Anda di halaman 1dari 21

Publication Manuscript

AN OVERVIEW OF HEALTH BEHAVIORS ON EARLY ADOLESCENT


IN STATE JUNIOR HIGH SCHOOL OF YOGYAKARTA

Naskah Publikasi

GAMBARAN PERILAKU SEHAT (HEALTH BEHAVIORS) PADA REMAJA AWAL


DI SMP NEGERI KOTA YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan


Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Disusun oleh :
ANASTASIA LUBERTA
05/187083/KU/11433

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009
GAMBARAN PERILAKU SEHAT (HEALTH BEHAVIORS) PADA REMAJA
AWAL DI SMP NEGERI KOTA YOGYAKARTA

Anastasia Luberta1, Khudazi Aulawi1, Sutono1

INTISARI

Latar Belakang: Kesehatan merupakan suatu proses disaat seseorang melakukan


pencarian dalam rangka pemeliharaan keseimbangan. Keseimbangan ini meliputi status
fisik, kesejahteraan emosional, hubungan sosial, fungsi intelektual, dan kondisi spiritual.
Pendekatan pemeliharaan kesehatan dapat dilakukan melalui promosi kesehatan, proteksi
kesehatan, dan pencegahan penyakit. Sikap dan perilaku terhadap kesehatan tidak selalu
berdampak secara langsung terhadap status kesehatan sekarang, tetapi memiliki
konsekuensi jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut maka landasan hidup sehat sangat
perlu ditegakkan mulai dari awal kehidupan. Tahun kehidupan remaja merupakan waktu
tepat bagi pembentukan pola kehidupan sehat yang akan mereka bawa sampai dewasa.
Tujuan: Mengetahui gambaran perilaku sehat (health behaviors) pada remaja awal di
SMP Negeri Kota Yogyakarta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Studi cross sectional dilakukan pada 238 remaja awal di SMP Negeri Kota
Yogyakarta pada bulan Juni 2009. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner
perilaku sehat, pengetahuan, sikap, pengaruh keluarga dan pengaruh komunitas. Analisis
data menggunakan teknik statistik deskriptif dan teknik statistik non-parametrik uji
korelasi Spearman Rank.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki perilaku sehat
dalam kategori tinggi yakni sebanyak 50,4%. Hasil uji statistik pengaruh antara sikap,
keluarga, komunitas dengan perilaku promosi kesehatan maupun perilaku proteksi
kesehatan didapatkan nilai signifikansi p<0,05, namun pengaruh antara pengetahuan
dengan perilaku sehat didapatkan nilai signifikansi p>0,05.
Kesimpulan: Lebih dari separuh remaja awal di SMP Negeri Kota Yogyakarta memiliki
perilaku sehat dalam kategori tinggi. Sikap terhadap kesehatan, keluarga dan komunitas
pada remaja awal memiliki pengaruh terhadap perilaku promosi kesehatan maupun
perilaku proteksi kesehatan, namun tidak pada pengetahuan.

Kata kunci: perilaku sehat, remaja awal, faktor yang mempengaruhi.

1.
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
AN OVERVIEW OF HEALTH BEHAVIORS ON EARLY ADOLESCENT
IN STATE JUNIOR HIGH SCHOOL OF YOGYAKARTA

Anastasia Luberta1, Khudazi Aulawi1, Sutono1

ABSTRACT

Background: Health was the process through which a person seeks to maintain an
equilibrium. This equilibrium included physical status, emotional well-being, social
relationships, intellectual functioning, and spiritual condition. There were several
approaches to health maintenance, such as health promotion, health protection and
disease prevention. Health attitudes and behaviors that was seldom directly impact to the
present health status, but had consequences in the future. Based on that, the basic of
healthy life should begin on early lives. The years of adolescent was good time for shaped
healthy life pattern, that would been brought until adulthood.
Purpose: To obtain an overview of health behaviors on early adolescent and the
influencing factors.
Method: This was a cross sectional study undertaken to 238 early adolescent of State
Junior High School of Yogyakarta in June 2009. Data were obtained through
questionnaire of health behaviors, knowledge, attitude, family influenced, and community
influenced. Data analysis made use of descriptive statistical and nonparametric statistical
technique of Spearman Rank test.
Result: The result showed, majority of respondents that included in high category health
behaviors was 50,4%. The result of statistical tests showed, the influences between
attitudes, family, community, and health behaviors was p<0,05, otherwise the influences
between knowledge and health behaviors was p>0,05.
Conclusion: More than a half of early adolescent in state junior high school of
Yogyakarta had high category health behaviors. The early adolescent’s attitudes toward
health, family, and community had influences on the health promotion behaviors and also
health protection behaviors, but it had not influences on knowledge.

Keyword : Health behaviors, Early adolescent, Influencing factors.

1.
Nursing Education Program, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University
2

PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan suatu proses disaat seseorang melakukan pencarian
dalam rangka pemeliharaan keseimbangan yang meliputi status fisik,
kesejahteraan emosional, hubungan sosial, fungsi intelektual, dan kondisi
spiritual.1 Kondisi ini berpengaruh terhadap aktivitas manusia yang berdampak
pada produktivitas dalam kehidupannya. Saat ini banyak orang telah mulai
menyadari pentingnya kesehatan, namun gaya hidupnya masih jauh dari cerminan
perilaku sehat yang diperlukan dalam memelihara kesehatan.
Beberapa pendekatan pemeliharaan kesehatan menurut United States Public
Health Service sejak tahun 1990, dapat dilakukan dengan cara promosi kesehatan,
proteksi kesehatan, dan pencegahan penyakit.1 Gaya hidup sehat merupakan
kebiasaan seseorang menerapkan hidup sehat sehari-hari dan menghindari
kebiasaan buruk yang mengganggu kesehatan. Sikap dan perilaku terhadap
kesehatan tidak selalu berdampak secara langsung terhadap status kesehatan
sekarang tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang, diantaranya berhubungan
dengan masalah kesehatan seperti penyakit jantung, kanker, penyakit gangguan
pernapasan, dan AIDS.2
Remaja merupakan bagian yang signifikan populasi masyarakat sekarang:
satu dari lima penduduk dunia adalah remaja dengan umur 10 – 19 tahun,
sebanyak 85% remaja tinggal di negara berkembang.3 Kelompok remaja awal
khususnya memiliki hubungan dengan dimulainya remaja membangun sistem
nilai, mulai mandiri menentukan keputusan terhadap kesehatan mereka sendiri,
beralih dari fokus pada keluarga menuju teman sebaya. Berdasar perkembangan
kognitif dan moral, pada periode ini mulai terjadi transisi dari pemikiran konkrit
operasional menuju formal logikal operasional namun keadaan ini kurang dapat
diterapkan pada pilihannya sendiri. Saat luapan emosi tinggi, perasaan mampu
menghadapi segala kemungkinan sebagai sesuatu yang nyata, dapat
mempengaruhi keputusan kritisnya seperti keterlibatan dalam perilaku beresiko.4
Beberapa penelitian mendapatkan adanya efek jangka pendek pada pola
perilaku remaja yakni level aktivitas fisik rendah berhubungan dengan tingginya
rata-rata diastolik dan kelebihan berat badan, merokok dan diet yang tidak sehat.5
3

Menurut National Commission on Children, adanya kontrol terhadap faktor risiko,


diperkirakan sedikitnya dapat mencegah 40% kematian dini, sepertiga kasus
kecacatan sementara, dan dua pertiga kasus kecacatan kronik. Pada akhirnya
dengan adanya perubahan pada perilaku sehat maka dapat mengurangi
pengeluaran biaya kesehatan dan membatasi hilangnya produktivitas.6
Berdasarkan hal tersebut, maka landasan hidup sehat sangat perlu ditegakkan
mulai dari awal kehidupan, tahun kehidupan remaja merupakan waktu tepat
pembentukan pola kehidupan sehat yang akan dibawa pada kehidupan dewasa.2
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku sehat
(health behaviors) pada remaja awal di SMP Negeri Kota Yogyakarta dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross
sectional dan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri Kota
Yogyakarta pada tanggal 10 sampai 21 Juni 2009 dimana populasi penelitian
adalah siswa SMP Negeri Kota Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel dengan
terlebih dahulu menetapkan sekolah yang akan digunakan dengan teknik cluster
sampling yakni sebanyak 20% dari populasi SMP Negeri Kota Yogyakarta,
kemudian menggunakan teknik accidental sampling untuk menetapkan kelas
terpilih yang akan digunakan dalam penelitian. Jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 238 orang.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner pengetahuan, sikap, pengaruh
keluarga, pengaruh komunitas dan kuesioner untuk menilai perilaku sehat remaja.
Selanjutnya data hasil penelitian disajikan dalam distribusi frekuensi dan
dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rank.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri Kota Yogyakarta
sebanyak 238 orang. Usia responden sebagian besar adalah 14 tahun yaitu
4

sebanyak 182 responden (76,5%). Jenis kelamin responden sebagian besar adalah
perempuan yaitu 130 responden (54,6%). Responden sebagian besar tinggal
dengan orang tua yaitu sebesar 206 (86,8%) dengan karakteristik orang tua
sebagian besar berpendidikan Perguruan Tinggi (58,4%). Pekerjaan orang tua
responden yang terbanyak adalah sebagai PNS (42%).
2. Karakteristik Program Kesehatan Sekolah
Karakteristik program kesehatan sekolah dibedakan menjadi dua yaitu
pelaksanaan kegiatan UKS dan pelayanan kesehatan remaja. Pelaksanaan program
kesehatan sekolah ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik, cukup dan kurang.
Karakteristik program kesehatan disajikan pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Program Kesehatan pada Remaja Awal
di SMP Negeri Kota Yogyakarta Bulan Juni 2009
Persentase
Program kesehatan Kode Skor Kategori
(%)
Pelaksanaan UKS 01 11 61,11 Cukup
02 15 83,33 Baik
03 11 61,11 Cukup
12,33 68,52 Baik
Pelayanan Kesehatan 01 9 50 Cukup
Remaja 02 12 66,67 Baik
03 13 72,22 Baik
11,33 62,96 Cukup
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa pelaksanaan program kesehatan di
sekolah responden berada pada kategori baik (68,52%; ≥ 66%) dalam pelaksanaan
kegiatan UKS dan cukup (62,96%; 33-66%) dalam pelayanan kesehatan remaja.
Pelaksanaan komponen program kesehatan setiap sekolah terdapat perbedaan,
namun masih terdapat beberapa komponen program kesehatan belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh ketiga sekolah tersebut. Komponen pelaksanaan UKS yang
belum dilaksanakan yakni jumlah dokter kecil/KKR yang sudah dilatih >10% dan
pemeriksaan gigi secara periodik, keduanya terdapat dalam pelaksanaan UKS unit
pelayanan kesehatan. Komponen pelayanan kesehatan remaja yang belum
dilaksanakan yakni kerja sama dengan pihak ketiga, seperti institusi pendidikan
atau LSM dan pelayanan kesehatan dengan memperhitungkan perbedaan
kebutuhan remaja dan orang dewasa, seperti adanya karakteristik, dinamika, dan
kebutuhan remaja.
5

Kesempatan terbaik dalam memberikan pengaruh positif berkaitan dengan


kesehatan anak muda dan pencegahan dari inisiasi perilaku beresiko adalah berada
pada setting sekolah. Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mendukung hak
dasar manusia yakni dalam bidang pendidikan dan kesehatan, sehingga dapat
membantu baik siswa mupun staf untuk belajar melakukan perawatan kesehatan
diri dan orang lain, pengambilan keputusan dan memiliki kontrol terhadap
lingkungan sekitar, dan dapat menciptakan keadaan kondusif bagi kesehatan.7
Perawat komunitas (public health nurses) dapat berperan serta dalam
melakukan promosi kesehatan, yakni dengan berfokus pada perubahan pola,
memfasilitasi penyembuhan atau pengambilan keputusan oleh klien sendiri, dan
memanipulasi lingkungan agar mendukung pertumbuhan bagi siswa.8,9

3. Perilaku Sehat pada Remaja Awal di SMP Negeri Kota Yogyakarta


Perilaku sehat remaja awal di SMP Negeri Kota Yogyakarta dikategorikan
dalam perilaku sehat tinggi dan rendah, disajikan pada tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Perilaku Sehat pada Remaja Awal di SMP Negeri
Kota Yogyakarta Bulan Juni 2009 (n = 238)
Persentase Kode Persentase
Perilaku Sehat Frekuensi Kategori
(%) Sekolah (%)
01 Tinggi 44,8
Rendah 55,2
Tinggi 120 50,4
Jumlah 100
02 Tinggi 50,6
Rendah 49,4
Jumlah 100
Rendah 118 49,6
03 Tinggi 53,8
Rendah 46,2
Jumlah 238 100 Jumlah 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa terdapat 50,4% remaja awal
memiliki perilaku sehat tinggi, namun jika dibandingkan dengan remaja
berperilaku sehat rendah (49,6%) tidak terlalu jauh perbedaan persentasenya.
Sama halnya dengan perilaku sehat pada tiap sekolah, juga tidak didapatkan
perbedaan cukup berarti. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Chen et al.10, bahwa terdapat lebih banyak perilaku sehat remaja
pada tingkatan rendah (50,1%) dibandingkan tingkatan tinggi (49,92%).
6

Menurut penelitian yang dilakukan Sigfusdottir et al.11, terdapat hubungan


positif dan bermakna antara perilaku sehat remaja dengan pencapaian prestasi
akademik. Hal tersebut dapat disimpulkan, jika banyak remaja memiliki perilaku
tidak sehat maka berdampak pada kurang baiknya pencapaian prestasi. Remaja
yang memiliki prestasi akademik yang baik secara signifikan berhubungan dengan
rendahnya keterlibatan perilaku beresiko.12
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Indikator Perilaku Sehat pada Remaja Awal di
SMP Negeri Kota Yogyakarta Bulan Juni 2009 (n = 238)
Persentase
Perilaku Sehat Kategori Frekuensi
(%)
Perilaku promosi kesehatan Tinggi 116 48,7
Rendah 122 51,3
Dukungan sosial Tinggi 147 61,8
Rendah 91 38,2
Apresiasi hidup Tinggi 137 57,6
Rendah 101 42,4
Tanggung jawab terhadap Tinggi 122 51,3
kesehatan Rendah 116 48,7
Manajemen stres Tinggi 118 49,6
Rendah 120 50,4
Perilaku terhadap nutrisi Tinggi 113 47,5
Rendah 125 52,5
Aktivitas fisik Tinggi 107 45,0
Rendah 131 55,0
Perilaku proteksi kesehatan Tinggi 137 57,6
Rendah 101 42,4
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden
(61,8%) memiliki dukungan sosial tinggi. Remaja yang mendapatkan dukungan
sosial tinggi yang berasal dari teman sebaya maupun lingkungannya memiliki
ketahanan lebih terhadap pengaruh negatif teman sebaya dibandingkan remaja
dengan dukungan sosial rendah. Adanya dukungan sosial ini dapat menjadi faktor
protektif bagi remaja tersebut dalam menghadapi pengaruh negatif lingkungan
sekitarnya.6
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden
(57,6%) memiliki apresiasi hidup tinggi. Apresiasi hidup merupakan kemampuan
manusia untuk mengevaluasi hidup mereka dengan cara yang berbeda. Adanya
perasaan baik atau buruk terhadap sesuatu dan adanya isyarat suasana hati
7

merupakan keseluruhan dari proses adaptasi. Manusia dapat menilai


kehidupannya secara kognitif dengan memperbandingkan hidup dengan maksud
mencapai tujuan yang diharapkan. Jika terjadi ketidakpuasan maka dapat
diindikasikan terdapat tuntutan terlalu tinggi terhadap dirinya.13
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden
(51,3%) memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan tinggi. Seorang individu
dengan pusat kendali internal (locus of control) biasanya lebih memiliki rasa
tanggung jawab terhadap tindakan mereka dan lebih siap untuk terlibat dalam
perilaku promosi kesehatan. Individu tersebut juga harus menilai kesehatan
sebagai sebuah hasil, dan percaya bahwa tindakan berkaitan dengan kesehatan
berpengaruh terhadap status kesehatan.8
Berdasarkan pada tabel 3, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden
(50,4%) masih memiliki manajemen stres rendah. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh karena masa remaja merupakan saat dimana banyak terjadi
ketidakseimbangan antara tuntutan individu dengan tekanan sosial yang ada.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan seorang individu mengalami kegelisahan
dan peranan ego menjadi sangat diperlukan. Peranan ego ini mengacu pada
kesadaran diri terhadap realitas, dipengaruhi oleh kekuatan sosial dan mengontrol
dorongan insting tidak sadar. Biasanya seseorang dalam mengatasi stres
menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) yakni cara
seseorang dalam mengatasi pengalaman menyakitkan, konflik internal, inadekuat
personal, dan kegelisahan.6
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden
(52,5%) memiliki perilaku terhadap nutrisi rendah. Menurut penelitian yang
dilakukan Sigfusdottir et al.11, terdapat adanya hubungan kuat antara pola diet
yang dilakukan remaja terhadap prestasi yang dicapai, hal tersebut dapat dilihat
dari pola konsumsi buah sayur maupun indek massa tubuh (IMT).
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa kurang dari setengah responden
(45,0%) memiliki aktivitas fisik tinggi, sedangkan 55,0% responden memiliki
aktivitas fisik rendah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sigfusdottir et al11,
8

