Anda di halaman 1dari 8

Nama : SIPI_G_Dennis Riswanto_126222098_UAS

Soal 1
Kronologi Kasus & Pihak-Pihak yang harus bertanggungjawab pada Kasus Restatement LK 2018
Perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Pada tanggal 1 April 2019 Garuda Indonesia yang merupakan perusahaan publik yang dimiliki oleh negara.
Garuda Indonesia melakukan pelaporan hasil kinerja keuangan pada tahun buku 2018 kepada pihak Bursa Efek Indonesia.
Dalam pelaporan hasil kinerja keuangan pada tahun buku 2018 perusahaan Garuda Indonesia sukses mencetak laba
bersih yaitu sebesar USD 809.000. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan kondisi laporan keuangan PT Garuda
Indonesia pada tahun 2017 yang mencetak kerugian yaitu sebesar USD 216,58 juta. Dalam hal Kinerja keuangan dari PT
Garuda Indonesia terbilang sangat mengejutkan lantaran pada kuartal III 2018 perusahaan masih menderita kerugian yaitu
sebesar US$114,08 juta.

Sebagai perusahaan publik, Garuda Indonesia melaporkan kinerja keuangan tahun buku 2018 kepada Bursa Efek
Indonesia. Dalam laporan keuangannya, perusahaan dengan kode saham GIAA berhasil meraup laba bersih sebesar
US$809 ribu, berbanding terbalik dengan kondisi 2017 yang merugi sebesar US$216,58 juta. Kinerja ini terbilang cukup
mengejutkan lantaran pada kuartal III 2018 perusahaan masih merugi sebesar US$114,08 juta.

Maka perusahaan sebenarnya masih merugi US$244,96 juta. Dua komisaris berpendapat dampak dari pengakuan
pendapatan itu menimbulkan kerancuan dan menyesatkan. Pasalnya, keuangan Garuda Indonesia berubah dari yang
sebelumnya rugi menjadi untung. Selain itu, catatan tersebut membuat beban yang ditanggung Garuda Indonesia menjadi
lebih besar untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Padahal, beban itu seharusnya
belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerja sama dengan Mahata belum masuk ke kantong perusahaan.

Pada tanggal 25 April 2019 Pasar merespons kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia. Sehari usai kabar
penolakan laporan keuangan oleh dua komisaris beredar, saham perusahaan dengan kode GIAA itu merosot tajam 4,4
persen pada penutupan perdagangan sesi pertama, Kamis (25/4). Harga saham Garuda Indonesia anjlok ke level Rp478
per saham dari sebelumnya Rp500 per saham. Saham perseroan terus melanjutkan pelemahan hingga penutupan
perdagangan hari ini, Selasa (30/4) ke posisi Rp466 per saham atau turun persen.

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil manajemen Garuda Indonesia terkait timbulnya
perbedaan opini antara pihak komisaris dengan manajemen terhadap laporan keuangan tahun buku 2018. Selain
manajemen perseroan, otoritas bursa juga akan memanggil kantor akuntan publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi
Bambang dan Rekan selaku auditor laporan keuangan perusahaan. Pemanggilan itu dijadwalkan pada Selasa (30/4).

Pada Tanggal 26 April 2019 Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bakal memanggil
manajemen perseroan. Sebelum memanggil pihak manajemen, DPR akan membahas kasus tersebut dalam rapat internal.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir mengatakan perseturuan antara komisaris Garuda Indonesia dengan
manajemen akan dibahas dalam rapat internal usai reses. Dalam rapat itu akan dipastikan terkait pemanggilan sejumlah
pihak yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan maskapai pelat merah tersebut. Jika sesuai jadwal, DPR
kembali bekerja pada 6 Mei 2019.

