Anda di halaman 1dari 27

WRAP UP SKENARIO 2

BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK


“PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER”

KELOMPOK B-10
Ketua : Muhammad Dayu Wardana 1102014166
Sekertaris : Mutiara Permata Sari 1102015151
Anggota : Sendri Segadi 1102014242
Minchatul Maula 1102015135
Siti Rodhia Darwin 1102015228
Nur Intan Hasanah Assagaf 1102015172
Tesce Yuliaski Nandra 1102015237

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2015/2016
DAFTAR ISI

Skenario ..................................................................................................................................2
Identifikasi Kata Sulit .............................................................................................................3
Pertanyaan ...............................................................................................................................3
Jawaban ...................................................................................................................................3
Hipotesis .................................................................................................................................3
Sasaran Belajar........................................................................................................................4
LO.1 Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati ................................................................5
1.1 Definisi ......................................................................................................................5
1.2 Epidemiologi .............................................................................................................5
1.3 Etiologi ......................................................................................................................5
1.4 Klasifikasi ..................................................................................................................8
1.5 Patofisiologi...............................................................................................................9
1.6 Manifestasi Klinis....................................................................................................10
1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding....................... ....................................................12
1.8 Tatalaksana ..............................................................................................................21
1.9 Komplikasi ..............................................................................................................24
1.10 Pencegahan ............................................................................................................25
1.11 Prognosis ...............................................................................................................25
Daftar Pustaka .......................................................................................................................26

1
Skenario
PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan terdapat


benjolan pada leher kanan sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan dirasakan semakin lama
bertambah besar. Keluhan disertai dengan demam terutama malam hari, berat badan
menurun, dan nyeri pada benjolan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan kelenjar getah bening di regio colli
dextra, satu buah, konsistensi sedikit keras, ukuran 3x3 cm, tidak ada tanda inflamasi dan
nyeri tekan. Ditemukan juga pembengkakan kelenjar getah bening di kedua inguinal masing-
masing satu buah, ukuran 1x1 cm, konsistensi sedikit keras, tidak ada tanda inflamasi dan
nyeri tekan.
Dokter meminta pasien untuk melakukan biopsi kelenjar getah bening untuk
menegakkan diagnosis dan pasien menyetujuinya.

2
Kata Sulit
1. Regio colli dextra: daerah leher bagian kanan; bagian diantara kepala dan dada batas
cranial: dagu, Margo inferior mandibulae, Angulus mandibulae, Processus mastoideus
os. Temporale, Linea nuchae superior, Protuberantia occipitalis externa.
2. Biopsi: pengambilan sampel kecil dari jaringan tubuh yang masih hidup dilakukan
untuk menegakkan diagnosis.
3. Inguinal: daerah pangkal paha
4. Kelenjar getah bening: bagian dan sistem pertahanan tubuh yang berfungsi mengenal
dan melawan infeksi atau benda asing.
5. Konsistensi: kepadatan jaringan yang menyusun bagian tubuh

Pertanyaan
1. Apakah yang menyebabkan pasien mengalami pembengkakan kelenjar getah bening?
2. Mengapa demam terjadi saat malam hari?
3. Mengapa didapatkan berat badan menurun pada pasien?
4. Dimana sajakah kelenjar getah bening berada dalam tubuh?
5. Mengapa tidak ada inflamasi dan ada nyeri tekan pada pasien?
6. Mengapa didapatkan konsistensi benjolan yang keras?
7. Apakah kemungkinan diagnosis kasus ini?
8. Apakah pemeriksaan penunjang lain untuk menegakkan diagnosis?
9. Mengapa pada kasus ini pembengkakan terjadi di region colli dextra dan inguinal?
10. Mengapa didapatkan ukuran benjolan yang berbeda-beda pada pasien?
11. Apakah ada batas maksimal ukuran benjolan?

Jawaban
1. Pembengkakan kelenjar getah bening dapat disebabkan adanya reaksi infeksi,
proliferasi sel limfosit T dan sel limfosit B secara berlebih, reaksi autoimun, dan
tumor.
2. Karena metabolisme tubuh lebih aktif pada malam hari.
3. a. Adanya kompensasi tubuh di dalam pembentukan sel limfosit T d an sel limfosit B
untuk berproliferasi
b. Nafsu makan berkurang karena nyeri telan.
4. Region axilla, region submandibular, region inguinal, region mastoideus, region colli,
region umbilical.
5. a. Tidak inflamasi karena kemungkinan tidak adanya infeksi
b. Terdapat nyeri tekan karena terjadi penekanan syaraf
6. Terakumuluasinya dari sel-sel limfosit.
7. Limfadenitis (akut/kronik) (spesifik/nonspesifik), limfadenopati, mumps,
tuberkulosis, tonsillitis, tumor.
8. Sediaan apus darah tepi, biopsi, radiologi (USG dan X-Ray), kultur.
9. Karena pada nodulus inguinal dan nodulus regio colli dextra lebih kearah permukaan
sehingga pembesaran dapat terlihat.
10. Karena tergantung banyaknya sel yang terdapat pada benjolan tersebut.
11. Tidak ada.