terdapat hubungan positif dan bermakna antara aktivitas fisik yang dilakukan
remaja terhadap prestasi yang dicapai.
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden
(57,6%) memiliki perilaku proteksi kesehatan tinggi. Kegiatan berisiko (risk -
taking) merupakan bagian natural dari proses tumbuh kembang,. Hal tersebut
dapat berfungsi sebagai dasar pembentukkan identitas dan menjadi pengalaman
belajar dalam pengambilan keputusan namun jika dilakukan secara ekstrem maka
dapat berdampak pada konsekuensi besar.6

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sehat pada Remaja Awal


Suatu perilaku tidak muncul begitu saja tanpa adanya sebab. Banyak sekali
fakor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku sehat pada remaja awal.
Tabel 4 berikut ini adalah tabel yang menunjukkan gambaran distribusi frekuensi
dan pengaruh antara karakteristik responden dengan perilaku sehat.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perilaku Sehat Berdasarkan Karakteristik Remaja
Awal di SMP Negeri Kota Yogyakarta Bulan Juni 2009 (n = 238)
Perilaku Promosi Perilaku Proteksi
p p
Karakteristik [n (%)] [n (%)]
value value
tinggi rendah tinggi rendah
Umur (tahun)
12 1 (0,4) 0 (0) 1 (0,4) 0 (0)
13 16 (6,7) 25 (10,5) 0,416 22 (9,2) 19 (8,0) 0,025
14 92 (38,7) 90 (37,8) 111(46,6) 71 (29,8)
15 7 (2,9) 7 (2,9) 3 (1,3) 11 (4,6)
Jenis Kelamin
Laki-laki 48 (20,2) 60 (25,2) 0,227 50 (21,0) 58 (24,4) 0,001
Perempuan 68 (28,6) 62 (26,1) 87 (36,6) 43 (18,1)
Tinggal dengan
Kedua orang tua 100 (42,0) 107 (45,0) 120 (50,4) 87 (36,6)
0,028 0,946
Ayah/ ibu tunggal 8 (3,4) 14 (5,9) 12 (5,0) 10 (4,2)
Kakek/nenek+ lainnya 8 (3,4) 1 (0,4) 5 (2,1) 4 (1,7)
Pendidikan orang tua
Rendah 46 (19,3) 49 (20,6) 0,936 49 (20,6) 46 (19,3) 0,128
Tinggi 70 (29,4) 73 (30,7) 88 (37,0) 55 (23,1)
Pekerjaan orang tua
Wiraswasta/ swasta 65 (27,3) 68 (28,6) 0,963 75 (31,5) 58 (24,4) 0,681
PNS/ POLRI/ TNI 51 (21,4) 54 (22,7) 62 (26,1) 43 (18,1)
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4 di atas didapatkan hasil bahwa terdapat sebanyak 25


responden (61%) usia 13 tahun memiliki perilaku promosi rendah. Pengaruh
antara karakteristik umur responden dengan perilaku promosi didapatkan nilai p =
9

0,416 (p>0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa perilaku promosi pada remaja
awal, baik berada pada kategori tinggi maupun rendah, tidak dipengaruhi oleh
umur. Pada perilaku proteksi, terdapat 11 responden (79%) usia 15 tahun memiliki
perilaku proteksi rendah. Pengaruh karakteristik umur responden dengan perilaku
proteksi didapatkan nilai p = 0,025 (p<0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa
perilaku proteksi pada remaja awal, baik berada pada kategori tinggi maupun
rendah, dipengaruhi oleh umur. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh karena
dengan bertambahnya usia, maka semakin besar pula kebebasan dan kemandirian.
Remaja cenderung lebih mengorientasikan dirinya pada hubungan pertemanan
sebaya dibandingkan dengan keluarga.6
Berdasarkan tabel 4 diatas didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
laki-laki yakni 60 orang (55,6%) berperilaku promosi rendah, sedangkan pada
responden perempuan sebagian besar responden (52,3%) memiliki perilaku
promosi tinggi. Pengaruh karakteristik jenis kelamin responden dengan perilaku
promosi didapatkan nilai p = 0,227 (p>0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa
perilaku promosi pada remaja awal, baik yang berada pada kategori tinggi
maupun rendah, tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pada perilaku proteksi,
sebagian besar responden laki-laki yakni 58 orang (53,7%) memiliki perilaku
proteksi rendah, sedangkan pada responden perempuan sebagian besar responden
(67%) memiliki perilaku proteksi tinggi. Pengaruh karakteristik jenis kelamin
responden dengan perilaku proteksi didapatkan nilai p = 0,001 (p<0,05). Hal
tersebut dapat diartikan bahwa perilaku proteksi remaja awal, baik yang berada
pada kategori tinggi maupun rendah, dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Chen et al.14,
bahwa remaja perempuan memiliki skor lebih tinggi daripada remaja laki – laki
yang dipandang dari aspek dukungan sosial, tanggung jawab terhadap kesehatan,
apresiasi hidup, manajemen stres dan total perilaku promosi kesehatan. Hal
berbeda didapatkan bahwa secara bermakna terdapat pengaruh jenis kelamin
dengan perilaku promosi yakni, perempuan lebih aktif menggunakan strategi
koping dan berfokus pada emosi daripada laki-laki yang cenderung menggunakan
strategi koping berfokus pada penghindaran. Adanya pengaruh karakterisitik jenis
10

15
kelamin terhadap perilaku proteksi selaras dengan penelitian Murphy , bahwa
kekuatiran terhadap hubungan antar individu didapatkan perbedaan bermakna
antara jenis kelamin (p<0,01). Perempuan cenderung lebih tinggi memiliki
kekuatiran terhadap hubungan antar individu dibandingkan pada laki-laki.
Berdasarkan tabel 4 diatas didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
yang tinggal dengan kakek/ nenek/ saudara yakni 8 orang (88,9%) memiliki
perilaku promosi tinggi. Pengaruh karakteristik tempat tinggal dengan perilaku
promosi didapatkan nilai p = 0,028 (p<0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa
perilaku promosi pada remaja awal, baik berada pada kategori tinggi maupun
rendah, dipengaruhi oleh dengan siapa bertempat tinggal. Pada perilaku proteksi,
sebagian besar responden yang tinggal dengan orang tua yakni 120 orang (57,9%)
memiliki perilaku proteksi tinggi, hal tersebut juga berlaku pada responden yang
tinggal dengan orang tua tunggal maupun kakek/ nenek/ saudara. Pengaruh
karakteristik tempat tinggal dengan perilaku proteksi didapatkan nilai p = 0,946
(p>0,05). Hal tersebut dapat diartikan bahwa perilaku proteksi pada remaja awal
,baik berada pada kategori tinggi maupun rendah, tidak dipengaruhi oleh dengan
siapa bertempat tinggal.
Hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Chen et al.16, bahwa
remaja yang tinggal dengan kedua orang tua memiliki perilaku promosi kesehatan
lebih tinggi dibandingkan teman mereka yang tinggal dengan orang tua tunggal,
namun tidak terdapat perbedaan dengan teman yang tinggal dengan kerabat. Hal
tersebut mengidikasikan remaja yang tinggal dengan kerabat lebih termotivasi
untuk berbagi aktivitas dan juga memandang kerabat sebagai penasihat yang
membantu mendukung arah hidup dalam bertingkah laku.
Berdasarkan tabel 4 di atas didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
baik dengan pendidikan orang tua tinggi maupun rendah, memiliki perilaku
promosi rendah dan berperilaku proteksi tinggi. Pengaruh karakteristik pendidikan
orang tua responden dengan perilaku promosi dan perilaku proteksi diperoleh,
tidak terdapat pengaruh pekerjaan orang tua dengan perbedaan kategori dalam
berperilaku promosi (p = 0,936; p>0,05) maupun berperilaku proteksi (p=0,128;
p>0,05) pada remaja awal.
11

Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Chen et. al.16, bahwa
pendidikan orang tua memiliki hubungan dengan perilaku sehat remaja, karena
semakin tinggi pendidikan maka dapat memfasilitasi penyediaan lebih banyak
informasi kesehatan dan menjadi role model dalam kehidupan sehari-hari
Berdasarkan tabel 4 di atas didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
baik dengan pekerjaan orang tua wiraswasta/ swasta maupun PNS/POLRI/TNI
memiliki perilaku promosi rendah dan memiliki perilaku proteksi tinggi. Pengaruh
karakteristik pekerjaan orang tua responden dengan perilaku promosi dan perilaku
proteksi diperoleh, tidak terdapat pengaruh antara pekerjaan orang tua terhadap
perbedaan kategori dalam berperilaku promosi (p = 0,963; p>0,05) maupun
berperilaku proteksi (p=0,681; p>0,05) pada remaja awal.
Sosial ekonomi status (SES) memiliki dampak tidak langsung dalam proses
pengasuhan anak. Rendahnya status sosial ekonomi biasanya cenderung berkaitan
dengan kurangnya sumber bagi pencapaian prestasi pada remaja, permasalahnya
dapat seperti kemampuan menamatkan sekolah, orang tua yang tidak bekerja,
kondisi pekerjaan yang kurang diinginkan, buruknya nutrisi, tidak tercukupinya
perawatan kesehatan, tingginya tingkat distres emosional, lingkungan tidak aman,
dan kesempatan besar terlibat dalam perilaku berisiko.6
Tabel 5 berikut ini adalah tabel yang menunjukkan gambaran distribusi
frekuensi dan pengaruh antara pengetahuan responden dengan perilaku sehat.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Perilaku Sehat Berdasarkan Pengetahuan Remaja
Awal di SMP Negeri Kota Yogyakarta Bulan Juni 2009 (n = 238)
Perilaku Promosi p Perilaku Proteksi p Total
Pengetahuan
tinggi rendah value tinggi rendah value [n(%)]
Ketidakadaan penyakit 9 (3,8) 16 (6,7) 13 (5,5) 12 (5,0) 25 (10,5)
Fisik 18 (7,6) 18 (7,6) 23 (9,7) 13 (5,5) 36 (15,1)
Kemampuan 12 (5,0) 6 (2,5) 11 (4,6) 7 (2,9) 18 (7,6)
fungsional
Perilaku menghindari 2 (0,8) 0 (0) 2 (0,8) 0 (0) 2 (0,8)
0,527 0,917
risiko kesehatan
Perilaku promosi 18 (7,6) 18 (7,6) 18 (7,6) 18 (7,6) 36 (15,1)
kesehatan
Integrasi holistik 57 (23,9) 64 (26,9) 70 (29,4) 51 (21,4) 121(50,8)
Total 116 (48,7) 122 (51,3) 137 (57,6) 101 (42,4) 238(100)
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5, didapatkan bahwa pengetahuan remaja mengenai konsep


dari kondisi sehat sebagian besar yakni 121 responden (50,8%) memiliki
12

pengetahuan kategori integrasi holistik. Hasil di atas juga menunjukkan bahwa


sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan kategori integrasi holistik
yakni sebanyak 64 responden (52,9%) berperilaku promosi rendah. Berbeda
dengan perilaku proteksi, sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan
dalam kategori integrasi holistik yakni sebanyak 70 responden (57,9%)
berperilaku proteksi tinggi. Pengaruh pengetahuan responden terhadap perilaku
promosi dan perilaku proteksi diperoleh tidak terdapat pengaruh antara
pengetahuan terhadap perilaku promosi (p = 0,527; p>0,05; r hitung = 0,041)
maupun perilaku proteksi (p=0,917; p>0,05; r hitung = - 0,007) pada remaja awal.
Pengetahuan mengenai konsep sehat tersebut selaras bahwa pada usia remaja
terdapat adanya perubahan dalam fungsi intelektual, yang paling dapat dikenali
secara luas yakni perubahan dengan melibatkan adanya tranformasi dari
pemikiran konkrit menuju pemikiran lebih abstrak.6 Berkaitan dengan pengaruh
pengetahuan dengan perilaku promosi dan perilaku proteksi, dapat diasumsikan
bahwa walaupun pengetahuan ada pada kategori integrasi holistik tetapi tidak
tercermin dari tindakan sehari-hari. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Spear & Kulbok17 yang mendapatkan bahwa pengetahuan merupakan
salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap perilaku sehat pada remaja.
Tabel 6 berikut ini adalah tabel yang menunjukkan gambaran distribusi
frekuensi dan pengaruh antara sikap responden dengan perilaku sehat.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Perilaku Sehat Berdasarkan Sikap Remaja Awal di
SMP Negeri Kota Yogyakarta Bulan Juni 2009 (n = 238)
Perilaku Promosi Perilaku Proteksi
p p Total
Sikap [n (%] [n (%)]
value value [n(%)]
tinggi rendah tinggi rendah
Positif 78 (32,8) 52 (21,8) 85 (35,7) 45 (18,9) 130 (54,6)
Negatif 38 (16,0) 70 (29,4) 0,000 52 (21,8) 56 (23,5) 0,000 108 (45,4)
Total 116 (48,7) 122 (51,3) 137(57,6) 101(42,4) 238 (100)
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa sebesar 54,6% responden
memiliki sikap positif terhadap kesehatan. Hasil di atas juga menunjukkan bahwa
responden dengan sikap positif yakni sebanyak 78 responden (0,60%) berperilaku
promosi tinggi dan sebanyak 85 responden (65,4%) berperilaku proteksi tinggi.
Pengaruh sikap responden terhadap perilaku promosi dan perilaku proteksi
13

diperoleh terdapat pengaruh bermakna antara sikap terhadap perilaku promosi


dengan nilai korelasi menunjukkan arah positif dan kekuatan korelasi yang lemah
(p = 0,000; p<0,05; r hitung = 0,388) maupun terhadap perilaku proteksi
(p=0,000; p<0,05; r hitung = 0,302) pada remaja awal.
Menurut Sarwono18, secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai
kecenderungan untuk berespon baik positif maupun negatif terhadap orang, obyek
atau situasi tergantung pada segi positif maupun negatif dari komponen
pengetahuan. Semakin banyak segi positif dari komponen pengetahuan dan
semakin penting komponen itu, akan semakin positif sikap yang terbentuk.
Sebaliknya semakin banyak segi negatifnya, semakin negatif sikapnya.
Ketersediaan informasi yang diperoleh akan membentuk sikap positif dalam
menghadapi masalah kesehatan.
Tabel 7 berikut ini adalah tabel yang menunjukkan gambaran distribusi
frekuensi dan pengaruh antara keluarga dengan perilaku sehat.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Perilaku Sehat Berdasarkan Pengaruh Keluarga di
SMP Negeri Kota Yogyakarta Bulan Juni 2009 (n = 238)
Perilaku Promosi Perilaku Proteksi
Pengaruh p p Total
[n (%] [n (%)]
keluarga value value [n(%)]
tinggi rendah tinggi rendah
Baik 82 (34,5) 66 (27,7) 89 (37,4) 59 (24,8) 148 (62,2)
Tidak baik 34 (14,3) 56 (23,5) 0,000 48 (20,2) 42 (17,6) 0,001 90 (37,8)
Total 116 (48,7) 122 (51,3) 137(57,6) 101(42,4) 238 (100)
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat bahwa sebesar 62,2% responden memiliki
pengaruh keluarga yang baik. Hasil di atas juga menunjukkan bahwa responden
dengan pengaruh keluarga baik yakni 82 responden (55,4%) berperilaku promosi
tinggi dan sebanyak 89 responden (60,1%) berperilaku proteksi tinggi. Berbeda
pada responden dengan pengaruh keluarga tidak baik yakni sebanyak 56
responden (62,2%) berperilaku promosi rendah, namun sebanyak 48 responden
(53,3%) berperilaku proteksi tinggi. Pengaruh keluarga terhadap perilaku promosi
dan perilaku proteksi diperoleh terdapat pengaruh bermakna antara keluarga
terhadap perilaku promosi dengan nilai korelasi menunjukkan arah positif dan
kekuatan korelasi yang lemah (p = 0,000; p<0,05; r hitung = 0,355) maupun
terhadap perilaku proteksi (p=0,001; p<0,05; r hitung = 0,210) pada remaja awal.
14

Hal yang sama didapatkan, bahwa keluarga secara signifikan berpengaruh


terhadap perilaku proteksi. Penelitian yang dilakukan Mack12, mendapatkan
bahwa, remaja dengan dukungan orang tua lebih tinggi secara signifikan
berpartisipasi dengan rendahnya perilaku berisiko (p = 0,000). Ketersediaan
dukungan sosial keluarga yang tinggi seperti dalam aspek penghargaan,
instrumental, informasional, dan emosional, juga didapatkan mampu
meningkatkan kualitas hidup pada diri seseorang.19
Menurut Gullotta & Adams6, keberadaan keluarga beserta adanya kemampuan
sosial yang dimiliki remaja merupakan sumber adaptasi psikososial (social-
psychological resilience) dalam menyesuaikan diri dan menghadapi tantangan
yang dapat mengarah pada perilaku berisiko. Ketersediaan dukungan orang tua
maupun sekolah berperan menjadi proteksi alami bagi remaja dalam perlindungan
terhadap keterlibatan perilaku berisiko.12
Tabel 8 berikut ini adalah tabel yang menunjukkan gambaran distribusi
frekuensi dan pengaruh antara komunitas (lingkungan, peer, dan media) dengan
perilaku sehat.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Perilaku Sehat Berdasarkan Pengaruh Komunitas di
SMP Negeri Kota Yogyakarta Bulan Juni 2009 (n = 238)
Perilaku Promosi Perilaku Proteksi
Pengaruh p p Total
[n (%] [n (%)]
komunitas value value [n(%)]
tinggi rendah tinggi rendah
Baik 67 (28,2) 38 (16,0) 77 (32,4) 28(11,8) 105 (44,1)
Tidak baik 49 (20,6) 84 (35,3) 0,000 60 (25,2) 73(30,7) 0,000 133 (55,9)
Total 116 (48,7) 122 (51,3) 137(57,6) 101(42,4) 238 (100)
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat bahwa sebesar 55,9% responden memiliki
pengaruh komunitas yang tidak baik. Hasil di atas juga menunjukkan bahwa
responden dengan pengaruh komunitas baik yakni 67 responden (63,8%)
berperilaku promosi tinggi dan sebanyak 77 responden (73,3%) berperilaku
proteksi tinggi. Pengaruh komunitas terhadap perilaku promosi dan perilaku
proteksi diperoleh terdapat pengaruh bermakna antara komunitas terhadap
perilaku promosi dengan nilai korelasi menunjukkan arah positif dan kekuatan
korelasi yang lemah (p = 0,000; p<0,05; r hitung = 0,304) pada remaja awal,
15

sedangkan terhadap perilaku proteksi dengan kekuatan korelasi yang sedang


(p=0,000; p<0,05; r hitung = 0,422).
Hubungan antara pengaruh peer dan perilaku sehat pada remaja yang signifikan
juga diperoleh oleh Mack12, dalam penelitiannya didapatkan adanya hubungan
positif antara perilaku berisiko yang dilakukan seorang remaja dengan perilaku
berisiko pada teman mereka (r = 0,43, p<0,01). Pada remaja terjadi peningkatan
otonomi dan kebebasan, mereka memulai mengorientasikan dirinya pada
pergaulan dengan teman sebaya terutama pada laki - laki. Hubungan dengan
teman sebaya sangat penting karena memiliki fungsi dalam pembentukkan
identitas diri dan menjadi pendukung perkembangan landasan moral, pengambilan
keputusan dan nilai diri. Namun adanya tekanan teman sebaya dan penyesuaian
dapat menghasilkan keterlibatan dalam penyimpangan sosial, padahal pada usia
tersebut merupakan saat dimana sangat sulit untuk menolak teman sebaya.6
Menurut Chen et al.20, remaja yang secara signifikan mempergunakan waktu
untuk melihat TV dan menggunakan komputer memiliki pengaruh negatif
terhadap penerapan perilaku sehat seperti dalam apresiasi hidup, tanggung jawab
terhadap kesehatan, dukungan sosial, dan aktivitas fisik. Hal tersebut juga
membuat remaja sering kali cenderung mengikuti model perilaku yang terdapat
pada film dan acara TV, sehingga adanya teman dan media dapat menjadi
motivasi keterlibatan perilaku berisiko.6
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang bukan hanya perlu pengetahuan
dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku
contoh (acuan) dari tokoh masyarakat dan warga sekitar tempat tinggal.21 Selain
hal tersebut terdapat beberapa faktor risiko yang berasal dari lingkungan,
diantaranya dapat berupa level kemiskinan, tingginya konsentrasi kelompok
minoritas, perumahan yang terisolasi, kekerasan dan disorganisasi. Hal tersebut
dapat menjadikan dampak yang besar bagi anak muda terutama pada remaja laki-
laki.22 Lingkungan sosial budaya juga dapat menjadi kekuatan yang besar dalam
membentuk identitas individu sehingga remaja dapat memperkuat penghargaan
mereka terhadap apa yang benar dan salah pada awal sebelum menginjak usia
16

dewasa. Proses ini tergantung pula dengan adanya model peran yang biasanya
disediakan oleh keluarga dan masyarakat.6

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1)
gambaran perilaku sehat pada remaja awal di SMP Negeri Kota Yogyakarta
adalah sebagian besar berada dalam kategori tinggi; 2) terdapat pengaruh
bermakna antara sikap, keluarga, dan komunitas terhadap perilaku promosi dan
perilaku proteksi pada remaja awal, namun tidak didapatkan pengaruh bermakna
pada pengetahuan.
Disarankan bagi Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
untuk lebih aktif dalam pelaksanaan program kesehatan terutama promosi
kesehatan pada tatanan pendidikan sebagai salah satu cara meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat terutama pada kelompok remaja awal. Bagi
sekolah, dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pelaksanaan program
kesehatan dengan tujuan sebagai sarana peningkatan pengetahuan, sikap, dan
perilaku siswa. Bagi tenaga kesehatan terutama perawat komunitas, dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan agar ikut serta meningkatkan perilaku
sehat pada remaja awal, yang dapat dilakukan melalui promosi kesehatan dengan
mempertimbangkan perbedaan kebutuhan remaja dan orang dewasa, seperti
adanya karakteristik, dinamika dan kebutuhan remaja untuk meningkatkan sikap
positif terhadap kesehatannya. Juga perlunya dipertimbangkan adanya pengaruh
keluarga dan pengaruh komunitas yakni pengaruh lingkungan, peer, dan media
terhadap perilaku sehat remaja. Bagi peneliti selanjutnya, dapat mengadakan
penelitian serupa dengan mempergunakan pendekatan kualitatif atau melakukan
observasi perilaku sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam
mengenai perilaku sehat remaja awal, maupun mengadakan penelitian serupa pada
beberapa kelompok umur untuk dapat memperbandingkan antara kelompok umur
satu dengan yang lainnya dalam berperilaku sehat.
17

