Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENOLAKAN PERMOHONAN

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PT LION


MENTARI AIRLINES

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki industri penerbangan yang berkembang pesat

dalam beberapa dekade terakhir. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,

transportasi udara memainkan peran penting dalam menghubungkan ribuan

pulau yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Industri penerbangan di

Indonesia tidak hanya memberikan konektivitas bagi penduduk lokal, tetapi

juga berperan dalam mendorong pariwisata, perdagangan, dan pertumbuhan

ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia

didorong oleh sejumlah faktor. Pertama, populasi yang besar dan pertumbuhan

ekonomi yang kuat telah mendorong permintaan akan perjalanan udara. Hal

ini tercermin dalam peningkatan jumlah penumpang yang signifikan dari

tahun ke tahun. Kedua, dukungan pemerintah dalam pembangunan

infrastruktur, seperti pembangunan dan peningkatan bandara, telah

meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas udara di seluruh Indonesia.1 Salah

satu maskapai dalam industri penerbangan di Indonesia yang cukup dikenal

adalah Lion Air.

1
Kurniawan, D. A. Menelusuri Jejak Awal Penerbangan di Indonesia (1913-1950-an)
Mozaik. Kajian Ilmu Sejarah, 10(2), 2019

1
Lion Air telah menjadi salah satu pemain kunci dalam industri

penerbangan di Indonesia. Sejak didirikan pada tahun 1999, maskapai ini telah

berkembang menjadi salah satu maskapai terbesar dan paling dikenal di

Indonesia. Posisi Lion Air dalam penerbangan Indonesia memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap konektivitas domestik dan pertumbuhan industri

penerbangan secara keseluruhan. Dalam industri penerbangan Indonesia, Lion

Air berperan sebagai salah satu maskapai penerbangan swasta dengan modal

yang memadai dan strategi penetrasi harga yang kuat. Sebagai pesaing baru

yang percaya diri, Lion Air telah berhasil mengambil posisi sebagai maskapai

berbiaya rendah (low-cost carrier/LCC) yang menawarkan penerbangan

dengan harga terjangkau. Hal ini memberikan pelanggan kemudahan untuk

mencapai tujuan mereka dengan biaya yang lebih murah. Meskipun

dihadapkan dengan persaingan dari maskapai penerbangan baru lainnya, Lion

Air tetap mampu menjaga stabilitas dalam persaingan industri penerbangan di

Indonesia. Namun, di tengah pertumbuhan yang pesat, maskapai Lion Air

menghadapi tantangan keuangan yang signifikan.2 Gugatan permohonan

penundaan kewajiban pembayaran utang setidaknya diajukan dua pemohon

dalam waktu yang hampir bersamaan terhadap PT Lion Mentari Airlines.

Hal tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut, mengingat permohonan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh dua

pemohon diputuskan ditolak. Kedua pemohon yaitu Rolas Budiman Sitinjak

dalam Perkara Nomor 265/Pdt.Sus-PKPU/2020 dan pemohon Budi Santoso


2
Pratama, R. I., & Widagdo, D. Pengaruh Kualitas Pelayanan Maskapai Lion Air
Terhadap Kepuasan Penumpang di Yogyakarta International Airport. Jurnal Flight Attendant
Kedirgantaraan, 4(2), 2022

2
dalam Perkara Nomor 343/Pdt.Sus-PKPU/2020 pada Pengadilan Niaga

Jakarta Pusat pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis Hakim dalam

amar putusannya  menolak permohonan PKPU untuk seluruhnya. Meski

permohonan tersebut ditolak ternyata PT Lion Mentari Airlines telah

menyelesaikan kewajiban kepada pemohon serta kreditur lainnya dengan

menitipkan pembayarannya ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Secara resmi,

PT Lion Mentari Airlines telah menjalankan putusan dimaksud dan

pengesahan atas konsinyasi tersebut telah diterima oleh Pengadilan Niaga

Jakarta Pusat.3

Untuk permohonan PKPU yang diajukan oleh mantan penumpangnya,

Rolas Sitinjak, terkait dengan masalah penerbangan yang terjadi pada 2011,

diakhiri pada 23 Oktober 2020 dengan cara PT Lion Mentari Airlines

memberikan konsinyasi kepaa Rolas Sitinjak melalui Pengadilan Niaga

Jakarta Pusat.4

Secara khusus UU Kepailitan tidak mengatur tentang konsinyasi.

