Anda di halaman 1dari 24

H

Vol. VII, No. 22/II/P3DI/November/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PENGUSUTAN PANITIA KHUSUS PELINDO II


TENTANG PERPANJANGAN KONTRAK JICT
Dian Cahyaningrum*)

Abstrak
Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan, saat ini telah dibentuk Pasus Pelindo
II untuk mengusut dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Pelindo II dalam
perpanjangan kontrak pengelolaan Jakarta Internasional Container Termina (JICT)
dengan Hutchinson Port Holding (HPH). Dari analisis yuridis, Pelindo II dapat diduga
melanggar ketentuan yang ada dalam UU No. 17 Tahun 2008, UU No. 19 Tahun 2003,
dan UU No. 40 Tahun 2007. Berpijak pada Pasal 33 UUD 1945, apabila Pelindo II
mampu mengelola JICT sebaiknya tidak menyerahkannya kepada HPH apalagi jika
perpanjangan kontrak tersebut merugikan. Untuk itu perpanjangan kontrak dengan
HPH tidak perlu dilakukan.

Pendahuluan

International Container Terminal/JICT) yang


dilakukan oleh Pelindo II dengan Hutchinson
Port Holding (HPH), perusahaan Hongkong
yang dimiliki oleh Li Ka Shing diduga
melanggar hukum. Kontrak yang seharusnya
berakhir pada 27 Maret 2019, dipercepat
perpanjangannya pada tahun 2014 sehingga
berakhir pada tahun 2038. Perpanjangan
kontrak tersebut juga dilakukan tanpa
melakukan perjanjian konsesi terlebih dahulu
dengan otoritas pelabuhan utama Tanjung
Priok sebagai regulator. Bahkan perpanjangan
kontrak JICT berpotensi menimbulkan
kerugian negara sekitar Rp30 triliun.
Namun, sebagaimana dikemukakan oleh
Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino
(RJ Lino), perpanjangan kontrak JICT telah
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selain itu juga ada
beberapa alasan yang mendasari perpanjangan
kontrak JICT, yakni: 1) akan ada kompetisi

Untuk
melaksanakan
fungsi
pengawasan, DPR memiliki hak angket.
Saat ini DPR menggunakan hak angketnya
untuk mengusut berbagai kasus pelanggaran
hukum yang diduga dilakukan oleh Pelabuhan
Indonesia II (Pelindo II). Hak angket
Pelindo II disetujui oleh 299 anggota DPR
yang hadir dalam Rapat Paripurna DPR
tanggal 5 Oktober 2015. Dugaan pelanggaran
hukum ini cukup memprihatinkan apabila
terbukti kebenarannya karena Pelindo II
sebagai BUMN harusnya dikelola dengan
baik berpegang pada prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance).

Pengusutan Pansus Pelindo II


Atas Perpanjangan Kontrak JICT

Perpanjangan
kontrak
pengelolaan
Terminal Peti Kemas Jakarta (Jakarta

*) Peneliti Madya Hukum Ekonomi, pada Bidang Hukum, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat
Jenderal DPR RI. E-mail: cahyaningrum@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

pelabuhan internasional di Tanjung Priok pada


tahun 2019; 2) Pelindo II memiliki kesempatan
untuk mengoptimalkan keuntungan dari sisi
perjanjian sampai dengan 2019 dengan total
nilai USD 486,5 juta atau senilai kurang lebih
Rp 6,6 triliun. Jumlah tersebut berdasarkan
hitungan bahwa perseroan akan mendapat
uang muka sebesar USD 215 juta. Perseroan
juga mendapat peningkatan nilai sewa yang
dipercepat senilai USD 110 juta. Selain itu juga
ada keuntungan dari pengembalian terminal
2 JICT senilai USD 27 juta per tahun atau
mencapai USD 135 juta sampai dengan 2019;
3) Perpanjangan kerja sama dengan HPH
juga memberikan preseden yang baik untuk
kepastian iklim investasi asing di Indonesia;
4) Dengan dana yang diperoleh, Pelindo II
dapat melakukan pengembangan infrastruktur
tanpa membebani Pemerintah. RJ Lino juga
menyatakan perpanjangan kontrak JICT
dilakukan setelah menerima pendapat hukum
(legal opinion) dari Kejaksaan Agung. Namun
pernyataan tersebut dibantah oleh Jaksa
Agung Muda Tata Usaha Negara (Jamdatun)
Noor Rachmad dalam Rapat Pansus Pelindo
II tanggal 29 Oktober 2015. Pihaknya
menyatakan benar ada permohonan Legal
Opinion dari Pelindo II namun, Jamdatun
tidak pernah merekomendasikan Pelindo II
melakukan perpanjangan kontrak dengan
pihak ketiga, jika yang diperjanjikan adalah
ranah regulator.
Sementara
itu,
terkait
dengan
perpanjangan kontrak yang dilakukan oleh
Pelindo II dengan HPH, Menko Maritim
Rizal Ramli yang dimintai keterangannya
dalam Rapat Pansus Pelindo II pada tanggal
29 Oktober 2015 menyatakan ada setidaknya
ada 7 pelanggaran yang dilakukan oleh RJ
Lino, antara lain: 1) Perpanjangan konrak
JICT dengan HPH tidak berdasarkan aturan.
Kontrak berakhir pada tanggal 27 Maret
2019, namun perpanjangan dipercepat pada
tahun 2014; 2) memperpanjang perjanjian
tanpa melakukan perjanjian konsesi terlebih
dahulu dengan otoritas pelabuhan utama
Tanjung Priok sebagai regulator. Artinya
melanggar Pasal 82 ayat (4), Pasal 92,
Pasal 344 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran; 3) Tidak mematuhi surat
kepala kantor otoritas pelabuhan utama
Tanjung Priok tentang Konsesi. Kepala
kantor otoritas telah memperingatkan RJ
Lino dengan surat tertanggal 6 Agustus
2014 agar tidak memperpanjang perjanjian
sebelum memperoleh konsesi dari kantor
otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok; 4)
perpanjangan kontrak menimbulkan potensi

kerugian negara karena harga jual lebih


murah, dimana pada periode 1999 pada saat
perjanjian lama, up front fee payment US$
215 + US$ 218 juta, sedangkan pada tahun
ini hanya US$ 215 juta. Justifikasi rendahnya
nilai penjualan JICT, berdasarkan Deutsch
Bank (2014) Konsultan keuangan Dirut
Pelindo II, valuasi JICT senilai US$ 636 juta
direvisi menjadi US$ 833 juta. Up front fee
US$ 215 juta dan saham 49 persen. Sedangkan
berdasarkan Financial Research Institute
(2015) Konsultan Keuangan Dewan Komisaris
Pelindo II, valuasi JICT US$ 854 juta, up front
fee US$ 215 juta dan saham HPH 25%.
Untuk mendapatkan kejelasan mengenai
valuasi JICT, Pansus Pelindo II memanggil
Tim Gabungan yaitu Financial Research
Institute (FRI) dan Bahana Securities pada 23
November 2015. Tim Gabungan diminta untuk
melakukan analisis ulang terkait valuasi yang
dilakukan oleh Deutsche Bank (DB), lembaga
keuangan asal Jerman yang diminta Direksi
Pelindo II melakukan valuasi atas JICT. Tim
Gabungan menggunakan dokumen laporan
keuangan JICT 1999-2013 dan proyeksi
keuangan JICT yang diberikan DB dari 20142038 sebagai basis analisis.
Setelah dianalisis dan dihitung oleh
Tim Gabungan, nilai yang dibayarkan HPH
tersebut terlalu dinilai murah. Dengan data
valuasi yang dilakukan DB, dengan nilai
kontrak USD 85 juta per tahun dan up front
fee USD 215 juta maka porsi saham HPH
seharusnya hanya 26,6%. Angka 26,6%
tersebut belum menghitung nilai sebenarnya
apabila didasarkan pada data historis kinerja
JICT. Apabila berdasarkan data historis,
maka saham HPH sebenarnya hanya sekitar
18%. Dianalisis bahwa modusnya dengan
menurunkan nilai valuasi JICT serendah
mungkin. Sehubungan dengan hal itu, anggota
Panitia Angket Pelindo II Sukur Nababan
menyatakan
ada
financial
engineering
(rekayasa keuangan), kejahatan korporasi
dengan menurunkan nilai JICT.
Pansus Pelindo II juga meminta Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan
audit investigatif perpanjangan kontrak
JICT. Beberapa hal yang dimintakan audit
investigatifnya adalah penyimpangan yang
terjadi dalam proses amandemen pemberi
kuasa kepada pihak JICT dari Pelindo II yang
dilakukan sebelum akhir masa perjanjian;
kewajaran struktur dan komposisi saham serta
penerimaan tunai yang diterima Pelindo II dari
HPH atas amandemen perjanjian pemberian
kuasa dari para pihak; dan audit BPK apabila
JICT dikelola sepenuhnya oleh Indonesia.
-2-

Terkait dengan audit investigatif tersebut,


anggota BPK Achsanul Qosasih menyatakan
BPK
telah
menyelesaikan
95%
audit
investigatif dan akan segera menyelesaikannya.

Berpijak
pada
argumen
tersebut
dan juga Pasal 92 UU No. 17 Tahun 2008
maka perpanjangan kontrak JICT harusnya
dilakukan setelah ada perjanjian konsesi
terlebih dahulu dengan otoritas pelabuhan
utama Tanjung Priok, apalagi Pasal 344 ayat
(2) UU No. 17 Tahun 2008 mengatur dalam
jangka waktu paling lama 3 tahun sejak UU
No. 17 Tahun 2008 berlaku, kegiatan usaha
pelabuhan yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
Pemda, dan BUMN wajib disesuaikan dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No.
17 Tahun 2008. Sehubungan dengan ketentuan
tersebut, wajar jika Kepala Kantor Otoritas dan
Dewan Komisaris Pelindo II mengingatkan
RJ Lino untuk mendapatkan konsesi terlebih
dahulu dari Otoritas Pelabuhan sebelum
melakukan perpanjangan kontrak JICT dengan
HPH, namun sebagaimana dikemukakan
oleh Menko Maritim Rizal Ramli peringatan
tersebut tidak diindahkan oleh RJ Lino selaku
Direksi Utama Pelindo II.
Tidak ditaatinya UU No. 17 Tahun
2008 dan tidak diindahkannya peringatan
Dewan Komisaris Pelindo II dan Kepala
Kantor Otoritas, menandakan Direksi Utama
Pelindo II tidak mematuhi Pasal 5 ayat (3)
UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara yang mengamanatkan anggota
Direksi untuk mematuhi peraturan perundangundangan
serta
wajib
melaksanakan
prinsip-prinsip good corporate governance,
khususnya
prinsip
profesionalisme,
akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
dan
kewajaran. Selain itu, Direksi juga patut
dipertanyakan ketaatannya terhadap Pasal
4 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
yang
menyebutkan
terhadap
Perseroan berlaku UU ini, anggaran dasar
Perseroan,
dan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan lainnya. Sehubungan
dengan hal ini maka berdasarkan Pasal 97 ayat
(3) UU No. 40 Tahun 2007, apabila Direksi
terbukti bersalah atau lalai dalam menjalankan
tugasnya yang harus dilaksanakannya dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab, maka
setiap anggota Direksi bertanggung jawab
penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan.
Sementara itu, terkait dengan apakah
kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kepelabuhanan sebaiknya dilaksanakan sendiri
atau diserahkan kepada asing (HPH), Dr. H.
Mohammad Hatta sebagai perumus Pasal
33 UUD 1945 dalam bukunya yang berjudul
Penjabaran Pasal 33 UUD45 menjelaskan
sebagai berikut:
Cita-cita
yang
terdapat
dalam
Pasal 33 UUD 1945 ialah produksi

Perspektif Yuridis Perpanjangan


Kontrak Pengelolaan JICT

Dalam UUD 1945 yang menjadi sumber


hukum di Indonesia, kegiatan perekonomian
nasional diatur dalam Pasal 33. Mahkamah
Konstitusi dalam beberapa putusannya,
diantaranya Putusan Perkara Nomor 002/
PUU-I/2003 tentang Privatisasi Minyak
dan Gas Bumi menjelaskan pengertian
dikuasai oleh negara pada Pasal 33 ayat
(2) dan ayat (3) UUD Tahun 1945. Menurut
MK, makna dikuasai oleh negara haruslah
diartikan mencakup makna penguasaan
oleh negara dalam arti luas yang bersumber
dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan
rakyat Indonesia atas segala sumber
kekayaan bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, termasuk pula di
dalamnya pengertian kepemilikan publik
oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber
kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif
itu dikonstruksikan oleh UUD Tahun 1945
memberikan mandat kepada negara untuk
mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan
pengurusan
(bestuursdaad),
pengaturan
(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad),
dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk
tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh
negara dilakukan oleh Pemerintah dengan
kewenangannya untuk mengeluarkan dan
mencabut fasilitas perijinan (vergunning),
lisensi (licentie), dan konsesi (consessie).
Terkait dengan fungsi pengurusan
inilah Pasal 92 UU No. 17 Tahun 2008
mengatur bahwa kegiatan penyediaan dan/
atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang
merupakan aset penting negara, yang
dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan
dilakukan
berdasarkan
konsesi
atau
bentuk lainnya dari Otoritas Pelabuhan,
yang dituangkan dalam bentuk perjanjian.
Penunjukan Otoritas Pelabuhan dan bukannya
BUMN Pelabuhan (seperti Pelindo II) sebagai
wakil dari Pemerintah yang diberi kewenangan
untuk memberikan konsesi dimaksudkan agar
ada pemisahan kewenangan antara regulator
dan operator sehingga Pelindo II selaku
operator dapat menjalankan usahanya secara
profesional berdasarkan pada prinsip tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance).

-3-

Penutup

yang besar-besar sedapat-dapatnya


dilaksanakan oleh Pemerintah dengan
bantuan kapital pinjaman dari luar
negeri. Apabila siasat ini tidak berhasil,
perlu juga diberi kesempatan kepada
pengusaha asing menanam modalnya
di Indonesia dengan syarat yang
ditentukan oleh Pemerintah... Dalam
pembangunan negara dan masyarakat
bagian pekerja dan kapital nasional
makin lama makin besar, bantuan
dan kapital asing sesudah sampai
pada suatu tingkat makin lama makin
berkurang. Rente dan angsuran dari
kapital asing yang harus dibayar
kembali harus dihasilkan sepenuhnya
dari hasil yang diperoleh dari proyek
yang
dibangun
dengan
kapital
pinjaman itu dan tidak menjadi beban
pajak.
Penjelasan
tersebut
menghendaki
Indonesia harus bisa melakukan pembangunan
dengan kemampuan sendiri. Apabila belum
bisa, dapat melakukan pinjaman luar
negeri. Apabila tidak ada yang memberikan
pinjaman, dapat dibuka peluang asing
untuk menanamkan modalnya di tanah
air agar tersedia lapangan kerja untuk
rakyat. Namun, modal asing tersebut harus
terus berkurang dan kapital nasional terus
meningkat. Sehubungan dengan hal tersebut,
apabila Pelindo II sebagai BUMN memiliki
kemampuan sendiri untuk mengelola JICT
maka sebaiknya tidak menyerahkannya kepada
HPH setelah kontrak berakhir pada 2019 dan
saham 100% dimiliki Pelindo II, apalagi dari
keterangan Menko Maritim Rizal Ramli dan
Tim Gabungan, Indonesia dirugikan dalam
perpanjangan kontrak tersebut. Selain itu
dengan mengelola sendiri JICT, Pelindo II
diharapkan akan terus dapat meningkatkan
kemampuan
dan
keahliannya
dalam
melakukan usaha kepelabuhanan.
Sehubungan
dengan
hal
itu,
perpanjangan kontrak pengelolaan JICT
dengan
HPH
tidak
perlu
dilakukan.
Sebagaimana dikemukakan Ekonom Fuad
Bawazir dalam Rapat Pansus Pelindo II
tanggal 25 November 2015, kontrak JICT
belum ditandatangani oleh HPH, dan baru
ditandatangani Pelindo II dengan anak
perusahaannya yaitu JICT. Dengan demikian
kontrak dengan HPH belum sah karena belum
memenuhi syarat sahnya kontrak sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu
adanya kesepakatan para pihak. Ini berarti
belum terjadi kontrak pengelolaan JICT antara
Pelindo II dan HPH.

Saat ini Pansus Pelindo II masih


melakukan pengusutan dugaan pelanggaran
hukum yang dilakukan Pelindo II dalam
perpanjangan kontrak pengelolaan JICT
dengan HPH. Dari analisa hukum, beberapa
aturan yang diduga dilanggar oleh Pelindo II
diantaranya Pasal 92 UU No.17 Tahun 2008,
Pasal 5 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2003, dan
Pasal 4 UU No. 40 Tahun 2007. Berdasarkan
Pasal 97 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007,
apabila Direksi Pelindo II terbukti bersalah
atau lalai dalam menjalankan tugasnya, maka
setiap anggota Direksi bertanggung jawab
penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan.
Sementara itu, mengacu pada penjelasan
Dr.H.Mohammad Hatta atas pelaksanaan
Pasal 33 UUD 1945, apabila Pelindo II mampu
mengelola sendiri JICT maka sebaiknya tidak
menyerahkannya kepada HPH, apalagi jika
Pelindo II merugi. Untuk itu perpanjangan
kontrak pengelolaan JICT dengan HPH tidak
perlu dilakukan.

Referensi

Dr. Mohammad Hatta Dkk, Penjabaran Pasal


33 UUD45, Jakarta: Mutiara, 1980, hal.
30-31.
Datangi BPK, Pimpinan Pansus Pelindo II
Minta Audit Investigasi, http://video.
viva.co.id., diakses tanggal 22 November
2015.
Gara-gara RJ Lino, Negara Berpotensi Rugi
Rp 30 triliun, http://m.news.viva.co.id/,
diakses tanggal 22 November 2015.
Jamdatun bantah legalkan perpanjangan
kontrak
Pelindo
II,
http://www.
antaranews.com,
diakses
tanggal29
November 2015.
Menegakkan Hukum Membenahi Pelabuhan,
http://harian.analisadaily.com.,
diakses
tanggal 22 November 2015.
Pansus: Batalkan Perpanjangan Kontrak
JICT, Suara Pembaruan, 12 November
2015.
Paripurna DPR Setujui Pembentukan Pansus
Pelindo II, http://m.tribunnews.com,
diakses 22 November 2015.
Terungkap, Saham Perusahaan Hong Kong
di JICT Harusnya Hanya 18%, www.
beritasatu.com,
diakses
tanggal
29
November 2015.

-4-

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VII, No. 22/II/P3DI/November/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

SERANGAN TERORISME
INTERNASIONAL DI PARIS
Poltak Partogi Nainggolan*)

Abstrak
Rangkaian aksi terorisme internasional atas Paris, yang telah diklaim ISIS/IS, terjadi
kembali, tidak lama berselang setelah serangan atas Turki dan Rusia. Serangan yang
tidak dapat dicegah intelijen Perancis tidak hanya menimbulkan kekuatiran di Perancis,
namun Eropa lebih luas. Kebijakan Perancis di Timur-Tengah, khususnya Suriah, yang
dinilai menjadi pemicu serangan, tidak menyurutkan keputusan pemerintahan Hollande,
dan koalisi Barat, dan Rusia untuk segera menghancurkan ISIS/IS di basis tempurnya
dan di mancanegara. Indonesia yang sangat pluralis dan tidak lepas dari kepentingan
Barat, harus dapat mengantiispasi serangan serupa, jika ingin dapat mencegahnya agar
tidak menjadi korban berikutnya pengikut ISIS/IS.

Pendahuluan

yang sangat mencintai kehidupan (Higgins,


International New York Times, 16 November
2015).
Hanya kurang 1 bulan, ISIS/IS telah
melancarkan 4 aksi terorisme di 4 negara,
dengan korban sekitar 500 jiwa kalangan sipil
non-combatant. Setelah serangan dengan 2
bom kembar pada 10 Oktober 2015 di Ankara
Turki yang menewasakan 112 orang, ISIS/
IS, pada 31 Oktober 2015 menanam bom
di pesawat metrojet Airbus A-321 Rusia,
yang meledak di langit Gurun Sinai, Mesir,
yang menewaskan seluruh 224 turis Rusia.
Kemudian, pada 11 Nopember 2015, dua hari
sebelum Tragedi Paris, bom bunuh diri di
Beirut Selatan, Lebanon, di kawasan hunian
Syiah, telah menewaskan 43 orang (Media
Indonesia, 18 Nopember 2015).

Gelombang baru serangan terorisme


terhadap Perancis muncul pada Jumat,
13 Nopember 2015, setelah lewat pukul
21.00. Serangan yang diklaim sebagai
aksi terorganisasi kelompok ISIS/IS, yang
berupaya mendirikan Negara Islam di
Suriah dan meliputi wilayah levant, Irak,
dilancarkan secara simultan terhadap
tempat-tempat publik, seperti paling sedikit 2
stadion sepak bola, 4 restoran atau cafe, dan
tempat konser musik, pada saat orang tengah
menikmati makanan, ramai berkumpul, dan
melihat pertunjukan dan pertandingan olah
raga, pada Jumat malam, menjelang akhir
pekan, yang padat dengan penduduk Kota
Paris yang tengah bersantai. Itulah sebabnya,
serangan teroris internasional ini dikatakan
telah menargetkan penduduk Kota Paris

*) Research professor pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat
Jenderal DPR RI. Email: pptogin@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

Adapun rangkaian serangan terorisme


atas Paris dilakukan dengan serangan
bersenjata
membabi-buta,
juga
lewat
penyanderaan, dan paling sedikit 5 aksi bom
bunih diri, atau aksi kombinasi keduanya.
Korbannya di setiap tempat bervariasi
jumlahnya, termasuk para pelaku bom bunuh
diri dan teroris yang berhasil ditembak mati
pasukan anti-teroris dan polisi Perancis.
Di kafe Bonne Biere terdapat 5 orang tewas
setelah para pelaku menyerang restoran
lain. Di restoran Le Petit Cambodge dan
Le Carillon puluhan orang tertembak mati,
setelah teroris melepaskan tembakan dari
sebuah mobil. Di Bataclan Concert Hall
pelaku sempat menyandera 1.000 orang
sebelum kemudian menembaki mereka,
dengan korban 89 terbunuh di tempat
(Higgins, International New York Times, 16
November 2015). Presiden Hollande sedang
menonton pertandingan sepakbola PerancisJerman di stadion itu ketika serangan terjadi,
sehingga kemudian segera diamankan. Total
korban sampai analisis ini dibuat, 130 tewas
dan 352 luka, dan 99 orang dalam kondisi
kritis, dengan identitas lebih dari 10 asal
negara.

untuk mengantisipasi serangan mendadak


berikutnya. Serangan menurut PM Francois
Hollande dan intelijen Perancis telah
direncanakan sejak lama dan terorganisasi
baik oleh aktor ISIS/IS dari luar Perancis,
dengan bantuan kalangan dalam, para
pendukung atau simpatisan, yang tiba
kembali dari berjihad di Suriah. Sedangkan
sumber AS menyatakan tidak ada bukti
serangan dirancang dari luar.
Omar Ismail Mostefai berasal dari
Courcouronnes, 25 Km arah selatan
Paris, terungkap sebagai salah satu dari 7
pelaku serangan. Ia diinformasikan telah
mengalamai
proses
radikalisasi
pada
tahun 2010, tetapi tidak muncul dalam
penyelidikan. Nama lain, yaitu Brahim
Abdeslam, yang melakukan aksi bom bunuh
diri di cafe di Paris, dan juga adiknya Salah
Abdeslam, yang buron, adalah tersangka
baru, bagian dari jaringan Molenbeek.
Telah teridentifikasi, 3 dari pelaku serangan
adalah warga negara Perancis. Sementara,
Abdelhamid Abaaoud, kelahiran Molenbeek,
Brussels, Belgia, yang dikenal reputasinya
dalam jihad di Suriah, dan dijatuhi hukuman
in absentia 20 tahun penjara oleh pengadilan
Brussels, telah dinyatakan sebagai dalang
serangan Paris.
Serangan diperkirakan dilakukan 3
tim berbeda. Seperti dalam kasus CharlieHebdo dan 9/11, mobil dan senjata pelaku
serangan terkait dengan Molenbeek, yang
belakangan menjadi pusat aktifitas para
jihadists di Eropa, dan juga Jerman. Rusia
mengungkapkan, dana operasional para
pelaku serangan berasal dari bisnis ilegal
minyak dari kilang-kilang yang dikontrolnya,
dari perang di Suriah dan Irak. Dana
operasional juga mengalir dari individu asal
40 negara, termasuk dari negara anggota
G-20 (CNN Indonesia, 18 Nopember).
Pemerintah Hollande merespons
dengan amat reaktif rangkaian serangan
terorisme di Paris seperti dibuktikan dengan
pernyataannya yang akan menghancurkan
ISIS/IS. Serangan ini baginya merupakan
aksi perang terhadap Perancis, sehingga, ia
memperpanjang kondisi darurat di Perancis,
dengan merevisi konstitusi. Ia segera
melancarkan operasi anti-teror di dalam
negeri dan memerintahkan AU Perancis
menggelar pemboman intensif atas basisbasis ISIS/IS di Suriah dari kapal induk
Charles de Gaulle.

Motif, Pelaku, dan Respons


Keterlibatan Perancis yang semakin
agresif belakangan di Suriah dan Irak,
dalam memerangi ISIS/IS menjadi pemicu
serangan teroris. Pada 8 dan 10 November
2015, Perancis telah melakukan serangan
atas instalasi minyak di Suriah yang dikontrol
ISIS/IS. Juga, pada 19 September dan 24
Oktober 2014, Perancis melakukan serangan
pertama secara langsung dan bersama koalisi
Barat ke target ISIS/IS di Irak.
Sebuah klaim menyatakan bertanggung
jawab muncul di pesan yang disampaikan
pihak yang menyatakan dirinya sebagai
ISIS/IS lewat aplikasi yang disambungkan
lewat Twitter. Diketahui, para pelaku
menggunakan konsol PlayStation (PS) 4
untuk berkomunikasi, yang sulit dipantau
dan
dilacak
ketimbang
WhatssApp.
(Forbes, 14 November 2015). IS sendiri
menyebut aksi serangan mereka di Perancis
sebagai serangan badai pertama mereka
(Callimachi, International New York Times,
16 November 2015).
Merespons serangan teroris di Paris,
Pemerintah Perancis mengerahkan 115
ribu polisi dan jumlah tentara digandakan
-6-

Serangan baru di Paris memperlihatkan


perubahan strategi perang ISIS/IS dari
menghadapi Barat di medan tempur Suriah
ke cara menciptakan arena-arena perang
baru di negeri mereka masing-masing. Di
sisi lain, ia juga menggambarkan lemahnya
intelijen Perancis dan kerjasama intelijen
di Eropa dalam meresponsnya. Sekalipun
sudah ada peringatan dini dari Turki dan
Israel mengenai jaringan dan aktifitas para
pelaku, absennya respons cepat tanggap
dari Perancis memperkuat kelemahan ini.
Perancis dapat belajar dari Pemerintah AS
setelah terbentuknya Kementerian Homeland
Security pasca-serangan 9/11. Kecuali
dalam mengantisipasi aksi dari dalam, AS
dapat mencegah aksi secara efektif ancaman
serangan dari luar.

AS melawan ISIS/IS tidak untuk merebut


teritorial, dengan gelar pasukan secara masif,
karena risikonya akan kompleks dan tinggi
seperti di Afghanistan dan Irak. Sedangkan
Rusia menembakkan rudal-rudal jelajah jarak
jauh dari kapal perangnya di Kaspia, 1.500
km dari Suriah, ke sasaran-sasaran ISIS/IS di
Kota Raqqa, Suriah, yang dijadikan ibukota
de facto ISIS/IS.
Serangan Paris ini, seperti halnya
Tragedi 9/11, telah membangunkan para
pemimpin Barat dari respons yang lembek
selama ini terhadap ancaman terorisme
internasional ISIS/IS kepada kesadaran
baru meningkatnya ancaman yang nyata
atas keamanan mereka. Sementara, Paus
Fransiskus menegaskan kembali penilaiannya
yang semula dinilai berlebihan, yakni dunia
perlu mewaspadai telah munculnya Perang
Dunia III yang bersifat nontradisional.
Reaksi
Barat,
terutama
Eropa,
segera berdampak pada kebijakan mereka
dalam menangani kasus pengungsi, yang
semula telah menjadi ramah menjadi ketat
kembali, termasuk dengan penutupan
kembali pintu-pintu perbatasan. Alasan
ini
diperkuat
dengan
ditemukannya
paspor Suriah dan catatan perjalanan
para pelaku. Pasca-serangan, Pemerintah
Hollande lebih mendorong dilakukannya
intelligence
sharing
lebih
luas
dan
intensif,
untuk
menutupi
kelemahan
intelijennya. Selain serangan atas Paris,
ISIS/IS telah merencanakan serangan siber
mematikan atas Inggris, dengan target
awal menghancurkan jaringan komunikasi
dan
infrastruktur.
Sedangkan
negara
barat lainnya, semakin waspada dengan
kemungkinan masing-masing menjadi target
berikutnya, setelah serangan terorisme
internasional ISIS/IS atas Inggris, Spanyol,
Turki, Rusia, dan Perancis.

Reaksi Internasional
Sikap simpati dan empati, serta
solidaritas, terhadap pemerintah dan rakyat
Perancis yang menjadi korban diperlihatkan
para pemimpin Barat, terutama PM Inggris
David Cameron, Presiden Barack Obama,
dan Kanselir Angela Merkel. Bagi mereka,
serangan Paris merupakan serangan bagi
seluruh umat manusia dan nilai-nilai
universal. Mereka mengungkapkan berada
dalam satu barisan dengan pemerintah
dan rakyat Perancis dalam menghadapi
aksi-aksi terorisme ISIS/IS yang semakin
brutal dan juga siap dalam aksi membantu
dengan kebijakan lebih tegas untuk
menghancurkannya. Para pemimpin G-20
secara
langsung
telah
menyampaikan
ungkapan duka dan simpati mereka yang
mendalam kepada pemerintah dan rakyat
Perancis.
UE ikut membantu dengan sharing
data intelijen imigran pelintas batas dan
akitiftas mereka. Belgia, yang belakangan
menjadi sarang pelaku teror, segera
menggelar operasi anti-teroris di pusatpusat kota dan keramaian, setelah mendapat
ancaman serius.
Pasukan koalisi sekutu
pimpinan AS pun melancarkan serangan
udara, dengan banyak target dalam sekali
gempuran. Serangan Paris telah membuat
Perancis dan AS bersikap lebih keras
dalam menangani ISIS/IS. Dalam satu kali
serangan, koalisi telah menghancurkan 116
truk pengangkut bahan bakar dan tangki
minyak yang dijual secara ilegal oleh ISIS/
IS. Presiden Obama menjelaskan, strategi