Selain itu pada hari yang sama, beredar surat dari Sekretariat Bersama Serikat Karyawan Garuda Indonesia
(Sekarga) perihal rencana aksi mogok karyawan Garuda Indonesia. Aksi ini berkaitan dengan penolakan laporan
keuangan tahun 2018 oleh dua komisaris Dalam surat tersebut disebutkan pernyataan pemegang saham telah merusak
kepercayaan publik terhadap harga saham Garuda Indonesia dan pelanggan setia maskapai tersebut. Namun, Asosiasi
Pilot Garuda (APG) dan Sekarang justru membantah akan melakukan aksi mogok kerja. Presiden APG Bintang Hardiono
menegaskan karyawan belum mengambil sikap atas perseteruan salah satu pemegang saham dengan manajemen saat ini.

Pada tanggal 30 April 2019 BEI Panggil Direksi GarudaBursa Efek Indonesia (BEI) memanggil jajaran direksi
Garuda Indonesia terkait kisruh laporan keuangan tersebut. Pertemuan juga dilakukan bersama auditor yang memeriksa
keuangan GIAA, yakni KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional). Di saat yang
sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku belum bisa menetapkan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik
(KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional). KAP merupakan auditor untuk
laporan keuangan tahun 2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang menuai polemik. Kendati sudah melakukan
pertemuan dengan auditor perusahaan berkode saham GIAA itu, namun Kemenkeu masih melakukan analisis terkait
laporan dari pihak auditor.

Pada tanggal 2 Mei 2019 OJK meminta kepada BEI untuk melakukan verifikasi terhadap kebenaran atau
perbedaan pendapat mengenai pengakuan pendapatan dalam laporan keuangan Garuda 2018. Selain OJK, masalah terkait
laporan keuangan maskapai Garuda ini juga mengundang tanggapan dari Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya
Sumadi.

Pada tanggal 3 Mei 2019 Garuda Indonesia akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi setelah laporan
keuangannya ditolak oleh dua Komisarisnya. Maskapai berlogo burung Garuda ini mengaku tidak akan melakukan audit
ulang terkait laporan keuangan 2018 yang dinilai tidak sesuai karena memasukan keuntunga dari PT Mahata Aero
Teknologi.

Pada Tanggal 8 Mei 2019 kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia ini juga menyeret nama Mahata Aero
Teknologi. Pasalnya, Mahata sebuah perusahaan yang baru didirikan pada tanggal 3 November 2017 dengan modal tidak
lebih dari Rp10 miliar dinilai berani menandatangani kerja sama dengan Garuda Indonesia. Dengan menandatangani kerja
sama dengan Garuda, Mahata mencatatkan utang sebesar USD239 juta kepada Garuda, dan oleh Garuda dicatatkan dalam
Laporan Keuangan 2018 pada kolom pendapatan.

Pada Tanggal 21 Mei 2019 Sebulan kemudian, Garuda Indonesia dipanggil oleh Komisi VI Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Jajaran Direksi ini dimintai keterangan oleh komisi VI DPR mengenai kisruh
laporan keuangan tersebut. Dalam penjelasannya, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra
mengatakan, latar belakang mengenai laporan keuangan yang menjadi sangat menarik adalah soal kerjasama dengan PT
Mahata Aero Teknologi, terkait penyediaan layanan WiFi on-board yang dapat dinikmati secara gratis. Kerja sama yang
diteken pada 31 Oktober 2018 ini mencatatkan pendapatan yang masih berbentuk piutang sebesar USD239.940.000 dari
Mahata. Dari jumlah itu, USD28 juta di antaranya merupakan bagi hasil yang seharusnya dibayarkan Mahata.

Pada Tanggal 14 Juni 2019 Kemenkeu telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap KAP Tanubrata Sutanto Fahmi
Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional) terkait laporan keuangan tahun 2018 milik Garuda. KAP ini
merupakan auditor untuk laporan keuangan emiten berkode saham GIIA yang menuai polemik.vSekertaris Jenderal
Kemenkeu Hadiyanto menyatakan, berdasarkan hasil pertemuan dengan pihak KAP disimpulkan adanya dugaan audit
yang tidak sesuai dengan standar akuntansi.

