Menganalisis Kasus Audit PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2018
Perusahaan maskapai nasional Indonesia, Garuda Indonesia tersandung skandal laporan keuangan. Pasalnya, Garuda Indonesia berhasil membukukan laba bersih setelah merugi pada kuartal sebelumnya. Keganjalan ini menimbulkan polemik bagi Garuda Indonesia. Lalu, bagaimana kronologi polemik tersebut? Apa saja pelanggaran yang dilakukan dan sanksi yang diterima oleh Garuda Indonesia? Pada Rapat Umum Pemegang Sahan Tahunan (RPUST) tepatnya pada 24 April 2019 terjadi kisruh dua komisaris menyatakan tak mau menandatangani laporan keuangan. Polemik lapoan keuangan Garuda Indonesia ini bermula pada salah satu agendanya mengesahkan laporan keuangan tahun 2018. Ditemukan dalam laporan keuangan 2018, Garuda Indonesia mencatat laba bersih yang salah satunya ditopang oleh kerja sama antara Garuda Indonesia dan PT Mahata Aero Terknologi. Kerja sama itu nilainya mencapai US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 3,48 triliun. Trans Airways berpendapat angka transaksi dengan Mahata sebesar US$239,94 juta terlalu signifikan,sehingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia. Jika nominal dari kerja sama tersebut tidak dicantumkan sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya masih merugi US$244,96 juta. Catatan tersebut membuat beban yang ditanggung Garuda Indonesia menjadi lebih besar untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Padahal beban itu seharusnya belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerja sama dengan Mahata belum masuk ke kantong perusahaan. Dana tersebut sebenarnya masih bersifat piutang dengan kontrak berlaku untuk 15 tahun ke depan, namun Garuda Indonesia telah membukukannya di tahun pertama dan mengakui dana tersebut sebagai pendapatan dan masuk ke dalam pendapatan lain-lain.Oleh karena itu Garuda Indonesia yang sebelumnya sejatinya merugi kemudian bisa mencetak laba. Kejanggalan ini terendus keberadaannya oleh dua komisaris Garuda Indonesia,yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria melalui surat keberatan dalam RUPST enggan menandatangani laporan keuangan 2018. Sehari usai kabar penolakan laporan keuangan oleh dua komisaris beredar, tanggal 25 April 2019 saham PT Garuda Indonesia dengan kode GIAA merosot tajam sampai 4,4 persen pada penutupan perdagangan sesi pertama.Bursa Efek Indonesia (BEI) akan memanggil manajemen Garuda Indonesia terkait timbulnya perbedaan opini antara pihak komisaris dengan manajemen terhadap laporan keuangan tahun buku 2018, serta memanggil kantor akuntan publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor laporan keuangan perusahaan ada tanggal 30 April 2019. Sementara Menteri Keuangan mengaku telah meminta Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto untuk mempelajari kisruh terkait laporan keuangan BUMN tersebut. Kisruh terus berlanjut hingga Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan turut serta mengaudit permasalahan tersebut. Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga BPK juga turun tangan melakukan audit. Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun akhirnya memutuskan bahwa ada yang salah dalam penyajian laporan keuangan GIAA 2018. Perusahaan diminta untuk menyajikan ulang laporan keuangannya dan perusahaan kena denda sebesar Rp 100 juta berikut dengan direksi dan komisaris yang menandatangani laporan keuangan tersebut. Setelah dilakukan penyesuaian pencatatan keuangan maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia ini akhirnya mencatatkan kerugian sebesar US$ 175 juta atau setara Rp 2,53 triliun. Ditemukan selisih sebesar US$ 180 juta dari yang telah disampaikan dalam laporan keuangan perseroan tahun buku 2018. Pada laporan keuangan 2018 perseroan melaporkan untung sebesar US$ 5 juta atau setara Rp 72,5 miliar. "Untuk itu, OJK berikan keputusan Garuda diberikan perintah tertulis untuk memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan tahunan per 31 Desember 2018 dan lakukan public expose. Perbaikan dan public expose wajib dilakukan 14 hari setelah ditetapkan oleh OJK," kata Fakhri Hilmi, Deputi Komisioner Pasar Modal II OJK kala itu, di gedung Kementerian Keuangan, Jumat (28/6/2019). OJK telah memutuskan menemukan kesalahan terkait kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan per 31 Desember 2018. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah terbukti melanggar : 1. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM)“(1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsipakuntansi yang berlaku umum. (2) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalamayat (1), Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal.” 2. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan LaporanKeuangan Emiten dan Perusahaan Publik. 3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu PerjanjianMengandung Sewa.4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa. Setelah berkoordinasi dengan Kemenku,PPPK,BEI pihak terkait lainnya, OJK memutuskan memberikan sejumlah sanksi berupa : 1. Memberikan Perintah Tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk memperbaikidan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018 sertamelakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian kembali LKT per 31Desember 2018 dimaksud paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi 2. Memberikan Perintah Tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan(Member of BDO International Limited) untuk melakukan perbaikan kebijakan dan prosedurpengendalian mutu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya surat perintah dari OJK. 3. OJK juga mengenakan Sanksi Administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada PT GarudaIndonesia (Persero) Tbk atas pelanggara Peraturan Nomor 29/POJK.04/2016 tentangLaporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. 4. Sanksi denda kepada masing-masing anggota Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebesarRp 100 juta atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung JawabDireksi atas Laporan Keuangan. 5. Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menjatuhkan sanksi kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA)atas kasus klaim laporan keuangan perseroan yang menuai polemik. Beberapa sanksi yangdijatuhkan antara lain denda senilai Rp 250 juta dan restatement atau perbaikan laporan keuanganperusahaan dengan paling lambat tanggal 26 Juli 2019.