Sikap Indonesia
Setibanya di Ankara, Turki dalam
rangkaian mengikuti KTT G-20, Presiden
Joko
Widodo
menyatakan
kecaman
keras atas kejadian tersebut. Baginya,
tidak ada satu alasan pun yang dapat
menjustifikasi aksi-aksi terorisme terhadap
Perancis, dan masyarakatnya tersebut.
Untuk itu, ia menyerukan kerja sama
yang lebih kuat dalam melawan terorisme
internasional. Sementara, Wapres Yusuf
Kalla mengingatkan, walaupun potensi
-7-

serangan serupa lebih kecil peluangnya


terjadi di Indonesia, namun ia mengingatkan
Polri dan TNI bersiaga mengantisipasinya.
MUI juga langsung mengeluarkan kecaman
atas tindakan yang tidak dapat dibenarkan
dari perspektif Islam sekalipun itu, sambil
mengingatkan berbagai faktor penyebab dan
pemicunya di dunia internasional.
Sidney Jones, menilai pengikut ISIS di
Indonesia belum memiliki kapabilitas seperti
di Perancis dan Timur-Tengah. Tetapi, ini
bukan berarti mereka yang kembali dari
jihad di Timur-tengah, terutama Irak dan
Suriah, tidak berisiko menyebarkan aktifitas
mereka. Dengan ditemukannya pejabat di
daerah (Batam) ditengarai terlibat dalam
kegiatan ISIS di Timur-Tengah bersama
keluarganya, ini mengindikasikan, ISIS/IS
dapat mencari pengikut dan simpatisan di
kalangan terdidik dan kelas menengah. Jadi,
ancaman penyebaran ideologi ISIS/IS dan
kegiatan radikalnya tidak lagi hanya datang
dari kalangan kelas bawah.
Debat di kalangan pengguna media
sosial di Indonesia soal perlu tidaknya
menunjukkan rasa simpati kepada negara
dan rakyat Perancis pascaserangan teroris
internasional
ybl,
juga
menunjukkan
pengaruh ISIS/IS telah meluas. Itulah
sebabnya aksi-aksi radikal ISIS/IS seperti
dapat ditoleransi oleh sebagian kalangan di
masyarakat, dan kurang disadari dampak
destruktifnya bagi rakyat Indonesia yang
sangat pluralis. Wajar saja, jika muncul
pendapat, home-grown state terrorist yang
sering mengatasnamakan Islam adalah
kelompok yang paling berbahaya di Indonesia
(The Jakarta Post, 16 November 2015). Dalam
kondisi begini, ancaman aksi-aksi terorisme
ISIS/IS di Indonesia bukan saja terhadap
institusi dan tempat kegatan orang asing,
namun juga kalangan minoritas, termasuk
minoritas Muslim, yang berbeda pandangan
teologisnya.

dalam pembukaan Rapat Paripurna pada 16


Nopember 2015 turut mengecam serangan
terorisme internasional di Paris tersebut.
Komisi
I
perlu
mengintensifkan
raker
dengan
mitra
kerjanya
untuk
mengidentifikasi
perkembangan
aktifitas pengikut dan simpatisan ISIS/
IS di luar negeri dan tanah air. Komisi
pertahanan-keamanan, terutama sub-komisi
intelijennya, ini perlu mendorong pemerintah
meningkatkan kerjasama dan koordinasinya
dengan intelijen negara lain, di tingkat
kawasan dan global. Sementara, ke dalam,
kerja intelijen nasional perlu diperbaiki
agar tidak kecolongan seperti di Perancis.
Selanjutnya,
aktifitas
intelijen
daerah
perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Namun
demikian, pendekatan keamanan mereka
tidak perlu mematikan kebebasan sipil. Di sisi
lain, pemerintah harus meredam penyebaran
ideologi ISIS/IS dengan pendidikan politik
yang benar dan pencerahan dari kaum ulama
yang bijak. Berbagai upaya ini tidak mudah
dijalankan dan diraih hasilnya, karena
kemiskinan masih merupakan masalah utama
di Indonesia, dan perkembangan teknologi
dan globalisasi telah memungkinkan para
teroris internasional terus berhubungan dan
melancarkan operasi baru.

Referensi
Alhadar, Smith.Saatnya Melumat Islamic
State (IS), Media Indonesia, 18
Nopember 2015: 6.
Callimachi, Rukmini. Islamic State calls
France action first of the storm,
International New York Times, November
16, 2015: 7.
Fedina S. Sudaryani. High alert for copycat
attacks, Jakarta Post, November 16,
2015: 1.
Higgins, Andrew and Milan Schreuer. France
confronts a hit at the soul: Attack aimed
at Parisians love of life, International
New York Times, November 16, 2015: 1.
Indonesia Kecam Terorisme Paris, Kompas,
15 Nopember 2015: 4.
Schmitt, Eric and David D. Kirkpatrick, ISIS
strategy shifts to take terror abroad,
International New York Times, November
16, 2105: 1.
Samosir, Hanna Azarya. Putin: ISIS Dapat
Dana dari 40 Negara, Termasuk Anggota
G-20, CNN Indonesia, 18 Nopember
2015.

Penutup
Parlemen nasional, DPR RI, sebagai
pengawas
kinerja
pemerintah
telah
memberikan perhatian terhadap masalah
ini. Komisi I yang membidangi masalah
luar negeri, informasi, dan pertahanankeamanan
terus
memantau
ancaman
terorisme internasional dalam raker-rakernya
bersama mitra kerja dari BIN, TNI-Polri,
BNPT, dan para ahli. Sementara, Ketua DPR
-8-

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VII, No. 22/II/P3DI/November/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP


PEREMPUAN DAN URGENSI UNDANG-UNDANG
TENTANG KEKERASAN SEKSUAL
Sali Susiana*)

Abstrak
Kekerasan seksual terhadap perempuan masih terus terjadi di tengah-tengah
masyarakat. Tingginya fenomena ini memunculkan wacana tentang perlunya
sebuah undang-undang yang khusus mengatur mengenai kekerasan seksual. Data
menunjukkan bahwa dari 15 bentuk kekerasan seksual yang terjadi dalam masyarakat,
baru 2 bentuk yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu
pemerkosaan dan pencabulan. Saat ini, RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual
telah masuk dalam Daftar RUU Tambahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
Tahun 2016. Komnas Perempuan berpendapat bahwa RUU tersebut dapat mengatasi
keterbatasan aturan hukum yang tersedia saat ini dalam menjerat pelaku kekerasan
seksual terhadap perempuan. Untuk itu, DPR perlu mendorong isu kekerasan ini untuk
segera dibahas, baik melalui penetapan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual
sebagai prioritas tahun 2016, maupun dengan pengakomodasian 15 bentuk kekerasan
seksual ke dalam RUU tentang KUHP yang sedang dibahas Komisi III DPR saat ini.

Pendahuluan

oleh pengemudi angkutan kota terhadap


penumpangnya di daerah Jakarta Utara
(Suara Pembaruan, 13 November 2015).
Kasus kekerasan seksual lain yang mendapat
perhatian publik adalah pelecehan seksual
yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah
Kota Bogor terhadap 3 siswa perempuan
sebuah sekolah menengah kejuruan yang
sedang melakukan praktik magang di Kantor
DPRD Kota Bogor, Jawa Barat. Pada 11
November 2015 para siswa SMK tersebut
bersama gurunya mendatangi Anggota
DPRD Kota Bogor untuk mengadukan

Tanggal 25 November setiap tahun


diperingati oleh masyarakat dunia sebagai
Hari Internasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan. Sebuah hari yang didedikasikan
untuk
membangun
kesadaran
akan
pentingnya upaya penghapusan kekerasan
terhadap perempuan yang sampai saat ini
sering kali masih tersembunyi. Di Indonesia,
kekerasan terhadap perempuan di ruang
publik, termasuk di dalamnya kekerasan
seksual, masih terus terjadi. Salah satu kasus
terakhir yang diberitakan oleh media massa
adalah kasus pemerkosaan yang dilakukan

*) Peneliti Utama Studi Kemasyarakatan Studi Khusus Gender, pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian Pengolahan Data
dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: sali_susiana@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

pelecehan verbal dan nonverbal yang


mereka alami. Kekerasan seksual juga dapat
menimpa perempuan atau anak perempuan
yang menyandang disabilitas. Seorang
anak perempuan berusia 17 tahun yang
mengalami keterbelakangan mental sejak
tahun 2012 mengalami kekerasan seksual
dari pamannya sendiri yang tinggal serumah
dengannya (Kompas, 18 November 2015).
Selama kurun waktu 11 tahun (20012012), Komisi Nasional untuk Penghapusan
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) mencatat sedikitnya terdapat
35 perempuan yang menjadi korban
kekerasan seksual setiap hari (Komnas
Perempuan, 2015). Berdasarkan
hasil
pemantauan yang telah dilakukan oleh
Komnas Perempuan, diketahui bahwa
kekerasan terhadap perempuan pada tahun
2014 menunjukkan situasi darurat kekerasan
terhadap perempuan, terutama darurat
kekerasan seksual. Oleh karena itu, Komnas
Perempuan
menyampaikan
beberapa
rekomendasi terkait tindak kekerasan
seksual terhadap perempuan. Salah satu
rekomendasi yang penting bagi DPR adalah
pemerintah dan/atau DPR perlu membuat
undang-undang yang komprehensif tentang
kekerasan seksual agar pelaku tidak bebas
dari jerat hukum karena keterbatasan aturan
hukum yang tersedia saat ini. Pemerintah
dan DPR juga diharapkan dapat mencabut
atau merevisi peraturan/kebijakan yang
berpeluang
untuk
mengkriminalisasi
perempuan korban atau menjatuhkan
sanksi yang tidak manusiawi terhadap
perempuan. Tulisan berikut berusaha untuk
menggambarkan situasi darurat kekerasan
seksual terhadap perempuan saat ini dan
wacana tentang perlunya sebuah undangundang yang khusus mengatur mengenai
kekerasan seksual.

di Indonesia, yaitu: (1) perkosaan; (2)


intimidasi seksual, termasuk ancaman atau
percobaan perkosaan; (3) pelecehan seksual;
(4) eksploitasi seksual; (5) perdagangan
perempuan untuk tujuan seksual; (6)
prostitusi paksa; (7) perbudakan seksual;
(8) pemaksaan perkawinan, termasuk
cerai gantung; (9) pemaksaan kehamilan;
(10) pemaksaan aborsi; (11) pemaksaan
kontrasepsi dan sterilisasi; (12) penyiksaan
seksual; (13) penghukuman tidak manusiawi
dan bernuansa seksual; (14) Praktik tradisi
bernuansa seksual yang membahayakan
atau mendiskriminasi perempuan; dan
(15) kontrol seksual, termasuk melalui
aturan diskriminatif beralasan moralitas
dan agama. Kelima belas bentuk kekerasan
seksual ini bukanlah daftar final karena
ada
kemungkinan
sejumlah
bentuk
kekerasan seksual yang belum dikenali
akibat keterbatasan informasi mengenai hal
tersebut.
Studi yang dilakukan oleh the United
Nations Development Programme (UNDP),
the United Nations Fund for Population
Activities (UNFPA), the United Nations
Entity for Gender Equality and the
Empowerment of Women (UN Women),
dan the United Nations Volunteers (UNV)
tahun 2013 di kawasan Asia Pasifik
menemukan bahwa: (1) dari 10.000 lakilaki yang diwawancarai di Asia Pasifik,
termasuk Indonesia, 80% mengaku pernah
memperkosa pasangannya; (2) dari 80%
yang mengaku memperkosa pasangannya,
49% di antaranya mengaku melakukan
pemerkosaan sejak usia 15 tahun; (3)
motivasi para pemerkosa tersebut adalah
pelaku merasa memiliki hak seksual
terhadap pasangannya; (4) sebagian besar
(72%-97%) laki-laki pemerkosa tersebut
tidak menerima konsekuensi hukum atas
tindakan pemerkosaan yang telah dilakukan
(Fathurrozi, 2015).
Sejalan dengan temuan tersebut, data
yang dipaparkan oleh Komnas Perempuan
menunjukkan
bahwa
perkosaan
dan
pencabulan merupakan bentuk kekerasan
seksual yang paling banyak terjadi. Pada
tahun 2012, dari 4.336 kasus kekerasan
seksual, 2.920 kasus di antaranya terjadi di
ranah publik/komunitas, dengan mayoritas
bentuknya adalah perkosaan dan pencabulan
(1.620 kasus atau 37,4%). Persentase ini
meningkat menjadi 56% pada tahun 2014.
Dari total 3.860 kasus yang dilaporkan

