarta Utara. Selain Kasudin Nakertrans Jakut, Dwi Untoro,hadir pula Kasat Intelkam Polres
Pelabuhan Tanjung Priok AKP Dodi A; Pengawas Sudin Nakertrans Jakarta Utara Sintong, Kasi
Penanganan Mogok Kerja Kemenakertrans RI Faisal serta masing-masing kuasa hukum.
Pertemuan itu membahas tentang mogok kerja yang akan dilakukan oleh SP JICT mulai 3 Agustus
hingga 10 Agustus 2017 nanti. Beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari pertemuan kemarin
yaitu pertama, Sudin Nakertrans Jakut meminta SP JICT bersabar dengan tuntutan bonus dan
membatalkan mogok kerjanya. Dari Kemenakertrans RI juga dijelaskan bahaya mogok kerja di
pelabuhan. Kedua, sah tidaknya mogok kerja ditentukan pihak Nakertrans RI. Untuk itu mereka
akan melakukan pengawasan secara langsung pada hari H mogok kerja dilakukan karena
Nakertrans melihat ada celah tidak sahnya mogok tersebut. Jika terdapat indikasi tidak sah maka
dianggap mangkir. Ketiga, Nakertrans RI menyebutkan mogok kerja yang akan dilakukan oleh SP
JICT dapat digantikan sementara oleh pihak lain sampai mogok selesai karena sesuai UU.
Keempat, Nakertrans RI menyampaikan agar rencana aksi mogok kerja dibatalkan karena harus
melihat aspek nasional selain dari aspek karyawan. Kelima, bonus sesuai dengan Insentif kinerja
akan dibayarkan 15 Januari 2018 jika persyaratan terpenuhi dan sesuai keputusan pemegang
saham. Keenam, SP JICT akan tetap melakukan mogok kerja karena berpedoman pada risalah
rapat 9 Mei 2017 lalu. Terakhir, selama mogok kerja agar kedua belah pihak menjaga kondusivitas
situasi agar aktivitas pelabuhan berjalan lancar.2

Analisis Kasus :

1
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3588308/bonus-sudah-dibayar-jict-pekerja-ingin-
tambahan-insentif

2
http://ekbis.rmol.co/read/2017/08/03/301464/Hasil-Mediasi,-Pekerja-JICT-Boleh-Digantikan-Selama-
Aksi-Mogok-
Analisis Kasus :

Perselisihan antara PT JICT dengan Serikat Pekerja JICT (SP JICT) terjadi akibat perbedaan penafsiran dari
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) terjadi karena tuntuan-tuntutan yang dilayangkan serikat pekerja
terkait tambahan insentif pekerja di luar bonus, hingga kini masih belum menemukan titik temu.
Pihak JICT telah membayar Besaran bonus yang dibayarkan JICT sudah sesuai dengan
Perjanjian Kerja Bersama (SKB) antara manajemen JICT dengan serikat pekerja, yakni 7,8%
dari profit perusahaan. Permasalahan ini berlanjut hingga pekerja melakukan mogok kerja yang
direncanakan pada tanggal 3-10 Agustus 2017. Pihak perusahaan berusaha mengusahakan
mediasi, kemudian dilakukan mediasi di Sudinakertrans (Suku Dinas Tenaga Kerja) Jakut
Pasalnya akibat aksi mogok tersebut, aktivitas bongkar muat pengiriman barang ekspor/impor
menjadi terganggu. Dari proses mediasi tersebut menghasilkan poin-poin kesepakatan .

Direksi telah memenuhi pembayaran bonus karyawan sesuai dengan PKB, dan telah menjalankan poin-
poin kesepakatan di dalam Risalah Rapat. Jadi aksi mogok tidak sah dan merugikan negara. aksi mogok
kerja ini sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan bertahun-tahun oleh para karyawan. Dalam setiap
melakukan aksi mogok kerja ini, selalu ada tuntutan dari mereka. Bertahun-tahun hal seperti ini
terjadi,Apabila diancam, biasanya perusahaan akan memenuhi tuntutannya karena dinilai akan
mengganggu pelayaran dan kinerja yang ada. Tidak heran bila aksi mogok kerja atau demo menjadi
sebuah kebiasaan. Sebenarnya, fakta yang terjadi pada Mei 2017, lanjut Purbadi sudah ada bonus yang
diberikan untuk karyawan sekitar Rp 47 miliar. Akan tetapi, dengan adanya perpanjangan rental fee yang
dibayarkan Hutchinson untuk Pelindo ini, para karyawan menilai masih berhak menuntut tambahan
bonus kembali, yaitu mencapai Rp 95 miliar. Menurut Purbadi, tuntutan ini ditolak oleh para pemegang
saham, karena tidak ada dasar yang kuat. Perusahaan tidak menyetujui dan menolak permintaan
karyawan tentang tambahan bonus, dengan alasan sudah diberikan pada Mei lalu sekitar Rp 47 miliar.

Anda mungkin juga menyukai