Anda di halaman 1dari 13

Jakarta, Klikanggaran.

com – Diketahui, sejak tahun 2015 laba PT Garuda Indonesia (GIA)


terus menurun hingga membukukan kerugian sebesar USD213,389,678 di Tahun 2017. Sampai
dengan Triwulan III Tahun 2018 GIA masih mengalami kerugian sebesar USD110,231,730.
Takjubnya, pada akhir Tahun 2018 GIA berhasil memperoleh laba sebesar USD5,018,308 atau
berubah sebesar 102,35%. Namun, pengakuan pendapatan atas transaksi dengan PT Mahata Aero
Teknologi (MAT) pada Laporan Keuangan Konsolidasian PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
dan entitas anak untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2018 tidak sesuai Standar Akuntansi
Keuangan (SAK). Dan, sarat akan potensi konflik kepentingan atas Audit Laporan Keuangan
Konsolidasian GIA oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).

Berdasarkan data yang dihimpun Klikanggaran.com, menunjukkan terdapat permasalahan


terkait KAP atas pengakuan pendapatan atas Transaksi kerja sama penyediaan layanan
konektivitas. Kronologi yang didapati yakni manajemen GIA menyajikan transaksi kerja sama
penyedian layanan konektivitas pada akun pendapatan usaha-lainnya. Kemudian berdasarkan
saran dari KAP, dilakukan reklasifikasi ke pendapatan lain-lain. Reklasifikasi tersebut dilakukan
sebelum closing Laporan Keuangan Unaudited Tahun 2018 yaitu pada tanggal 7 Januari 2019.

Lebih lanjut, GIA, CI, dan SA telah berkomunikasi terkait pengakuan pendapatan atas transaksi
CI dan MAT dengan KAP sebelum penandatanganan perjanjian. Sesuai dengan BAPK Nomor
03/BAPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 15 Mei 2019 dan Nomor 11/BAPK/PDTT-GI/05/2019
tanggal 21 Mei 2019, Pjs. VP Financial Accounting GIA (per 31 Januari 2019) dan Advisor
Direktur Keuangan GIA (per 13 September 2018).

Mirisnya lagi, KAP belum memiliki kompetensi untuk melakukan audit di perusahaan
penerbangan. Berdasarkan Risalah Rapat Diskusi antara Komite Audit dan KAP tanggal 18
Desember 2018 diketahui bahwa dari hasil pengecekan data pendukung personel dan
konfirmasikan kepada KAP oleh Internal Audit GIA, disimppulkan bahwa,

KAP belum memiliki pengalaman audit yang cukup pada perusahaan


penerbangan serta tidak cukup tersedianya auditor yang memiliki kualifikasi berpengalaman
dalam audit perusahaan penerbangan, beberapa di antaranya bahkan belum memiliki pengalaman
bekerja sebagai auditor.

Sebelumnya, pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar pada 24 April 2019 lalu,
diketahui dua komisaris menyatakan tidak setuju atas laporan keuangan 2018 emiten berkode
GIAA ini. Dua komisaris ini yakni, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.

https://klikanggaran.com/kebijakan/terkuak-audit-laporan-keuangan-garuda-indonesia-sarat-
konflik-kepentingan.html
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan pemeriksaan
terkait kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan (LKT) PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk (GIAA) per 31 Desember 2018 dan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, dalam
hal ini Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya.

Hasilnya, OJK, dalam siaran pers pada Jumat ini (28/7/2019) bersamaan dengan konferensi pers
Kementerian Keuangan soal hasil audit laporan keuangan (lapkeu) 2018 Garuda, memutuskan
beberapa hal.

Pertama, OJK memberikan Perintah Tertulis kepada Garuda Indonesia untuk memperbaiki dan
menyajikan kembali (restatement) LKT Garuda Indonesia per 31 Desember 2018 serta
melakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian kembali LKT tersebut.
Perbaikan dan penyajian kembali itu paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi,
atas pelanggaran Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU
PM), Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK)8
tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

Keputusan kedua, mengenakan Sanksi Administratif Berupa Denda sebesar Rp 100 juta kepada
Garuda atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan
TahunanEmiten atau Perusahaan Publik.

Ketiga, mengenakan Sanksi Administratif Berupa Denda masing-masing sebesar Rp 100 juta
kepada seluruh anggota Direksi Garuda Indonesia atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor
VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan.

Keempat, mengenakan Sanksi Administratif Berupa Denda sebesar Rp 100 juta secara tanggung
renteng kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris Garuda Indonesia yang
menandatangani Laporan Tahunan Garuda periode tahun 2018 atas pelanggaran Peraturan OJK
Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan TahunanEmiten atau Perusahaan Publik.

Kelima, mengenakan Sanksi Administratif Berupa Pembekuan Surat Tanda Terdaftar (STTD)
selama satu tahun kepada Kasner Sirumapea (Rekan pada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi,
Bambang & Rekan (Member of BDO International Limited)), dengan STTD Nomor:
335/PM/STTD-AP/2003 tanggal 27 Juni 2003.

STTD itu telah diperbaharui dengan surat STTD Nomor: STTD.AP-010/PM.223/2019 tanggal


18 Januari 2019, selaku Auditor yang melakukan audit LKT Garuda per 31 Desember 2018 atas
pelanggaran Pasal 66 UU PM, Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017, Standar Audit (SA) 315
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) tentang Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko
Kesalahan Penyajian Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya, SA 500
SPAP tentang Bukti Audit, SA 560 SPAP tentang Peristiwa Kemudian, dan SA 700 SPAP
tentang Perumusan Suatu Opini dan Pelaporan atas Laporan Keuangan.

Keenam, memberikan Perintah Tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &
Rekan (Member of BDO International Limited) untuk melakukanperbaikan kebijakan dan
prosedur pengendalian mutu atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017 jo, SPAP
Standar Pengendalian Mutu (SPM 1) paling lambat 3 (bulan setelah ditetapkannya surat perintah
dari OJK.

"Pengenaan sanksi dan/atau Perintah Tertulis terhadap Garuda, Direksi dan/atau Dewan
Komisaris, AP, dan KAP oleh OJK diberikan sebagai langkah tegas OJK untuk menjaga
kepercayaan masyarakat terhadap industri Pasar Modal Indonesia," tulis OJK.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190628102835-17-81288/poles-lapkeu-direksi-
komisaris-garuda-didenda-rp-100-juta

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit terkait
dengan pengelolaan pendapatan 2018 pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIA).

Salah satu poin yang disoroti BPK dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepatuhan atas
pengelolaan pendapatan di maskapai pelat merah itu adalah kerja samanya dengan PT Mahata
Aero Teknologi.

Dalam LHP yang dikutip Bisnis pada Sabtu (21/9/2019), lembaga auditor negara ini
menganggap bahwa sejak awal kerja sama antara GIA dengan MAT sudah ditemukan banyak
kejanggalan.

Apalagi penunjukkan MAT yang dilakukan secara langsung, ternyata tanpa adanya pembanding
dan tidak didukung dengan kajian atas kemampuan mitra kerja sama secara teknis maupun
finansial yang memadai.

Adapun hasil pemeriksaan terhadap kompetensi MAT diketahui bahwa MAT belum layak secara
teknis untuk ditunjuk sebagai mitra kerja sama.

Pertama, MAT diketahui merupakan perusahaan start up yang baru berdiri dan baru berbadan
hukum berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Nomor AHU-
0050256.AH.01.01.Tahun 2017.

Dengan demikian, pada saat pernyataan minat dan persetujuan kerja sama disampaikan MAT
melalui surat MAT kepada CI tanggal 19 Oktober 2017 tentang Surat Minat dan Persetujuan
Kerja Sama Wi-Fi di Pesawat CI, MAT masih belum menjadi badan hukum.
Tak hanya itu saat MAT juga belum memiliki izin dari Kementerian Komunikasi dan Informasi
dan belum memiliki sertifikasi pemasangan peralatan tambahan.

Kedua, MAT tidak mempunyai kemampuan finansial untuk melakukan kerja sama. Apalagi
perusahaan itu hanya memiliki modal dasar perusahaan sebesar Rp10,5 miliar. Padahal nilai
kerja sama dengan GIA, CI dan SA mencapai US$241,9 juta.

Dengan demikian, nilai perjanjian kerja sama jauh melebihi nilai aset sehingga tidak dapat
menjadikan jaminan atas nilai kerja sama dengan GIA, Citilink dan Sriwijaya Air.

BPK juga menemukan bahwa MAT menandatangani kerja sama dengan Well Vintage
Enterprises sebagai penyedia modal (financial support) pada tanggal 28 Februari 2019 atau
setelah penandatanganan perjanjian kerja sama dengan CI.