Kekerasan Seksual di Lapangan


Kekerasan
seksual
sebagai
salah satu bentuk kekerasan terhadap
perempuan berbasis gender, tidak selalu
berupa pemerkosaan. Kekerasan seksual
mengandung aspek bernuansa kekerasan
seperti ancaman, pemaksaan, atau kekerasan
fisik, sehingga kekerasan seksual juga dapat
berbentuk pelecehan seksual atau serangan
seksual (Kristi Poerwandari, 2006). Dari
hasil pemantauan Komnas Perempuan
selama 15 tahun (19982013), terdapat
15 bentuk kekerasan seksual yang terjadi
- 10 -

penjara paling lama tujuh tahun bagi orang


yang melakukan perbuatan cabul dengan
seseorang yang sedang pingsan atau tidak
berdaya [Pasal 290 ayat (1)]; atau dengan
seseorang yang berumur di bawah 15 tahun
atau belum saatnya menikah [Pasal 290 ayat
(2)]; atau orang yang membujuk seseorang
yang berumur di bawah 15 tahun atau belum
saatnya menikah, untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
atau bersetubuh di luar perkawinan dengan
orang lain [Pasal 290 ayat (3)].
Secara lebih eksplisit materi tentang
kekerasan seksual juga diatur dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga pada Pasal 8, Pasal 47, dan
Pasal 48. Dalam Pasal 8 undang-undang
tersebut, hanya terdapat 1 jenis kekerasan
seksual, yaitu pemaksaan hubungan
seksual. Demikian pula dalam UndangUndang No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang Pasal 1 angka 8, yang hanya mengatur
mengenai eksploitasi seksual. Dengan
demikian jelaslah bahwa dari sisi yuridis
normatif, KUHP maupun undang-undang
yang telah ada belum seluruhnya dapat
mengakomodasi 15 jenis kekerasan seksual
yang terjadi dalam masyarakat.
Berkaitan
dengan
penanganan
kasus kekerasan seksual, Fathurrozi (2015)
menyatakan adanya beberapa hambatan,
termasuk di dalamnya dari sisi hukum, yaitu:
1. Dari 15 bentuk kekerasan seksual
yang ditemukan di Indonesia, hanya 2
bentuk kekerasan seksual yang dapat
dipidanakan dalam KUHP;
2. Definisi
perkosaan
dalam
KUHP
mensyaratkan
adanya
ancaman
kekerasan dan penetrasi penis ke vagina.
Sementara banyak kasus perkosaan
yang dilaporkan dilakukan dengan cara
tipu daya, bujuk rayu, dan dialami oleh
perempuan yang telah menikah;
3. Pembuktian yang diatur dalam KUHAP
sangat sulit diterapkan, karena karakter
kasus kekerasan lebih banyak terjadi di
tempat sepi dan pada malam hari; dan
4. Aparat
penegak
hukum
hanya
mengutamakan
pengakuan
pelaku, tetapi masih lemah dalam
pengungkapan/investigasi.

terjadi
di
ranah
komunitas,
angka
perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual,
dan percobaan perkosaan mencapai 2.183
kasus (Komnas Perempuan, 2015).
Studi yang dilakukan oleh Forum
Pengada Layanan, gabungan organisasi
kemasyarakatan yang menangani korban
kekerasan terhadap perempuan dan anak di
seluruh Indonesia, menunjukkan bahwa: (1)
45% korban kekerasan seksual masih berusia
anak-anak, dan 47% di antaranya adalah
kasus incest dengan 90% pelaku adalah
ayah korban; (2) 85% pelaku kekerasan
seksual adalah orang terdekat korban seperti
orangtua, saudara, suami, pacar, tetangga,
teman, dan guru; (3) 100% perempuan dan
anak yang menjadi korban kekerasan seksual
telah dipilih dan/atau ditarget oleh pelaku;
(4) 43% kekerasan seksual dilakukan dengan
ancaman/intimidasi dan kekerasan dan 57%
dengan tipu daya/tipu muslihat (Fathurrozi,
2015). Berbagai data tersebut di atas
menunjukkan bahwa kekerasan seksual di
Indonesia telah mencapai situasi darurat dan
memerlukan penanganan sesegera mungkin.

Urgensi Undang-Undang tentang


Kekerasan Seksual
Fakta menunjukkan bahwa tindak
kekerasan seksual banyak terjadi dalam
masyarakat dan bahkan terus meningkat
angkanya. Namun demikian, ironisnya
istilah kekerasan seksual tidak dikenal
dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP). Dalam KUHP, materi
yang secara tidak langsung berkaitan
dengan kekerasan seksual diatur dalam
Bab XIV Pasal 285 dan Pasal 290.
Kejahatan seksual didefinisikan sebagai
setiap aktivitas seksual yang dilakukan
oleh orang lain terhadap perempuan (Budi
Sampurna, 2000). Kejahatan seksual ini
dapat dilakukan dengan pemaksaan atau
tanpa pemaksaan, baik berupa kekerasan
fisik maupun ancaman kekerasan. Dalam
KUHP, pelanggaran seksual dengan unsur
pemaksaan diberi terminologi khusus,
yaitu perkosaan, yang diatur dalam Pasal
285 yang menyatakan: Barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan
dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
Selanjutnya,
Pasal
290
KUHP
mengatur mengenai ancaman pidana

Banyaknya
penanganan kasus
- 11 -

hambatan
kekerasan

dalam
seksual

Forensik dalam buku Pemahaman


Bentuk-bentuk
Tindak
Kekerasan
terhadap Perempuan dan Alternatif
Pemecahannya, Achie Sudiarti Luhulima
(ed). Bandung: PT. Alumni.
Fatkhurrozi
(2015),
Rintanganrintangan
Penanganan
Perempuan
Korban Kekerasan Seksual, makalah
disampaikan dalam Diskusi Publik
mengenai Rancangan KUHP untuk
Perlindungan Perempuan dan Anak
yang diselenggarakan oleh Kaukus
Perempuan Parlemen Indonesia bekerja
sama dengan UNDP pada tanggal 1
Oktober 2015 di Jakarta.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan (2002), Peta Kekerasan:
Pengalaman Perempuan Indonesia.
Jakarta: Ameepro.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan
(2015),
Kekerasan
terhadap Perempuan: Negara Segera
Putus Impunitas Pelaku, Catatan
Tahunan tentang Kekerasan terhadap
Perempuan, Jakarta, 6 Maret 2015.
Kristi Poerwandari (2006), Penguatan
Psikologis
untuk
Menanggulangi
Kekerasan dalam Rumah Tangga dan
Kekerasan Seksual. Jakarta: Program
Kajian Wanita Program Pascasarjana
Universitas Indonesia.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
DIperjuangkan Jadi Prioritas, Kompas,
24 November 2015.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan
Seksual, Sebuah pengenalan, http://
www. komnasperempuan. or.id/wpcontent/uploads/2014/12/15-BentukKekerasan-Seksual1.pdf,
diakses
18
November 2015.
Sopir
Pemerkosa
Diringkus,
Suara
Pembaruan, 13 November 2015.
"Siswi PKL Diduga Dilecehkan Pejabat
Pemkot Bogor Ditarik Pulang", http://
tv.liputan6.com/read/2364242/
siswi-pkl-diduga-dilecehkan-pejabatpemkot-bogor-ditarik-pulang, diakses 16
November 2015.
Remaja 17 Tahun Alami Kekerasan
Seksual dari Paman sejak 2012,
http://megapolitan.kompas.com/
read/2015/11/18/13440721/Remaja.17.
Tahun.Alami.Kekerasan.Seksual.dari.
Paman.sejak.2012, diakses 18 November
2015.

menyebabkan banyak kasus yang tidak


dipidanakan, bahkan ada laporan korban
yang ditolak karena sulitnya pembuktian.
Akibatnya, terjadi impunitas terhadap
pelaku, dan sebaliknya korban justru
mengalami reviktimisasi (kasus terulang
kembali).
Saat ini DPR RI melalui Komisi
III bersama dengan Pemerintah sedang
melakukan pembahasan Rancangan KUHP
(RKUHP) yang baru. Dalam RKUHP
tersebut, pengaturan mengenai kekerasan
seksual tidak begitu berbeda dengan KUHP
yang lama, yaitu hanya mengatur mengenai
perkosaan yang terdapat dalam Pasal
491. Dalam pasal tersebut diatur bahwa
definisi perkosaan termasuk melakukan
persetubuhan dengan perempuan di bawah
18 tahun. Masih minimnya jenis kekerasan
seksual yang daitur dalam RKUHP tersebut
menunjukkan bahwa masalah kekerasan
seksual perlu diatur dalam undang-undang
tersendiri.

Penutup
Beragam bentuk dan tingginya angka
kekerasan seksual terhadap perempuan
yang terjadi di masyarakat di satu sisi dan
belum memadainya aturan hukum yang
dapat melindungi korban serta menjerat
pelaku di sisi yang lain telah cukup menjadi
alasan perlunya membuat undang-undang
khusus yang mengatur mengenai kekerasan
seksual. Hal ini sejalan dengan rekomendasi
dari Komnas Perempuan kepada DPR
dan/atau Pemerintah untuk membentuk
undang-undang tentang kekerasan seksual,
sehingga pelaku tidak bebas dari jerat
hukum karena keterbatasan aturan hukum
yang tersedia saat ini. Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Penghapusan
Kekerasan Seksual telah masuk dalam
Daftar RUU Tambahan Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) 2016. Oleh karena itu,
DPR perlu menetapkan agar RUU tersebut
menjadi salah satu prioritas dalam Prolegnas
Tahun 2016. Selain itu, Rancangan KUHP
yang tengah dibahas oleh Komisi III DPR
saat ini juga perlu mengakomodasi 15
bentuk kekerasan seksual yang terjadi dalam
masyarakat.