DAFTAR PUSTAKA
1. DeLaune,S.C. & Ladner,P.K. Fundamentals of Nursing : Standards &
Practice (second edition). New York: Delmar; 2002.
2. WHO. Adolescent health and development in nursing and midwifery
education [Online]. 2004 [cited 2009 October 9]; Available from:
http://www2.alliance-hpsr.org/reproductivehealth/docs
3. WHO. Young people’s health in context ; Health behaviour in School-aged
Children (HBSC) study : international report from the 2001/2002 survey
[Online]. 2004 [cited 2008 November 24]; Available from
http://www.euro.who.int/Document/e82923.pdf
4. Behrman,R.E., Kliegman,R.M., Jenson,H.B. (Eds). Nelson Textbook of
Pediatrics 17th ed. Pennsylvania : Saunders; 2003.
5. Fasting,M.H., Nilsen,T. IL., Holmen,T.L., Vik,T. Life style related to blood
pressure and body weight in adolescence: Cross sectional data from the
Young-HUNT study, Norway. BMC Public Health [serial online] 2008 [cited
2008 July 30]; 8: 111. available from http://www.biomedcentral.com/1471-
2458/8/111
6. Gullotta,T.P. & Adams,G.R. (Eds). Handbook of Adolescent Behavioral
Problems Evidence-Based Approaches to Prevention and Treatment. New
York : Springer Science + Business Media, Inc; 2005.
7. WHO. Improving Health Through Schools : National and International
Strategies. Geneva : WHO Information Series on School Health; 1999.
8. Leddy, S.K. Health Promotion : Mobilizing Strengths to Enhance Jealth,
Wellness, and Well-Being. Philadelphia : F. A. Davis Company; 2006.
9. Coles,L., Porter,E. (Eds). Public Health Skills : A Practical Guide for Nurses
and Public Health Practitioners. Oxford: Blackwell Publishing; 2008.
10. Chen,M.Y., Wang,E.K., Chang,C.J. Cross-Validation and Discriminant
Validity of Adolescent Health Promotion scale Among Overweight and
Nonoverweight Adolescent in Taiwan. Public Health Nursing [serial online]
2006 [cited 2008 July 23]; 23 (6): 555–560; Available from
http://web.ebscohost.com
11. Sigfusdottir,I.D., Kristjansson,A.L., Allegrante,J.P. Health Behavior and
Academic Achievement in Icelandic School Children. Health Educ. Res.
[serial online] 2007 [cited 2008 August 12]; 22: 70-80; Available from
http://her.oxfordjournals.org.
12. Mack, L.M. Associations among Adolescents’ Health-Risk Behavior, their
Perceptions of Friends’ Health-Risk Behavior, Parental Support and School
Support within the Context of a School Transition [dissertation]. Ohio: Miami
University [Online] 2004 [cited 2009 February 17]; Available from
http://www.ohiolink.edu
18

13. Veenhoven,R. The Four Qualities of Life : Ordering concepts and measures
of the good life. Journal Of Happiness Studies [serial online] 2000 [cited
2009 February 11]; 1: 1-3; Available from www.eur.nl/fsw/research
14. Chen,M.Y., Chou,C.C., Yang,R.J. Considering the Factors of Gender and
Body Weight in the Promotion of Healthy Behavior Among Adolescents.
Jurnal of Nursing Research [serial online] 2005 [cited 2008 August 5]; 13
(3): 235–243; Available from http://web.ebscohost.com
15. Murphy, C.E. Coping Strategies, Family Environtment, and Interpersonal
Fear: A Study of Congruence Between College Students and Their Parents
[thesis]. Ohio: Ohio University [Online] 2002 [cited 2009 July 6]; Available
from http://www.ohiolink.edu
16. Chen,M.Y., Shiao,Y.C., Gau,Y.M. Comparison of Adolescent Helath-Related
Behavior in Different Family Structures. Jurnal of Nursing Research [serial
online] 2007 [cited 2008 August 21]; 15 (1): 1–10; available from
http://web.ebscohost.com
17. Spear, H. J. & Kulbok, P. A. Adolescent Health Behaviors and Related
factors : A Review. Public Health Nursing [serial online] 2001 [cited 2008
August 13]; 18 (2): 82-93; Available from http://web.ebscohost.com/ehost
18. Sarwono, S. Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press; 2004.
19. Setyawati. Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Kualitas Hidup
Penderita Kusta Di Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora [skripsi].
Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran UGM
[tidak diterbitkan]; 2007.
20. Chen,M.Y., Liou,Y.M., Wu,J.Y. The Relationship Between TV/ Computer
Time and Adolescent’ Helath-Promoting Behavior: A Secondary Data
Analysis. Jurnal of Nursing Research [serial online] 2008 [2008 August 13];
16 (1): 75–84; Available from http://web.ebscohost.com
21. Notoatmodjo,S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta; 2007.
22. Mitchell,B.J. The Relationship Between Neighborhood Risk and Problem
Behaviors: The Moderating Effects of Personal Competence [thesis]. Ohio :
University of Cincinnati [Online] 2003 [cited 2009 February 17]; Available
from http://www.ohiolink.edu

Anda mungkin juga menyukai