Anda di halaman 1dari 6

Kisruh Laporan Keuangan Garuda Indonesia

Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan nasional yang dimiliki oleh indonesia serta
maskapai pertama dan terbesar yang ada di Indonesia, Dengan tujuan serta pendekatan yang
berorientasi untuk “melayani” serta Garuda Indonesia juga mempunyai slogan yaitu “The
Airline Of Indonesia”. Garuda ini sendiri diambil dari nama burung, yaitu burung dari dewa
Wisnu dalam legenda pewayangan. Sejarah perkembangan penerbangan dilakukan sejak dulu
pada saat Indonesia sedang mempertahankan kemerdekaanya. Penerbangan komersial
pertama yang dilakukan oleh Indonesia menggunakan pesawat DC-3 Dakota dengan
registrasi RI 001 dari Calcutta ke Rangoon dan diberi nama “Indonesian Airways” dilakukan
pada 26 Januari 1949 yang sekaligus juga menjadi hari jadi dari Garuda Indonesia. Serta di
tahun yang sama yaitu pada tanggal 28 Desember 1949 pertama kalinya pesawat Garuda di
cat dengan logo “Garuda Indonesian Airways” pesawat tipe Douglas DC3 dengan nomor
registrasi PK-DPD, yang pada saat itu terbang dari Jakarta menuju Yogyakarta untuk
menjemput presiden pertama yaitu Presiden Soekarno.

Polemik tentang Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia seolah memasuki labirin


tanpa ujung. Argumen demi argumen, pernyataan pro dan kontra, membanjiri ruang publik
sedemikian rupa sehingga yang tersisa hanyalah kekeruhan dan kekaburan. Hampir tak ada
upaya mencuri kejernihan sehingga publik disuguhi alat bantu untuk mengenali apa yang
sesungguhnya sedang terjadi, sehingga penilaian dapat dilakukan secara lebih fair dan
proporsional. Seolah tak dibutuhkan lagi objektivitas dan upaya memetik pelajaran berharga.
Beberapa tahun terakhir, kondisi keuangan menjadi sorotan masalah maskai penerbangan
merah putih yaitu Garuda Indonesia. Laporan keuangan dianggap bermasalah dan menuai
polemik. Kasus Garuda Indonesia 2019 tentang penyelundupan Harley oleh mantan Dirut
Garuda, Ari Askhara, menambah garam di luka perusahaan pelat merah ini.

Garuda Indonesia sebagai Perusahaan Go Public melaporkan kinerja keuangan tahun


buku 2018 kepada Bursa Efek Indonesia. Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
yang berhasil membukukan laba bersih US$809 ribu pada 2018, hal tersebut dianggap tidak
lazim dan cukup mengejutkan mengingat bahwa dari 2017 Laporan Keuangan Garuda yang
terus merugi US$216,58 juta. Kinerja ini terbilang cukup mengejutkan lantaran pada kuartal
III 2018 perusahaan masih merugi sebesar US$114,08 juta. Sehingga timbulnya polemik
antara pihak pihak yang bersangkutan dengan Laporan keuangan Tahunan PT Garuda
Indonesia yang akan dibahas berikut ini.
Kronologi Polemik Laporan Keuangan Garuda Indonesia

 1 April 2019
Sebagai perusahaan publik, Garuda Indonesia melaporkan kinerja keuangan tahun buku
2018 kepada Bursa Efek Indonesia. Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
yang berhasil membukukan laba bersih US$809 ribu pada 2018, berbanding terbalik dari
2017 yang merugi US$216,58 juta. Kinerja ini terbilang cukup mengejutkan lantaran
pada kuartal III 2018 perusahaan masih merugi sebesar US$114,08 juta.
 24 April 2019
Perseroan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta.
Salah satu mata agenda rapat adalah menyetujui laporan keuangan tahun buku 2018.
Dalam rapat itu, dua komisaris Garuda Indonesia, Chairul Tanjung dan Dony Oskaria
selaku perwakilan dari PT Trans Airways menyampaikan keberatan mereka melalui surat
keberatan dalam RUPST. Chairul sempat meminta agar keberatan itu dibacakan dalam
RUPST, tapi atas keputusan pimpinan rapat permintaan itu tak dikabulkan. Hasil rapat
pemegang saham pun akhirnya menyetujui laporan keuangan Garuda Indonesia tahun
2018. Trans Airways berpendapat angka transaksi dengan Mahata sebesar US$239,94
juta terlalu signifikan, sehingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia. Jika
nominal dari kerja sama tersebut tidak dicantumkan sebagai pendapatan, maka
perusahaan sebenarnya masih merugi US$244,96 juta. Catatan tersebut membuat beban
yang ditanggung Garuda Indonesia menjadi lebih besar untuk membayar Pajak
Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Padahal, beban itu seharusnya
belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerja sama dengan Mahata belum
masuk ke kantong perusahaan.
 25 April 2019
Pasar merespons kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia. Sehari usai kabar
penolakan laporan keuangan oleh dua komisaris beredar, saham perusahaan dengan kode
GIAA itu merosot tajam 4,4 persen pada penutupan perdagangan sesi pertama, Kamis
(25/4). Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil manajemen Garuda
Indonesia terkait timbulnya perbedaan opini antara pihak komisaris dengan manajemen
terhadap laporan keuangan tahun buku 2018. Selain manajemen perseroan, otoritas bursa
juga akan memanggil kantor akuntan publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang
dan Rekan selaku auditor laporan keuangan perusahaan. Pemanggilan itu dijadwalkan
pada Selasa (30/4).
 26 April 2019
Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bakal memanggil manajemen
perseroan. Sebelum memanggil pihak manajemen, DPR akan membahas kasus tersebut
dalam rapat internal. Wakil Ketua Komisi VI DPR RIInas Nasrullah Zubir mengatakan
perseturuan antara komisaris Garuda Indonesia dengan manajemen akan dibahas dalam
rapat internal usai reses. Dalam rapat itu akan dipastikan terkait pemanggilan sejumlah
pihak yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan maskapai pelat merah
tersebut. Jika sesuai jadwal, DPR kembali bekerja pada 6 Mei 2019. Selain itu pada hari
yang sama, beredar surat dari Sekretariat Bersama Serikat Karyawan Garuda Indonesia
(Sekarga) perihal rencana aksi mogok karyawan Garuda Indonesia. Aksi ini berkaitan
dengan penolakan laporan keuangan tahun 2018 oleh dua komisaris Dalam surat tersebut
disebutkan pernyataan pemegang saham telah merusak kepercayaan publik terhadap
harga saham Garuda Indonesia dan pelanggan setiamaskapai tersebut. Namun, Asosiasi
Pilot Garuda (APG) dan Sekarang justru membantah akan melakukan aksi mogok kerja.
Presiden APG Bintang Hardiono menegaskan karyawan belum mengambil sikap atas
perseteruan salah satu pemegang saham dengan manajemen saat ini.
 30 April 2019
BEI telah bertemu dengan manajemen Garuda Indonesia dan kantor akuntan publik
(KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor laporan keuangan
perusahaan. Pertemuan berlangsung pada pukul 08.30 - 09.30 WIB. Sayangnya,
pertemuan dua belah pihak berlangsung tertutup. Otoritas bursa menyatakan akan
mengirimkan penjelasan usai pertemuan tersebut. "Bursa meminta semua pihak untuk
mengacu pada tanggapan perseroan yang disampaikan melalui IDXnet dan penjelasan
dapat dibaca di website bursa," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman
Yetna. Sementara Menteri Keuangan mengaku telah meminta Sekretaris Jenderal
Kementerian Keuangan Hadiyanto untuk mempelajari kisruh terkait laporan keuangan
BUMN tersebut.

Pelanggaran yang dilakukan PT Garuda Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia


(Persero) Tbk melakukan kesalahan terkait kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan per
31 Desember 2018. Pihak OJK yang diwakili oleh Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat
dan Manajemen Strategis, Anto Prabowo, mengungkapkan bahwa Garuda Indonesia telah
terbukti melanggar, diantaranaya:
1. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM)
“(1) Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan
prinsip akuntansi yang berlaku umum. (2) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang
Pasar Modal.”
2. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik.
3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu
Perjanjian Mengandung Sewa.
4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

Sanski untuk PT Garuda Indonesia

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II, Fakhri Hilmi, mengatakan setelah
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Pusat Pembinaan Profesi
Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya, OJK memutuskan
memberikan sejumlah sanksi.

1. Memberikan Perintah Tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk


memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31
Desember 2018 serta melakukan paparan publik (publicexpose) atas perbaikan dan
penyajian kembali LKT per 31 Desember 2018 dimaksud paling lambat 14 hari setelah
ditetapkannya surat sanksi, atas pelanggaran Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal (UU PM), Peraturan Bapepam dan Laporan Keuangan Nomor
VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan
Perusahaan Publik, Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang
Penentuan apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.
2. Selain itu juga Perintah Tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &
Rekan (Member of BDO International Limited) untuk melakukan perbaikan kebijakan
dan prosedur pengendalian mutu atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor
13/POJK.03/2017 jo. SPAP Standar Pengendalian Mutu (SPM 1) paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah ditetapkannya surat perintahdari OJK.
3. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis, Anto Prabowo
mengatakan, OJK juga mengenakan Sanksi Administratif berupa denda sebesar Rp 100
juta kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor
29/POJK.04/2016 tentang LaporanTahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
4. Sanksi denda kepada masing-masing anggota Direksi PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang
Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan.
5. Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menjatuhkan sanksi kepada PT Garuda Indonesia Tbk
(GIAA) atas kasus klaim laporan keuangan perseroan yang menuai polemik. Beberapa
sanksi yang dijatuhkan antara lain denda senilai Rp 250 juta dan restatement atau
perbaikan laporan keuangan perusahaan dengan paling lambat 26 Juli 2019 ini.

Pembekuan saham

Direktur Penilaian PT Bursa Efek Indonesia (BEI) I Nyoman Gede Yetna


menuturkan, manajemen BEI hingga kini belum sampai pada keputusan untuk membekukan
(suspensi) saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) meski laporan keuangan perusahaan
menuai polemik. I Nyoman Gede Yetna juga menyampaikan bahwa "Kami dari Bursa
berpendapat belum perlu melakukan suspensi perdagangan saham Perseroan pada saat ini."
Nyoman pun melanjutkan, BEI ke depannya akan terus melihat pergerakan saham Garuda
Indonesia untuk mempertimbangkan tindakan selanjutnya. "Selanjutnya, Bursa akan
senantiasa memantau pergerakan harga saham dan keterbukaan informasi Perseroan serta
melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.”

Direktur Penilaian BEI I Nyoman Gede Yetna menjelaskan, ada tiga alasan yang
mendasari manajemen bursa tidak melakukan suspensi pada saham maskapai BUMN Garuda
Indonesia.

1. BEI akan melakukan pembekuan saham jika laporan keuangan sudah disclaimer
sebanyak 2 kali
2. Adverse opinion (opini tidak wajar) maka kita akan suspen
3. Ketika going concern perusahaan terganggu, maka kita akan suspen

Saham Garuda Indonesia Anjlok

Audit laporan keuangan Garuda Indonesia yang dilakukan oleh Akuntan Publik (AP) Kasner
Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan
terbukti cacat dan tidak masuk akal. Kementerian Keuangan dan OJK menyebut audit laporan
keuangan BUMN penerbangan tersebut berpengaruh terhadap opini laporan audit
independen. Tekanan terhadap saham PT Garuda Indonesia Tbk itu terjadi usai sanksi dari
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bursa Efek
Indonesia (BEI) terkait laporan keuangan tahun 2018 dan kuartal I 2019. Hal ini sepertinya
direspons negatif oleh pasar sehingga saham Garuda Indonesia (GIAA) terpantau negatif 22
poin (5,56%) ke level Rp 374/saham. Saham Garuda bahkan sempat turun hingga 34 poin ke
level Rp 366/lembar saham.

Saham PT Garuda Indonesia Tbk berada di level tertinggi Rp 400 dan terendah Rp
366 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 6.895 kali dengan nilai transaksi Rp 25,7
miliar. Secara year to date atau sejak awal tahun tepatnya pada 2 Januari 2019, saham PT
Garuda Indonesia Tbk sempat berada di level terendah Rp 282 per saham. Sedangkan level
tertinggi Rp 635 per saham yang terjadi pada 6 Maret 2019. Bila melihat sepanjang tahun
berjalan 2019, saham PT Garuda Indonesia Tbk menguat 32,89 persen. Nilai transaksi harian
saham Rp 3,1 triliun dengan volume perdagangan 6,59 miliar saham. Total frekuensi
perdagangan saham 385.946 kali.

Pertanyaan:

1. Isu etika apa saja yang ada pada kasus tersebut?


2. Mengapa isu yang ada pada nomor 1 tidak etis? Jelaskan dari perspektif utilitarianisme,
hak, dan keadilan.
3. Apa solusi yang ditawarkan agar kasus yang serupa tidak terjadi lagi?
4. Siapa saja pihak yang terlibat dalam kasus tersebut serta peran masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai