PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Lupus Eritematosus sistemik atau Systemic Lupus Erythematosus
(SLE) adalah penyakit radang multi sistem yang sebabnya belum diketahui,
dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik
remisi dan ekuaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam auto
antibodi dalam tubuh. (http://www.medicastore.com : 2004)
SLE merupakan prototipe penyakit autoimun multisistem. Berbeda
dengan penyakit autoimun organ spesifik (misalnya diabetes mellitus tipe 1,
miastenia gravis, penyakit graver, dsb) dimana suatu respon autoimun
tunggal mempunyai sasaran terhadap suatu jaringan tertentu dan
menimbulkan gejala klinis yang karakteristik, SLE ditandai oleh munculnya
sekumpulan reaksi imun abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi
klinis.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan
pertahanan dalam melawan infeksi. Pada penyakit lupus dan penyakit auto
imun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana
antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri.
Lupus bisa berdampak pada semua organ tubuh dari kulit, paru-paru,
jantung, ginjal, saraf, otak maupun sendi dan menimbulkan kematian. Lupus
bisa mengenal siapa saja dari berbagai usia dan kalangan. Bahkan lupus sama
bahayanya dengan kanker, jantung maupun AIDS.
Penyakit lupus memang belum sepopuler penyakit jantung, kanker,
dan lainnya. Padahal penderita lupus di Indonesia ini cukup banyak dan
semakin meningkat. Hingga kini, lupus memang belum diketahui secara pasti
penyebabnya.
Selain itu, lupus sering disebut sebagai penyakit 1000 wajah karena
penyakit ini menyerupai penyakit lain. Sayangnya, bagi masyarakat penyakit
lupus ini masih sangat awam.
1.2.Rumusan Masalah
a. Anatomi dan fisiologi sistem yang berkaitan dengan SLE
b. Apakah yang dimaksud dengan SLE ?
c. Bagaimanakah tanda dan gejala SLE ?
d. Bagaimana patofisiologi SLE ?
1.3.Tujuan
a. Agar kita mengetahui apa itu SLE
b. Agar kita mengetahui tanda dan gejala SLE
c. Agar kita mengethaui patofisiologi dari SLE
d. Agar kita mengetahui rumusan asuhan keperawatan dari SLE
BAB II
PEMBAHASAN
2.2. Defenisi
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisystem yang
disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang
berlebihan (Albar, 2003).
Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam
ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat
menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanisme
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan, atau penyakit
auto imun, dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah,
merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah,
leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan
bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.
2.3.Klasisifikasi SLE
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu
discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh
obat.
Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas
eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia.
Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan
dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini
memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta
hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan
(Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai
macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat
menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya
pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan
asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh
sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein
tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang
benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).
2.4. Etiologi
Hingga kini faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk
menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik,
kuman, virus, sinar ultraviolet, dan obat-obatan tertentu.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap
ditemui di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang
terdapat pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun
perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita
saat ini masih dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE)
bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi
gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap
penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).
Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE
mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka
kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada
saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
banyak gen yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan
HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi
pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen
yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003) .
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV
yang mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga
menyebabkan perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi
apoptosis dari sel keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu
khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4
menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di
tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein
tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh
membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda
asing tersebut (Herfindal et al., 2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts)
yang mengandung asam amino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel
limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente, 2002).
Selain itu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada
sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral
sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang akan memicu
terjadinya SLE (Herfindal et al., 2000).
2.5.Patofis (Patofisiologis)
2.7. Komplikasi
Vaskulitis : kondisi peradangan pembuluh darah yang ditandai dengan
kematian jaringan, jaringan parut, dan proliferasi dari dinding pembuluh
darah, yang dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah.
Perikarditis : suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada
perikardium (kantung berlapis ganda yang mengelilingi jantung).
Myocarditis : peradangan pada otot jantung atau miokardium.
Anemia Hemolitik : kurangnya kadar hemoglobin akibat kerusakan pada
eritrosit yang lebih cepat daripada kemampuan sumsum tulang untuk
menggantinya kembali.
Intra Vaskuler Trombosis
Hypertensi
Kerusakan Ginjal Permanen
Gangguan Pertumbuhan
2.9.2. Keperawatan
Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian
besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang
diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak,
dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen
makanan dan obat tradisional.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi
oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun
dan produksi autoantibodi yang berlebihan. Klasifikasi SLE ada 3 yaitu Discoid
Lupus, Systemic Lupus Erythematosus, Lupus yang diinduksi oleh obat.
SLE lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, Manifestasi klinik
secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah, malaise,
demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.Diagnosis SLE
dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah.
Tidak ada satu tes laboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnostik SLE.
Pengobatan yang digunakan pada SLE adalahNonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs), Corticosteroids dan lain-lain yang dapat mendukung pengobatan
penyakit SLE.
2. Saran
Sebagai seorang calon perawat kita diaharapkan mampu memberikan
asuhan keperawatan terhadap penderita SLE sesuai dengan standar prosedur.
DAFTAR PUSTAKA