Hipotesis
Adanya infeksi, reaksi autoimun, tumor, dan proliferasi sel T dan sel B secara berlebihan
menyebabkan meningkatnya produksi limfosit. Untuk mengetahui adanya kelainan tersebut
dilakukan pemeriksaan sediaan apus darah tepi, biopsi, hematologi lengkap, radiologi, dan
kultur. Setelah dilakukan pemeriksaan, didapatkan limfadenopati. Secara klinis dapat dilihat
dengan adanya benjolan di regio colli dextra dan region inguinal.
3
Sasaran Belajar
LO.1 Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati
1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
1.3 Etiologi
1.4 Klasifikasi
1.5 Patofisiologi
1.6 Manifestasi Klinis
1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.8 Tatalaksana
1.9 Komplikasi
1.10 Pencegahan
1.11 Prognosis

4
LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Limfadenopati
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening (KGB) dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas
ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula,
iliaka, atau popliteal dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan
ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.
Limfadenopati adalah pembesaran kelenjar limfe dan terjadi sebagai respon terhadap
berbagai infeksi, inflamasi dan proses keganasan. Limfadenopati generalisata adalah
pembesaran dua atau lebih kelompok kelenjar limfe di area yang tidak berdekatan, sedangkan
limfadenopati regional melibatkan hanya satu kelompk kelenjar limfe.
Istilah limfadenopati sering didefinisikan sebagai kelainan dari KGB dalam bentuk
ukuran, jumlah maupun konsistensinya yang disebabkan adanya penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri, adanya infiltrasi sel-sel peradangan
(neutrofil) atau adanya infiltrasi sel-sel ganas.
Secara umum, ukuran KGB yang lebih dari 1 cm dikatakan sebagai KGB abnormal
sedangkan pada anak-anak ukuran yang lebih dari 2 cm baru dikatakan sebagai KGB yang
abnormal. Limfadenitis merupakan peradangan akut atau kronis pada KGB. Limfadenitis
yang akut merupakan reaksi akut terhadap bakteri atau toksin yang dibawa melalui pembuluh
limfa ke KGB regional.

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Limfadenopati

Hanya satu studi memberikan perkiraan berdasarkan populasi terpercaya. Temuan


dari penelitian di Belanda ini mengungkapkan kejadian tahunan 0,6 persen limfadenopati
dijelaskan pada populasi umum. Dari 2.556 pasien dalam studi yang disajikan dengan
limfadenopati dijelaskan ke dokter keluarga mereka, 256 (10 persen) dirujuk ke subspesialis
dan 82 (3,2 persen) diperlukan biopsi, tetapi hanya 29 (1,1 persen) memiliki keganasan.
Prevalensi rendah ini keganasan didukung oleh hasil dua kasus seri dari departemen
praktek keluarga di Amerika Serikat, di mana tidak ada 80 pasien dan tiga dari 238 pasien
dengan limfadenopati dijelaskan didiagnosis dengan keganasan. Sebaliknya, prevalensi
keganasan di getah bening biopsi nodus dilakukan di pusat-pusat rujukan adalah 40 sampai
60 persen. Dalam pengaturan perawatan primer, pasien 40 tahun dan lebih tua dengan
limfadenopati dijelaskan memiliki sekitar risiko 4 persen dari kanker risiko 0,4 persen pada
pasien yang lebih muda dari usia 40.

LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Limfadenopati


1. Peningkatan jumlah limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.
2. Infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.
3. Proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag.
4. Infiltrasi kelenjar oleh sel ganas metastatik.
5. Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam penyakit
cadangan lipid.
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan-keadaan tersebut
dapat diingat dengan mnemonik MIAMI:
1. Malignancies (keganasan)
2. Infections (infeksi)
3. Autoimmune disorders (kelainan autoimun)
4. Miscellaneous and unusual conditions (lain-laindan kondisi tak-lazim)
5. Iatrogenic causes (sebab-sebab iatrogenik)
5
a. Infeksi
Ada berbagai infeksi yang menyebabkan limfadenopati generalisata, lokalisata
dan limfadenitis. Infeksi limfadenopati generalisata sering disebabkan oleh virus,
bakteri, jamur dan protozoa. Infeksi yang menyebabkan limfadenopati lokalisata
maupun limfadenitis dapat berasal bukan dari penyakit menular seksual, dapat juga
berasal dari penyakit menular seksual (limfadenopti inguinal primer) serta sindrom
limfokutaneus.
Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum dari
limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat
menginfeksi kelenjar getah bening. Streptokokus dan bakteri penyebab adalah pagar
staphylococcal limfadenitis umum, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan
TBC juga dapat menginfeksi kelenjar getah bening.
Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk
mononucleosis, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan brucellosis. Gejala awal
limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan
jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi.
Kehilangan nafsu makan, vehicles keringat, nadi cepat, dan kelemahan. Berikut
adalah contoh berbagai infeksi yang menyebabkan limfadenopati:
1. Penyakit Kawasaki (KD), juga dikenal sebagai sindrom Kawasaki, sindrom node
getah bening dan sindrom kelenjar getah bening mukokutan, adalah sebuah
autoimun penyakit yang bermanifestasi sebagai suatu-sistemik vaskulitis nekrosis
dan sangat terlihat pada anak di bawah usia lima tahun.
2. Epstein-Barr virus (EBV) adalah anggota dari keluarga herpesvirus dan salah satu
virus manusia yang paling umum. EBV juga menetapkan infeksi aktif seumur
hidup dalam beberapa sel dari sistem kekebalan tubuh. Sebuah peristiwa akhir
dalam pembawa sangat sedikit dari virus ini adalah munculnya limfoma Burkitt
dan karsinoma nasofaring, dua kanker langka yang tidak biasanya ditemukan di
Amerika Serikat.
3. Penyakit Serum adalah reaksi terhadap protein dalam anti serum yang berasal dari
sumber hewan. Serum ini umumnya diberikan untuk mencegah atau mengobati
infeksi atau envenomation. Ketika antiserum diberikan, tubuh menghasilkan
antibodi, yang dikombinasikan dengan protein-protein untuk membentuk
kompleks imun. Kompleks ini dapat menyebabkan reaksi yang lebih.
4. Tripanosomiasis atau Penyakit Tidur di afrika disebabkan oleh parasit protozoa
berflagela yang tergolong ke dalam kompleks Trypanosoma brucei yang
ditularkan kepada manusia melalui lalat tsetse.
5. Tularemia adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Francisella
tularensis. Penyakit ini didapat setelah bersentuhan dengan binatang dan unggas
itu, oleh memakan daging yang tidak dimasak benar-benar dan dari gigitan kutu
binatang atau serangga penghisap darah lain. Kelinci ialah binatang sumber
penyakit ini yang paling umum.
Infeksi Virus
Infeksi HIV paling sering menyebabkan limfdenopati servikaslis yang
merupakan salah satu gejala umum dari infeksi primer HIV. Infeksi primer atau akut
adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada beberapa hari atau minggu
setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam dan sakit kepala dan sering kali
penyakit ini dianggap flu.

6
Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar dari darah.
Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan menggandakan diri
dalam sel di KGB, diperkirakan hanya sekitar 2% virus HIV berada dalam darah.
Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk limfa, lapisan usus dan otak.
Pada penderita HIV positif, aspirat KGB dapat menggandung immunoblas
yang sangat banyak. Pada beberapa kasus juga terdapat sel-sel imatur yang banyak.
Pada fase deplesi, pada aspirat sedikit dijumpai sel folikel, immunoblas, dan trigle
body macrophage, tetapi banyak dijumpai sel-sel plasma.
Limfadenopati generalisata yang persisten (persisten generalized
lymphadenophaty/PGL) adalah limfadenopati pada lebih dari dua tempat KGB yang
berjauhan, simestris dan bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang
timbul pada lebih dari 50% orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan PGL ini sering
disebabkan oleh HIV-nya itu sendiri.
PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan jumlah
CD4 di atas 500, dan sering hilang bila kadar CD4 menurun hingga kadar CD4 200.
Kurang lebih 30% orang dengan PGL juga spenomegali.
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah sebagai berikut:
1. Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening
2. Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1 cm dalam
setiap kelompok
3. Berlangsung lebih dari satu bulan
4. Tidak ada infeksi lain menyebabkannya
Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan
kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di
ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk di inguinal. Biasanya kulit pada kelenjar
yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah. Kelenjar yang bengkak
kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudah ditemukan dengan cara menyentuhnya.
Biasanya kelenjar ini berukuran sebesar kacang polong sampai sebesar buah anggur.

b. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma, dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma
membutuhkan tidakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan
menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi. Aspirat
Limfoma non-Hodgkin berupa populasi sel yang menoton dengan ukuran sel yang
hampir sama. Biasanya tersebar dan tidak berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya
tanda klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma,
eosinofil dan histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau
multinucleated dengan sitoplasma yang banyak dan pucat.

7
c. Penyakit Lainnya
Salah satu yang gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit Kawasaki,
penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat-scratch, penyakit
Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis, dan Sisestemic lupus erithematosus
(SLE).
Penyakit Kawasaki, disebut juga sindrom kelenjar getah bening
mukokutaneus, merupakan vaskulitis yang paling sering didapatkan pada anak.
Etiologinya tidak diketahui. Biasanya bersifat swasirna (self-limiting) dengan
manifestasi inflamasi lain yang berlangsung kurang lebih 12 hari. Dapat terjadi
komplikasi berupa aneurisma arteri koroner, kardiomiopati, gagal jantung, infark
miokard, aritmia, dan oklusi arteri perifer.
Diagnosis ditegakkan bila terdapat demam >5 hari dengan minimal 4 dari 5 gejala
berikut:
1. Injeksi konjungtiva bulbar bilateral
2. Perubahan membran mukosa oral (fisura dan kemerahan pada bibir, faring,
strawberry tongue)
3. Perubahan pada ekstremitas (eritema telapak tangan dan kaki, edema tangan dan
kaki pada fase akut, dan deskuamasi periungual pada fase konvalesen)
4. Ruam polimorfik
5. Limfadenopati servikal (minimal satu kelenjar dengan diameter >1,5 cm).

d. Obat-Obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati
dapat timbul setelah pemakaian obat-obat seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan
lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas,
hidralazine, penicilin.

e. Imunisasi
Juga dilaporkan dapat menyebablan limfadenopati di daerah leher, seperti setelah
imunisasi DPT, polio atau tifoid.
LO.1.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Limfadenopati
Berdasarkan luas limfadenopati:
1. Generalisata: Limfadenopati pada dua atau lebih regio anatomi yang berbeda.
Limfadenopati generalisata yang persisten (PGL) adalah limfadenopati pada beberapa
kelenjar getah bening yang bertahan lama. PGL adalah gejala khusus infeksi HIV yang
timbul pada lebih dari 50% Odha dan sering disebabkan oleh infeksi HIV sendiri.
Batasan limfadenopati pada infeksi HIV adalah:
a) Melibatkan sedikitnya dua kelompok kelenjar getah bening,
b) Sedikitnya dua kelenjar yang simetris berdiameter lebih dari 1cm dalam setiap kelompok,
c) Berlangsung lebih dari satu bulan & Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya
d) Pembengkakan kelenjar getah bening ini bersifat tidak sakit, simetris (kiri-kanan sama),
dan kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang bawah, di
ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk kunci paha.
e) Biasanya kulit pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah.
Limfadenopati generalisata sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun,
dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak
adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh leukemia,
limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut.
8
2. Lokalisata: Limfadenopati pada satu regio.
a. Limfadenopati kepala dan leher
b. Limfadenopati aksila, epitrochlear
c. Limfadenopati inguinal

Berdasarkan tempat limfadenopati:


a) Limfadenopati epitroklear
Selalu patologis. Penyebabnya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma,
sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.

b) Limfadenopati aksila
Sebagian besar disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma
payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat
teraba sebelum ditemukannya tumor primer.

c) Limfadenopati supraklavikula
Mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan. Limfadenopati supraklavikula kanan
berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung,
kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).

d) Limfadenopati inguinal
Sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal, terutama yang bekerja tanpa
alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering
limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh keganasan.
Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai
limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan pada 58% penderita karsinoma
penis atau uretra.

e) Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun,
dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak
adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh leukemia,
limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenopati sumber keganasan
primer yang mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi
leher.

LO.1.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Limfadenopati

Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular
darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan,
dan limfe yang terbentuk dibawa ke sentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali ke
darah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran
limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan
pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada
venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk
kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran
limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah
dengan cara yang sama.
Bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan karena
cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan
sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa
9
oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh.
Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering
dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh
cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh
cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah.

LO.1.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Limfadenopati

Pada anak-anak, itu adalah normal untuk dapat merasakan beberapa kelenjar getah
bening kecil, benjolan bergerak di bawah kulit. Jika nodus mendapatkan lebih besar dari
biasanya, anak mungkin memiliki infeksi atau masalah lainnya. Gejala yang paling
umum termasuk:
1. Benjolan di bawah rahang, menuruni sisi atau belakang leher, atau di ketiak,
selangkangan, dada, atau perut
2. Rasa sakit atau nyeri di daerah
3. Kemerahan atau kehangatan di daerah
4. Tergantung pada penyebabnya, gejala lain mungkin termasuk:
5. Demam
6. Gejala pernapasan seperti radang tenggorokan, kemacetan, dan batuk
7. Nafsu makan yang buruk
8. Pegal-pegal
9. Sakit kepala
10. Kelelahan
Tanda-tanda penyerta (sign):
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik
merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput pada
dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh
bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi
epstein barr virus.
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak.
Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan penekanan),
memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada
leukemia.

10
Penyebab Karakteristik Diagnostik
• Keganasan
Demam, keringat malam,Biopsi kelenjar
- Limfoma
penurunan
berat badan, asimptomatik

Memar, splenomegali Pemeriksaan hematologi, aspirasi


- Leukemia
sumsum tulang

Lesi kulit karakteristik Biopsi lesi


- Neoplasma kulit
Lesi kulit karakteristik Biopsi lesi
- Sarkoma Kaposi
Bervariasi tergantungBiopsi
- Metastasis
tumonyermer

• Infeksi Demam, menggigil, malaise Kultur darah, serologi


- Bruselosis
Demam, menggigil, atauDiagnosis klinis, biopsi
- Cat-scratch disease asimptomatik

Hepatitis, pneumonitis,Antibodi CMV, PCR


- CMV asimptomatik,
infl uenza-like illness

Nyeri, promiskuitas seksual HIV RNA


- HIV, infeksi primer
Demam, malaise, splenomegali Diagnosis klinis, titer MIF
- Limfogranuloma
venereum
Demam, eksudat orofaringeal Pemeriksaan hematologi,
- Mononukleosis Monospot,
serologi EBV
Ruam karakteristik, demam
- Faringitis Kultur tenggorokan
Demam, keringat malam,
- Rubela hemoptisis, Serologi
riwayat kontak

Demam, ulkus pada tempat


- Tuberkulosis gigitan PPD, kultur sputum, foto toraks

- Tularemia Demam, konstipasi, diare, sakitKultur darah, serologi


kepala, nyeri perut, rose spot

Ruam, ulkus tanpa nyeri


- Demam tifoid Kultur darah, kultur sumsum tulang
Demam, mual, muntah, diare,
- Sifilis ikterus Rapid plasma reagin

11
Artritis, nefritis, anemia, ruam, Serologi hepatitis, uji fungsi hati
- Hepatitis virus penurunan berat badan

Artitis simetris, kaku pada pagiKlinis, ANA,ds DNA, LED,


• Autoimun hari, demam hematologi
- Lupus eritematosus
Perubahan kulit, kelemahan ototKlinis, radiologi, faktor reumatoid,
sistemik
Proksimal LED,Hematologi
- Artritis reumatoid
Keratokonjungtivitis, gangguanEMG, kreatin kinase serum, biopsi
ginjal, vaskulitis otot
- Dermatomiositis
Demam, konjungtivitis,Uji Schimmer, biopsi bibir, LED,
strawberry Hematologi
- Sindrom Sjogren Tongue

Kriteria klinis
• Lain-lain/kondisi tak-Perubahan kulit, dispnea,
lazim adenopati
- Penyakit Kawasaki Hilar ACE serum, foto toraks, biopsi
paru/
Demam, urtikaria, fatigue kelenjar hilus
- Sarkoidosis
Klinis, kadar komplemen
• Iatrogenik Limfadenopati asimptomatik
Penghentian obat
- Serum sickness

- Obat

LO.1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Limfadenopati


Diagnosis
Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang apabila diperlukan.
Akan diperlihatkan dengan pendekatan diagnostik limfadenopati dengan gambar di bawah
ini.

12
13
a. Anamnesis
Umur penderita dan lamanya limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat seiring
bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan sebagian besar
anak sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal, dan aksila yang teraba.
Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang bersifat
jinak.
Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi karena
limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan pada 79%
penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39% penderita
di atas 50 tahun.
Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih dengan
limfadenopati mempunyai risiko keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40 tahun, risiko
keganasan sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%.2 Limfadenopati yang berlangsung
kurang dari dua minggu atau lebih dari satu tahun tanpa progresivitas ukuran mempunyai
kemungkinan sangat kecil bahwa etiologinya adalah keganasan.
Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh
infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya
pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan
infeksi oleh Mycobacterium, Toksoplasma, Epstein Barr Virus atau Citomegalovirus.
Gejala penyerta
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai limfadenopat
servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis. Demam, keringat malam, dan
penurunan berat badan lebih dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom. Pada
limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I dan 68% penderita
stadium IV. B symptom juga didapatkan pada10% penderita limfoma non-Hodgkin. Gejala
artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat menunjukkan kemungkinan adanya penyakit
autoimun, seperti artritis reumatoid, lupus eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada
limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang, tetapi spesifik untuk
limfoma Hodgkin.
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran
pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarah
kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah
dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum
(serum sickness), ditambah adanya riwayat pemakaian obat-obatan atau produk darah.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil sebelumnya,
mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus, luka lecet pada wajah atau leher atau tanda-
tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi Staphylococcus, dan adanya infeksi gigi dan
gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya
dapat mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.
Riwayat pemakaian obat
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid.
Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin,
emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac. Pembesaran
karena obat umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata).
Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi saluran
napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu mengarahkan
penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-
14
daerah di Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam
hutan dapat terkena Tularemia.
Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati. Pajanan
binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi dan riwayat infeksi
rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan setelah bepergian dan
riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan dengan limfadenopati persisten,
seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus, leishmaniasis, tularemia, bruselosis,
sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat berhubungan
dengan metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan
silikon dan berilium dapat menimbulkan limfadenopati.

Riwayat kontak seksual penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal


dan servikal yang ditransmisikan secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS) mempunyai beberapa kemungkinan penyebab limfadenopati, risiko
keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat pada
kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial
dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga penyebab
limfadenopati.

b. Pemeriksaan Fisik
Karakter dan ukuran kelenjar getah bening
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada
penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan sistem kekebalan tubuh.
Karakteristik dari kelenjar getah bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar
getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri
tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
1. Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.
2. Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
3. Konsistensi: keras seperti batu mengarah kepada keganasan, padat seperti karet
mengarah kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif
mengarah kepada terjadinya abses/pernanahan.
4. Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila
digerakkan, dapat terjadi akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasan.
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan penyebab
keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai
karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Limfadenopati karena
virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas.
Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi karena
infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh perdarahan pada
kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.
Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm, tetapi
beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar getah
bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat laporan bahwa pada 213
penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran kelenjar dibawah 1 cm,
keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38%
penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm.
Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai gambaran
radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan
merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa (tuberkulosis,
15
catscratchdisease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma). Tidak ada ketentuan
pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda kecurigaan keganasan. Ada laporan
bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm dan 1,5 cm merupakan batas ukuran yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya keganasan dan penyakit
granulomatosa
Lokasi limfadenopati
1. Limfadenopati daerah kepala dan leher
Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga
pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi, sedangkan
pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium
atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit
Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati
supraklavikula kemungkinan besar (54%-85%) disebabkan oleh keganasan.
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari,
kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenopati akibat infeksi
Staphylococcus dan Streptococcus. Kelenjar getah bening servikal yang berfluktuasi dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang
signifikan merupakan petunjuk infeksi Mycobacterium, mikobakterium atipikal atau
Bartonella henselae (penyebab cat scratchdisease).
Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok
menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring, tiroid, dan
esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi limfadenitis tuberkulosa yang
paling sering (63-77%kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapatjuga disebabkan oleh
mikobakterium nontuberkulosa.
2. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya meliputi infeksi di
lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.
3. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas atas.
Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan
sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang
bermanifestasi sejak awal atau, apabila bermanifestasi, hanya dikelenjar getah bening aksila.
Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di
ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.
4. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan. Pada
penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko paling tinggi
ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun. Limfadenopati supraklavikula kanan
berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung,
kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).
5. Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal, terutama
yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi merupakan
penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh
keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma dapat
disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan pada 58% penderita
karsinoma penis atau uretra.
6. Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun,
dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak
16
adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh leukemia,
limfoma, atau penyebaran kanker pada stadium lanjut. Limfadenopati generalisata pada
penderita luluh imun (immunocompromised) dan AIDS dapat terjadi karena tahap awal infeksi
HIV, tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi.
Sarkoma Kaposi dapat bermanifestasi sebagai limfadenopati generalisata sebelum timbulnya
lesi kulit.

Kelompok kelenjar getah bening dan daerah drainasenya dapat dilihat pada gambar berikut:

17
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis limfadenopati
servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran
mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya kalsifikasi. USG dapat dikombinasi
dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang
lebih memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
2. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati supraklavikula pada penderita
nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada perbedaan sensitivitas yang signifikan
dengan pemeriksaan menggunakan USG atau CT scan.
3. Biopsi kelenjar
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang paling besar,
paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan nilai diagnostiknya.
Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik paling rendah. Kelenjar getah
bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling tinggi. Meskipun teknik
pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas biopsi
aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya
gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik
yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma dengan hiperplasia reaktif yang jinak.

18
Gambar 6. Gray-scale sonogram metastasis pada KGB. Tampak adanya hypoechoic, round,
tanpa echogenic hilus (tanda panah). Adanya nekrosis koagulasi (tanda kepala panah).

Diagnosis Banding
A. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
Limfoma hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya pada kelenjar limfe dan
limpa. Penyakit ini adalah salah satu jenis kanker yang paling sering dijumpai pada dewasa
muda, terutama pria muda. Penyakit hodgkin merupakan gangguan klonal yang berasal dari
satu sel abnormal. Populasi sel abnormal tampak diturunkan dari sel B atau yang lebih jarang
dari sel T atau monosit. (Corwin, 2009)
Walaupun tumor yang berasal dari sel T juga ditemukan (jarang), sekarang disepakati
bahwa, pada sebagian besar kasus limfoma hodgkin adalah neoplasma sel B pusat
germinativum yang mengalami transformasi. Prognosis setelah radioterapi dan kemoterapi
agresif untuk pasien dengan penyakit ini, termasuk mereka yang mengidap penyakit
diseminata (stadium III dan IV), umumnya sangat baik. (Kumar, 2007)
Gambaran klinis:
1. Pembesaran kelenjar limfe tanpa disertai nyeri, terutama di daerah leher dan di bawah
lengan
2. Dapat timbul demam malam hari dan keringat malam
3. Penurunan berat badan pada stadium penyakit

B. Limfoma Maligna Non-Hodgkin


Limfoma non-hodgkin biasanya terjadi pada individu yang lebih lanjut dan biasanya
ditemukan pada stadium yang lebih lanjut dari limfoma hodgkin. Limfoma non-hodgkin tidak
terbatas pada satu kelompok kelenjar limfe seperti limfoma hodgkin, tetapi lebih menyebar
luas melalui organ limfoid, termasuk kelenjar limfe, hati, limpa, dan sumsum tulang.
Penyebab limfoma non-hodgkin masih belum jelas, tetapi infeksi virus, termasuk
infeksi HIV, tampaknya bertanggung jawab pada beberapa kasus. Secara keseluruhan,
limfoma non-hodgkin memiliki prognosis yang lebih buruk dari limfoma hodgkin. (Corwin,
2009)
Gambaran klinis:
1. Pembesaran kelenjar limfe yang tidak nyeri
2. Splenomegali
3. Dapat timbul komplikasi saluran cerna
4. Demam, keletihan
5. Penurunan berat badan
6. Nyeri punggung dan leher disertai hiper-refleksia
19
C. Limfadenitis Tuberkulosis
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila peradangan terjadi
pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada
kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah
scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377
S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009).
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Basil TB
adalah bakteri aerobik obligat berbentuk batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 μm dan
tidak berspora. M. tuberculosis merupakan bakteri tahan asam dan mudah mengikat pewarna
Ziehl-Neelsen atau karbol fuksin (Kumar, 2004).
Gambaran klinis:
1. Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal maupun
multipel.
2. Benjolan biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat dalam hitungan minggu
sampai bulan, paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di
regio supraklavikular
3. Menunjukkan gejala sistemik seperti demam, penurunan berat badan, fatigue, dan keringat
malam.

D. Limfadenitis Kronik Non Spesifik


Merupakan radang kronis dari kelenjar limfe yang sering terjadi sekunder terhadap suatu
radang menahun ditempat lain. Misalnya radang kronis di tonsil akan berakibat limfadenitis
di kelenjar limfe leher. Limfadenitis kronik nonspesifik itu sendiri dapat terjadi karena:
a. Infeksi virus yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus,
Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus.
b. Infeksi bakteri peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus
betahemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila
berhubungandengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau abses tubo-
ovarian.
c. Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma
jugadapatmenyebabkan limfadenopati.
d. Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah penyakit
Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen, penyakit Cat-
scratch, penyakit Castleman, Rhematoid arthritis dan Sistetmic lupus erithematosus
(SLE).
e. Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat
timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan
lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cephalosporin, emas,
hidralazine, penicillin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac.
Makroskopik
1. Kelenjar limfe membesar
2. Dapat digerakan dari jaringan sekitar
3. Berkapsul
4. Konsistensi keras, terutama jika ada fibrosis
Mikroskopik

20
1. Gambaran jaringan kelenjar limfe dengan sentrum germinativum membesar dan aktif
mengandung limfosit-limfosit muda yang menunjukkan mitosis atau proliferasi sel
retikulum yang sering mengandung kuman atau debris seluler yang telah difagositosis
2. Penambahan sel retikulum dan limfosit dalam sinus disebut sinus catarrh.
3. Fibrosis diantara jaringan limfoid.

4. Kapsul dari nodus limfatikus bisa mengalami periadenitis akan tampak tebal dengan
infiltrasi sel-sel radang kronis.

E. Leukimia Limfoblastik Akut


Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid,
yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA
ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa.
Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah
keganasan pada sel B. Insidennya 1:60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia
< 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun.
Gambaran Klinis
Pada pasien LLA akan terlihat tanda-tanda anemia seperti pucat, lelah, lesu, kemudian
anoreksia, osteoartritis akibat infiltrasi sel leukemi ke sumsum tulang, demam, infeksi akibat
penurunan daya tahan tubuh akibat aktifitas sel limfosit yang tidak normal, perdarahan kulit,
gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, hingga perdarahan otak. Selain itu ditemukan juga
hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, dan massa di mediastinum.

LO.1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Limfadenopati

Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Pengobatan
gejala harus dimulai segera seperti pemberian:
a. Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri
b. Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
c. Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
d. Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
Pengobatan tergantung dari organisme penyebabnya. Untuk infeksi bakteri, biasanya
diberikan antibiotic per-oral (melalui mulut) atau intravena (melalui pembuluh darah). Untuk
membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening yang terkena bisa dikompres hangat.
Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa sakit
akan hilang. Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi terasa lunak
pada perabaan. Pembesaran KGB biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri,
walaupun pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan.
Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10
hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari.
Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan penicillin dapat diberikan cephalexin 25
mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg)
tiga kali sehari.
Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka diberikan obat
anti tuberculosis selama 9-12 bulan. Bila disebabkan mycobacterium selain tuberculosis
maka memerlukan pengangkatan KGB yang terinfeksi atau bila pembedahan tidak
memungkinkan atau tidak maksimal diberikan antibiotic golongan makrolida dan anti-
mycobacterium.
Digolongkan atas dua kelompok:
1. Obat Lini-1
Isoniazid, Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, dan Pirazinamid.
21
2. Obat Lini-2
Fluorokuinolon, Sikloserin, Etionamid, Amikasin, Kanamisin, Kepreomisin.
Penatalaksanaan menurut penyakit:
1. Limfoma Hodgkin (Penyakit Hodgkin)
a. Kemoterapi dengan multiobat
b. Terapi radiasi
c. Transplantasi sumsum tulang
d. Terapi berdasarkan target biologis, seperti penggunaan reseptor spesifik antibodi,
penghambat jalur antiapoptotik, dan induksi sitotoksitas spesifik, dapat ditoleransi
dengan lebih baik oleh pasien dan memiliki komplikasi jangka panjang yang lebih
sedikit.
2. Limfoma Maligna Non-Hodgkin
a. Kemoterapi yang agresif digunakan untuk penyakit tahap lanjut
b. Kemotrapi konservatif mungkin digunakan untuk pertumbuhan limfoma yang lambat
c. Radioterapi
d. Pembedahan untuk mengangkat tumor yang berukuran besar
e. Pada praktik mutakhir, kombinasi obat yang diketahui sebagai CHOP (siklofosfamid,
doksorubisin, vinkristin dan prednison) ditambah radioterapi adjuvant telah digunakan.
Untuk pasien yang berusia kurang dari 61 tahun yang menderita limfoma sel-B luas
yang terlokalisasi, regimen intensif dengan kombinasi obat lainnya. ACVBP
(doksorubisin, siklofosfamid, vindesin, bleomisin, prednison) tampak lebih kuat dari
CHOP.
3. Limfadenitis Tuberkulosis
Terapi non farmakologis adalah dengan pembedahan. Pembedahan tidaklah merupakan
suatu pilihan terapi yang utama, karena pembedahan tidak memberikan keuntungan
tambahan dibandingkan terapi farmakologis biasa. Namun pembedahan dapat
dipertimbangkan seperti prosedur dibawah ini:
a. Biopsy eksisional: Limfadenitis yang disebabkan oleh atypical mycobacteria bisa
mengubah nilai kosmetik dengan bedah eksisi.
b. Aspirasi
c. Insisi dan drainase
Terapi farmakologis
Memiliki prinsip dan regimen obatnya yang sama dengan tuberkulosis paru. Menurut
panduan WHO, regimen pengobatan TB terdiri atas dua fase, yaitu fase awal dan fase
lanjutan. Regimen ini ditulis dengan kode baku sebagai berikut: angka di depan satu fase
menunjukkan jangka waktu pengobatan fase tersebut dalam bulan. Huruf menunjukkan
obat dan angka di belakang/di samping bawah huruf menunjukkan frekuensi pemberian
obat per minggu. Kalau tidak ada angka di belakang/ di samping bawah huruf,
menunjukkan pemberian obat setiap hari/minggu. Di mana huruf R artinya Rifampisin,
huruf H artinya isoniazid, huruf Z artinya pirazinamid dan huruf E artinya Etambutol.
(Gunawan, 2007)
Berdasarkan beberapa pedoman pengobatan TB, terdapat perbedaan pemberian
regimen. Pedoman internasional dan nasional menurut WHO memasukan limfadenitis TB
dalam kategori III dan merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan dengan regimen
2HRZ/4RH atau 2HRZ/4H3R3 atau 2HRZ/6HE. American Thoracic society (ATS)
merekomendasikan pengobatan selama 6 bulan sampai 9 bulan, sedangkan Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB kedalam TB di luar
paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee
and Campbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam regimen
2RHE/7RH.
22
Ada dua kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):
a. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis
berdasarkan sifatnya yaitu:
1. Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah isoniazid atau isonikotinil hidrazid
(INH), rifampisin, pirazinamid dan streptomisin.
2. Bakteriostatik, yaitu etambutol.
b. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs)
Terdiri dari asam paraaminosalisilat (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin dan
kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga lebih toksik, sehingga kurang
dipakai lagi.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip-prinsip yang dipakai adalah menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah
timbulnya kekebalan terhadap OAT.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra) Efek samping berat dapat
berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan
pedoman TB pada keadaan khusus
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah:
a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare
c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah:
a. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu
dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
b. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari
gejala ini terjadi. Rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
c. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata,
air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak
perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman
TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan
kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

23
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan
okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila
dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali
seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi 5. Streptomisin Efek samping utama
adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan
peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.

4. Limfadenitis kronik non spesifik


Penatalaksanaan yang spesifik pada limfadenitis tidak ada. Limfadenitis dapat terjadi
setelah terjadinya infeksi melalui kulit atau infeksi lainnya yang disebabkan oleh bakteri
seperti Streptococcus atau Staphylococcus. Terkadang juga dapat disebabkan oleh infeksi
seperti tuberculosis atau cat scratch disease (Bartonella). Oleh karena itu, untuk mengatasi
limfadenitis adalah dengan mengeliminasi penyebab utama infeksi yang menyebabkan
limfadenitis.
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan ekstremitas yang
bersangkutan dan pemberitan antibiotik, penderita limfadenitis mungkin mengalami
pernanahan sehingga memerlukan insisi dan penyaliran. Limfadenitis spesifik, misalnya
oleh jamur atau tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau biakan untuk menetapkan
diagnosis.
LO.1.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Limfadenopati
a. Mediastenal Adenopathy
Dapat menyebabkan Superior Vena Cava Syndrome :
1. Obstruksi aliran darah
2. Obstruksi Tracheal atau broncheal dan batuk, wheezing, bahkan total obstruksi
saluran pernapasan
3. Dysphagia
b. Metabolic Compensation
1. Nephropathy Uric Acid
2. Hiperkalemia
3. Gagal Ginjal
c. Abdominal Adenopathy
1. Nyeri Punggung
2. Konstipasi
3. Frekuensi Urinari terganggu
4. Obstruksi saluran digestive
d. Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel
mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak
ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu
24
abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.
e. Selulitis (infeksi kulit)
Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di bawah
kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh getah bening
dan aliran darah. Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.
f. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya
namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri).
g. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat /
keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi
perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri.
Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus
menerus sehingga seperti fistula. Fistula merupakan penyakit yang erat hubungannya
dengan immune system / daya tahan tubuh setiap individual.
LO.1.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Limfadenopati

Kehadiran penyakit limfadenopati ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan.
Mengingat penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus, kuman, bakteri dan lainnya.
Memastikan semua makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih dan higenis, menjaga
kebersihan badan dengan rajin membersihkannya memakai sabun secara teratur serta
menjaga kebersihan tempat tinggal adalah beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk
mencegah penyakit ini. Selain itu, melakukan gaya hidup sehat juga dirasa perlu guna
menjaga diri jauh dari penyakit ini.

LO.1.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Limfadenopati

Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik. Dalam
kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam
beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan
menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Penderita dengan
limfadenitis yang tidak diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah
(septikemia) yang kadang-kadang fatal.

25
Daftar Pustaka

 http://www.academia.edu/5481630/TP_limfadenopati_pada_anak (diakses pada


tanggal 10 November 2016, pukul 23.00 WIB)
 http://www.aafp.org/afp/1998/1015/p1313.html (diakses pada tanggal 10
November 2016, pukul 22.59 WIB)
 Williamson HA Jr. Lymphadenopathy in a family practice: a descriptive study of
249 cases. J Fam Pract. 1985;20:449–58.
 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK256/ (diakses pada tanggal 10
November 2016, pukul 22.59 WIB)
 https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?ContentTypeID=90&
ContentID=P02044 (diakses pada tanggal 10 November 2016, pukul 22.59 WIB)
 http://emedicine.medscape.com/article/956340-overview#a6 (diakses pada tanggal
10 November 2016, pukul 22.59 WIB)
 Markum HA. Diagnostik dan Penanggulangan Anemia Defisiensi. Dalam: Naskah
Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUII;
1982, Jakarta: IKA FKUI, 1982. h. 5-13.
 Alwi, I. et al. 2015. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: PANDUAN
PRAKTIS KLINIS. Jakarta: Interna Publishing.
 Bakta, I. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
 Bell A, Sallah S. 2005. Hematopoiesis. In: Diggs, Sturm, Bell, editors. The
morphology of human blood cells. 7thed: Abbott.
 Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Hal. 428.
 Dorland, W.A. Newman. (2011). Kamus Saku Kedokteran Dorland, Ed. 31.
Jakarta: EGC.
 Ganong, W. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22. Jakarta: EGC
 Hoffbrand, A dan Moss, P. 2013. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC
 Price, Sylvia.A dan Wilson, Lorraine.M. 2005. PATOFISIOLOGI Edisi 6.
Jakarta: EG
 Sacher, R. et al. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta:
EGC
 Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem, Ed. 6. Jakarta: EGC
 Syarif, A. et al. (2012). Farmakologi dan Terapi, Ed. 5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI

26

Anda mungkin juga menyukai