Selain itu, MAT belum menerbitkan laporan keuangan untuk Tahun 2017 dan 2018. Sampai
dengan pemeriksaan berakhir diketahui bahwa MAT masih melakukan proses pembuatan
laporan keuangan.

https://kabar24.bisnis.com/read/20190921/16/1150969/audit-bpk-atas-garuda-sejak-awal-kerja-
sama-dengan-mahata-janggal
Polemik laporan keuangan PT Garuda Indonesia (GIAA) terus berlanjut. PT Bursa Efek
Indonesia (BEI) selaku otoritas pasar modal bahkan sampai melayangkan surat pemanggilan bagi
manajemen Garuda Indonesia untuk dimintai penjelasan terkait laporan keuangan tersebut.
Selaku otoritas pasar modal, BEI jelas punya kepentingan menjaga kredibilitas kinerja
perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede
Nyoman Yetna mengatakan pertemuan antara BEI dengan Garuda akan digelar Selasa
(30/4/2019). “Jadi besok ketemu jam 08.30 WIB. Kalau kami minta, kan, pasti dari direksi
mereka akan hadir tapi sampai saat ini mereka belum menyampaikan siapa saja yang hadir,” kata
Gede usai menghadiri acara di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Senin (29/4/2019).
Selain itu, kata Gede, BEI juga memanggil auditor yang memeriksa laporan keuangan Garuda
Indonesia, yakni Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan
yang merupakan anggota dari BDO International. “Iya confirm, yang datang juga dari
auditornya,” kata Gede. Analis pasar modal dari Samuel Sekuritas, Muhammad Alfatih
berpandangan, wajar saja sengkarut laporan keuangan Garuda Indonesia ini sampai menyita
perhatian otoritas bursa. Sebab, kata dia, kondisi ini sangat mungkin memengaruhi kinerja
keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Alfatih menyoroti soal panjangnya durasi kerja
sama antara Garuda Indonesia dan PT Mahata Aero Teknologi. Alasannya, kata dia, piutang
yang sudah dicatat sebagai pendapatan memang bisa berdampak pada membaiknya kinerja
perusahaan 'di atas kertas'. Namun, kata Alfatih, jika dalam perjalanan 15 tahun itu realisasi kerja
sama tak berjalan sesuai rencana, maka bukan tidak mungkin Garuda Indonesia bakal kembali
mencatat rugi. “Bagaimanapun kuatnya kontrak, tetap saja kontrak itu bisa gagal. Jadi bisa saja
risiko. Pendapatan yang sudah dicatatkan, tapi belum terealisasi bisa saja kemudian akhirnya
batal. Itu, kan, bisa menjadi satu kerugian yang mendadak dicantumkan juga buat laporan
keuangan,” kata dia kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Jumat (26/4/2019). Baca
juga: Laporan Keuangan Garuda Indonesia: Tak Wajar dan Memicu Kontroversi Polemik ini
berawal dari penolakan dua komisaris perseroan, yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria
terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia pada 2018. Keduanya mencurigai transaksi yang
berkontribusi besar terhadap kondisi keuangan Garuda dari rugi besar menjadi untung hanya
dalam 3 bulan. Transaksi yang dicurigai itu adalah Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan
Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia,
pada 31 Oktober 2018. Dari perjanjian itu, pendapatan GIAA dari Mahata sebesar 239,94 juta
dolar AS yang di antaranya sebesar 28 juta dolar AS merupakan bagian dari bagi hasil yang
didapat dari PT Sri Wijaya Air. Menurut kedua komisaris, seharusnya catatan transaksi itu tidak
dapat diakui dalam tahun buku 2018. Apalagi, durasi kerja samanya cukup panjang yakni
mencapai 15 tahun. Hal senada diungkapkan ekonom Indef, Bhima Yudhistira. Ia menilai
meskipun Garuda dan Mahata telah menjalin kontrak kerja sama dan telah menetapkan proses
pembayaran atas transaksi kerja sama itu, namun tak serta merta transaksi tersebut dilaporkan
sebagai pendapatan. Bima menegaskan, kondisi ini jelas akan menimbulkan kerugian bagi
pemerintah. Sebab, kata dia, bila Garuda benar-benar untung, harusnya pemerintah bisa
memperoleh pendapatan dari pajak penghasilan (PPh). “Pajak yang sebelumnya disetor ke
pemerintah karena Garuda catat laba bisa dipermasalahkan. Karena Garuda faktanya rugi, jadi
enggak bayar PPh," jelas Bhima. Untuk itu, Bhima menyarankan agar otoritas seperti BEI dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit mendalam untuk menjawab kecurigaan
yang ada. Bhima bahkan menyarankan dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
(RUPS LB) untuk membahas kembali laporan keuangan Garuda yang dianggap janggal itu. Hasil
audit, kata Bhima, akan sangat menentukan, benarkah Garuda Indonesia untung? Sebab, kata
Bhima, jika tidak untung, maka bisa dianggap manajemen perusahaan dengan sengaja telah
memanipulasi laporan keuangan untuk memengaruhi pemegang saham. “Hukumannya bisa
perdata, dan jika disengaja sampai timbulkan kerugian ke pemegang saham bahkan bisa
dikategorikan fraud dan masuk pidana,” kata Bhima. Bhima menambahkan “sanksi hukum bagi
pihak atau oknum yang melakukan fraud dan merugikan pihak lain bisa dilakukan secara perdata
atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata,” kata dia. Menurut Bhima, pihak yang paling bertanggung
jawab dalam kasus ini adalah akuntan yang mengesahkan laporan serta Direktur Keuangan
Garuda selaku pihak yang menyusun laporan keuangan tersebut. Baca juga: Polemik Laporan
Keuangan Garuda Dinilai Bisa Bikin Investor Ragu Dalih Garuda Soal Laporan Keuangan
Terkait masalah ini, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Fuad Rizal
akhirnya angkat bicara. Dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, ia mengklaim
perusahaannya tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 karena secara subtansi
pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima. “PSAK 23 menyatakan kategori pengakuan
pendapatan yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan pendapatan atas bunga, royalti dan
dividen di mana seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan pendapatan yaitu pendapatan dapat
diukur secara handal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir kepada entitas dan adanya
transfer of risk,” kata Fuad, Senin (29/4/2019). Fuad meyakinkan semua pihak agar tak perlu
curiga dengan laporan keuangan Garuda. Apalagi, kata dia, auditor yang memeriksa laporan
keuangan Garuda, yakni Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang &
Rekan merupakan anggota dari BDO International. Baca juga: Di Balik Nasib Garuda yang
Selamat dari Jurang Kerugian Namun demikian, Ketua Alumni Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara (STAN) Cris Kuntandi mengatakan, bisa saja hasil audit yang dilakukan auditor salah.
Menurut dia, banyak faktor yang bisa terjadi dalam proses pemeriksaan sehingga membuat hasil
audit salah. Misalnya, tidak lengkapnya data yang disajikan perusahaan yang bersangkutan, atau
bisa juga kesalahan penyajian data keuangan sehingga mengakibatkan kesimpulan audit yang
disusun menjadi salah. “Kalau standar akuntansinya, [biasa] standar akuntansi Indonesia.
Auditornya juga KAPI Indonesia yang punya afiliasi dengan lembaga audit yang punya standar
internasional. Kalau soal kemungkinan [salah] ada. Terutama si auditor itu melakukan audit
sesuai dengan standar auditornya,” kata Cris saat dihubungi reporter Tirto, Senin (29/4/2019).
Namun, kata Cris, seperti apa pun bentuk laporan keuangan, hal tersebut merupakan tanggung
jawab manajemen perusahaan. “Artinya ketika, auditor yang menyajikan laporan keuangan,
kemudian auditor itu memeriksa, kemudian ternyata ada kesalahan itu dilihat. Itu dari pihak
mana? Apakah perusahaan yang belum menyampaikan semua lampiran informasi atau KAP
yang salah dalam mengaudit,” kata Cris. Karena itu, kata Cris, untuk menjawab kecurigaan
perihal kesalahan dalam proses audit yang dilakukan, maka jalan satu-satunya memang adalah
dilakukan audit ulang. Jika kecurigaan tersebut terbukti, kata Cris, maka bukan tidak mungkin
kesimpulan audit yang sudah diterbitkan diubah atau dalam istilah akuntansi lebih dikenal
dengan sebutan re-statmen. Baca juga artikel terkait GARUDA INDONESIA atau tulisan
menarik lainnya Selfie Miftahul Jannah (tirto.id - Bisnis) Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah Editor: Abdul Aziz

Baca selengkapnya di artikel "Laporan Keuangan Garuda Diduga Dimanipulasi, Siapa Tanggung
Jawab?", https://tirto.id/dnjR
https://tirto.id/laporan-keuangan-garuda-diduga-dimanipulasi-siapa-tanggung-jawab-dnjR

Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi lapongan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk akhirnya


menemukan titik tamu. Maskapai berplat merah itu dijatuhi sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dan otoritas Bursa Efek Indonesias (BEI) akibat laporan keuangan tahun 2018 yang
janggal.

Kontroversi ini dimulai pada April lalu ketika ada dua komisaris Garuda yang menolak laporan
keuangan maskapai. Pasalnya, ada unsur laporan yang dinilai misleading (menyesatkan).
Padahal, pada laporan keuangan itu Garuda mencatat berhasil mendapat laba bersih USD
809.846 atau setara Rp 11,49 miliar pada tahun 2018. Angka itu meningkat tajam dari kondisi
Garuda di tahun 2017 yang rugi USD 216,58 juta.

Berbagai pihak pun geger karena polemik tersebut, mulai dari serikat karyawan hingga menteri
ikut angka suara. Laporan keuangan Garuda Indonesia pun akhirnya diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).

Berikut Liputan6.com rangkum tujuh fakta dari kronologi kasus laporan keuangan Garuda yang
kontroversial.

2 dari 9 halaman

1. Dua Komisaris Tolak Laporan Keuangan

Ilustrasi (Istimewa)

Kasus bermula pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Garuda Indonesia
Tbk (GIAA) pada 24 April 2019.

Dua komisaris yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menyampaikan keberatan dalam laporan
di dokumen soal pencatatan laporan keuangan Garuda Indonesia pada 2018. Komisaris ini
mewakili PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd.

Ini terkait hasil dari perjanjian kerja sama penyediaan layanan penerbangan antara PT Mahata
Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia pada 31 Oktober 2018.

Dari kerja sama itu, Garuda akan mendapatkan pendapatan dari Mahata Aero Teknologi sebesar
USD 239.940.000. Namun, pendapatan itu dinilai tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.

Dalam dokumen yang diterima media disebutkan kalau dua komisaris tersebut meminta masukan
dan tanggapan kepada Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) mengenai perlakuan akuntansi transaksi
kerja sama Citilink dan Mahata.

"Perjanjian Mahata ditandatangani 31 Oktober 2018, tapi hingga tahun buku 2018 berakhir,
bahkan hingga surat ini dibuat, tidak ada satu pembayaran pun yang telah dilakukan oleh pihak
Mahata meski pun telah terpasang satu unit alat di Citilink," tulis dokumen tersebut.

3 dari 9 halaman
2. Berbagai Pihak Angkat Suara

Menteri BUMN Rini Soemarno memberi paparan saat konferensi pers pembukaan Indonesia
Investment Forum 2018 di Bali, Selasa (9/10). Acara ini diinisiasi BI, Kementerian BUMN,
Kemenkeu, dan OJK serta diorganisir oleh Bank Mandiri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno bersikeras tidak ada yang perlu
dipermasalahkan dari laporan keuangan tersebut. Alasannya, Garuda sudah melibatkan auditor
akuntan publik yang sudah disetujui OJK.

"Itu yang saya enggak ngerti kenapa dipermasalahkan, karena secara audit sudah keluar dan itu
pakai auditor akuntan publik yang independen dan sudah dikenal dan diregister terhadap OJK,"
ujar dia di Purwakarta, Jumat, 26 April 2019.

Rini menjelaskan bahwa pendapatan dari piutang itu memang bukan pendapatan operasional,
melainkan masuk ke pendapatan lain-lain.

Menteri Perhubungan Budi Karya pun mengaku mendengarkan klarifikasi dari berbagai pihak,
mulai dari Garuda, pemegang saham, Kementerian BUMN, BPK, Komisi VI DPR, hingga Bursa
Efek.

Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali meminta OJK untuk segera turun tangan.
Rhenald berkata di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pun hal seperti ini dapat terjadi,
dan pihak OJK di sana langsung turun tangan.

"Seharusnya OJK dan lembaga-lembaga yang menangani pengawasan di pasar modal melakukan
pemeriksaan: Ini ada apa? Karena di Wall Street itu langsung OJK-nya langsung memeriksa,"
ujarnya pada Minggu, 28 April 2019.

Sementara, pengamat Cris Kuntandi menilai piutang dapat diakui sebagai pendapatan. Mamun
untuk masalah Garuda ia menyarankan agar melihat dari ke kontrak perjanjian awal mengenai
pengakuan pendapatan.

4 dari 9 halaman

3. Karyawan Ancam Mogok


Garuda Indonesia. (dok.Instagram
@garuda.indonesia/https://www.instagram.com/p/Btnk6AMDeJc/Henry

Di tengah polemik ini, karyawan Garuda malah mengancam untuk melaksanakan mogok kerja.
Serikat Karyawan Garuda Indonesia (SEKARGA) mengaku kecewa karena urusan laporan
keuangan ini bocor ke publik.

"Para pemegang saham dan komisaris itu kan bisa berkomunikasi di dalam. Mereka punya alat
untuk itu. Jangan ngomong di luar," ujar Ketua Umum SEKARGA Ahmad Irfan Sabtu, 27 April
2019.

Irfan menyebut kisruh bisa berdampak ke para karyawan yang mencari nafkah di Garuda.
Menhub Budi Karya pun turut angkat suara dan meminta agar tidak ada mogok kerja.

"Saya menghimbau agar semua stakeholders itu menahan diri, termasuk Serikat Pekerja, jangan
lakukan itu (mogok kerja)," kata Menhub Budi pada Minggu, 28 April 2019.

Akhirnya, karyawan Garuda tidak ada mogok karyawan Garuda. Sekretariat Bersama Serikat
(Sekber) Karyawan PT Garuda Indonesia menyebut pilot, awak kabin, dan karyawan Garuda
Indonesia tetap bekerja seperti biasa.

5 dari 9 halaman

4. Mencari Kebenaran

Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Pada 10 Mei 2019, BPK dikabarkan tengah menyiapkan tim pemeriksa untuk mengaudit
transaksi laporan keuangan Garuda.

Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengaku pihaknya telah mengirimkan tim beberapa waktu
lalu. Tim ini bekerja untuk mengevaluasi kantor akuntan publik. BPK juga telah melakukan
wawancara dengan jajaran direksi, serta melakukan kajian lainnya.

OJK juga ikut mendalami laporan ini. Pihak OJK bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia
untuk menjadi penengah dalam kisruh laporan keuangan Garuda.
"Kita masih pelajari, kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Belum ada kesimpulannya,”
kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, kepada wartawan di Hotel JS
Luwansa, Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.

Hoesen mengatakan pihaknya juga telah bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk
menjadi penengah dalam kisruh laporan keuangan Garuda. Seluruh informasi yang berkaitan
dengan perseroan, laporan keterbukaan di BEI, serta public expose akan dipelajari untuk
mengetahui dengan jelas kondisi perseroan.

6 dari 9 halaman

5. Hasil Audit

Ilustrasi pesawat (iStock)

Pada Jumat (28/6/2019), OJK menyatakan bahwa laporan keuangan Garuda adalah salah. OJK
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, BEI, dan pihak terkait lain dalam hal ini.

OJK mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

OJK juga memberikan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta secara tanggung
renteng kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris Garuda yang menandatangani
laporan keuangan tersebut atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

Sanksi dari otoritas bursa efek juga lebih besar, yakni denda Rp 250 juta. Garuda juga diminta
melakukan perbaikan laporan keuangan dengan paling lambat 26 Juli 2019 mendatang.

7 dari 9 halaman

6. Sanksi dari Sri Mulyani


Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu
(20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28
persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjatuhkan sanksi kepada Akuntan Publik (AP)
Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &
Rekan.

Keduanya adalah auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Entitas Anak
Tahun Buku 2018.

Sanksi yang dijatuhkan berupa:

a. Pembekuan Izin selama 12 bulan (KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019) terhadap
AP Kasner Sirumapea karena melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh
signifikan terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI); dan

b. Peringatan Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem
Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited (Surat No.S-
210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26 Juni 2019) kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang
& Rekan.Dasar pengenaan sanksi yaitu Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 5
tahun 2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No 154/PMK.01/2017.

8 dari 9 halaman

7. Garuda Angkat Suara

Pesawat maskapai Garuda Indonesia terparkir di areal Bandara Soekarno Hatta, Tangerang,
Banten, Kamis (16/5/2019). Pemerintah akhirnya menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket
pesawat atau angkutan udara sebesar 12-16 persen yang berlaku mulai Kamis hari ini.
(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pihak Garuda mengaku menghormati pendapat regulator dan perbedaan penafsiran atas laporan
keuangan tersebut. Meski demikian, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan
berkata akan memeriksanya.

"Kami akan mempelajari hasil pemeriksaan tersebut lebih lanjut," ujarnya.


Menurut Ikhsan, yang dipermasalahkan oleh OJK dan Kemenkeu adalah pengakuan pendapatan
atas perjanjian kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi yang diindikasikan tidak sesuai
dengan standar akuntansi.

Namun, Garuda Indonesia mengklaim bahwa kontrak yang baru berjalan 8 bulan dan semua
pencatatan telah sesuai ketentuan PSAK yang berlaku dan tidak ada aturan yang dilanggar.

Mahata dan mitra barunya telah memberikan komitmen pembayaran secara tertulis dan
disaksikan oleh Notaris, sebesar USD 30 juta yang akan dibayarkan pada bulan Juli tahun ini
atau dalam waktu yang lebih cepat.

Untuk sisa kewajiban akan dibayarkan ke Garuda Indonesia dalam waktu 3 tahun dan dalam
kurun waktu tersebut akan di-cover dengan jaminan pembayaran dalam bentuk Stand by Letter
Credit (SBLC) dan atau Bank Garansi bank terkemuka.

Kerjasama inflight connectivity ini merupakan bagian dari upaya Garuda Indonesia untuk terus
meningkatkan layanan kepada para pengguna jasa berupa penyediaan wifi secara gratis. Garuda
Indonesia juga tidak mengeluarkan uang sepeserpun dalam kerjasama ini.

9 dari 9 halaman
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4000383/7-fakta-gonjang-ganjing-laporan-keuangan-
garuda-indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan memaparkan tiga kelalaian Akuntan Publik


(AP) dalam mengaudit laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2018. Hal
itu akhirnya berujung sanksi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK).

Adapun, laporan keuangan tersebut diaudit oleh AP Kasner Sirumapea dari Kantor Akuntan
Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang, dan Rekan.

Sebelumnya, laporan keuangan Garuda Indonesia menuai polemik. Hal itu dipicu oleh penolakan
dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria untuk mendatangani
persetujuan atas hasil laporan keuangan 2018.

Keduanya memiliki perbedaan pendapat terkait pencatatan transaksi dengan Mahata senilai
US$239,94 juta pada pos pendapatan. Pasalnya, belum ada pembayaran yang masuk dari Mahata
hingga akhir 2018.
Lihat juga:
Isu Laporan Keuangan, Izin Auditor Garuda Dibekukan 1 Tahun

Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto merinci kelima kelalaian yang dilakukan. Pertama, AP
bersangkutan belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi
pengakuan pendapatan piutang dan pendapatan lain-lain. Sebab, AP ini sudah mengakui
pendapatan piutang meski secara nominal belum diterima oleh perusahaan.

"Sehingga, AP ini terbukti melanggar Standar Audit (SA) 315," ujar Hadiyanto, Jumat (28/6).

Kedua, akuntan publik belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup untuk menilai
perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi perjanjian transaksi tersebut. Ini disebutnya
melanggar SA 500.

Lihat juga:
Lapkeu Cacat, Direksi dan Komisaris Garuda Didenda Rp100 Juta

Terakhir, AP juga tidak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan
sebagai dasar perlakuan akuntansi, di mana hal ini melanggar SA 560. Tak hanya itu, Kantor
Akuntan Publik (KAP) tempat Kasner bernaung pun diminta untuk mengendalikan standar
pengendalian mutu KAP.

"KAP mau tidak mau harus comply dengan seluruh standar ini," jelas dia.

Sebelumnya, Kemenkeu menjatuhkan dua sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner
Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
terkait dengan polemik laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk tahun buku
2018.

Tak hanya itu, KAP yang mengaudit laporan keuangan Garuda Indonesia juga dikenakan
peringatan tertulis disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian
Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited kepada KAP Tanubrata,
Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190628124946-92-407304/kemenkeu-beberkan-tiga-
kelalaian-auditor-garuda-indonesia

Anda mungkin juga menyukai