Anda di halaman 1dari 4

MAKALAH UJIAN TENGAH SEMESTER AKUNTANSI KEPERILAKUAN

KASUS LAPORAN KEUANGAN GARUDA INDONESIA

Disusun Oleh :

FRANSISKUS DANI CHRISTIAN 201712010

JOSHUA ANDRIANTO 201712013

TIARA AFFRA 201712

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA KARYA

MALANG

2019
General Cases

Pada 1 April 2019

Garuda Indonesia mengungkap/melaporkan laporan keuangan 2018 ke BEI. Garuda


Indonesia mencatat mendapatkan laba bersih US$809 ribu, tetapi di laporan keuangan berbeda
dan berbanding terbalik dari tahun 2017 yaitu rugi sebesar US$216,58 juta, tidak sampai disitu
saja. Pada kuartal ke-3 Garuda Indonesia merugi US$114,08 juta. Sangat disayangkan kinerja
perusahaan publik ini.

Pada 24 April 2019

Disini Laporan Keuangan 2018 Garuda Indonesia terungkap ada yang janggal yaitu pada
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta. Dua komisaris Garuda Indonesia
yaitu Chairul Tanjung dan Dony Oskaria perwakilan dari PT Trans Airways keberatan terhadap
laporan keuangan melalui surat keberatan dalam rapat tersebut.

Pemimpin rapat tidak menggubris/mengabulkan permintaan tersebut yang mengakibatkan


dua komisaris Garuda Indonesia Chairul Tanjung dan Dony Oskaria tidak menandatangani
laporan keuangan 2018. Namun komisaris yang lain tetap menandatangani serta menyetujui
laporan keuangan 2018 yang bermasalah itu.

Perwakilan dari PT Trans Airways angkat bicara angka transaksi dengan Mahata sebesar
US$239,94 juta terlalu signifikan, sehingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia.
Jika nominal dari kerja sama tersebut tidak dicantumkan sebagai pendapatan, maka perusahaan
sebenarnya masih merugi US$244,96 juta.

Catatan tersebut membuat beban yang ditanggung Garuda Indonesia menjadi lebih besar
untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Padahal, beban
itu seharusnya belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerja sama dengan Mahata
belum masuk ke kantong perusahaan. Sebab Garuda Indonesia mengakui utang Mahata kepada
Garuda Indonesia sebagai pendapatan ini tidak sesuai dengan PSAK.

Mahata memiliki hutang yang belum dibayarkan kepada Garuda Indonesia terkait
pemasangan wifi yang belum dibayarkan.

Pada 25 April 2019

Saham perusahaan Garuda Indonesia dengan kode GIAA itu merosot tajam 4,4 persen
pada penutupan perdagangan sesi pertama, karena beredarnya isu penolakan laporan keuangan
oleh dua komisaris. Akibatnya BEI memanggil manajemen Garuda Indonesia karena perbedaan
pendapat antara komisaris dengan manajemen, serta BEI memanggil kantor akuntan publik
(KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor laporan keuangan
perusahaan.

Selain itu pada hari yang sama, beredar surat dari Sekretariat Bersama Serikat Karyawan
Garuda Indonesia (Sekarga) perihal rencana aksi mogok karyawan Garuda Indonesia. Aksi ini
berkaitan dengan penolakan laporan keuangan tahun 2018 oleh dua komisaris

Dalam surat tersebut disebutkan pernyataan pemegang saham telah merusak kepercayaan
publik terhadap harga saham Garuda Indonesia dan pelanggan setia maskapai tersebut.

Namun, Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan sekarang justru membantah akan melakukan
aksi mogok kerja.

Pada 30 April 2019

BEI telah bertemu dengan manajemen Garuda Indonesia dan kantor akuntan publik
(KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor laporan keuangan
perusahaan dan mengadakan rapat internal, tetapi rapat internal ini berlangsung sangat tertutup.

Karena Garuda Indonesia melanggar ketentuan UUD Pasal 69 No 8 Tahun 1995,


Peraturan BAPEPAM&LK Indonesia serta ISAK 8 dan PSAK 30 dikenai sanksi serta
pembekuan saham

POIN

Dari sini Laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) mengakibatkan kontroversi


karena adanya pencatatan transaksi kerja sama penyediaan layanan konektivitas (wifi) dalam
penerbangan dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dalam pendapatan yang seharusnya
masih menjadi piutang.

Di kasus ini PT Garuda Indonesia telah melanggar Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8


Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM) ,Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang
Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi
Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian
Mengandung Sewa, dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa. Dan
diberi sanksi sesuai dengan UU yang dilanggar.

Seharusnya Garuda Indonesia menjelaskan kepada publik, transaksi yang sedang terjadi
dengan murni atau benar tidak mengada ada dengan mengakui utang Mahata kepada Garuda
Indonesia yang diakui pendapatan. Seharusnya Garuda Indonesia mengakuinya sebagai Piutang
bukan Pendapatan.
DAFTAR PUSTAKA

https://tirto.id/laporan-keuangan-garuda-indonesia-tak-wajar-dan-memicu-kontroversi-
dnan

https://www.liputan6.com/bisnis/read/3953390/penjelasan-lengkap-garuda-soal-isu-
laporan-keuangan-janggal

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190628124946-92-407304/kemenkeu-
beberkan-tiga-kelalaian-auditor-garuda-indonesia

https://economy.okezone.com/read/2019/06/28/320/2072245/kronologi-kasus-laporan-
keuangan-garuda-indonesia-hingga-kena-sanksi?page=1

https://economy.okezone.com/read/2019/06/28/320/2072136/ini-sederet-sanksi-garuda-
indonesia-akibat-pelanggaran-laporan-keuangan

Anda mungkin juga menyukai