Konsinyasi diatur dalam KUH Perdata mulai dari Pasal 1404 sampai dengan

Pasal 1412 KUHPerdata. Konsinyasi berasal dari Bahasa Belanda yaitu dari

kata consignatie yang artinya Penitipan uang atau barang pada pengadilan

guna pembayaran satu utang. Penawaran pembayaran yang disusul dengan

penitipan pada pengadilan membebaskan debitur asal dilakukan dengan cara-

cara yang sah menurut undang-undang. Berdasarkan pengertian di atas,

3
https://www.cnbcindonesia.com/market/20201120085616-17-203262/tok-gugatan-
pkpu-2-penumpang-lion-air-ditolak (diakses 25 Juli 2023)
4
https://news.detik.com/berita/d-5260478/lion-air-kembali-lolos-gugatan-pailit (diakses
25 Juli 2023)

3
tampak bahwa konsinyasi di dahului dengan penawaran pembayaran lalu

disusul dengan penitipan uang atau barang pada pengadilan.5

Dalam hukum kepailitan yang diatur oleh Undang-Undang (UU)

Nomor 37 Tahun 2004, terdapat istilah "Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang" atau biasa disingkat dengan PKPU.6 PKPU adalah suatu mekanisme

hukum yang memungkinkan suatu perusahaan (debitur) yang menghadapi

kesulitan keuangan untuk mengajukan penundaan pembayaran utang kepada

krediturnya. Tujuan dari PKPU adalah memberikan kesempatan bagi

perusahaan untuk melakukan reorganisasi keuangan dan restrukturisasi utang

agar dapat memulihkan kesehatan keuangannya dan tetap beroperasi.

Jadi, untuk menjalankan mekanisme PKPU, perusahaan yang berada

dalam situasi kesulitan keuangan dapat mengajukan permohonan ke

Pengadilan Niaga.7 Permohonan ini kemudian akan diproses sesuai dengan

ketentuan dalam UU Nomor 37 Tahun 2004. Dalam PKPU, konsinyasi

mengacu pada pengajuan keberatan dari para kreditur atas rencana

restrukturisasi utang yang diajukan oleh perusahaan yang sedang mengalami

kesulitan keuangan.

5
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/bagaimana-konsinyasi-
menurut-pasal-1404-1412-kuh-perdata-oleh-naffi-s-ag-m-h-3-7 (diakses 25 Juli 2023)
6
Aditya, TAC. Tinjauan Yuridis Terh Uridis Terhadap Pembatalan Perjanjian
Perdamaian Yang Telah Dihomologasi Karena Bertentangan Dengan Ketentuan Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU). "Dharmasisya” Jurnal Program Magister Hukum Universitas Indonesia, Vol. 1 No. 3,
1549-1558, 2021
7
Ismail, A. Analisis Alternatif Restruturisasi Utang Atau Penutupan Perusahaan Pada
Pandemi Covid-19 Melalui Pkpu, Kepailitan Dan Likuidasi. Jurnal Kepastian Hukum Dan
Keadilan, Vol. 3 No.1, 43-56, 2022

4
Para kreditur memiliki hak untuk menyampaikan keberatan atas

rencana restrukturisasi tersebut jika mereka merasa hak dan kepentingan

mereka tidak terpenuhi dengan baik dalam rencana tersebut. Pengajuan

keberatan kreditur ini akan dibahas dan dipertimbangkan oleh pengadilan

dalam rangka mencapai kesepakatan yang adil bagi semua pihak yang terlibat.

Secara umum, dalam sistem hukum Indonesia, ada prinsip yang menyatakan

bahwa undang-undang yang lebih khusus mengatur suatu masalah akan

mengesampingkan undang-undang yang lebih umum. Dengan kata lain,

ketentuan dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 akan berlaku secara prioritas

dalam perkara kepailitan, penundaan kewajiban pembayaran utang, dan

permohonan peninjauan kembali terhadap putusan hakim yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap8.

Namun, jika terdapat hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam

UU Nomor 37 Tahun 2004, maka prinsip tersebut dapat diterapkan, yang

berarti ketentuan dari undang-undang yang lebih umum, seperti KUHPerdata

(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), HIR (Herziene Inlandsch

Reglement), atau RbG (Rechtsreglement voor de Buitengewesten), dapat

digunakan sebagai acuan atau panduan dalam mengisi kekosongan hukum 9.

Penting untuk diingat bahwa ketentuan-ketentuan dalam undang-undang

tersebut harus relevan dan sesuai dengan perkara kepailitan. Jika ketentuan

8
Nurislamiati, SFC. Tinjauan Hukum Penerapan Hak Mendahulu Utang Pajak Dalam
Perkara Kepailitan Pt Industries Badja Garuda Berdasarkan Undangundang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jurnal Program Magister
Hukum FHUI, Vol. 2, No. 3, 1505-1518, 2023
9
Budiono, D. Analisis Pengaturan Hukum Acara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata, Vol. 4, No. 2, 109-128, 2019

5
yang diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 sudah cukup jelas dan tidak ada

celah untuk interpretasi, maka undang-undang tersebut harus dijadikan acuan

utama dalam menyelesaikan perkara kepailitan.

Dengan demikian, dalam perkara kepailitan, penundaan kewajiban

pembayaran utang, dan permohonan peninjauan kembali, prinsip utama yang

berlaku adalah mengacu pada UU Nomor 37 Tahun 2004. Namun, jika ada

hal-hal yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang tersebut, maka

dapat diterapkan ketentuan dari undang-undang yang lebih umum seperti

KUHPerdata, HIR, atau RbG.

Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Analisis Hukum terhadap Penolakan Permohonan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Lion Mentari Airlines”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang akan dibahas

adalah:

1. Mengapa penolakan terhadap permohonan penundaan kewajiban

pembayaran utang kepada PT Lion Mentari Airlines diakhiri dengan

konsinyasi?

2. Bagaimana tanggung jawab hukum PT Lion Mentari Airlines terhadap

terhadap kreditor lain dalam permohonan penundaan kewajiban

pembayaran utang?

6
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah:

1. Untuk menganalisis alasan penolakan terhadap permohonan penundaan

kewajiban pembayaran utang kepada PT Lion Mentari Airlines diakhiri

dengan konsinyasi.

2. Untuk menganalisis tanggung jawab hukum PT Lion Mentari Airlines

terhadap terhadap kreditor lain dalam permohonan penundaan kewajiban

pembayaran utang.

D. Orisinalitas Penelitian

Bahwa rencana penelitian ini adalah benar-benar penelitian saya sendiri

yang dalam penyusunannya tunduk dan patuh terhadap kaidah, etika, dan

norma-norma penulisan sebuah penelitian dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan beberapa judul penelitian yang pernah diangkat oleh peneliti

sebelumnya, ada beberapa judul yang mendekati dalam penelitian skripsi yang

di tulis ini, antara lain:

1. Rizki Diah Nasrunisa, 11140480000082, Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018 yang

berjudul “Akibat Hukum Pembatalan Penerbangan Karena Overseat

oleh Maskapai Lion Air”. Skripsi ini menggunakan penelitian yuridis

normatif empiris dimana penulis menekankan terkait permasalahan

yang sering terjadi dalam penerbangan ialah keterlambatan

penerbangan. Maskapai penerbangan Lion Air harus bertanggung

7
jawab kepada penumpang selaku konsumen sesuai dengan Undang-

Undang Penerbangan dan Peraturan Menteri lainnya yang berkaitan.

2. Ratna Sarah Harahap, 1306200184, Mahasiswi Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan tahun 2017 yang

berjudul “Perbuatan Melawan Hukum Antara Maskapai Penerbangan

Lion Air Dengan Penumpang (Analisis Putusan No.

260/Pdt.G/2014/PN.JKT.PST)”. Skripsi ini menggunakan penelitian

yuridis normatif dimana penulis menekankan terkait perbuatan

melawan hukum menurut perspektif hukum perdata dapat terjadi

apabila dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah

menimbulkan kerugian bagi orang lain.

3. Tary Rahma Pratama, 1113048000005, Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019

berjudul “Perlindungan Konsumen terhadap Jasa Penerbangan atas

Keterlambatan dan Perubahan Jadwal Maskapai Penerbangan (Studi

Putusan No. 309/Pdt.G/2007/PN.Jkt/Pst)”. Skripsi ini menggunakan

normatif empiris dimana penulis menekankan terkait bentuk

implementasi sanksi ketika maskapai penerbangan melakukan

kesalahan yang mengakibatkan kerugian kepada penumpang selaku

penerima jasa dan pertimbangan hakim dalam putusan Nomor

309/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst.

E. Tinjauan Pustaka

8
1. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Dasar hukum PKPU ditemukan di dalam Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU). Awalnya lembaga hukum kepailitan diatur oleh

Fallissementsverordening.10 Selanjutnya peraturan itu diubah dengan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan, yang kemudian

ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Namun ternyata

Undang-Undang tersebut juga belum dapat memenuhi kebutuhan hukum di

masyarakat sehingga menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Selain

diatur dalam Undang-Undang, kepailitan juga diatur di dalam BW atau

Burgerlijk Wetboek secara umum khususnya diatur di dalam Pasal 1131

sampai dengan Pasal 1134 BW.

Selanjutnya pengertian Penundaan Kewajiban Utang (PKPU) diatur di

dalam Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(PKPU). PKPU ialah suatu masa yang diberikan oleh Undang-Undang melalui

putusan hakim pengadilan niaga dimana dalam masa tersebut, kepada pihak

kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara

pembayaran hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau

sebagian dari hutangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi

10
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, 2004, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, hlm. 12

9
hutangnya tersebut. PKPU ini sangat berkaitan erat dengan ketidakmampuan

membayar atau insolvensi debitor terhadap hutang-hutangnya kepada pihak

kreditor.11

Maksud dan tujuan PKPU ini adalah sesuai dengan yang tercantum

pada ketentuan Pasal 222 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 yang meliputi;

(2) debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan
dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran
utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang
meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada
kreditor.
(3) kreditor yang memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih,
dapat memohon kepada debitor agar diberi penundaan kewajiban
pembayaran utang untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh
utang kepada kreditornya.

Sedangkan tujuan PKPU itu sendiri ialah untuk memungkinkan

seorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran

pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.12

Pengadilan niaga merupakan pengadilan khusus yang dibentuk

dilingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan

memberi putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban

pembayaran utang.13 Dasar dibentuknya pengadilan niaga ini mulanya

disebabkan oleh pengaruh gejolak moneter yang terjadi di beberapa


11
Munir Fuady, Hukum Pailit, 2002, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm.177
12
Wulan Wiryanthari Dewi, Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Terhadap Status Sita dan Eksekusi Jaminan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004, Skrispi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Hlm. 2
13
https://www.pn-makassar.go.id/website/index.php/tentang-kami/profil-pengadilan-
negeri-makassar/664-pengadilan-negeri-makassar diakses pada tgl 2 Maret 2023

10
Negara Asia termasuk di Negara Indonesia sendiri. Pengadilan niaga ini

ada sejak tahun 1997, sehingga pada waktu itu Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1998 menambah pengaturan tentang pengadilan niaga.14 Akan

tetapi pada UU Kepailitan dan PKPU saat ini tidak mengatur pengadilan

niaga secara tersendiri melainkan diatur dalam BAB V tentang Ketentuan

Lain-Lain yang diatur mulai Pasal 299 sampai dengan Pasal 303. Tugas

dan wewenang pengadilan niaga diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU

(UU Nomorper 37 Tahun 2004) tersebut diatur dalam Pasal 303 yang

meliputi;

a. Memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit.

b. Memeriksa dan memutus permohonan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU).

c. Memeriksa perkara lain dibidang perniagaan yang penetapannya

ditetapkan oleh Undang-Undang.

2. Perusahaan Penerbangan

Pengertian penerbangan berasal dari bahasa Belanda yaitu

“maatschappij” yang berarti “perusahaan”, penerbangan juga memiliki arti

satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat

udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan

keamanan lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum

lainnya.15 Menurut R. S Damardjati maskapai penerbangan adalah perusahaan

14
Zico Fernando, 2011, Tinjauan Yuridis Terhadap Permohonan Actio Pauliana Ditinjau
Dari Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Tesis, Megister
Hukum Universitas Indonesia, Hlm. 37
15
https://id.scribd.com/document/447223731/1116051208-3-bob-BAB-II# (diakses pada
tanggal 13 Mei 2023 pukul 19.00)

11
milik swasta atau pemerintah yang khusus dalam menyelenggarakan

pelayanan angkutan udara untuk penumpang umum baik yang memiliki

jadwal maupun tidak berjadwal.16 Penerbangan yang memiliki jadwal

menempuh rute penerbangan berdasarkan jadwal waktu, kota tujuan maupun

kota-kota persinggahan tetap. Sedangkan penerbangan yang tidak memiliki

jadwal yaitu sebaliknya dengan waktu, rute, maupun kota-kota tujuan dan

tempat persinggahan bergantung kepada kebutuhan dan permintaan dari pihak

penyewa.17

Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009

tentang penerbangan Pasal 1 ayat (25), pengangkutan udara yaitu badan usaha

angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga yang

melakukan kegiatan angkutan udara niaga ini berdasarkan ketentuan dalam

Undang-Undang ini dan badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga

yang membuat kontrak dalam perjanjian angkutan udara niaga”18

Ada beberapa hal yang menyebabkan tertundanya penerbangan yaitu

sebagai berikut;

1. Kerusakan sistem, yaitu keadaan penundaan penerbangan yang

dikarenakan oleh kerusakan sistem check in. Kerusakan seperti ini yang

menyebabkan proses check in harus dilakukan secara manual dan

membutuhkan waktu yang lebih lama.

16
Ridho Akbar, Skripsi: Pengaruh Penerapan Expreriential Marketing Terhadap Loyalitas
Konsumen Maskapai Garuda Indonesia di Malang, (Malang: Univeristas Brawijaya), hlm. 9
17
https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/6871/KRISMAN%20DAVID
%20WARUWU.pdf?sequence=1&isAllowed=y (diakses pada tanggal 14 Mei 2023 pukul 08.09)
18
Undang-Undang No. 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan

12
2. Kendala operasional, yaitu kerusakan pada pesawat yang mengakibatkan

ditundanya penerbangan. Jika maskapai mempunyai pesawat pengganti

maka penundaan akan terselesaikan dan tidak mempengaruhi penerbangan

lainnya.

3. Kondisi khusus, yaitu kondisi yang telah terjadi pada bandara tujuan

dalam status keamanan tingkat tinggi, yang biasanya harus steril karena

digunakan untuk penerbangan VIP.

4. Kelakuan penumpang, yaitu kelakuan yang dapat menyebabkan

tertundanya penerbangan oleh penumpang misalnya seperti tidak datang

tepat waktu diruang tunggu, tetap menggunakan pesawat telephone saat

pesawat take off.

5. Keadaan alam, yaitu keadaan ini tidak memungkinkan pesawat untuk

melakukan penerbangan karena cuaca buruk karena hal tersebut

menyangkut faktor keselamatan penerbangan.19

1) Akibat Tertundanya Penerbangan

Mengenai kewajiban pengangkut kepada penumpang akibat akibat

keterlambatan (delay) dan diatur dalam Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 dan Pasal 2 huruf (e) permenhub RI Nomor 77 tahun 2011, yang

menyatakan dalam Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 bahwa

penerbangan mengatur pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang

dialami karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo,

kecuali pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut

19
Widarto, T Bambang, op. cit. hlm. 214

13
disebabkan oleh faktor cuaca dan alasan operasional.20 Ketentuan pasal yang

ada di atas dapat disimpulkan bahwa pengangkut penumpang, bagasi atau

barang, kecuali kalau ada persetujuan lain dari perusahaan penerbangan.

Bentuk tanggung jawab yang dilakukan maskapai penerbangan

tersebut dengan ganti kerugian kepada setiap penumpang dalam bentuk yang

sama dengan sejumlah nominal yang sebagai bentuk tanggung jawab atas

terjadinya keterlambatan penerbangan yang telah dijadwalkan sebelumnya. 21

Yang telah diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77

Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang

berbunyi sebagai berikut;

1. Keterlambatan lebih dari 4 jam diberikan ganti rugi sebesar Rp.

300.000,00/penumpang

2. Diberikan ganti rugi sebesar 50% apabila pengangkut menawarkan tempat

tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini ialah penelitian normatif yaitu penelitian ini mengkaji

kaidah-kaidah atau asas-asas hukum, dalam arti hukum dikonsepkan

sebagai norma atau kaidah yang bersumber dari peraturan menteri

perhubungan, putusan pengadilan, maupun doktrin dari pakar hukum

terkemuka.

20
Wiradipraja, E. Saefullah, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan
Udara Internasional dan Nasional, 2014, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 105
21
Bagus Yoga Pratama, Made Nurmawati, Perlindungan Hukum terhadap Penumpang
atas Keterlambatan (Delay) Dan Pembatanlan (Cancel) Penerbangan, Jurnal Hukum Udayana, 4
Juli 2016, hlm. 5

14
2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis

normatif berupa pendekatan perundang-undangan, merupakan pendekatan

yang dilakukan dengan cara menganalisa aturan dan regulasi yang

berkaitan dengan isu hukum tersebut, pendekatan kasus merupakan

pendekatan yang biasanya digunakan mengenai kasus-kasus yang telah

mendapat putusan, dan pendekatan konsep merupakan pendekatan yang

beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang didalam ilmu

hukum yang berkaitan dengan gugatan pailit terhadap maskapai.

3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini ialah mengenai penolakan gugatan maskapai PT. Lion

Mentari Airlines mengenai penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Nomor 343/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst dan Nomor

265/Pdt.Sus-PKPU/2020.

4. Sumber Data Penelitian

Sumber data atau sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian

ini ada 3 (tiga) yaitu sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tersier :

a. Bahan hukum primer yang terdiri dari:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan

2) Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

15
3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

4) Nomor 343/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst

5) Nomor 265/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN. Niaga Jkt. Pst

b. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari :

1) Buku, makalah, maupun jurnal hukum yang ada kaitannya

dengan masalah yang dikaji

2) Hasil-hasil penelitian tentang gugatan pailit terhadap

perusahaan PT Lion Mentari Airlines

3) Data online

c. Bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia

5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan studi

kepustakaan, yaitu mengumpulkan data dari literatur, buku-buku Hukum

Kepailitan dan Penerbangan, dokumen-dokumen, peraturan perundang-

undangan dan peraturan menteri perhubungan Republik Indonesia yakni

Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Peraturan Menteri Perhubungan

Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2015 tentang penanganan

keterlambatan penerbangan serta data-data lainnya yang terkait dengan

objek penelitian baik berasal dari bahan hukum primer, bahan sekunder,

dan bahan hukum tersier.

6. Analisis Data

16
Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

metode analisis data kualitatif dimana mengolah data yang bersifat narasi

atau teks.

G. Kerangka Skripsi

Kerangka skripsi ini dilakukan dengan sistematika penulisan yang

terdiri empat bab. BAB I memuat latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,

sistematika penulisan. BAB II berisi tinjauan umum yang memuat dan

membahas penjelasan tentang teori-teori hukum penundaan kewajiban

pembayaran utang yang digunakan penulis dalam meneliti yang bersumber

dari peraturan perundang-undangan dan penetapan pengadilan. BAB III

memuat hasil analisis penelitian dan pembahasan dari penerapan pendekatan

gugatan pailit maskapai PT Lion Mentari Airlines. BAB IV penutup yang

memuat kesimpulan dan saran sesuai dengan rumusan masalah.

17
Daftar Pustaka

18

Anda mungkin juga menyukai