Kementerian Keuangan juga masih menunggu koordinasi dengan OJK terkait penetapan sanksi yang bakal
dijatuhkan pada KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional), yang menjadi
auditor pada laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018

Pada Tanggal 18 Juni 2019 BEI selaku otoritas pasar modal kala itu masih menunggu keputusan final dari OJK
terkait sanksi yang akan diberikan kepada Garuda. Manajemen bursa saat itu telah berkoordinasi intens dengan OJK.
Namun BEI belum membeberkan lebih lanjut langkah ke depan itu dari manajemen bursa.

Pada Tanggal 28 Juni 2019 akhirnya Garuda Indonesia Kena Sanksi dari OJK, Kemenkeu dan BEI Setelah
perjalanan panjang, akhirnya Garuda Indonesia dikenakan sanksi dari berbagai pihak. Selain Garuda, sanksi juga diterima
oleh auditor laporan keuangan Garuda Indonesia, yakni Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan
Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk (GIAA) dan Entitas Anak Tahun Buku 2018.

Untuk Auditor, Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sanski pembekuan izin selama 12 bulan. Selain itu,
OJK juga akan mengenakan sanksi kepada jajaran Direksi dan Komisaris dari Garuda Indonesia. Mereka diharuskan
patungan untuk membayar denda Rp100 juta. Selain itu ada dua poin sanksi lagi yang diberikan OJK. Yakni, Garuda
Indonesia harus membayar Rp100 Juta.

Selain itu, masing-masing Direksi juga diharuskan membayar Rp100 juta. Selain sanksi dari Kementerian
Keuangan dan juga Otoritas Jasa Keuangan, Garuda Indonesia juga kembali diberikan sanksi oleh Bursa Efek Indonesia.
Adapun sanki tersebut salah satunya memberikan sanksi sebesar Rp250 juta kepada maskapai berlambang burung Garuda
itu.

Berdasarkan dari kronologi yang telah disampaikan diatas bahwa terkait pihak – pihak apa saja yang terlibat
dalam kasus yang dialami PT Garuda Indonesia yaitu
1. PT Garuda Indonesia beserta jajaran direksi dan komisaris dikarenakan menyajikan sebuah laporan keuangan
yang tidak menunjukan kondisi keuangan yang sebenarnya di dalam perusahaan tersebut sehingga
menimbulkan sanksi yang diberikan dari OJK, Kementrian Keuangan, dan BEI ( Bursa Efek Indonesia) yaitu
250 juta untuk perusahaan, dan masing – masing direksi dan komisaris harus membayar denda 100 Juta.
2. Auditor – Auditor yang melakukan audit atas laporan keuangan dari PT Garuda Indonesia yaitu Akuntan
Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang &
Rekan, auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan Entitas Anak Tahun Buku
2018 hal dikarenakan kurang cermat dalam melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang disajikan
untuk tahun buku 2018 atau tidak sesuain standar akuntansi. Sehingga mereka harus menerima sanksi dari
kementrian keuangan yaitu pembekuan izin selama 12 bulan.
3. PT. Mahata Aero Teknologi
Perjanjian Kerjasama ditandatangai tanggal 31 Oktober 2018, tetapi tidak tertera jangka waktu
pembayaran serta tidak ada jaminan pembayaran yang dapat ditarik Kembali.
4. Regulator
Regulator di Indonesia yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI),
memiliki peran dalam mengawasi perusahaan publik, salah satunya Garuda Indonesia. Mereka
mengawasi kepatuhan perusahaan dalam mematuhi peraturan dan standar yang berlaku dalam
penyusunan dan pelaporan laporan keuangan.

Soal 2

Pada Kasus Restatement Laporan Keuangan PT. Garuda Indonesia, evaluasi Pelaporan Keuangan Entity Level
Control dan Transaction Level Control yaitu:

a. Entity Level Control


Entity level control adalah kontrol yang dirancang untuk pengendalian lingkungan perusahaan secara
keseluruhan. Entity Level Control mencakup kebijakan, prosedur, dan praktik yang diterapkan oleh
manajemen untuk mengendalikan operasi organisasi secara umum. Tujuannya adalah untuk memastikan
adanya kontrol yang efektif dalam mengelola risiko dan mencapai tujuan organisasi Dalam kasus
restatement Laporan keuangan PT. Garuda Indonesia Entity Level Control yang dapat diterapkan yaitu:
1. Komitmen perusahaan terhadap integritas dan etika bisnis
Manajemen Garuda Indonesia memberikan contoh yang baik dalam mempromosikan budaya
perusahaan yang patuh dan taat terhadap standar pencatatan dan pelaporan keuangan yang berlaku
2. Penunjukan Dewan direksi dan pengurus yang kompeten
Manajemen Garuda Indonesia menunjuk jajaran direksi didasarkan pada pengalaman, kompetensi
dan integritas. Anggota Direksi harus mampu memberikan pengawasan yang efektif terhadap
kebijakan perusahaan
3. Pemisahan tugas yang jelas
Manajemen Garuda Indonesia melakukan pemisahan tugas yang jelas antara divisi pengawasan,
Operasional dan evaluasi rekonsiliasi dengan tujuan untuk mencegah resiko kolusi dan
penyalahgunaan kekuasaan jabatan
4. Pengawasan yang efektif dari jajaran direksi terkait kebijakan dan prosedur internal Dewan Direksi
Garuda Indonesia wajib terlibat dalam pembuatan keputusan strategis, mengevaluasi kinerja
manajemen, dan memastikan kepatuhan terhadap prosedur dan kebijakan perusahaan
5. Kebijakan dan Prosedur yang jelas
Implementasi kebijakan yang dibuat secara jelas terkait penyusunan laporan keuangan sesuai standar
yang berlaku, pengendalian intern, dan evaluasi resiko
6. Pelatihan dan pengembangan karyawan
Manajemen Garuda Indonesia memberikan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman mereka
tentang pengendalian internal dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas
7. Pengawasan dan Pemantauan
Manajemen Garuda Indonesia harus memiliki pengawasan dan pemantauan yang efektif untuk
mengidentifikasi dan menangani masalah pengendalian internal yang terjadi, hal ini dapat meliputi
audit internal, evaluasi risiko secara berkala, dan pelaporan yang tepat kepada manajemen dan
dewan direksi
Penerapan Entity Level Control yang kuat akan membantu menciptakan lingkungan yang mendukung
pengendalian internal yang efektif dan mencegah kesalahan atau kecurangan dalam operasional perusahaan

b. Transaction Level Control


Transaction Level Control adalah kontrol yang diterapkan pada tingkat transaksi individual. Kontrol ini
berfokus pada pencegahan, deteksi dan koreksi kesalahan dalam proses bisnis suatu perusahaan. TLC bertujuan
untuk memastikan keandalan, keakuratan dan keamanan transaksi yang dilakukan.
Transaction Level Control pada kasus restatement laporan keuangan PT. Garuda Indonesia yang dapat
diterapkan yaitu :
1. Verifikasi data atau validasi data sebelum dicatat dalam sistem akuntansi
Manajemen Garuda Indonesia harus melakukan validasi data meliputi memastikan transaksi tidak
fiktif, terdapat dokumen pendukung dan jelas atas otorisasi dari divisi terkait sehingga data benar-
benar valid sebelum diinput kedalam system akutansi pada perusahaan
2. Pembatasan akses dan otorisasi terhadap data keuangan yang sensitf
Manajemen Garuda Indonesia harus melakukan pembatasan akses dan otorisasi sehinggan karyawan
yang berwewenang yang dapat mengakses data itu dan sudah diotorisasi oleh divisi yang tepat
3. Pemisahan tugas dari pencatatan sampai dengan pelaporan keuangan
Manajemen Garuda Indonesia memisahkan Tugas terkait dengan transaksi secara jelas antara
karyawan yang berbeda seperti contoh orang yang bertanggung jawab untuk mencatat transaksi
tidak boleh memiliki akses untuk mengotorisasi transaksi tersebut. Pemisahan tugas ini membantu
mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kesalahan yang tidak disengaja
4. Proses persetujuan dan review yang baik
Manajemen Garuda Indonesia melakukan proses review sebelum suatu transaksi diotorisasi atau
disetujui. Hal ini bertujuan untuk agar pihak yang berwewenang dalam otorisasi memiliki
pengetahuan yang cukup untuk jenis transaksi yang akan diotorisasi
5. Pemantauan terhadap aktivitas pelaporan yang mencurigakan atau tidak wajar
Manajemen Garuda Indonesia harus melengkapi Sistem informasi perusahaan dengan mekanisme
pemantauan yang dapat mendeteksi aktivitas mencurigakan atau tidak wajar. Contohnya, sistem
dapat diprogram untuk memberikan peringatan atau notifikasi jika terdapat transaksi yang
melampaui batas atau transaksi yang mencurigakan berulang dan membentuk pola yang tidak wajar
6. Pelatihan karyawan
Manajemen Garuda Indonesia melakuka pelatihan terhadap karyawan dengan maksud dan tujuan
agar setiap karyawan memkiliki pemahaman mengenai tanggung jawab mereka dalam menjalankan
transaksi secara benar
Transaction Level Control efektif membantu memastikan integritas dan akurasi catatan transaksi perusahaan,
serta mengurangi risiko kesalahan, kecurangan, atau kehilangan data yang dapat merugikan perusahaan

Soal Nomor 3

Material Weakness
Material Weakness adalah kelemahan dalam system pengendalian internal perusahaan yang signifikan baik dari
tingkat entitas maupun transaksi yang berpotensi mennyebabkan kesalahan material dalam laporan keuangan.
Dalam kasus restatement laporan keuangan PT. Garuda Indonesia, material weakness yang terjadi adalah :
a. Ketidakpatuhan pada Standar Akuntansi yang berlaku
Biasanya dikarenakan kebijakan perusahaan yang kurang memadai sehingga mengakibatkan kesalahan
dalam pengakuan transaksi

b. Kurang nya kontrol pada proses pelaporan keuangan


Pada proses pencatatan transaksi sampai dengan laporan keuangan harus memiliki system kontrol yang
baik, seperti contoh setiap transaksi yang di input harus memiliki dokumen pendukung dan sah ada
otorisasinya

c. Kelemahan dalam pemisahan tugas


Pemisahan tugas yang kurang memadai mengakibatkan adanya kolusi dan penyalahgunaan kekuasaan
(Jabatan senior pada perusahaan)

d. Kurang nya pengawasan manajemen yang efektif dalam menerapkan kebijakan dan prosedur
memungkinkan mengakibatkan kesalahan material yang tidak terdeteksi dan terakumulasi dari waktu ke
waktu
Control Deficiency
Control Deficiensy (Kelemahan Pengendalian) adalah kontrol pengendalian internal perusahaan yang tidak
mencapai tingkat yang diharapkan untuk mencegah atau mendekteksi kecurangan dan kesalahan yang
mempengaruhi pelaporan keuangan. Control Deficiency terkait kasus restatement laporan keuangan PT. Garuda
Indonesia tahun 2018 adalah:
a. Kurang nya kebijakan dan prosedur yang jelas terkait pengendalian internal mengakibatkan pelaksanaan
yang tidak konsisten dan pemahaman yang tidak memadai oleh karyawan
b. Ketidakmampuan system perusahaan membatasi akses yang tepat, mengakibatkan karyawan yang tidak
bewewenang melakukan akses dan memanipulasi data laporan keuangan
c. Evaluasi Tidak Memadai atas Transaksi:
Auditor tidak sepenuhnya menilai substansi transaksi yang terkait dengan perjanjian kerjasama antara
Garuda Indonesia dan PT Mahata Aero Teknologi. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam pengendalian
internal terkait dengan penilaian transaksi dan perlakuan akuntansi yang sesuai
d. Kurangnya Bukti Audit yang Cukup:
Auditor kurang memperoleh bukti audit yang memadai untuk menyimpulkan perlakuan akuntansi yang
tepat dalam transaksi dengan PT Mahata Aero Teknologi. Ini menunjukkan kelemahan dalam
pengendalian internal

e. Tidak Memperhitungkan Fakta Setelah Tanggal Laporan Keuangan:


Auditor tidak mempertimbangkan kejadian dan fakta yang terjadi setelah tanggal laporan keuangan
sebagai dasar perlakuan akuntansi. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam pengendalian internal terkait
dengan pembaruan informasi setelah penyelesaian laporan keuangan.

Soal Nomor 4
Siklus transaksi yang membentuk proses bisnis pada perusahaan maskapai adalah :
a. Siklus Penjualan Tiket
Siklus ini meliputi proses penjualan tiket kepada pelanggan yaitu pemesanan tiket, pembayaran,
penerbitan tiket, pelaporan pendapatan tiket
Resiko :
1. Kesalahan penghitungan jumlah tiket terjual
2. Kesalahan penetapan harga jual tiket
3. Kesalahan pencatatan pendapatan dan pengakuan penjualan tiket
Pengendalian internal:
1. Validasi dan verifikasi harga tiket
2. Pemisahan tugas antara penjualan tiket dan pencatatan penjualan tiket
3. Pemantauan dan pengawasan dengan melakukan rekonsiliasi antara tiket yang terjual dengan
pencatatan tiket yang terjual

b. Siklus transaksi Operasional Penerbangan


Siklus ini berfokus pada persiapan dan pelaksanaan penerbangan meliputi perencanaan penerbangan,
manajemen kru, pemeliharaan pesawat, pengisian bahan bakar, pengelolaan muatan, serta pengaturan
jadwal penerbangan pesawat
Resiko:
1. Kesalahan perencanaan penerbangan
2. Kelalaian dalam pengecekan kondisi dan perawatan pesawat mengakibatkan keselamatan
penumpang
3. Kesalahan manajeman kru menganggu jadwal operasional penerbangan sehinggan terjadi
keterlambatan/pembatalan penerbangan
Pengendalian internal :
1. Proses validasi dan ototisasi perencanaan penerbangan
2. Pemantauan dan pemeliharaan pesawat yang terjadwal
3. System ketersediaan kru
4. Rekonsiliasi antara jadwal penerbangan dengan catatan operasional

c. Siklus transaksi pengelolaan persediaan


Siklus ini meliputi pengadaan, pemeliharaan dan penggunaan persediaan yang diperlukan oleh maskapai
penerbangan termasuk suku cadang, perlengkapan cabin, makanan minuman serta perlengkapan
keamanan

Resiko :
1. Kesalahan dalam penghitungan persediaan
2. Ketidakcocokan antara jumlah persediaan tercatat dikomputer dengan jumlah persediaan yang
sebenarnya
3. Pencurian atau kehilangan persediaan
Pengendalian internal:
1. Proses otorisasi dan validasi pembelian persediaan oleh divisi berwewenang
2. Pemisahan tugas antara yang mencatat persediaan dan bagian pembelian barang
3. Pemantauan terhadap perputaran persediaan
4. Pembatasan akses terhadap persediaan
d. Siklus transaksi keuangan
Siklus ini melibatkan pengelolaan keuangan perusahaan mencakup pembayaran vendor, penagihan
piutang, pengelolaan kas, pencatatan transaksi keuangan , pelaporan keuangan, audit dan perpajakan
Resiko :
1. Kesalahan dalam pembayaran yang berlebihan atau tidak akurat
2. Penyalahgunaan Aset dengan memanipulasi dokumen transaksi
3. Salah mencatat transaksi atau transaksi dicatat double
Pengendalian internal:
1. Review dan otorisasi transaksi sebelum melakukan pembayaran
2. Rekonsilisasi laporan keuangan dengan dokumen pendukung
3. Pemisahan tugas antara divisi penerimaan dan pencatatan kas
4. Melakukan audit secara berkala

e. Siklus transaksi sumber daya manusia


Siklus ini melibatkan perekrutan seleksi karyawan, manajemen kinerja, penggajian, tunjangan
karyawan, serta pelatihan
Resiko :
1. Kesalahan dalam penggajian karyawan
2. Penyalahgunaan data pribadi karyawan
3. Pelanggaran terhadap perarutan ketenaga kerjaaan
Pengendalian internal:
1. Validasi dan verifikasi calon karyawan
2. Memisahkan divisi penerimaan karyawan dan penggajian karyawan serta divisi data pribadi
karyawan
3. Kebijakan dan prosedur Sumber daya manusia yang baik yaitu mematuhi peraturan yang berlaku
salah satunya ketenagakerjaan
f. Siklus Transaksi layanan Pelanggan
Siklus ini melibatkan interaksi dengan pelanggan mencakup layanan cek-in, penanganan bagasi,
pelayanan dicabin,pengelolaan keluhan pelanggan dan program loyalitas dan promosi pemasaran
Resiko:
1. Ketidakpuasan pelanggan
2. Keluhan pelanggan yang tidak ditangani dengan baik
Pengendalian Internal :
1. Pelatihan karyawan dalam pelayanan pelanggan
2. Pemantauan keluhan pelanggan sehingga semua keluhan dapat ditangani dengan baik
3. Program pelanggan loyalitas dan pemasaran yang terintegrasi
Setiap siklus memiliki kegiatan yang berbeda-beda sehingga wajib memiliki kontrol dan pengawasan yang
tepat terhadapat identifikasi resiko yang terjadi sehingga tidak mengakibatkan kesalahan dan kecurangan
tentunya harus di dukung oleh system pengendalian internal yang baik.

Soal Nomor 5

XBRL (Extensible Business Reporting Language) adalah bahasa pemrograman yang digunakan untuk
pertukaran informasi keuangan dan bisnis secara elektronik. XBRL memungkinkan laporan keuangan dan
informasi bisnis lainnya dapat disampaikan dengan format yang terstandardisasi dan dapat dibaca oleh mesin,
sehingga memudahkan analisis, perbandingan, dan pengolahan data.
Di Indonesia, XBRL telah diberlakukan untuk pelaporan keuangan perusahaan melalui Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) No. 39/POJK.03/2016 tentang Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik yang
disampaikan dengan Menggunakan Media Elektronik. Regulasi ini mewajibkan perusahaan publik untuk
menyampaikan laporan keuangannya dalam format XBRL.
Dalam praktiknya, perusahaan publik di Indonesia menggunakan perangkat lunak atau sistem yang mendukung
pembuatan laporan keuangan dalam format XBRL. Contoh konkret lainnya adalah penggunaan perangkat lunak
XBRL Converter yang memungkinkan perusahaan untuk mengonversi laporan keuangan dari format dokumen
biasa (seperti PDF atau Excel) menjadi format XBRL.
Dalam laporan keuangan yang disampaikan dalam format XBRL, data keuangan diidentifikasi dengan
menggunakan tag atau kode tertentu yang sesuai dengan taksonomi XBRL yang telah ditetapkan. Misalnya, tag
"Revenue" akan digunakan untuk mengidentifikasi angka pendapatan dalam laporan laba rugi, tag "Total
Assets" untuk mengidentifikasi angka total aset dalam neraca, dan seterusnya. Tag-tag ini memungkinkan
sistem komputer untuk memahami dan memproses data secara otomatis.

Melalui penerapan XBRL, perusahaan dapat menyampaikan laporan keuangan dengan format yang konsisten
dan dapat dibaca oleh mesin. Hal ini memudahkan investor, analis, dan regulator untuk memperoleh akses cepat
dan analisis yang lebih akurat terhadap informasi keuangan perusahaan.
Alasan diberlakukannya XBRL di Indonesia antara lain:
1. Standarisasi: XBRL membantu dalam menciptakan standar format laporan keuangan yang konsisten,
memudahkan perbandingan dan analisis antar perusahaan.
2. Efisiensi dan akurasi: Dengan XBRL, proses pelaporan keuangan menjadi lebih efisien dan akurat
karena data dapat diproses secara otomatis, mengurangi kesalahan manusia dalam pemrosesan manual.
3. Keterbacaan oleh mesin: Format XBRL memungkinkan informasi keuangan dapat dibaca dan dianalisis
oleh sistem komputer, mempermudah pengolahan dan analisis data secara cepat dan efisien.
Penerapan XBRL di Indonesia dimulai pada tanggal 1 Januari 2020, sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh
OJK. Perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) wajib menyampaikan laporan keuangan
dalam format XBRL.
XBRL (Extensible Business Reporting Language) yang berlaku di Indonesia diwajibkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). OJK adalah lembaga yang bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan di Indonesia, termasuk perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
OJK menerbitkan regulasi yang mengatur pelaporan keuangan perusahaan publik dalam format XBRL.
Regulasi ini diterapkan melalui Peraturan OJK No. 39/POJK.03/2016 tentang Laporan Keuangan Emiten atau
Perusahaan Publik yang disampaikan dengan Menggunakan Media Elektronik.
Dalam regulasi tersebut, OJK menetapkan bahwa perusahaan publik yang terdaftar di BEI wajib menyampaikan
laporan keuangan dalam format XBRL. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan
akurasi dalam pelaporan keuangan perusahaan publik.
Sebagai lembaga pengawas sektor jasa keuangan, OJK berperan dalam mengawasi implementasi dan kepatuhan
perusahaan publik terhadap penggunaan XBRL. OJK juga berwenang untuk memberikan pedoman teknis dan
memastikan konsistensi dalam pelaporan keuangan menggunakan format XBRL di Indonesia.
Dengan adanya kewajiban ini, OJK berperan penting dalam mendorong perusahaan publik untuk mengadopsi
XBRL sebagai format standar dalam pelaporan keuangan, sehingga memudahkan akses dan analisis data
keuangan oleh para pemangku kepentingan seperti investor, analis, dan regulator.

Dalam pengendalian internal terkait dengan pelaporan keuangan dalam format XBRL, terdapat beberapa risiko
dan rekomendasi sebagai berikut:
Risiko:
1. Kesalahan dalam konversi data: Kesalahan dapat terjadi saat mengonversi data ke format XBRL, seperti
kesalahan pemetaan tag atau kesalahan dalam menentukan unit ukuran yang tepat.
2. Keamanan informasi: Risiko kebocoran atau manipulasi data dapat terjadi saat proses pengiriman data
ke dalam format XBRL.
Pengendalian Internal:
1. Pemahaman dan pelatihan yang memadai: Karyawan yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan
harus memahami konsep XBRL dan menjalani pelatihan yang diperlukan untuk mengelola dan
memproses data dalam format XBRL.
2. Pemisahan tugas: Memastikan pemisahan tugas yang jelas antara yang melakukan pemetaan tag XBRL,
mengonversi data, dan yang melakukan verifikasi agar mengurangi risiko kesalahan dan kecurangan.
3. Validasi dan verifikasi: Menjalankan proses validasi dan verifikasi yang memadai terhadap data dalam
format XBRL sebelum disampaikan, untuk mengurangi risiko kesalahan konversi atau kesalahan dalam
pengisian data.
4. Keamanan informasi: Menerapkan langkah-langkah keamanan yang tepat dalam pengiriman dan
penyimpanan data dalam format XBRL, termasuk penggunaan enkripsi dan pengendalian akses yang
sesuai.
Penerapan XBRL di Indonesia telah memberikan manfaat dalam memperbaiki efisiensi dan akurasi pelaporan
keuangan perusahaan. Namun, penting untuk memiliki pengendalian internal yang kuat untuk mengatasi risiko
dan memastikan keandalan laporan keuangan yang disampaikan dalam format XBRL.

Anda mungkin juga menyukai