Referensi
Budi Sampurna (2000), Pembuktian dan
Penatalaksanaan Kekerasan terhadap
Perempuan:
Tinjauan
Klinis
dan
- 12 -

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VII, No. 22/II/P3DI/November/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

TINDAK LANJUT KESEPAKATAN


KTT G-20 TAHUN 2015 DI TURKI
Sahat Aditua F. Silalahi*)

Abstrak
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 tahun 2015 yang dilaksanakan di Turki menghasilkan
dua kesepakatan utama terkait dengan investasi dan transparansi data pajak, dan
transaksi keuangan. Posisi Indonesia sendiri sangat strategis sehingga keberhasilan untuk
menindaklanjuti kesepakatan tersebut akan meningkatkan kredibilitasnya sebagai anggota
forum G-20. Tindak lanjut yang bisa dilakukan pemerintah adalah meningkatkan investasi
ke sektor riil sekaligus mendorong pertumbuhan inklusif dari level ekonomi paling bawah.
Sementara itu, DPR dan pemerintah harus mempersiapkan landasan hukum bagi pertukaran
data pajak dan transaksi keuangan antara negara-negara anggota G-20 dengan melibatkan
kalangan pengusaha dan perbankan agar implementasinya dapat berjalan lancar.

Pendahuluan

keuangan dan kebijakan moneter dunia;


(3) kenaikan suku bunga Bank Sentral AS
(the Fed), dan (4) komitmen negara-negara
G-20 atas kesepakatan penyisiran praktik
pelarian Base Erosion and Profit Shifting
(BEPS) dan penghindaran pajak agresif
dengan pertukaran data pajak dan transaksi
keuangan secara otomatis dengan negara
lain.
Posisi
Indonesia
sendiri
cukup
strategis
di
forum
G-20
tersebut.
Indikatornya adalah daya tahan Indonesia
dalam
menghadapi
perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia. Indonesia
menempati peringkat ketiga dalam hal
pertumbuhan di antara negara-negara G-20
pada saat terjadi di tengah perlambatan

KTT G-20 yang dilaksanakan pada


tanggal 15-16 November 2015 di Turki
menghasilkan dua kesepakatan utama, yaitu:
(1) rencana aksi investasi untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi jangka menengah
dan inklusif, dan (2) membuka informasi
dan data perbankan termasuk pajak dan
transaksi keuangan di antara negara-negara
G-20. Kesepakatan ini dipandang vital dalam
rangka menjaga stabilitas pertumbuhan
ekonomi dunia agar berkelanjutan.
Saat pembukaan konferensi, dalam
pidatonya Presiden Joko Widodo (Jokowi)
mengangkat empat isu utama pada KTT
G-20, yaitu: (1) target pertumbuhan
ekonomi global sebesar dua persen dalam
lima tahun ke depan; (2) reformasi struktur

*) Peneliti Muda Kebijakan Publik pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: sahatsilalahi81@gmail.com.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

pertumbauhan
ekonomi
dunia.
Oleh
karena itu, isu yang disampaikan Jokowi
memperoleh
perhatian
besar
dalam
forum KTT G-20 dan dianggap mampu
untuk mewakili suara dari negara-negara
berkembang.
Mengingat
strategisnya
posisi
Indonesia, maka hal yang tidak kalah
penting adalah bagaimana kebijakan
Pemerintah dalam rangka menindaklanjuti
kesepakatan yang dihasilkan dalam forum
KTT Turki tersebut. Tindak lanjut tidak
hanya dalam konteks untuk menguatkan
terpenuhinya
kepentingan
ekonomi
nasional, tetapi juga dapat menjadi contoh
bagaimana anggota G-20 lainnya dapat
menyikapi persoalan ekonomi global.
Tulisan ini akan mengupas masalah: (1)
empat isu yang diangkat
pemerintah,
dan (2) kebijakan pemerintah dalam
menindaklanjuti kesepakatan KTT G-20.

Argentina yang menyatakan default dalam


pembayaran hutang, menguatnya ekspektasi
akan kenaikan tingkat suku bunga AS, serta
kejatuhan nilai tukar mata uang rubel Rusia
menjelang akhir 2014. Peristiwa-peristiwa
tersebut
secara
kumulatif
membawa
ketidakstabilan pada arus investasi ke dalam
negeri dan membawa aliran modal lari ke
luar negeri.
Sementara itu, isu kedua berkaitan
dengan reformasi struktur keuangan dan
kebijakan moneter global. Fenomena yang
terjadi adalah struktur perekonomian
global saat ini lebih dipengaruhi oleh sektor
keuangan daripada sektor riil. Teori yang
menyatakan volume uang beredar di sektor
keuangan yang seharusnya mengikuti
volume uang beredar di sektor riil tidak
berlaku lagi seiring semakin bertambahnya
instrumen investasi di sektor keuangan,
bahkan semakin banyak bermunculan
instrumen yang memiliki tingkat resiko
tinggi.
Fenomena
perubahan
struktur
keuangan juga sangat terkait dengan
pertumbuhan teknologi informasi yang
menyebabkan
mesin-mesin
produksi
konvensional dipandang tidak lagi efisien
bagi produsen yang juga merupakan
penyumbang produk domestik bruto
terbesar bagi sebuah negara. Dampaknya,
efisiensi besar-besaran di hampir semua
perusahaan yang beroperasi secara global
dan akibatnya terjadi pengurangan tenaga
kerja secara massal. Hal ini mengakibatkan
semakin
berkurangnya
pendapatan
masyarakat sehingga kecenderungan untuk
berhutang semakin besar.
Kebijakan
pengupahan
menjadi
kendala lain bagi penguatan struktur
ekonomi nasional. Sebagaimana diketahui,
setiap tahun selalu terjadi pertentangan
antara serikat pekerja, pengusaha, dan
pemerintah dalam hal penentuan besaran
upah pekerja. Hal ini berdampak kepada
kurang kondusifnya iklim investasi terutama
bagi perusahaan padat karya. Investor
semakin enggan untuk lebih menanamkan
modalnya hingga menyentuh sektor riil.
Isu ketiga terkait dengan ekspektasi
pasar akan kenaikan tingkat suku bunga
Bank Sentral AS, the Fed. The Fed sejak
tahun 2008 sudah menahan tingkat suku
bunga acuan di level nol persen yang
membawa dampak mengalirnya arus modal

Empat Isu Utama KTT G-20


Isu
pertama
yang
diangkat
pemerintah dalam KTT G-20 di Turki adalah
target pertumbuhan ekonomi global sebesar
dua persen dalam lima tahun ke depan. Saat
ini perekonomian global tengah mengalami
pelambatan sejalan dengan melemahnya
kondisi perekonomian di negara maju pasca
krisis hutang Yunani serta perlambatan
perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan
Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi, inflasi,
dan beberapa indikator perekonomian AS
lainnya ternyata tidak mencapai target
yang diharapkan sehingga berakibat pada
kontraksi yang lebih dalam. Sementara itu
di Zona Asia, perlambatan ekonomi dipicu
oleh melemahnya sektor properti dan
harga saham karena kekhawatiran terjadi
gelembung ekonomi. Sedangkan di Kawasan
Eropa, permasalahan hutang Yunani juga
memberikan dampak luas kepada negaranegara Uni Eropa.
Di dalam negeri, tahun 2014 kembali
menjadi tahun yang penuh tantangan
bagi perekonomian. Pemulihan terhadap
dampak krisis ekonomi global memang
berlangsung di berbagai negara ekonomi
utama dunia. Namun laju pemulihan
tersebut ternyata tidak merata terjadi di
seluruh belahan dunia dan berada pada
laju yang tidak sesuai harapan. Beberapa
peristiwa yang turut memperlambat laju
pemulihan tersebut, antara lain adalah
- 14 -

ke negara-negara dengan tingkat suku bunga


yang lebih tinggi, termasuk Indonesia.
Namun
seiring
dengan
membaiknya
perekonomian AS, the Fed berada dalam
posisi untuk kembali menaikkan tingkat
suku bunga acuan. Hal ini menyebabkan
negara-negara berkembang dengan cermat
mengantisipasi dampak dari kenaikan
tingkat suku bunga the Fed tersebut, di
antaranya adalah potensi keluarnya arus
modal secara masif (sudden reversal).
Isu sudden reversal sudah lama
menjadi perhatian pemerintah. Penguatan
cadangan devisa secara tradisional menjadi
instrumen untuk menahan arus pembalikan
modal. Namun sangat disayangkan struktur
cadangan devisa Indonesia saat ini sebagian
besar masih dikontribusi oleh pinjaman
luar negeri dan bukan dari ekspor. Posisi
cadangan devisa per Oktober 2015 sebesar
100,71 juta dolar AS atau sudah turun
sebesar 9,9 persen dibandingkan tahun
2014.
Pengurangan
cadangan
devisa
terutama bersumber dari aksi Pemerintah
untuk menahan pelemahan nilai tukar
rupiah yang terjadi sepanjang tahun 2015.
Sementara itu kinerja perdagangan
Indonesia cenderung kurang mendukung
usaha penguatan cadangan devisa nasional.
Di satu sisi pertumbuhan industri non-migas
pada tahun 2014 mencapai 5,61 persen atau
lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang
sebesar 5,45 persen. Namun di sisi lain,
peningkatan industri non-migas tidak diikuti
oleh lepasnya ketergantungan terhadap
impor bahan baku yang masih mencapai 64
persen dari total kebutuhan.
Namun
demikian,
Indonesia
memperoleh kabar positif berupa perbaikan
outlook peringkat investasi dari lembaga
pemeringkat internasional Standard and
Poors (S&P). S&P meningkatkan rating
investasi Indonesia dari stabil menjadi
positif sehingga terdapat peluang untuk
meningkatkan rating dalam 12 bulan ke
depan menjadi investment grade. Dua
lembaga pemeringkat internasional lainnya,
yaitu Fitch Ratings dan Moodys telah
terlebih dahulu menempatkan Indonesia
pada posisi investment grade pada tahun
2014.
Isu keempat adalah komitmen negara
G-20 atas kesepakatan penyisiran praktik
pelarian BEPS dan penghindaran pajak
agresif dengan pertukaran data pajak

otomatis dengan negara lain. BEPS sendiri


merupakan praktik yang banyak dilakukan
oleh
perusahaan
multinasional
yang
dengan sengaja memindahkan keuntungan
perusahaan ke cabangnya di negara lain
dengan tingkat pajak lebih rendah. Sebagai
akibatnya, negara asal tempat beroperasi
berpotensi untuk kehilangan pajak akibat
dasar pengenaan pajak yang mengecil.
Komitmen
ini
pada
awalnya
dicetuskan pada pertengahan tahun 2013,
dimana negara-negara anggota G-20,
termasuk Indonesia, menyetujui rencana
aksi BEPS dengan cara memperbarui
sistem pengawasan pelarian keuntungan
perusahaan ke luar negeri. Selain itu,
negara-negara anggota
G-20 juga
berkomitmen untuk menyediakan data
yang transparan terkait pembayaran pajak
perusahaan yang beroperasi lintas negara.
Namun demikian, belum ada kesepakatan
implementatif dalam rangka menyinergikan
sistem pengawasan tersebut.

Tindak Lanjut Hasil Pertemuan


Hasil pertemuan dari KTT G-20
di Turki adalah rencana aksi reformasi
struktural melalui paket kebijakan ekonomi
yang akan ditempuh dengan strategi
peningkatan investasi untuk pertumbuhan
ekonomi jangka menengah dan mendorong
pertumbuhan ekonomi secara lebih inklusif.
Kebijakan pemerintah untuk mendukung
strategi ini adalah dengan peningkatan
kinerja sektor riil di mana arus modal
harus lebih diarahkan ke sektor tersebut
dengan penerbitan berbagai kebijakan dan
mendorong iklim investasi. Sedangkan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
yang inklusif, maka pemerintah harus
memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi
dimulai dari lapisan masyarakat paling
bawah (dari desa) dan menggerakkan
perekonomian berbasis usaha mikro,
kecil, dan menengah sehingga struktur
perekonomian nasional akan lebih kokoh.
Kebijakan pemerintah sebagaimana
dijelaskan di atas, pada gilirannya akan
mampu untuk mendorong arus investasi
untuk lebih lama berada di dalam sistem
perekonomian Indonesia. Dampak positifnya
adalah ketahanan sistem keuangan dalam
negeri terhadap kenaikan suku bunga the
Fed akan lebih tinggi karena arus investasi
diarahkan ke sektor riil. Namun demikian,
- 15 -

penguatan cadangan devisa dengan jalan


memacu ekspor non-migas dan mengurangi
ketergantungan terhadap impor bahan baku
harus tetap menjadi salah satu prioritas
kebijakan pemerintah.
Kesepakatan
dari
KTT
G-20
berikutnya adalah membuka informasi
dan data perbankan termasuk pajak
dan
transaksi
keuangan
di
antara
negara-negara
G-20.
Implementasinya
adalah dengan menjalankan instrumen
Automatic
Exchange
of
Information
(AEoI) yang mewajibkan setiap perbankan
mengintegrasikan informasi pajak dan
transaksi keuangan dalam satu platform
pertukaran informasi di antara negaranegara anggota G-20. Kesepakatan ini akan
efektif berlaku pada tahun 2017. Untuk
mewujudkan model pertukaran informasi
tersebut tentunya pemerintah membutuhkan
koordinasi lintas kementerian dengan
melibatkan
kalangan
pengusaha
dan
perbankan.
Peran yang seharusnya dijalankan
DPR adalah memastikan bahwa kebijakan
pemerintah
dapat
sesuai
dengan
kesepakatan KTT G-20 sekaligus efektif
dalam memperkuat struktur perekonomian
nasional.
Pengawasan
DPR
sangat
diperlukan khususnya terkait penyaluran
Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,
dan Dana Desa agar dapat mencapai
sasaran pertumbuhan ekonomi inklusif.
DPR bersama pemerintah juga harus
mempersiapkan
instrumen
perundangundangan
sebagai
landasan
hukum
pelaksanaan
kesepakatan
pertukaran
informasi pajak dan transaksi perbankan
di antara negara-negara G-20 yang akan
berlaku efektif Tahun 2017.

dengan melibatkan lapisan level ekonomi


paling bawah dan sektor usaha mikro, kecil,
dan menengah. Terkait dengan komitmen
pertukaran data pajak dan transaksi
keuangan antar- negara-negara G-20, peran
DPR dan pemerintah dalam mempersiapkan
instrumen
hukum
beserta
pelibatan
dunia usaha dan perbankan akan sangat
menentukan keberhasilan implementasi
sistem tersebut.

Referensi
Perbanyak Sentimen Positif, http://
www.beritasatu.com/blog/tajuk/4118perbanyak-sentimen-positif.html,
diakses tanggal 21 November 2015.
"Posisi Cadangan Devisa 2005-2014",
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/
view/id/1313,
diakses
tanggal
21
November 2015.
Hasil
KTT
G-20
Data
Perbankan
Terbuka Mulai 2017, http://ekbis.
sindonews.com/read/1062260/35/
hasil-ktt-g20-data-perbankan-terbukamulai-2017-1447749428, diakses 23
November 2015.
64% dari Industri Nasional Bergantung
pada Bahan Baku Impor, http://www.
kemenperin.go.id/artikel/9306/64-dariIndustri-Nasional-bergantung-padaBahan-Baku-Impor, diakses tanggal 21
November 2015.
4 Isu Utama yang Dibawa Jokowi ke KTT
G-20,
http://bisnis.liputan6.com/
read/2364925/4-isu-utama-yangdibawa-jokowi-ke-ktt-g20,
diakses
tanggal 23 November 2015.
Ekonomi RI Peringkat Tiga Besar di G-20,
http://finance.detik.com/read/2015/
08/27/113636/3002715/5/ekonomiri-peringkat-tiga-besar-di-g20, diakses
tanggal 23 November 2015.
Yulius Purwadi Herawan, Legitimasi,
Efektivitas,
dan
Akuntabilitas
G-20
Sebagai
Klub
Eksklusif
dalam Pembentukan Tata Kelola
Ekonomi Global, Jurnal Hubungan
Internasional
Universitas
Katholik
Parahyangan, Vol 8. (2), 2012.
Kementerian
Perindustrian,
Laporan
Kinerja
Kementerian
Perindustrian
Tahun
2014,
Biro
Perencanaan
Kementerian Perindustrian, 18 Februari
2015.

Penutup
Mengingat posisi strategis forum
G-20, keberhasilan dalam menindaklanjuti
keputusan KTT tersebut akan meningkatkan
kredibilitas Indonesia. Dalam hal mencapai
pertumbuhan ekonomi yang stabil, maka
pemerintah
harus
lebih
mendorong
investasi ke sektor riil. Sementara itu,
untuk memperkuat struktur perekonomian
nasional,
maka
pemerintah
harus
mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif

- 16 -

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VII, No. 22/II/P3DI/November/2015

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

E-GOVERNMENT DAN ICT DALAM


PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
Riris Katharina*)

Abstrak
Indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam penerapan e-government di dalam
penyelenggaraan pemerintahannya, sekalipun sudah dikeluarkan Inpres Nomor 3
Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government.
Padahal, negara-negara yang melaksanakan e-government seperti Korea Selatan
terbukti mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakatnya,
bahkan meningkatkan perekonomian negaranya. Tulisan ini memperlihatkan
bagaimana permasalahan yang dihadapi saat ini dalam pemerintahan Indonesia
dapat diatasi dengan menghadirkan e-government melalui pengadaan ICT. Tulisan
ini merekomendasikan agar DPR RI sebagai pemegang kekuasaan legislasi dapat
mendorong dihadirkannya kebijakan yang mendukung implementasi e-government di
Indonesia.

Pendahuluan
Konsep e-government telah diterapkan
oleh
dunia
internasional.
Alat
yang
dipergunakan untuk mendukung program
yaitu dengan menghadirkan ICT (Information
and Communication Technology). Dunia
internasional telah menerapkan ICT dalam
berbagai aspek penyelenggaraan negaranya,
baik dalam bidang eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif.
Indonesia, dalam beberapa kegiatan
di arena eksekutif, legislatif, dan yudikatif
juga telah menerapkan ICT. Namun, dalam
perkembangannya, ICT bagi terwujudnya
e-government di Indonesia belum mengalami
perkembangan yang siginifikan. Padahal,
pemerintah telah mengeluarkan Instruksi
Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang

Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan


e-Government (e-Government Development
Framework) yang merupakan payung bagi
seluruh kebijakan detail teknis di bidang
e-government. Apa yang menyebabkannya?
Beberapa
persoalan
dalam
bidang
pemerintahan
telah
memperlihatkan
pentingnya Indonesia mengembangkan ICT
dalam pemerintahan melalui implementasi
e-government.
Persoalan
yang
mencuat
akhir-akhir ini antara lain, pertama, e-KTP
dalam kaitannya dengan Daftar Pemilih
Tetap untuk menghadapi pemilihan kepala
daerah secara serentak yang direncanakan
pada bulan Desember 2015 ini, dimana masih
banyak warga yang tidak terdaftar dalam DPT
dan peluang mobilisasi pemilih terutama di

*) Peneliti Madya Administrasi Negara, pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI),
Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: riris.katharina@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

daerah perbatasan. Kedua, pengawasan dana


desa, yang berdasarkan APBN Tahun 2016
dialokasikan Rp46,9 triliun untuk 74.754 desa.
Minimnya jumlah aparatur pemerintah daerah
diharapkan dapat diselesaikan melalui aplikasi
teknologi informasi khusus pengelolaan dana
desa, yaitu Sistem Tata Kelola Keuangan Desa.
Ketiga, terkait sertifikasi. Ada banyak produk
barang yang dihasilkan oleh pengusaha kecil
Indonesia yang harus melalui proses sertifikasi
berupa penetapan Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk dapat dipasarkan. Namun,
saat ini banyak industri rumah tangga yang
kesulitan mengurus sertifikasi terutama di
daerah dan juga mahalnya biaya sertifikasi.
Dan masih banyak masalah lainnya dalam
bidang pemerintahan yang sesungguhnya
berdasarkan pengalaman negara-negara yang
telah menerapkan e-government telah dapat
mengatasi masalah tersebut.

Relasi antara ICT dan pemerintah bersifat


ganda. Pemerintah mendukung perkembangan
ICT sehingga dapat lebih menyebarluaskan
informasi yang kuat, merangsang debat dan
partisipasi, dan pada saat yang bersamaan,
menguatnya peralatan sistem informasi dan
manajemen pengetahuan dapat memfasilitasi
proses pemerintahan.
Dalam laporan PBB pada tahun 2005,
kesiapan Indonesia terhadap e-government
mengalami penurunan dari tahun 2004 di
peringkat 85 menjadi peringkat 96 di tahun
2005 (lihat Tabel 1). Padahal, dari hasil riset
PBB terbukti bahwa negara yang memiliki
komitmen kuat untuk memberikan akses
dan pengunaan ICT merupakan kunci bagi
pembangunan e-government di suatu negara
(seperti Korea Selatan, Singapore, dan Jepang).
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) melaporkan bahwa pengguna
internet di Indonesia semakin tahun semakin
bertambah (lihat Tabel 2). APJII dan Pusat
Kajian Komunikasi Universitas Indonesia
(Puskakom UI) merilis riset bahwa terjadi
kenaikan penetrasi internet dari 28,6% di tahun
2013 menjadi 34,9% di tahun 2014 dari total
populasi Indonesia. Namun demikian, penetrasi
itu masih jauh dari target yang ditetapkan
pemerintah, yaitu 50% pada akhir tahun 2015.
Sekalipun juga Pemerintah telah berupaya untuk
mencapai target tersebut dengan menyediakan
akses internet di kecamatan melalui Community
Acces Point (CAP), yaitu di Provinsi Jawa Barat,
Banten, dan Lampung.

Pentingnya e-Government dan ICT

Dalam banyak literatur, e-government


seringkali juga disebut dengan e-governance
dengan
berbagai
konsepseperti
e-administration,
e-education,
e-health,
e-voting, dan lain-lain. E-government adalah
penggunaan ICT untuk mentransformasi
pemerintah dengan membuatnya lebih mudah
diakses, efektif, akuntabel, meningkatkan
pelayanan publik, meningkatkan partisipasi
dalam demokrasi, dan mendukung penyusunan
kebijakan publik.

Tabel 1. Peringkat Kesiapan e-Government di Asia Tenggara


No.

Negara

Indeks

Peringkat Global

2005

2005

2004

Perubahan

1.

Rep. Of Korea

0.8727

2.

Singapore

0.8503

3.

Japan

0.7801

14

18

4.

Philippines

0.5721

41

47

5.

Malaysia

0.5706

43

42

-1

6.

Thailand

0.5518

46

50

7.

China

0.5078

57

67

10

8.

Brunei Darussalam

0.4475

73

63

-10

9.

Mongolia

0.3962

93

75

-18

10.

Indonesia

0.3819

96

85

-11

11.

Viet Nam

0.3640

105

112

12.

Cambodia

0.2959

128

129

13.

Myanmar

0.2959

129

123

-6

14.

Timor Leste

0.2512

144

174

30

15.

Lao PDR

0.2421

147

144

-3

Rata-rata
0.922
Sumber: United Nations, Global e-Government Readiness Report 2005

- 18 -

Masa Depan e-government dan ICT di


Indonesia

Tabel 2
Pengguna Internet di Indonesia
Tahun

Jumlah Pengguna

2007

20 juta

2008

25 juta

2009

30 juta

2010

42 juta

2011

55 juta

2012

63 juta

2013

71,9 juta

2014

88,1 juta

Tidak dapat disangkal bahwa hasil


evaluasi pemekaran daerah memperlihatkan
terjadinya paradoksal otonomi daerah dengan
kedekatan pelayanan pemerintahan kepada
masyarakat. Hadirnya daerah otonom baru
ternyata tidak diikuti dengan peningkatan
pelayanan
kepada
masyarakat,
karena
masyarakat tetap harus berhadapan dengan
pelayanan administrasi yang lambat. Selain
itu, dalam kaitannya dengan kinerja legislatif,
masalah utama dalam tata kelola pemerintahan
yang dirasakan yaitu kurang terlibatnya
masyarakat dalam penyusunan kebijakan
dan kurang dibuka akses bagi publik untuk
mendapatkan hasil-hasil sidang. Sedangkan
dalam
bidang
yudikatif,
transparansi
pengambilan keputusan dan akses bagi
masyarakat untuk mendapatkan hasil putusan
yang cepat masih merupakan masalah utama
yang dirasakan.
Permasalahan dalam segala bidang
pemerintahan
yang
selalu
dikeluhkan
masyarakat
sesungguhnya
dapat
diatasi
dengan ICT. Pengalaman Korea Selatan
dalam Gerakan Internet sebuah kebijakan
menghadirkan internet dalam setiap gerak
masyarakat Korea telah menempatkan
Korea Selatan sebagai negara maju saat ini.
Pilihan teknologi digital subscriber line
(DSL) yang dipilih Pemerintah Korea Selatan
telah
merangsang
penggunaan
internet
yang sangat masif di kalangan masyarakat
Korea Selatan dengan memasangkan koneksi
internet ke rumah-rumah. Pemerintah juga
menyediakan kelas bersubsidi bagi mereka
yang ingin mempelajarinya. Gerakan Internet
juga dilakukan dengan memberikan komputer
bersubsidi kepada masyarakat Korea Selatan.
Saat ini Korea Selatan dikenal sebagai surga
teknologi. Selain memiliki tingkat akses
broadband terluas di dunia, Korea Selatan juga
memiliki tingkat literasi komputer tertinggi.
Tuntutan dunia luar juga mengharuskan
Indonesia harus segera berfokus kepada
e-government. Ambil contoh, ke depan para
guru dituntut memiliki keterampilan dan
metode khusus dalam mengajar. Statistik Biro
Tenaga Kerja Amerika Serikat pada tahun 2013
memprediksikan bahwa pada tahun 2020 di
seluruh dunia akan terbuka 6,2 juta lowongan
kerja di bidang komputansi awan berbasis
teknologi, dengan rincian 51% pekerjaan di
bidang komputer, 27% di bidang teknik, dan
18% di bidang lain yang terkait komputasi awan

Riset APJII juga memperlihatkan bahwa


sebesar 78,5% pengguna internet masih berada
di Indonesia bagian barat dan didominasi di
wilayah perkotaan (lihat Tabel 3).

Tabel 3. Jumlah Pengguna Internet


Berdasarkan Wilayah di Indonesia
Wilayah

Jumlah
Pengguna

Sumatera

18.6 juta

Jawa Bali

52 juta

Kalimantan

4.2 juta

Sulawesi

7.3 juta

Nusa Tenggara, Papua,


dan Maluku

5.9 juta

Sumber: APJII, 2014

Sementara
itu,
untuk
aksesibilitas
sebanyak 85% menggunakan ponsel (lihat Tabel
4). Hasil riset juga memperlihatkan bahwa biaya
yang dikeluarkan masyarakat untuk mengakses
internet juga mahal.

Tabel 4. Perangkat yang Digunakan untuk


Akses Internet
Perangkat

Persentase
Pengguna

Telepon Seluler

85%

Laptop/Netbook

32%

PC/Komputer

14%

Tablet

13%

Sumber: APJII, 2014

Tabel 2,3 dan 4 memperlihatkan bahwa


perkembangan ICT di Indonesia sesungguhnya
sudah semakin tinggi. Namun, perkembangan
tersebut kurang dapat dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk meningkatkan pelayanan
publik dan menunjang tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance) melalui
e-Government.
- 19 -

berbasis teknologi. Padahal, kondisi daya saing


sumber daya manusia Indonesia saat ini justru
melemah, menurun dari urutan ke-25 menjadi
ke-41 dalam World Talent Report.
Keberhasilan pelaksanaan e-government
dalam ranah eksekutif terbukti sangat
dipengaruhi oleh keberadaan ICT. Lihat saja
kasus di DKI Jakarta dengan hadirnya berbagai
pelayanan secara elektronik, salah satunya
dengan menghadirkan aplikasi qlue yang
memungkinkan masyarakat segera melaporkan
keluhan mereka kepada gubernur dan akan
segera ditindaklanjuti. Tidak hanya di DKI
Jakarta, sebagai ibukota negara, Kota Surabaya
yang sudah dikenal lebih dulu sebagai kota
e-government juga telah memperlihatkan
bukti
nyata
keberhasilan
e-government
dalam meningkatkan pelayanan publik dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah. Demikian pula di kabupaten
Batang juga telah membuktikan hal serupa.
Penerapan Sistem Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) telah menekan pengeluaran
sebesar Rp10,7 miliar, selain juga menarik
investor dari luar.
Namun, saat ini kita belum mendengar
terjadinya gerakan ICT di parlemen dan di
yudikatif. Gerakan yang dimaksud bukan
hanya sekedar mengadakan peralatan, namun
mengubah mindset atau budaya kerja dalam
rangka terwujudnya good governance dalam
segala bidang kenegaraan.

Tulisan ini merekomendasikan agar DPR


RI dapat mendorong dikeluarkannya berbagai
kebijakan yang mendukung e-government.
Dorongan menerapkan e-government harus
dilakukan dengan tidak hanya mengadakan
peralatan dalam rangka ICT namun juga
melakukan pengawasan terhadap penggunaan
ICT itu sendiri. Menganggap ICT hanya
sebagai proyek pengadaan barang juga akan
menimbulkan kegagalan dalam implementasi
e-government. Oleh karena itu, pemahaman
para penyusun dan implementor kebijakan
harus sama terhadap hal ini.

Referensi
Al-Hakim, Latif, Global e-government: Theory,
Applications and Benchmarking, Idea
Group Publishing, USA, 2007.
Dana Desa: Aparatur Hadapi Berbagai
Persoalan, Kompas, 17 November 2015.
Daya Saing Indonesia Melemah, Kompas, 18
November 2015.
Depkominfo Bangun Community Access Point
(CAP) yuntuk Tiga Provinsi, http://www.
indonesia.go.id/en/ministries/ ministers/
ministry-of-communication-andinformatics/876-iptek/2136-depkominfobangun-community-access-point-capuntuk-tiga-propinsi-, diakses tanggal 24
November 2015.
Djadijono, M (ed)., Membangun Indonesia
dari Daerah, CSIS, Jakarta, 2006.
Jaffe, Sam., Kim, Oak Myung., The New Korea,
Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta,
2013.
Laboratorium Pengujian Belum Ada di
Daerah, Kompas, 17 November 2015.
Misuraca, C. Gianluca, e-governance in Africa:
from Theory to Action. A Handbook on
ICTs for Local Governance, Africa World
Press & International Development
Research Centre, New Jersey, 2007.
Pemerintahan Daerah: Kepemimpinan yang
Memberi Teladan, Kompas, 18 November
2015.
Pendidikan Dituntut Ikuti Perubahan Zaman:
Gurur Harus Memiliki Keterampilan
dan Metode Pengajaran, Kompas, 18
November 2015.
Upaya Mempersempit Kesenjangan Digital di
Indonesia, Kompas, 17 November 2015.

Penutup
Dilihat dari tingkat penetrasi pengguna
internet di Indonesia, sesungguhnya Indonesia
juga
dapat
membangun
e-government
seperti Korea Selatan. Apalagi daya beli
masyarakat Indonesia masih tinggi. Hanya
saja,
pembangunan
infrastruktur
untuk
dapat meningkatkan penggunaan internet,
terutama di kawasan Timur Indonesia harus
ditingkatkan.
Peran pemerintah sangat penting untuk
keberhasilan implementasi e-government di
Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah saat ini
harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
berpihak kepada implementasi e-government
dalam setiap lini. Tidak hanya di ranah
eksekutif, namun juga di ranah legislatif serta
yudikatif.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai