19/I/Puslit/Oktober/2018
REFORMA AGRARIA
MELALUI PERPRES NOMOR 86 TAHUN 2018
1 Sulasi Rongiyati
Abstrak
Pemerintah menepati janjinya untuk melaksanakan agenda Reforma Agraria
dengan mengundangkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang
Reforma Agraria (Perpres Reforma Agraria). Perpres tersebut merupakan
komitmen pemerintah untuk melakukan penataan aset dan akses agraria yang telah
diamanatkan dalam TAP MPR NO. IX/MPR/2001 dan Undang-Undang Pokok
Agraria. Melalui analisis terhadap urgensi dan pengaturan Reforma Agraria dalam
Reforma Agraria dapat disimpulkan bahwa Reforma Agraria dibutuhkan untuk
menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta
penanganan sengketa dan konflik agraria sebagai instrumen untuk mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan rakyat. Namun, substansi Perpres Reforma Agraria lebih
menekankan pada aspek penataan aset dan akses pertanahan dengan melakukan
reditribusi tanah, legalisasi tanah, dan pemberdayaan masyarakat dibandingkan
aspek penanganan sengketa dan konflik agraria sebagai sumber ketimpangan
kepemilikan tanah. DPR RI perlu mengawal pelaksanaan Reforma Agraria agar
sesuai dengan tujuannya. Minimnya pengaturan penanganan sengketa dan konflik
juga perlu disikapi oleh DPR RI dan pemerintah dengan mengaturnya secara tegas
dalam UU Pertanahan.
Sulasi Rongiyati
sulasi.rongiyati@dpr.go.id
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.
Pusat Penelitian BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL
Badan Keahlian DPR RI
Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. X, No. 19/I/Puslit/Oktober/2018
UPAYA PERDAMAIAN
DI SEMENANJUNG KOREA
Sita Hidriyah
7
Abstrak
Presiden Korea Selatan Moon Jae-In dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un
kembali mengadakan pertemuan di Pyongyang pada bulan September 2018.
Pertemuan menghasilkan Deklarasi Pyongyang yang memuat sejumlah kesepakatan
dalam kerangka proses perdamaian di Semenanjung Korea. Memperhatikan hasil
pertemuan Pyongyang, masyarakat internasional berharap bahwa kesepakatan yang
dicapai tersebut dapat diimplementasikan, sehingga mengurangi keraguan akan
terwujudnya perdamaian di Semenanjung Korea. Dalam isu denuklirisasi misalnya,
Korea Utara harus memperlihatkan bahwa hal tersebut akan dilaksanakan secara
sungguh-sungguh dan dalam kerangka menuju kesepakatan perdamaian secara
permanen dengan Korea Selatan. Perkembangan situasi di Semenanjung Korea
yang semakin kondusif telah memperkuat ruang dialog dan kerja sama antar-kedua
Korea untuk mewujudkan perdamaian di Semenanjung Korea. Negara-negara di
kawasan, termasuk Indonesia, harus turut mengawal upaya perdamaian ini. Upaya
perdamaian di Semenanjung Korea tersebut menjadi fokus kajian singkat ini.
Sita Hidriyah
sita.hidriyah@dpr.go.id
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.
Pusat Penelitian BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL
Badan Keahlian DPR RI
Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. X, No. 19/I/Puslit/Oktober/2018
PENANGANAN KHUSUS
PENGUNGSI PEREMPUAN PADA MASA
TANGGAP DARURAT BENCANA SULTENG
13
Dina Martiany
Abstrak
Belum lama ini terjadi bencana gempa-tsunami di Sulawesi Tengah. Terjadinya
bencana alam memiliki dampak berbeda terhadap perempuan dan laki-laki,
sebagaimana dinyatakan dalam UN World Conference on Disaster Risk
Reduction (DRR) di Sendai Jepang pada tahun 2015. Tulisan ini membahas
pentingnya penanganan khusus bagi pengungsi perempuan korban bencana
pada masa tanggap darurat, khususnya pada bencana Sulteng. Hal ini menjadi
sangat penting untuk dilakukan karena perempuan termasuk dalam kelompok
rentan dan membutuhkan penanganan khusus pada saat tanggap darurat.
Penanganan khusus pengungsi perempuan mencakup pemenuhan kebutuhan
spesifik, layanan khusus, dan kondisi penggungsian yang aman serta terpisah
dari laki-laki. Dalam penanganan bencana di Sulteng, Presiden Jokowi dan
jajaran menterinya telah menekankan pentingnya hal tersebut. Pengaturan
mengenai penanggulangan bencana responsif gender terdapat dalam Perka
BNPB No. 13 Tahun 2014, namun demikian masih perlu diperkuat dalam revisi
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
yang akan dilakukan oleh Komisi VIII DPR-RI.
Dina Martiany
dina.martiany@dpr.go.id
Dina Martiany, S.H., M.Si adalah peneliti madya pada Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR-RI, dengan kepakaran Studi Khusus Gender. Lahir di Bandar Lampung, 16 Maret
1982; Dina menempuh pendidikan S-1 Hukum Ekonomi di Universitas Lampung dan
S-2 Kajian Gender di Universitas Indonesia. Beberapa tulisan ilmiah hasil karya Dina
yang telah diterbitkan, antara lain: “Kesetaraan Gender dalam Pembangunan Inklusif
Disabilitas”, dalam buku: ”Pemenuhan dan Pelindungan Hak-Hak Penyandang
Disabilitas” (2014); “Perempuan dalam Konflik Berbasis Agama dan Diskriminasi
Terhadap Penghayat Kepercayaan”, dalam buku: “Perlindungan Terhadap Umat
Beragama: Toleransi Dalam Masyarakat Majemuk” (2016); dan “Memahami Kompleksitas
Kekerasan Seksual”, dalam buku: “Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Berbagai
Perspektif” (2017).
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.
Pusat Penelitian BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Badan Keahlian DPR RI
Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. X, No. 19/I/Puslit/Oktober/2018
Abstrak
Proses divestasi 51 persen saham PT. Freeport Indonesia (PFI) sudah mendekati final,
ditandai dengan penandatanganan kesepakatan jual beli saham antara Pemerintah
Indonesia dengan Freeport McMoran Inc. Dengan finalnya proses divestasi, maka
mayoritas saham PFI akan dimiliki pemerintah melalui PT. Inalum (Persero). Dua
hal utama yang menjadi permasalahan pasca-divestasi adalah perubahan skema
perjanjian dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK) serta kewajiban pembangunan smelter. Tulisan ini bertujuan untuk
memberikan alternatif kebijakan pasca-divestasi saham PFI terkait dua hal tersebut.
Dalam hal perubahan skema perjanjian, maka pemerintah harus merumuskan
kebijakan perpajakan yang dapat mengakomodasi kepentingan penerimaan negara,
potensi deviden perusahaan, dan kepentingan investasi dalam jangka panjang.
Sementara itu pembangunan smelter harus menekankan pendekatan kawasan
industri agar memberikan manfaat maksimal bagi pelaku usaha dan masyarakat.
DPR RI melalui fungsi pengawasan berperan penting agar divestasi saham PFI
dapat memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional.
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.
Pusat Penelitian BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
Badan Keahlian DPR RI
Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. X, No. 19/I/Puslit/Oktober/2018
Aryojati Ardipandanto
aryojati.ardipandanto@dpr.go.id
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.
PANDUAN PENULISAN INFO SINGKAT 2018
1. Artikel yang dimuat dalam Info Singkat merupakan hasil analisis terhadap
masalah aktual dan strategis, serta dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Anggota DPR RI di bidang legislasi,
anggaran, dan pengawasan.
2. Naskah dikirimkan kepada Redaksi pada Kamis minggu pertama dan Kamis minggu
ketiga paling lambat pada pukul 13.00 WIB.
3. Naskah ditulis dengan huruf Arial ukuran 12, spasi 1½, dicetak pada kertas A4
dengan margin atas 2,54 cm; bawah 2,54 cm; kiri 3,17 cm; dan kanan 3,17 cm.
4. Jumlah halaman naskah minimal 6,5 halaman dan maksimal 7 halaman. Jika terdapat
data pendukung (tabel, diagram, gambar, dan grafik) dalam naskah maka jumlah
halaman naskah minimal 6 halaman dan maksimal 6,5 halaman.
5. Artikel ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
6. Judul ditulis dengan huruf kapital.
7. Mencantumkan nama penulis, jabatan, bidang kepakaran, dan alamat e-mail pada
halaman pertama.
8. Sistematika penulisan: Judul, Nama Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Isi (informasi/
isu aktual, data, analisis, alternatif kebijakan), Penutup (Simpulan dan/atau
Rekomendasi), dan Referensi.
9. Abstrak ditulis di bawah judul dan nama penulis dengan huruf Arial ukuran 11,
spasi 1, sebanyak 100 - 150 kata.
10. Sumber kutipan dari buku ditulis dalam bentuk catatan perut.
Contoh: (Harefa, 2016: 23)
11. Kutipan dari sumber lain seperti peraturan perundang-undangan, jurnal, makalah,
surat kabar, situs internet, dan lain-lain ditulis pada bagian Referensi.
12. Penulisan referensi diurutkan sesuai urutan abjad dengan tata cara seperti contoh
berikut: